Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa dalam hal
ini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat dan relasi semantik itu juga dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna,
kegandaan makna, atau juga kelebihan makna.
2. Kerangka Teori
Menurut pendapat Bambang Yudi Cahyono 1995:188 dalam bukunya
Kristal-Kristal Ilmu Bahasa menyatakan bahwa dalam perkembangan
semantik terdapat beberapa teori yang berusaha menjelaskan hakekat suatu makna. Teori-teori itu antara lain teori makna sebagai hakekat yang
dimaksudkan, teori makna sebagai suatu gagasan, teori makna sebab akibat, teori makna beragam, dan teori makna fungsional.
Dari pendapat ahli di atas, dalam penulisan skripsi ini, Penulis merujuk pada teori makna sebab akibat yang menekankan pentingnya proses
perenungan yang dilakukan oleh seseorang pada saat dia menyadari suatu hal yang perlu ditanggapi dan dimengerti maksudnya. Hal tersebut mengandung
maksud karena pada saat hal itu ditangkap oleh indra penglihatan atau pendengaran, sebenarnya ada sesuatu yang terjadi dan dialami oleh indra
penerima itu. Kejadian yang dialami oleh indra itu disebut penafsiran. Dengan demikian, diperlukan untuk mengidentifikasikan makna hal yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
yakni aspek-aspek atau komponen-komponen penting dari makna yang ditangkap oleh indra tersebut dengan suatu penafsiran.
Abdul Chaer 2007:290 berpendapat bahwa dalam penulisan ini dapat digunakan teori makna kontekstual yakni makna sebuah leksem atau kata yang
berbeda di dalam satu konteks, termasuk juga dapat berkenaan dengan situasinya, atau dengan kata lain makna kontekstual adalah makna yang
didasarkan atas hubungan antar ujaran dan situasi yang menggunakan ujaran tersebut. Beliau juga mengungkapkan bahwa makna kontekstual dapat berupa
konteks kalimat, konteks situasi, konteks bidang pemakaian, atau konteks wacana.
Teori kontekstual mengisyaratkan pula bahwa sebuah kata atau simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks.
Dalam bukunya Teori Semantik JD. Parera 1991:18 menyatakan
bahwa terdapat teori makna yang lain, yaitu teori pemakaian dari makna. Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman Wittgenstein. Ia berpendapat
bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu.
Dari teori yang dikemukakan tersebut, maka sudah pasti kata y ō dan sō
memiliki perbedaan makna dan tidak digunakan dalam konteks yang sama. Untuk itulah Penulis akan membahas makna yang terkandung dalam kalimat
dugaan y ō dan sō.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Chaer 2007:289 makna dapat dibagi menjadi dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal
disebut makna kamus jisho teki imi atau makna kata goi teki imi yang sesuai dengan hasil pengamatan indra terlepas dari unsur gramatikal dan dapat
juga dikatakan sebagai makna asli dari suatu kata. Sedangkan makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut makna kalimat bunpou teki imi.
1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.