Pendugaan parameter kawasan konservasi laut dengan citra satelit

4.1. Pendugaan parameter kawasan konservasi laut dengan citra satelit

4.1.1. Pengolahan awal citra

Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Formosat -2 akuisisi 29 Agustus 2007 level 2A dimana telah terkoreksi radiometrik dan geometrik tanpa GCP (Ground Control Point). Citra Formosat dipilih penulis dalam penentuan model konservasi, karena satelit ini merupakan satelit observasi bumi yang memiliki resolusi spasial cukup tinggi yaitu sebesar 8 x 8 m untuk multi spectral dan 2 x 2 m untuk pankromatik sehingga satuan piksel tersebut cukup merepresentasikan spot - spot zona kawasan konservasi laut sebagai dasar dari Cell Based Modelling dan resolusi temporal 1 hari yang dapat memonitor perubahan situasi keseharian dengan cepat .

Citra Formosat-2 yang diperoleh dari Laboratorium Penginderaan Jauh Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (TISDA) – BPPT, Jakarta. Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan faktor – faktor yang menurunkan kualitas citra. Metode koreksi radiometrik yang digunakan adalah penyesuaian histogram (histogram adjustment) tetapi untuk penelitian kali ini koreksi radiometrik tidak dilakukan lagi oleh peneliti karena citra Formosat merupakan citra high resolution satellite dan telah terkoreksi radiometrik.

Setelah melakukan koreksi radiometrik, tahapan selanjutnya adalah cropping dan koreksi geometrik. Koreksi geometrik dengan acuan data Lapang yang dilakuakan pada tanggal 12-18 Mei 2008. Koreksi geometrik citra dilakukan dengan transformasi geometris dan resampling citra dengan beberapa titik kontrol bumi (Ground Control Point). Titiktitik tersebut diambil pada 28 Setelah melakukan koreksi radiometrik, tahapan selanjutnya adalah cropping dan koreksi geometrik. Koreksi geometrik dengan acuan data Lapang yang dilakuakan pada tanggal 12-18 Mei 2008. Koreksi geometrik citra dilakukan dengan transformasi geometris dan resampling citra dengan beberapa titik kontrol bumi (Ground Control Point). Titiktitik tersebut diambil pada 28

g an ap

GC k ti ti

a et

1 ar

bm

Ga

4.1.2. Substrat dasar perairan dangkal

Informasi substrat dasar perairan Karang Lebar dan Karang Congkak di turunkan melalui transformasi citra. Tipe substrat dasar merupakan parameter yang berpengaruh dalam penentuan kawasan konservasi laut, karena merupakan habitat bagi jenis-jenis ikan karang. Ikan karang lebih suka untuk tinggal di habitat karang hidup dibandingkan di pasir ataupun di karang mati (rubble).

Pendugaan awal substrat dasar perairan dangkal dapat dilihat dari penampakan citra dengan menggunakan komposit RGB 423 dan RGB123 (Gambar 12). Dari penampakan kombinasi ketiga band tersebut setelah dilakukan penajaman histogram (Histogram Enhancement) maka akan terlihat jelas sebaran terumbu karang yang berada di perairan Karang Lebar dan Karang Congkak, Kepulauan Seribu. Substrat dasar perairan dangkal pada citra komposit akan tampak berwarna biru muda (cyan). Pada dasarnya penajaman dengan kedua citra komposit tersebut hanya sekedar memberikan gambaran awal tentang keberadaan terumbu karang.

(a)

(b)

Gambar 12. Citra komposit RGB 423 (a) dan RGB 123 (b)

Untuk mendapatkan penampakan substrat dasar secara maksimal, diterapkan metode penajaman multiimage yang mengkombinasikan band 2 dan band 3 berdasarkan algoritma penurunan “Standard Exponential Attenuation Model”. Setelah mengekstrak nilai digital band 2 dan band 3 maka akan didapat nilai koefisien attenuasi perairan (Ki/Kj) sebesar 0,59289 (contoh perhitungan pada Lampiran 2). Dengan demikian, persamaan algoritma yang digunakan untuk mengekstrak substrat dasar menjadi Y = ln (TM1) - 0,59289 *ln (TM2). Sesuai dengan sebaran nilai digital hasil iterasi pada layar komputer maka terdapat beberapa komponen dominan pada citra hasil algoritma. Rentangan perbedaan warna pada citra hasil transformasi algoritma Lyzenga menunjukkan banyaknya kelas yang ada di substrat perairan. Banyaknya kelas juga terlihat pada histogram yang diwakili oleh puncak-puncak nilai piksel yang dominan yaitu dengan sebaran nilai antara 7,54692 sampai 8, 171772 (Gambar 13).

Gambar 13. Histogram citra hasil penerapan algoritma Lyzenga

Pada citra model Lyzengga dapat dibedakan dengan jelas objek pasir ,lamun (seagrass), karang hidup, dan karang mati. Pada pengolahan menggunakan Pada citra model Lyzengga dapat dibedakan dengan jelas objek pasir ,lamun (seagrass), karang hidup, dan karang mati. Pada pengolahan menggunakan

Pada peta klasifikasi substrat dasar (Gambar 14) terlihat substrat perairan dangkal menyebar di perairan Karang Lebar dan Karang congkak, Kecamatan Pulau Panggang . Substrat karang mati yang ditunjukkan oleh warna merah hampir mendominasi seluruh wilayah kajian. Bentuk morfologi perairan yang berbentuk seperti kolam (gobah), membuat sebaran karang hidup banyak berada didalam goba dan luar gosong (pacth reef). Sebaran pasir dan tutupan lamun juga banyak ditemukan didalam gobah.

Kegiatan aktivitas penduduk sekitar seperti menangkap ikan dengan potasium / sianida disinyalir yang menyebabakan kerusakan terumbu karang diperairan Kepulauan Seribu. Substrat dasar karang hidup merupakan area yang paling ideal untuk kawasan konservasi laut karena wilayah ini merupakan relung bagi ikan karang yang perlu kita jaga. Luasan masing-masing substrat dasar dapat dilihat pada Table 5.

Tabel 5. Luasan turunan substrat dasar perairan Karang Lebar dan Karang Congkak

Substart dasar m 2 hektar

Karang hidup

1 318 336 131,8336 Karang mati

1 024 704 102,4704 Lamun / makro alga

3 169 920 316,9920 Pasir

ak J u -

ib er

Ke ,

k ak

C an

d ar

eb L n g ra

Ka n

ra ai er

p ar as

d t ra

st b u

s an

ar

b se

a et P .

1 ar

bm

Ga

Substrat dasar karang hidup merupakan substrat dasar yang paling sesuai sehingga digolongkan ke dalam kelas sangat sesuai, sedangkan karang mati merupakan substrat dasar yang sesuai dan substrat pasir dan lamun merupakan kelas yang paling tidak sesuai. Substrat dasar karang hidup merupakan substrat dasar yang paling cocok karena karang hidup merupakan tepat yang paling cocok bagi hidup ikan karang, dimana ikan karang bertelur, berpijah, merawat anak, dan mencari makan diwilayah ini. Habitat terumbu karang merupakan relung bagi ikan karang.

Uji statistik citra hasil klasifikasi

Perhitungan akurasi citra hasil klasifikasi dilakukan dengan membuat matrik kontingensi, yang juga disebut confusion matrix . Matrix ini didapat dengan cara membandingkan antara jumlah pixel hasil klasifikasi supervised citra (Lyzenga) dengan data lapang (ground truth). Hasilnya didapatkan nilai overall accuracy, sebesar 90,12 %, producer accuracy sebesar 0,90 dan user accuracy sebesar 0,89. Hampir seluruh kelas memenuhi toleransi, sehingga proses klasifikasi supervised yang dilakukan sudah terkelaskan dengan benar (Tabel 6 dan7).

Tabel 6.Confusion matrix Kelas/ Landcover

1 2 3 4 Total baris

1 Karang hidup

2 Karang mati

3 Lamun

4 Pasir

2 0 1 36 39 Total kolom

26 4 12 39 54 Keterangan : 1. Karang hidup : penutupan dominan karang hidup

2. Karang mati : penutupan dominan karang mati

3. Pasir : penutupan dominan pasir

4. Lamun : penutupan dominan lamun / alga Total jumlah diagonal : 73 Total jumlah sampel : 81 Akurasi total : (73/81)*100% = 90,12%

Tabel 7. Akurasi untuk sisi user dan producer User accuracy

producer accuracy Kelas

Land cover Akurasi Karang hidup 24/28

Akurasi

1 24/26 0,92 Karang mati

Rata-rata 0,89 Rata-rata 0,90

Hasil klasifikasi substrat dasar perairan dangkal kemudian dikelaskan kembali menjadi tiga kelas. Kelas sangat sesuai (S1) terdiri dari karang hidup, kelas sesuai (S2) terdiri dari karang mati serta kelas tidak sesuai (S3) terdiri dari pasir dan lamun. (Lampiran 3)

4.1.3. Konsentrasi klorofil

Kadar konsentrasi klorofil diperlukan dalam penentuan kawasan konservasi laut karena menunjukkan banyaknya plankton yang ada diperairan tersebut dimana plankton merupakan sumber makanan sebagian besar dari ikan karang

(planktivor). Semakin tinggi konsentrasi klorofil – a menandakan bahwa perairan tersebut subur.

Hasil penerapan algoritma menunjukkan bahwa nilai konsentrasi klorofil-a berkisar antara 16,7215 – 41,2303 mg/l. Pada Gambar 15 konsentrasi klorofil di daerah Karang Lebar dan Karang Congkak cukup tinggi yaitu lebih dari 25 mg/l. Semakin ke laut lepas konsentrasi mulai berkurang hingga < 20mg/l. Tingginya konsentrasi di daerah gosong Karang Lebar dan Karang Congkak disebabkan banyaknya proses biologis di daerah tersebut, sedangkan semakin ke laut lepas semakin rendah karena tidak adanya suplai nutrien secara langsung dari darat.

4.1.4. Muatan padatan tersuspensi

Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertinggal di cakram fiber kaca setelah difiltrasi. Proses erosi tanah yang terbawa ke badan air merupakan salah satu penyebab utama tingginya padatan tersuspensi di perairan. Banyak sedikitnya penetrasi matahari yang masuk ke perairan sangat ditentukan oleh konsentrasi MPT di badan perairan.

Histogram penerapan algoritma menunjukkan bahwa kisaran MPT di perairan Karang Lebar dan Karang Congkak berkisar antara 18,2034 sampai 37,2244. Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa konsentrasi MPT di perairan Karang Lebar dan Karang Congkak >20 mg/l dan konsentrasi MPT di laut lepas < 20 mg/l.

ta ar

ak J u -

ib er

Ke ,

ak k g

no

C an

d ar

eb L

g an ar

ra ai er

a – l fi

ro lo

k an

ar

b se

a et

1 ar

b am b am

ak J -

u ib er

, Ke ak

C an

d ar

eb L

gn

ra Ka

n ra ai er

TP

M an ar

b se

a et

1 ar b

am

Konsentrasi MPT di daerah gosong Karang Lebar dan Karang Congkak cenderung lebih besar dari pada di laut lepas, hal ini disebabkan oleh kondisi geomorfologi di daerah gosong yang cenderung dangkal sehingga proses turbulensi akibat adanya arus sangat tinggi.