Analisis Makna Kalimat Dugaan YŌ dan SŌ dalam Novel "Noruwei Mori" Karya Haruki Murakami

(1)

ANALISIS MAKNA KALIMAT DUGAAN Y

Ō

DAN S

Ō

DALAM NOVEL “NORUWEI NO MORI” KARYA HARUKI

MURAKAMI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu

Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

OLEH

DINI HIDAYATI

040708022

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA JEPANG

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ...1

1.2. Perumusan Masalah ...4

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan...5

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...6

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...9

1.6. Metode Penelitian ...10

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP MAKNA KALIMAT DUGAAN YŌ DAN SŌ 2.1. Studi Semantik Makna Kalimat ...12

2.2. Jenis-jenis Makna...14

2.3. Makna dalam Gaya Bahasa ...17

2.4. Makna Kalimat Dugaan ...18

2.4.1. Makna Sebagai Kata Benda...20

2.4.2. Makna Sebagai Kata Sifat ...20

2.4.3. Makna Sebagai Kata Kerja ...21

2.5. Makna Kalimat Dugaan ...21

2.5.1. Makna Sebagai Kata Benda ...22

2.5.2. Makna Sebagai Kata Sifat ...23

2.5.3. Makna Sebagai Kata Kerja ...24


(3)

BAB III ANALISIS MAKNA BENTUK KALIMAT DUGAAN YŌ DAN SŌ DALAM NOVEL “NORUWEI NO MORI” KARYA HARUKI MURAKAMI

3.1. Makna Bentuk Kalimat Dugaan ...27

3.1.1. Sebagai Kata Benda ...27

3.1.2. Sebagai Kata Kerja ...28

3.2. Makna Bentuk Kalimat Dugaan ...31

3.2.1. Sebagai Kata Benda ...31

3.2.2. Sebagai Kata Sifat ...32

3.3.3. Sebagai Kata Kerja ...35

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ...38

4.2. Saran ...39

DAFTAR PUSTAKA ...40


(4)

ABSTRAK

Sebagai guru bahasa, penerjemah, pengarang, penyusun kamus, dan wartawan, dan lain-lain perlu mengetahui linguistik. Tanpa pengetahuan yang baik tentang linguistik mungkin akan mengalami kesulitan. Tetapi kalau memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan linguistik, maka akan mendapat kemudahan. Mengapa?. Karena linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

Dengan bahasa, ide, pikiran, hasrat, dan keinginan dapat disampaikan kepada seseorang baik secara lisan maupun tulisan, lawan bicara tersebut dapat menangkap apa yang kita maksud. Mempelajari makna merupakan kajian semantik.

Keanekaragaman bahasa di dunia ini menyebabkan manusia mengenal berbagai bahasa. Dalam mempelajari bahasa, diperlukan pemahaman tentang aturan dan kaidah-kaidah yang ada untuk menghasilkan suatu bahasa yang baik. Bahasa terdiri dari kalimat yang mengandung makna dan tersusun menurut pola dan bentuk kalimatnya.

Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris

semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina). Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna.

Semantik memegang peranan penting dalam suatu komunikasi karena digunakan untuk menyampaikan suatu makna. Misalnya seseorang


(5)

menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara kemudian dipahami oleh lawan bicaranya. Dikatakan, bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah itu struktur kalimat, kosakata, atau pun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna.

Kajian semantik antara lain makna kata (go no imi) dan makna kalimat

(bun no imi). Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan suatu bahasa seperti bahasa Jepang akan berlangsung dengan baik jika maknanya dipahami oleh kedua belah pihak.

Makna dapat dibagi menjadi dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut makna kamus (jisho teki imi) atau makna kata (goi teki imi), sedangkan makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut makna kalimat (bunpou teki imi).

Dalam skripsi ini, Penulis ingin menjelaskan makna kalimat dugaan dan yang mempunyai makna hampir sama tetapi berbeda cara penggunaannya. Contoh kalimatnya diambil dari novel “Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami.

Dalam novel “Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami, terdapat contoh bentuk dan yang dikelompokkan sebagai kata benda, kata sifat, dan kata kerja.

dan memiliki makna yang sama yaitu menjelaskan suatu dugaan atau prasangka (kelihatannya, sepertinya, tampaknya) tetapi sedikit berbeda dalam susunan kalimatnya.


(6)

Pada kata benda bentuk yō desu menjadi [kata benda (no/datta) +

desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + yō desu] dan pada kata kerja menjadi [kata kerja + yō desu].

digunakan pada saat pembicara menyatakan perkiraan berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Adapun informasi yang ia terima adalah informasi secara langsung.

juga digunakan untuk menyatakan suatu dugaan yang berasal dari apa yang dilihat dan dirasakan, dan diterima oleh akal.

digunakan untuk menyatakan dugaan berdasarkan informasi yang dilihat oleh pembicara pada saat kejadian dan dugaan pembicara yang tampak dari luar, seperti suara atau sifat seseorang.

Pada bentuk sō1 kata benda menjadi [kata benda + kopula da + desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu] dan pada kata kerja menjadi [kata kerja + sō desu].

Pada sō2 kata benda sama seperti sō1 [kata benda + kopula da + desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu], dan pada kata kerja menjadi [kata kerja masu + sō desu].

Perbedaan antara dan yang mengungkapkan suatu hal atau keadaan terletak pada tingkat kepastian atau perasaan yakin akan kebenaran hal tersebut. Apabila diurutkan maka akan menjadi; pertama bentuk kemudian sō.


(7)

Agar tidak terjadi “kesamaran pengertian” para pelajar perlu memahami kata-kata yang mempunyai kemiripan arti dan dibedakan secara semantis. Sebab, dalam bahasa Jepang banyak sekali terdapat kata-kata seperti ini.

Untuk menggunakan bentuk dan , hendaknya memahami teori dan aturan yang ada.


(8)

BAB I PENDAHULUAN

.1. Latar Belakang Masalah

Dalam tugas sehari-hari, baik sebagai guru bahasa, sebagai penerjemah, sebagai pengarang, sebagai penyusun kamus, sebagai wartawan, atau sebagai apapun yang berkenaan dengan bahasa, tentu akan menghadapi masalah-masalah linguistik atau yang berkaitan dengan linguistik. Tanpa pengetahuan yang memadai mengenai linguistik mungkin akan didapat kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Tetapi kalau memahami masalah-masalah linguistik, maka akan didapat kemudahan dalam melaksanakan tugas tersebut. Mengapa?. Karena linguistik akan memberi pemahaman mengenai hakikat dan seluk beluk bahasa sebagai satu-satunya alat komunikasi terbaik yang hanya dimiliki manusia, serta bagaimana bahasa itu menjalankan peranannya dalam kehidupan manusia.

Dedi Sutedi dalam bukunya Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang

(2003:2), berpendapat bahwa ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun tulisan, lawan bicara tersebut dapat menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena ia memahami makna yang dituangkan melalui bahasa tersebut. Mempelajari makna merupakan kajian semantik. Teknis analisis makna merupakan suatu


(9)

usaha untuk mengelompokkan, membedakan, dan menghubungkan masing-masing hakikat makna.

Keanekaragaman bahasa yang terdapat di dunia ini menyebabkan manusia dapat mengenal banyak bahasa-bahasa yang ada. Dalam mempelajari bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing diperlukan pemahaman tentang aturan dan kaidah-kaidah yang terdapat pada bahasa tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan suatu bahasa yang komunikatif. Bahasa tidak terlepas dari kalimat yang mengandung makna dan akan lebih jelas apabila tersusun menurut pola dan bentuk kalimatnya.

Demikan juga dengan bahasa Jepang, salah satu contohnya bentuk kalimat dan yang mempunyai makna “seperti”, “kelihatannya”, “tampaknya” harus ditempatkan dalam kalimat sesuai dengan situasi pemakaiannya. Jika tidak, kalimat akan mengalami kerancuan. Untuk menghindari hal ini, seseorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan benar, terutama pada saat berbicara dengan orang asing. Hal ini juga penting untuk menjalin suatu komunikasi yang baik..

Dalam buku-buku pelajaran bahasa Jepang, tidak sedikit siswa menemukan kalimat yang mengandung bentuk dan . Dalam proses belajar memang diberikan penjelasan tentang kedua makna tersebut. Akan tetapi, yang dapat dipahami oleh siswa, pada umumnya, adalah makna leksikal sebab terdapat dalam kamus. Sedangkan makna yang lebih mendalam lagi yang terkandung di dalamnya dan umumnya melibatkan panca indra manusia,


(10)

pikiran, dan perasaan agak sulit dipahami oleh siswa yang dapat menyebabkan terjadinya kesamaran pengertian Sedangkan secara semantis yang berhubungan dengan makna yang terkandung dalam sebuah kata atau bahkan kalimat/teks, di antara kedua bentuk kalimat tersebut terdapat perbedaan. Hal ini merupakan hambatan bagi siswa dalam menggunakannya, bahkan dalam menterjemahkannya.

Setelah melihat uraian di atas, sebagai mahasiswa bahasa Jepang yang sedang mempelajari bahasa tersebut, Penulis merasa tertarik untuk membahas makna yang terkandung dalam bentuk kalimat dan yang memiliki pengertian sejenis tapi berbeda cara penggunaannya. Contoh:

1. ミラーさんは忙しそうです。

Mira san wa isogashi sō desu

Tuan Miller kelihatannya sibuk (Minna No Nihon Go II 2004:143)

2. ミラーさんは忙しいようです。

Mira san wa isogashii yō desu

Tuan Miller sepertinya sibuk (Minna No Nihon Go II 2004:143)

Dari contoh di atas dapat diketahui bahwasanya makna kedua kalimat tersebut hampir sama. Akan tetapi, bila ditelaah lebih jauh lagi akan terdapat perbedaan pada kedua kalimat tersebut. Pada contoh (1) kalimat menyatakan pertimbangan intuisi yang berdasarkan pengamatan pada keadaan atau


(11)

perilaku tuan Miller. Sedangkan pada contoh (2) kalimat menyatakan pertimbangan yang didasari oleh apa yang telah dilihat atau didengar oleh pembicara sendiri. Oleh karena itu, hal tersebut di atas menjadi alasan bagi Penulis untuk mengambil pokok bahasan mengenai “Analisis Makna Kalimat Dugaan dan dalam Novel “Noruwei No Mori” Karya Haruki Murakami”.

.2. Perumusan Masalah

Masalah yang akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya adalah makna yang terdapat dalam bentuk kalimat dan yang secara leksikal mempunyai kemiripan makna. Leksikal berarti yang berhubungan dengan kamus, dengan kata lain makna tersebut dapat dilihat dalam kamus.

Untuk melihat bagaimana sebenarnya makna yang terkandung dalam bentuk kalimat dugaan dan terutama dalam novel “Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami, Penulis akan mencoba membahasnya dalam tulisan ini. Novel ini terdiri dari dari dua bagian yaitu pada bagian pertama sebanyak 300 halaman dan pada bagian kedua sebanyak 292 halaman yang diterjemahkan oleh Jonjon Johana. Bila diuraikan dalam bentuk pertanyaan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penggunaan bentuk kalimat dugaan dan dalam kalimat bahasa Jepang?


(12)

2. Apakah makna yang terkandung dalam bentuk kalimat dugaan dan

yang terdapat dalam novel “Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami?

.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka Penulis menganggap perlu adanya ruang lingkup pembahasan permasalahan agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dikemukan lebih dapat terarah dalam penulisan.

Bentuk kalimat dugaan dan dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang berarti “kelihatannya”, “sepertinya”, “tampaknya”. Akan tetapi, kedua bentuk kalimat dugaan ini tidak dapat dipergunakan begitu saja karena harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Sebelum membahas inti permasalahan, Penulis juga akan menjelaskan pengertian dan jenis-jenis bentuk kalimat dugaan dan . Oleh karena itu, Penulis membatasi permasalahan sebagai berikut:

.4. Jenis-jenis bentuk kalimat dugaan dan


(13)

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka

Nagano Masaru dalam Hamzon Situmorang (2007:1) mengatakan berarti tata bahasa adalah aturan yang berhubungan dengan struktur pengutaraan bahasa. Dalam hal ini tidak dijelaskan apakah dalam bahasa tulisan atau dalam bahasa lisan. Selanjutnya dijelaskan bahwa unit-unit tata bahasa tersebut adalah paragrap, kalimat, penggalan kalimat, dan kata. Akan tetapi, masing-masing bidang tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri. Kesemuanya itu mempunyai hubungan yang tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya.

Penulisan skripsi ini fokusnya adalah analisis makna kalimat dugaan

dan dalam novel “Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami. Oleh karena itu, Penulis menggunakan konsep atau defenisi yang berhubungan dengan linguistik terutama dalam bidang semantik. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Abdul Chaer, 2007:1). Dalam hal ini Penulis ingin menjelaskan makna kalimat dugaan dan yang mempunyai makna yang hampir sama tetapi berbeda cara penggunaannya. Hal ini berkaitan dengan cabang linguistik yaitu semantik yang mengkaji tentang makna. Makna yang sama namun nuansanya berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata relasi berarti hubungan. Sedangkan kata makna diartikan sebagai arti atau maksud.


(14)

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa dalam hal ini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat dan relasi semantik itu juga dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna, atau juga kelebihan makna.

2. Kerangka Teori

Menurut pendapat Bambang Yudi Cahyono (1995:188) dalam bukunya

Kristal-Kristal Ilmu Bahasa menyatakan bahwa dalam perkembangan semantik terdapat beberapa teori yang berusaha menjelaskan hakekat suatu makna. Teori-teori itu antara lain teori makna sebagai hakekat yang dimaksudkan, teori makna sebagai suatu gagasan, teori makna sebab akibat, teori makna beragam, dan teori makna fungsional.

Dari pendapat ahli di atas, dalam penulisan skripsi ini, Penulis merujuk pada teori makna sebab akibat yang menekankan pentingnya proses perenungan yang dilakukan oleh seseorang pada saat dia menyadari suatu hal yang perlu ditanggapi dan dimengerti maksudnya. Hal tersebut mengandung maksud karena pada saat hal itu ditangkap oleh indra penglihatan atau pendengaran, sebenarnya ada sesuatu yang terjadi dan dialami oleh indra penerima itu. Kejadian yang dialami oleh indra itu disebut penafsiran. Dengan demikian, diperlukan untuk mengidentifikasikan makna hal yang dimaksud


(15)

yakni aspek-aspek atau komponen-komponen penting dari makna yang ditangkap oleh indra tersebut dengan suatu penafsiran.

Abdul Chaer (2007:290) berpendapat bahwa dalam penulisan ini dapat digunakan teori makna kontekstual yakni makna sebuah leksem atau kata yang berbeda di dalam satu konteks, termasuk juga dapat berkenaan dengan situasinya, atau dengan kata lain makna kontekstual adalah makna yang didasarkan atas hubungan antar ujaran dan situasi yang menggunakan ujaran tersebut. Beliau juga mengungkapkan bahwa makna kontekstual dapat berupa konteks kalimat, konteks situasi, konteks bidang pemakaian, atau konteks wacana.

Teori kontekstual mengisyaratkan pula bahwa sebuah kata atau simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks.

Dalam bukunya Teori Semantik JD. Parera (1991:18) menyatakan bahwa terdapat teori makna yang lain, yaitu teori pemakaian dari makna. Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman Wittgenstein. Ia berpendapat bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu.

Dari teori yang dikemukakan tersebut, maka sudah pasti kata dan

memiliki perbedaan makna dan tidak digunakan dalam konteks yang sama. Untuk itulah Penulis akan membahas makna yang terkandung dalam kalimat dugaan dan .


(16)

Menurut Chaer (2007:289) makna dapat dibagi menjadi dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut makna kamus (jisho teki imi) atau makna kata (goi teki imi) yang sesuai dengan hasil pengamatan indra terlepas dari unsur gramatikal dan dapat juga dikatakan sebagai makna asli dari suatu kata. Sedangkan makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut makna kalimat (bunpou teki imi).

1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan Penulisan skripsi ini adalah:

1. Mengetahui penggunaan bentuk kalimat dugaan dan dalam kalimat bahasa Jepang

2. Mengetahui makna bentuk kalimat dugaan dan dalam novel “Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai bentuk kalimat dugaan dan sō.

2. Agar pembaca dapat memahami dengan mudah makna yang terkandung dalam bentuk dan


(17)

.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Kata deskriptif berasal dari bahasa latin ”descriptivus”

yang berarti uraian. Data dalam metode deskriptif yang dikumpulkan adalah berupa kata–kata bukan angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan–kutipan kata untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.(M. Nazir, 1999:63)

Metode lain yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu studi kepustakaan atau pengumpulan data–data dan informasi yang bersumber dari buku–buku kepustakaan yang berkaitan dengan makna kalimat dugaan dan . Buku– buku yang digunakan diperoleh dari perpustakaan umum maupun pribadi. Dalam hal ini, Penulis melakukan beberapa tahap sebagai berikut:

1. Mengkaji ulang, menganalisis, dan menyimpulkan literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti sehingga menjadi suatu kerangka tulisan dan kerangka berpikir yang konstruktif yang dapat menunjang pemecahan permasalahan dalam penelitian ini.

2. Setelah menganalisis data-data, dilanjutkan dengan membaca novel “Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami, yang ditulis dalam


(18)

bahasa Jepang dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Jonjon Johana.

3. Mencari, mengumpulkan, dan mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang menggunakan bentuk kalimat dugaan dan .

4. Merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam setiap bab dan anak bab.

5. Menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang.


(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP MAKNA KALIMAT DUGAAN YŌ DAN SŌ

2.1. Studi Semantik Makna Kalimat

Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris

semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’ atau dari verba samaino

‘menandai’, ‘berari’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Pengertian makna (sense – bahasa Inggris) adalah pertautan yang ada diantara unsure-unsur bahasa itu sendiri terutama kata-kata. Makna menurut Palmer (1976:30) dalam Fatimah Djajasudarma (1999:5) hanya menyangkut intrabahasa. Sejalan dengan pendapat tersebut, disebutkan juga bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata-kata tersebut berbeda.

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut de Saussure dalam Abdul Chaer (2007:287) bahwa makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki yang terdapat pada sebuah tanda linguistik.

Semantik memegang peranan penting dalam suatu komunikasi karena bahasa yang digunakan dalam hal ini tidak lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Misalnya seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang dimaksud karena


(20)

ia bisa menyerap apa yang disampaikannya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah itu struktur kalimat, kosakata, atau pun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna.

Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi) dan makna kalimat (bun no imi). Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya.

Di dalam bahasa terutama bahasa Jepang banyak terdapat sinonim (ruigigo) dan sangat sulit untuk bisa dipadankan ke dalam bahasa Indonesia satu persatu. Ditambah dengan masih minimnya buku-buku atau kamus yang bertuliskan bahasa Indonesia yang membahas secara rinci dan jelas tentang makna

Makna kalimat merupakan kajian semantik karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Misalnya kalimat

“Watashi wa Yamada san ni megane wo ageru” (saya memberikan kacamata pada Yamada) dengan kalimat “Watashi wa Yamada san ni tokei wo ageru”

(saya memberikan jam pada Yamada). Jika dilihat dari strukturnya kedua kalimat tersebut sama, yaitu “A wa B ni C wo ageru”, akan tetapi mempunyai makna yang berbeda. Oleh karena itu, makna kalimat ditentukan oleh kata


(21)

yang menjadi unsur dalam kalimat tersebut. Bersamaan dengan pendapat tersebut, kalimat yang sama jika diucapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda akan berbeda pula maknanya yang berhubungan dengan pragmatik. Akan tetapi dalam hal ini Penulis hanya akan membahas makna kalimat yang ditinjau dari segi semantik yang menyangkut makna kalimat secara aslinya (makna dalam bahasa) (Dedi Sutedi, 2003:106).

2.2. Jenis-jenis Makna

Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis-jenis makna. Palmer (1976:34) mengemukakan jenis-jenis makna terdiri dari makna kognitif, makna ideasional, makna denotasi, makna proposisi. Sedangkan Shipley (1962:261) menyatakan bahwa yang termasuk jenis makna yaitu makna emotif, makna kognitif atau deskriptif, makna referensial, makna piktorial, makna kamus, makna samping, dan makna inti.

Verhaar dalam Mansoer Pateda (2001:96) mengemukakan istilah makna leksikal dan makna gramatikal, sedangkan Boomfield mengemukakan istilah makna sempit dan makna luas. Pateda menambahkan pendapat-pendapat sebelumnya bahwa yang termasuk jenis-jenis makna yaitu makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna gramatikal, makna leksikal, makna ideasional, makna intensi, makna khusus, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna konseptual, makna konstruksi, makna kontekstual,


(22)

makna lokusi, makna luas, makna piktorial, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, makna tematis, dan makna tekstual. Dalam hal ini Penulis akan menjelaskan beberapa dari jenis-jenis makna tersebut.

1. Makna leksikal

Makna leksikal (lexical meaning), atau makna semantik (semantic meaning), atau makna eksternal (external meaning) adalah makna kata ketika kata tersebut berdiri sendiri baik itu dalam bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap seperti yang terdapat dalam kamus bahasa tertentu. Dapat dimengerti juga bahwa makna leksikal adalah makna yang terdapat dalam kamus.

Mansoer Pateda dalam bukunya Semantik Leksikal (2001:96) menyatakan bahwa makna leksikal suatu kata terdapat dalam kata yang berdiri sendiri. Dikatakan berdiri sendiri sebab makna sebuah kata dapat berubah apabila kata tersebut telah berada dalam kalimat. Dengan demikian terdapat kata-kata yang makna leksikalnya dapat dipahami jika kata-kata tersebut dihubungkan dengan kata-kata yang lain seperti kata yang termasuk dalam kata tugas atau partikel, misalnya yang, dan, ke.

Beberapa kata tersebut memperlihatkan bahwa maknanya hanya dapat diketahui jika sudah termasuk dalam konteks kalimat. Kata-kata tersebut berdiri sendiri, bahkan ciri utamanya adalah tidak dapat diberikan imbuhan.


(23)

2. Makna gramatikal

Makna gramatikal (grammatical meaning) atau makna fungsional

(fungtional meaning), atau makna struktural (structural meaning), atau makna internal (internal meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat.

Kata mata mengandung makna leksikal alat atau indra yang terdapat di kepala berfungsi untuk melihat. Namun setelah kata mata ditempatkan dalam kalimat, seperti “Hei, mana matamu?” kata mata tidak lagi mengacu pada makna alat untuk melihat akan tetapi menunjuk pada cara bekerja, cara mengerjakan yang hasilnya kurang baik. Pada contoh lain kata mata

digabungkan dengan kata yang lain seperti mata duitan, mata keranjang, telur mata sapi, mata pisau, dan lain-lain yang kesemuanya mengandung makna yang berbeda dan makna inilah yang disebut dengan makna gramatikal.

3. Makna kontekstual

Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional

(situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Diketahui bahwa konteks berhubungan dalam banyak hal. Konteks yang dimaksud dalam hal ini adalah konteks orangan,dalam hal ini berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pembicara/pendengar, latar belakang sosial ekonomi pembicara/pendengar; konteks tujuan seperti meminta, mengharapkan sesuatu; konteks situasi, misalnya situasi aman, ribut, dan lain-lain; konteks formal; konteks suasana hati; konteks waktu; konteks


(24)

tempat; konteks objek, apa yang sedang dibicarakan; konteks kebahasaan, apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak; dan konteks bahasa, bahasa yang digunakan.

4. Makna tekstual

Makna tekstual (textual meaning) adalah makna yang timbul setelah seseorang membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak diperoleh hanya melalui makna setiap kata atau makna setiap kalimat, akan tetapi makna tekstual dapat ditemukan setelah seseorang membaca keseluruhan teks. Dengan demikian makna tekstual berhubungan dengan bahasa tertulis. Seseorang harus membaca teks terlebih dahulu barulah maknanya dapat ditentukan. Makna tekstual lebih berhubungan dengan amanat, pesan, dan tema yang ingin disampaikan melalui teks.

2.3. Makna dalam Gaya Bahasa

Secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; keseluruhan ciri khas bahasa sekelompok penulis sastra; cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan (Depdikbud 1993:297).


(25)

Gaya bahasa termasuk dalam stilistika yakni makna yang mempunyai hubungan timbal-balik dengan lambang, yang berarti bahwa setiap lambang mengandung makna, baik makna leksikal maupun gramatikal.

Gaya bahasa banyak dan biasanya dibicarakan dalam bidang sastra. Permasalahannya terletak pada makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya bahasa. Misalnya dalam kalimat “Pak Ali membeli lima ekor kambing”, dapat diketahui bahwa makna yang terkandung dalam gabungan kata ini ialah

lima kambing bukan ekor kambing sebanyak lima. Jadi yang dimaksud dalam kalimat ini adalah lima kambing seluruhnya, bukan ekor kambing yang sebanyak lima.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat makna yang berhubungan dengan gaya personifikasi, metonimia, dan seterusnya. Juga dapat dilihat dari segi kedekatan antar makna.

2.4. Makna Kalimat Dugaan Yō

Menurut Seichii Makino dan Michio Tsutsui (1997 :549) dalam bukunya A Dictionary of Basic Japanese Grammar mengatakan:

“Yō expresses the likelihood of something/someone or the likeness of something/someone to something/someone. In either case when the speaker uses it, his statement is based on first hand, reliable information”.

Bahwa bentuk digunakan untuk menyatakan sesuatu yang mirip atau kemiripan terhadap sesuatu/seseorang. Beliau juga mengatakan ketika menggunakan bentuk yō, pernyataan pembicara berdasarkan


(26)

Dalam buku terjemahan Nihon Go No Kiso II (1984:48) dijelaskan bahwa bentuk mempunyai beberapa arti, yaitu:

1. General Conjecture/Dugaan Umum Contoh:

1) 人が大勢集まっていますね。。。

事故があったようですね。パトカーと救急車が来ていますよ。 Hito ga oozei atsumatte imasu ne..

Jiko ga atta yō desune. Patoka- to kyuukyuusha ga kite imasu yo..

Banyak orang berkumpul ya..

Sepertinya terjadi kecelakaan. Mobil polisi dan ambulans sudah datang (Minna No Nihon Go II 2004:135)

Pada saat ini pembicara menduga bahwa dengan ”banyaknya orang yang berkumpul sepertinya telah terjadi kecelakaan”. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan si pembicara oleh apa yang telah dilihat atau didengarnya.

2. Euphemistic Expression/Ungkapan Halus

Pemakaian dapat digunakan untuk menyatakan suatu keadaan yang masih samar atau kurang jelas meskipun dapat dinyatakan secara positif. Contoh:

2) 彼は漢字が読めないようです。.

Kare wa kanji ga yomenai yō desu. Sepertinya dia tidak bisa membaca kanji。 (Nihon Go No Kiso II 1984:48)

Dalam hal ini menurut si pembicara, dia tidak bisa membaca kanji tapi hal itu belum tentu benar, karena mungkin saja dia dapat membaca kanji hanya saja hal itu tidak diketahui oleh si pembicara.


(27)

2.4.1. Makna Yō Sebagai Kata Benda

Bentuknya adalah sebagai berikut: [Kata benda (no / datta) yō desu] Contoh:

3) ここは昔学校だったようです。

Koko wa mukashi gakkō datta yō desu

Dulu di sini sepertinya sekolah

(A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)

4) この酒は水のようです。

Kono sake wa mizu no yō desu ne.

Sake ini seperti air

(A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)

2.4.2. Makna Yō Sebagai Kata Sifat

Bentuknya adalah sebagai berikut: [kata sifat i/na + yō desu]

Contoh:

5) この問題は学生にちょっと難しいようです。

Kono mondai wa gakusei ni chotto muzukashii yōdesu. Bagi siswa soal ini sepertinya sangat susah


(28)

2.4.3. Makna Yō Sebagai Kata Kerja

Bentuknya adalah sebagai berikut: [kata kerja + yō desu].

Contoh:

6) 木村さんはきのうお酒を飲んだようです。

Kimura san wa kinō osake wo nonda yō desu

Kemarin, tuan kimura sepertinya minum sake

(A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)

2.5. Makna Kalimat Dugaan

Menurut Seiichi Makino dan Michio Tsuitsui dalam bukunya A Dictionary of Basic Japanese Language (1997:409) mengemukakan bahwa

memiliki dua macam makna, yaitu: a. Bentuk 1

1. Menunjukkan suatu kabar atau informasi. Bentuk ini dipakai ketika pembicara menyampaikan sumber informasi yang diperoleh tanpa mengubahnya

2. Sumber informasi yang dinyatakan dengan bentuk kata benda ni yoru to ‘menurut kata benda’

Contoh:

7) 新聞によるとフロリダに雪が降ったそうです。

Shinbun ni yoru to Furorida ni yuki ga futta sō desu。


(29)

(A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:409) b. Bentuk sō2

1. Digunakan untuk menunjukkan dugaan pembicara berdasarkan informasi yang dilihatnya. Dengan demikian ungkapan ini hanya digunakan ketika pembicara mengamati sesuatu secara langsung.

2. Digunakan untuk mengungkapkan dugaan pembicara mengenai kemampuannya di masa yang akan datang berdasarkan atas apa yang dirasakannya

Contoh:

8) 僕はこのケーキをのこしそうです。

Boku wa kono ke-ki wo nokoshi sō desu

Aku takut sepertinya tidak bisa menghabiskan kue ini (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:412)

Makna Sō Sebagai Kata Benda

Pada 1 bentuknya adalah sebagai berikut: [kata benda + kopula da + sō desu]

Contoh:

9) キングさんは英語の先生だそうです

King san wa eigo no sensei da sōdesu

Kelihatannya tuan King adalah seorang guru bahasa Inggris (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:408)


(30)

Contoh (8) di atas menjelaskan tentang makna sō sebagai kata benda karena bentuk tersebut diawali dengan kata benda “sensei/guru”. Dalam hal ini pembicara melihat penampilan tuan King yang seperti seorang guru yang mengajarkan bahasa Inggris dan ia berpendapat berdasarkan atas apa yang dilihatnya.

Makna Sō Sebagai Kata Sifat

Pada 1 bentuknya adalah sebagai berikut: [kata sifat i/na + sō desu]

Contoh:

10)日本に肉はとても高いそうです。

Nihon ni niku wa totemo takai sō desu

Katanya di Jepang daging sangat mahal

(A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:408) Pada sō2bentuknya adalah sebagai berikut:

[kata sifat i/na +sō desu ] Contoh:

11) あのステーキはおいしそうです。

Ano sute-ki wa oishi sō desu

Steak itu kelihatannya enak

(A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:411)

Pada bentuk sō2 ini terdapat pengecualian pada kata sifat ii/bagus yang diganti menjadi yosa. Contoh:


(31)

12) このアパートは良さそうです。

Kono apaato wa yosa sō desu

Apartemen ini kelihatannya bagus

(A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:411)

Kata sifat yang menunjukkan perasaan seperti “ureshii, kanashii,

dan “sabishii” tidak dapat digunakan begitu saja pada saat ingin menunjukkan perasaan orang lain. Kita menduga perasaan orang lain dari penampilan luarnya dan menyatakan dugaan tersebut dengan cara menambahkan desu pada kata sifat.

Contoh:

13) ミラーさんはうれしそうです。

Mira san wa ureshi sō desu.

Tuan Miller kelihatannya gembira (Minna No Nihon Go II 2004:110)

Makna Sō Sebagai Kata Kerja

Pada 1 bentuknya adalah sebagai berikut: [kata kerja +sō desu]

Contoh:

14) しみずさんはお酒を飲まないそうです。

Shimizu san wa osake wo nomanai sō desu

Katanya tuan Shimizu tidak minum sake


(32)

Pada sō2 bentuknya adalah sebagai berikut: [kata kerja masu + +sō desu]

Contoh:

15) この家は強い風がふいたらたおれそうです

Kono ie wa tsuyoi kaze ga fuitara taore sō desu

Rumah ini kelihatannya jatuh kalau ada angin kencang (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:411)

2.6. Manfaat Mempelajari Semantik

Manfaat yang dapat dipetik dari studi semantic sangat bergantung pada apa yang digeluti dalam tugas sehari-hari. Bagi seorang wartawan, reporter, atau orang-orang yang berkecimpung di dunia pemberitaan seperti dalam surat kabar, majalah, dan lain-lain, mereka akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik yang akan memudahkan mereka dalam menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.

Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, pengetahuan tentang semantik akan banyak memberi bekal teoritis kepadanya untuk menganalisa bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi para pengajar akan mendapatkan manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis karena sebagai pengajar dia harus mempelajari sungguh-sungguh bahasa yang akan diajarkannya. Sedangkan manfaat praktis akan


(33)

dipeoleh berupa kemudahan bagi dirinya untuk mengajarkan bahasa tersebut kepada murid-muridnya.

Bagi masyarakat awam atau orang kebanyakan pada umumnya, pengetahuan tentang teori semantik tidaklah begitu diperlukan. Tetapi pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami hal-hal di sekelilingnya yang penuh dengan informasi. Semua informasi yang ada berlangsung dengan bahasa. Sebagai masyarakat, tanpa bahasa, tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam sekitar yang sedang berlangsung


(34)

BAB III

ANALISIS MAKNA BENTUK KALIMAT DUGAAN YŌ DAN SŌ DALAM NOVEL “NORUWEI NO MORI” KARYA HARUKI

MURAKAMI

3.1. Makna Bentuk Kalimat Dugaan YŌ 3.1.1. Sebagai Kata Benda

1. 私の個人的感情を言えば、緑さんというのは

なかなか素敵な女の子のようですね。あなたが彼女に心 をまかれるというのは手紙を読んでいてもよく

わかります

(Hal 245 bag 2)

Watashi no kojin teki kanjō wo ieba, Midori san to iu no wa nakanaka suteki na onna no ko no yō desu ne.Anata ga kanojo ni kokoro wo makareru to iu no wa tegami wo yonde ite mo yoku wakarimasu.

Kalau aku harus mengungkapkapkan perasaanku sendiri, tampaknya Midori perempuan yang sangat baik ya. Dengan membaca suratmu aku tahu kamu sangat tertarik dengannya.


(35)

Analisis:

Menurut Penulis, makna yō desupada contoh tersebut sudah tepat. Hal ini sesuai dengan pengertian yang terdapat dalam buku terjemahan Minna No Nihon Go (1998:135) bahwa digunakan untuk menyatakan suatu perkiraan berdasarkan informasi yang dilihat pembicara sendiri secara langsung dan juga contoh tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Seiichi Makino dan Michio Tsutsui bahwa bentuk digunakan untuk menyatakan sesuatu yang mirip atau kemiripan terhadap sesuatu/seseorang. Juga dijelaskan ketika menggunakan bentuk yō, pernyataan pembicara secara

langsung merupakan informasi yang dapat dipercaya. Pada contoh, menurut Penulis bahwa Midori baik terhadapnya dan itu semua sesuai dengan apa yang dirasakan oleh pembicara.

3.1.2. Sebagai Kata Kerja

1. ちょうど三階建てのビルのかげになっていて、くわしい

状況は分からなかったけれど、消防車が三台四台集まっ て消火を続けているようだった。

(Hal 154 bag 1)

Chōdo sankai tate no biru no kage ni natte ite, kuwashii jōkyō wa wakaranakatta keredo, shōbōsha ga sandai yondai atsumatte shōka wo tsuzukete iru yōdatta.


(36)

Karena berada di samping bangunan berlantai tiga, jelas aku tidak bisa melihat bagaimana kondisinya, tetapi di situ ada tiga-empat mobil pemadam kebakaran tampaknya sedang berusaha memadamkan api.

Analisis:

Makna dalam contoh tersebut menurut Penulis adalah benar karena sesuai dengan teori Seichii Makino dan Michio Tsutsuji (1996 :549) yang menjelaskan bahwa bentuk dapat digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan yang mengandung dugaan berdasarkan pertimbangan atas apa yang dilihat oleh si pembicara dan pernyataan pembicara yang secara langsung, dalam hal ini dia melihat tiga sampai empat mobil pemadam kebakaran dan menurut dugaan si pembicara mobil-mobil itu sedang berusaha memadamkan api.

2.警官は僕に対してもキズキに対してもあまり良い印象は

持たなかったようだった。

(Hal 52 bag 1)

Keisatsu kan wa boku ni tai shite mo Kizuki ni tai shite mo amari yoi inshō wa motanakatta yō datta.

Polisi tampaknya tidak punya kesan baik terhadapku, juga terhadap Kizuki


(37)

Analisis:

Dari contoh tersebut makna sudah benar karena sesuai dengan teori yang terdapat dalam A Basic of Grammar Japanese Language oleh Seiichi Makino dan Michio Tsutsui menjelaskan bahwa dapat digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan yang mengandung dugaan berdasarkan pertimbangan atas apa yang dilihat oleh si pembicara dan pernyataan pembicara yang secara langsung. Menurut Penulis, si pembicara menyatakan pertimbangannya didasari oleh informasi yang ia terima berdasarkan panca indranya.

3.誰も僕の方をじろじろとは見なかったし、僕がそこ

に加えていることにさえ気づかないようだった。僕の参 入は彼らにとってはごく自然な出来事である

ようだった。

(Hal 218 bag 1)

Dare mo boku no kata wo jirijiro to wa minakatta shi, boku ga soko ni kuwaete ,iru koto ni sae kizukanai yōdatta. Boku no sannyuu wa karera ni totte wa goku shizen na deki koto de aru yōdatta.

Siapa pun tak melihat ke arahku dan sepertinya tidak seorang pun menyadari keberadaanku di situ. Tampaknya kunjunganku bagi mereka adalah suatu kejadian yang alami.


(38)

Analisis:

Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa ketika si pembicara memasuki suatu tempat, menurutnya orang-orang di sekitarnya tidak menyadari akan kedatangannya karena sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Akan tetapi, menurut Penulis hal ini belum tentu benar, karena mungkin saja mereka menyadari kedatangan si pembicara hanya saja ia tidak menyadari kalau ada orang yang melihatnya masuk dan setelah itu kembali pada aktifitasnya. Jadi, menurut Penulis makna pada kalimat di atas adalah benar karena sesuai dengan teori Seichii Makino dan Michio Tsutsuji (1996 :549) yang menjelaskan bahwa makna dapat digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan yang mengandung dugaan berdasarkan pertimbangan atas apa yang dilihat oleh si pembicara.

3.2. Makna Bentuk Kalimat Dugaan SŌ 3.2.1. Sebagai Kata Benda

このあいだのワインもそうだったし、市内でちょっとした買い 物もしてきてもらえるしね。。

(Hal 145 bag 2)

Kono aida no wain mo sōdattashi, shinai de chotto shita kaimono shite kitemoraeru shi ne..


(39)

Sebagai imbalannya ia memberiku anggur seperti anggur yang kita minum itu. Kadang-kadang mereka mau bebelanja juga buatku.

Analisis:

Contoh tersebut menjelaskan makna sebagai kata benda. Menurut Penulis makna pada contoh adalah benar karena sesuai dengan teori yang terdapat dalam buku terjemahan Minna No Nihon Go (1998:110), menjelaskan bahwa digunakan untuk memperkirakan suatu gejala berdasarkan pada keadaan yang sedang dilihatnya sekarang. Dalam buku A Basic of Grammar Japanese Language (1997:407) dijelaskan bahwa makna menunjukkan suatu kabar atau informasi dan dipakai ketika pembicara menyampaikan sumber informasi yang diperoleh tanpa mengubahnya. Pada contoh, pembicara menduga bahwa anggur yang diminumnya sekarang sama seperti anggur yang pernah diminumnya dulu.

3.2.2. Sebagai Kata Sifat

1. どの店も建物は旧く、中は暗そうだった。

(Hal 136 bag 1)

Dono mise mo tatemono wa furuku, naka wa kura sōdatta.

Hampir semua bangunan dan toko sudah tua dan di dalamnya terlihat gelap


(40)

Analisis:

Contoh tersebut menjelaskan bahwa ketika si pembicara memasuki sebuah kota, terlihat olehnya hampir seluruh bangunan sudah tua dan di dalamnya gelap. Menurut Penulis, makna sō datta dalam kalimat tesebut adalah benar sesuai dengan teori Seiichi Makino dan Michio Tsutsui (1997:407) bahwa makna sō digunakan untuk menyatakan perkiraan atau ramalan pembicara dari pengamatan secara langsung pada saat kejadian, informasi yang diperoleh si pembicara dapat diterima oleh umum. Maksudnya adalah siapa saja yang melihat bangunan tua akan menyangka bahwa bangunan tersebut gelap karena tidak ada yang menempati.

2. こうなったら、彼女にしゃべりないだけしゃべらせた方が

良さそうだった。

(Hal 83 bag 1)

Kōnattara, kanojo ni shaberinai dake shaberaseta kata ga yosa sō datta.

Kalau sudah begini tidak ada cara lain lagi sepertinya harus terus membiarkannya bicara sesuai keinginannya.

Analisis:

Contoh di atas menjelaskan sebagai kata sifat. Menurut Penulis contoh di atas adalah benar dan sesuai dengan teori dalam buku terjemahan


(41)

Minna No Nihon Go menjelaskan bahwa digunakan untuk memperkirakan sesuatu berdasarkan penglihatan dan dalam hal ini pembicara melihat bahwa temannya tersebut sudah tidak tahu apa yang dilakukannya mungkin karena mabuk dan pembicara membiarkannya berbicara sesuai dengan keinginannya.

3. 綺麗なアパートで緑も小林書店にいるときよりはそこでそ

の生活の方がずっと楽しそうだった。

(Hal 181 bag 2)

Kirei na apaato de Midori mo Kobayshi shoten ni iru toki yori wa soko de sono seikatsu no hōga zutto tanoshi sō datta.

Apartemennya cantik, Midori sendiri tampaknya jauh lebih senang hidup di situ dari pada ketika hidup di toko buku Kobayashi.

Analisis:

Contoh di atas menjelaskan bahwa menurut pendapat si pembicara Midori lebih senang hidup di apartemen dari pada hidup di toko buku Kobayashi. Contoh tersebut sesuai dengan yang dijelaskan dalam terjemahan Minna No Nihon Go digunakan untuk mempertimbangkan suatu keadaan berdasarkan pengamatan dalam hal ini pengamatan si pembicara terhadap Midori yang menurutnya menyukai hidup di apartemen.


(42)

3.2.3. Sebagai Kata Kerja

1. 三人とも帽子をかぶっていたので、顔つきや年齢はよくわ

からなかったけれど、声のかんじからするとそれほど若く はなさそうだった。

(Hal 216 bag 1)

San nin tomo bōshi wo kabutte ita no de, kao tsuki ya nenrei wa

yoku wakaranakatta keredo, koe no kanji kara suru to sore hodo wakaku wa nasa sō datta.

Karena ketiganya memakai topi , aku tidak bisa mengetahui wajah dan usianya, tapi kalau dari suaranya kelihatannya mereka tidak begitu muda.

Analisis:

Contoh di atas menjelaskan bahwa pembicara tidak mengetahui dengan pasti bagaimana wajah dan berapa usia ketiga orang yang dilihatnya itu karena mereka memakai topi. Akan tetapi menurut pengetahuan si pembicara kalau dari suaranya, mereka tidak begitu muda. Pendapatnya sesuai dengan teori yang ada pada terjemahan buku Minna No Nihon Go bahwa digunakan untuk memperkirakan suatu gejala berdasarkan apa yang dilihat.


(43)

2. 午後の穏やかな日差しが部屋の中にたっぷりと入りこんで

いて、僕も丸椅子の上で思わず舐り込んでしまい そうだった。

(Hal 86 bag 2)

Gogo no odayakana hizashi ga heya no naka ni tappuri to hairi konde ite, boku mo maru isu no ue de omowazu neburi konde

shimai sō datta

Cahaya matahari sore yang lembut meruah ke dalam kamar, aku sendiri tanpa terasa hampir saja tertidur di kursi bulat.

Analisis:

Pada contoh tersebut dijelaskan bahwa si pembicara seolah-olah hampir tertidur karena dia sangat menikmati cahaya sore yang masuk ke dalam kamar. Pendapat Penulis terhadap makna tersebut adalah benar karena pembicara menyampaikan informasi tanpa menambahkan pendapatnya sendiri.

3. 「あまり良く死に方じゃなさそうですね。」と僕は言った。

(Hal 14 bag 1)

“Amari yoku shinikata ja nasasō desu ne”to boku wa itta


(44)

Analisis:

Pada contoh dijelaskan bahwa si pembicara melihat cara kematian seseorang yang menurutnya tidak mengenakkan. Makna pada contoh tersebut adalah benar karena sesuai dengan teori yang terdapat dalam terjemahan buku Minna No Nihon Go bahwa menyatakan pertimbangan berdasarkan pengamatan pada keadaan atau perilaku.


(45)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.KESIMPULAN

Dari hasil analisa data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. dan memiliki makna yang sama yaitu menjelaskan suatu dugaan atau prasangka (kelihatannya, sepertinya, tampaknya) tetapi berbeda ketika digabungkan dengan kata benda, kata sifat, dan kata kerja.

2. Pada kata benda menjadi [kata benda (no/datta) + yō desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + yō desu] dan pada kata kerja menjadi [kata kerja + yō desu].

3. digunakan pada saat pembicara menyatakan perkiraan subjektif berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Adapun informasi yang ia terima adalah informasi secara langsung.

4. juga digunakan untuk menyatakan suatu dugaan yang berasal dari apa yang dilihat dan dirasakan, dan diterima oleh akal sehat.

5. digunakan untuk menyatakan dugaan berdasarkan informasi yang dilihat oleh pembicara pada saat kejadian dan dugaan pembicara yang tampak dari luar, seperti suara atau sifat seseorang.


(46)

6. Pada sō1 kata benda menjadi [kata benda + kopula da + sō desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu] dan pada kata kerja menjadi [kata kerja + sō desu].

7. Pada sō2 kata benda sama seperti sō1 [kata benda + kopula da + desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu], dan pada kata kerja menjadi [kata kerja masu + sō desu].

8. Perbedaan antara dan yang mengungkapkan suatu hal atau keadaan terletak pada tingkat kepastian atau perasaan yakin akan kebenaran hal tersebut. Apabila diurutkan maka akan menjadi, pertama bentuk kemudian .

4.2. SARAN

1. Agar tidak terjadi “kesamaran pengertian” para pelajar perlu memahami kata-kata yang mempunyai kemiripan arti dan dibedakan secara semantis. Sebab, dalam bahasa Jepang banyak sekali terdapat kata-kata seperti ini.

2. Untuk menggunakan bentuk dan , hendaknya memahami teori dan aturan yang ada.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Chaer, Abdul.2005. Bahasa Indonesia dalam Masyarakat: Telaah

Semantik. Jakarta: Rineka Cipta.

____________.2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud

Djajasudarma, T.Fatimah.1999. Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Reffika Aditama.

1984. Nihon Go No Kiso II, Gramatical Notes In English. Japan: The Association for Overseas Technical Scholarship (Kaigai Gijutsusha Kenshuu Kyōkai)

2001. Minna No Nihon Go II, Terjemahan dan Keterangan Tatabahasa. Terj Etsuko Yazawa. Jakarta: Pustaka Lintas Budaya

Henderson, Harold G. 1976. Handbook of Japanese Language. London: George Allen and Unwin LTD

Makino, Seiichi dan Michio Tsuitsui. 1997. A Dictionary of Basic Japanese Grammar. Tokyo: The Japan Times

Matsura, Kenji.1994. Kamus Jepang-Indonesia. Jepang: Kyoto Sangyo University Press


(48)

Murakami, Haruki. 2005. Noruwei No Mori Terj Jonjon Johana Norwegian Wood. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Nelson, Andrew Nathaniel. 1989. The Modern Reader’s

Japanese-English Character Dictionary, Second Revised Edition. Jepang: Charles E Tuttle Company

_____________ . 2001. Kamus Kanji Modern Jepang-Indonesia. Jakarta: Kesaint Blanc

Parera, J.D. 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta

Salim, Peter. 1991. The Contemporary English Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press

Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan: USU Press

Sudjianto.2000. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Kesaint Blanc

________.2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Penerbit Humaniora Utama Press


(49)

Tadashi, Yoshida Dkk. 1986. Tata Bahasa Jepang. Jakarta: CV.Akadoma

Verhaar, J.M.W. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Wahab, Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press

Yudi Cahyono, Bambang. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press


(1)

Analisis:

Pada contoh dijelaskan bahwa si pembicara melihat cara kematian seseorang yang menurutnya tidak mengenakkan. Makna pada contoh tersebut adalah benar karena sesuai dengan teori yang terdapat dalam terjemahan buku Minna No Nihon Go bahwa menyatakan pertimbangan berdasarkan pengamatan pada keadaan atau perilaku.


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.KESIMPULAN

Dari hasil analisa data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. dan memiliki makna yang sama yaitu menjelaskan suatu dugaan atau prasangka (kelihatannya, sepertinya, tampaknya) tetapi berbeda ketika digabungkan dengan kata benda, kata sifat, dan kata kerja.

2. Pada kata benda menjadi [kata benda (no/datta) + yō desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + yō desu] dan pada kata kerja menjadi [kata kerja + yō desu].

3. digunakan pada saat pembicara menyatakan perkiraan subjektif berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Adapun informasi yang ia terima adalah informasi secara langsung.

4. juga digunakan untuk menyatakan suatu dugaan yang berasal dari apa yang dilihat dan dirasakan, dan diterima oleh akal sehat.

5. digunakan untuk menyatakan dugaan berdasarkan informasi yang dilihat oleh pembicara pada saat kejadian dan dugaan pembicara yang tampak dari luar, seperti suara atau sifat seseorang.


(3)

6. Pada sō1 kata benda menjadi [kata benda + kopula da + sō desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu] dan pada kata kerja menjadi [kata kerja + sō desu].

7. Pada sō2 kata benda sama seperti sō1 [kata benda + kopula da +

desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu], dan pada kata kerja menjadi [kata kerja masu + sō desu].

8. Perbedaan antara dan yang mengungkapkan suatu hal atau keadaan terletak pada tingkat kepastian atau perasaan yakin akan kebenaran hal tersebut. Apabila diurutkan maka akan menjadi, pertama bentuk kemudian .

4.2. SARAN

1. Agar tidak terjadi “kesamaran pengertian” para pelajar perlu memahami kata-kata yang mempunyai kemiripan arti dan dibedakan secara semantis. Sebab, dalam bahasa Jepang banyak sekali terdapat kata-kata seperti ini.

2. Untuk menggunakan bentuk dan , hendaknya memahami teori dan aturan yang ada.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Chaer, Abdul.2005. Bahasa Indonesia dalam Masyarakat: Telaah

Semantik. Jakarta: Rineka Cipta.

____________.2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud

Djajasudarma, T.Fatimah.1999. Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Reffika Aditama.

1984. Nihon Go No Kiso II, Gramatical Notes In English. Japan: The Association for Overseas Technical Scholarship (Kaigai Gijutsusha Kenshuu Kyōkai)

2001. Minna No Nihon Go II, Terjemahan dan Keterangan

Tatabahasa. Terj Etsuko Yazawa. Jakarta: Pustaka Lintas

Budaya

Henderson, Harold G. 1976. Handbook of Japanese Language. London: George Allen and Unwin LTD

Makino, Seiichi dan Michio Tsuitsui. 1997. A Dictionary of Basic Japanese Grammar. Tokyo: The Japan Times


(5)

Murakami, Haruki. 2005. Noruwei No Mori Terj Jonjon Johana

Norwegian Wood. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer

Gramedia)

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Nelson, Andrew Nathaniel. 1989. The Modern Reader’s

Japanese-English Character Dictionary, Second Revised Edition. Jepang: Charles E Tuttle Company

_____________ . 2001. Kamus Kanji Modern Jepang-Indonesia. Jakarta: Kesaint Blanc

Parera, J.D. 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta

Salim, Peter. 1991. The Contemporary English Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press

Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan: USU Press

Sudjianto.2000. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Kesaint Blanc

________.2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Penerbit Humaniora Utama Press


(6)

Tadashi, Yoshida Dkk. 1986. Tata Bahasa Jepang. Jakarta: CV.Akadoma

Verhaar, J.M.W. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Wahab, Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press

Yudi Cahyono, Bambang. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGGUNAAN FUKUSHI DAITAI DALAM NOVEL NORUWEI NO MORI KARYA HARUKI MURAKAMI.

0 0 14

JISATSU, DALAM NOVEL N0RUWEI No MORI KARYA MURAKAMI HARUKI; TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA.

0 2 6

Penggunaan Tenka no Setsuzokushi dalam Novel Norwei no Mori Karya Haruki Murakami.

6 23 41

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 1 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 1

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 7 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 15

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki Chapter III IV

0 0 19

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 2

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 5