HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Rangkuman Subyek I memiliki kecerdasan emosional tinggi. Hal ini terlihat dari keempat keterampilan emosional, hanya penerimaan subyek yang terlihat rendah. Sedangkan kesadaran emosional, kesadaran aktif, dan empati tergolong tinggi. Dengan adanya penerimaan yang rendah, sebenarnya subyek kurang dapat menerima bahwa sebentar lagi akan menghadapi pensiun, karena subyek mengatakan bahwa dirinya masih ingin mengajar. Subyek II memiliki kecerdasan emosional rendah. Penerimaan dan empati subyek terbilang rendah, sedangkan kesadaran emosional dan kesadaran aktifnya tergolong tinggi. Dari 15 item pertanyaan kecerdasan emosional yang diberikan pada subyek hanya terdapat 3 jawaban yang menunjukkan kecerdasan emosional tinggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa subyek memiliki kecerdasan emosional rendah. Sedangkan subyek III memiliki kecerdasan emosional tinggi. Kesadaran emosional, kesadaran aktif, serta empati subyek tergolong tinggi. Hanya penerimaan saja yang tergolong rendah pada diri subyek. Dapat dikatakan bahwa penerimaan subyek terhadap masa pensiun yang akan datang sangat kurang. Subyek mengutarakan bahwa masa pensiun dihadapinya dengan gembira. Padahal sebenarnya subyek masih menginginkan untuk bekerja.

Dapat dikatakan bahwa penerimaan pada masing-masing subyek tergolong rendah. Oleh karena itu, setiap subyek kurang dapat menerima bahwa dirinya akan menghadapi masa pensiun yang hampir dekat. Subyek

I mengkhawatirkan tentang pendapatan yang nantinya akan didapatkan setelah pensiun. Subyek I kurang dapat menerima bahwa pendapatan yang akan diperoleh nantinya tidak akan sama lagi seperti pada saat masih menjadi guru. Timbulnya kekhawatiran dikarenakan subyek masih memiliki satu orang anak yang saat ini masih duduk di bangku kelas dua STM, sedangkan anaknya ini ingin melanjutkan ke perguruan tinggi.

Mengenai permasalahan yang dialami subyek I tersebut, sebenarnya subyek I sendiri telah menemukan solusinya. Subyek I mengatakan bahwa akan melakukan kredit di bank untuk membiayai kebutuhan anaknya di perguruan tinggi. Meskipun solusi sudah ditemukan namun terlihat bahwa wajah subyek I berubah murung ketika membicarakan tentang pendapatan. Subyek I juga tidak mempunyai niat untuk meminta bantuan kepada orang lain, misalnya meminta bantuan pada anak-anaknya yang lain. Meskipun anak-anak yang lain sudah memiliki pekerjaan dan mapan, namun subyek I tidak mau membebani mereka. Selain itu, sejak kecil subyek memang tidak pernah menceritakan setiap masalah yang dialaminya kepada orang lain. Subyek I selalu berusaha menyelesaikan masalahnya seorang diri. Hanya saja, ketika sudah memiliki suami, subyek I mulai terbuka dengan suaminya. Tapi sekarang suaminya sudah meninggal, jadi subyek I terpaksa menjalani Mengenai permasalahan yang dialami subyek I tersebut, sebenarnya subyek I sendiri telah menemukan solusinya. Subyek I mengatakan bahwa akan melakukan kredit di bank untuk membiayai kebutuhan anaknya di perguruan tinggi. Meskipun solusi sudah ditemukan namun terlihat bahwa wajah subyek I berubah murung ketika membicarakan tentang pendapatan. Subyek I juga tidak mempunyai niat untuk meminta bantuan kepada orang lain, misalnya meminta bantuan pada anak-anaknya yang lain. Meskipun anak-anak yang lain sudah memiliki pekerjaan dan mapan, namun subyek I tidak mau membebani mereka. Selain itu, sejak kecil subyek memang tidak pernah menceritakan setiap masalah yang dialaminya kepada orang lain. Subyek I selalu berusaha menyelesaikan masalahnya seorang diri. Hanya saja, ketika sudah memiliki suami, subyek I mulai terbuka dengan suaminya. Tapi sekarang suaminya sudah meninggal, jadi subyek I terpaksa menjalani

Subyek II mengatakan bahwa perasaannya biasa-biasa saja dalam menghadapi pensiun. Namun subyek juga mengutarakan bahwa ada hal yang menggembirakan dan tidak menggembirakan saat menghadapi pensiun. Hal yang tidak menggembirakan bagi subyek adalah ketika waktu berkumpul dengan rekan dan murid akan berkurang. Sedangkan hal yang menggembirakan baginya adalah sudah tidak mempunyai tanggungjawab lagi, karena selama ini subyek adalah seorang kepala sekolah. Subyek II ini juga mengkhawatirkan mengenai pekerjaannya yang akan hilang. Meskipun subyek memiliki kecerdasan emosional rendah, namun subyek dapat memberikan tanggapan yang positif terhadap konflik yang dialaminya. Subyek II sudah mempunyai rencana untuk melakukan pekerjaan sambilan. Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang ringan namun dapat bermanfaat baginya untuk mengisi waktu-waktu luangnya, karena subyek merasa belum siap seandainya berada dalam suatu masa yang tanpa pekerjaan sama sekali. Sehingga subyek II ini mencari informasi dari teman-temannya mengenai pekerjaan yang akan digelutinya nanti setelah pensiun benar-benar datang. Sedangkan subyek III, penerimaannya yang rendah terlihat dari kondisinya nanti yang akan menganggur sehingga mungkin akan membuatnya bosan. Sehingga subyek

III menginginkan untuk melakukan pekerjaan lain yaitu berdagang. Namun keinginannya ini dicegah oleh kelima anaknya. Meskipun sebenarnya subyek III mengetahui apa yang paling terbaik bagi dirinya sendiri. Namun, subyek III tidak membantah keinginan dari kelima anaknya tersebut. Akhirnya subyek hanya menuruti apa yang dikatakan oleh anak-anaknya, meskipun awalnya subyek sempat meyakinkan kepada mereka bahwa subyek akan baik-baik saja. Namun hal tersebut tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memperjuangkan keinginannya. Subyek hanya meyakinkan pada anak-anaknya dalam sekali waktu saja.

Semula subyek III memilih untuk berdagang karena mempunyai pemikiran bahwa keadaan yang menganggur, tidak ada pekerjaan sama sekali akan membuatnya berada dalam suatu masalah. Sehingga memutuskan untuk berdagang sebagai jalan keluarnya. Namun setelah anak-anaknya melarang, subyek dengan mudahnya menerima keinginan dari mereka, tanpa mempertimbangkan keadaan dirinya sendiri setelah benar-benar pensiun nanti. Saat ini mungkin subyek belum dapat merasakannya karena masa pensiun masih satu tahun lagi.

Sikap subyek III yang seperti itu sama seperti sikapnya saat menginjak masa dewasa awal. Saat subyek memiliki masalah dalam rumah tangganya, subyek tidak pernah mengupayakan berbagai hal untuk memperjuangkan dirinya. Bahkan subyek hanya pasrah pada apa yang ada di depan matanya, hingga akhirnya subyek merasa sakit, dan rasa sakit itu Sikap subyek III yang seperti itu sama seperti sikapnya saat menginjak masa dewasa awal. Saat subyek memiliki masalah dalam rumah tangganya, subyek tidak pernah mengupayakan berbagai hal untuk memperjuangkan dirinya. Bahkan subyek hanya pasrah pada apa yang ada di depan matanya, hingga akhirnya subyek merasa sakit, dan rasa sakit itu

Subyek I adalah seorang individu yang memiliki empati tinggi, subyek selalu memberikan perhatian pada anak-anaknya, para murid, dan orang-orang di sekitarnya. Sehingga keinginan anaknya itu ingin diwujudkannya, walaupun dirasakan pendapatannya kelak tidak bisa mencukupi kebutuhan. Sama dengan subyek I, subyek III juga memiliki empati yang tinggi. Hal ini terlihat dari sikap subyek III yang memberikan tambahan pelajaran bagi murid-muridnya yang kemampuan akademiknya terbilang kurang, subyek III memberikan les di rumahnya dan tanpa menarik biaya sedikitpun. Lain dengan subyek I dan subyek III, subyek II memiliki empati rendah. Jika diantara rekan kerjanya ada yang berselisih paham, subyek II ikut menjadi penengah. Namun hal itu mungkin dilakukannya hanya karena subyek II adalah seorang kepala sekolah sehingga mempunyai tanggungjawab terhadap anak buahnya. Subyek II mengakui bahwa dirinya memang selalu mengingatkan anak buahnya jika ada sesuatu yang tidak beres, namun jika anak buahnya tersebut tidak mau berubah maka subyek II akan membiarkannya saja.

Subyek I memiliki kecerdasan emosional tinggi dan mengalami kekhawatiran mengenai pendapatan yang akan berkurang. Subyek I sudah mempunyai solusi namun tidak dapat membuatnya merasa lebih tenang. Maka terlihat bahwa subyek I tidak dapat mengelola perasaannya dengan baik. Subyek III juga mempunyai kecerdasan emosional tinggi. Memiliki Subyek I memiliki kecerdasan emosional tinggi dan mengalami kekhawatiran mengenai pendapatan yang akan berkurang. Subyek I sudah mempunyai solusi namun tidak dapat membuatnya merasa lebih tenang. Maka terlihat bahwa subyek I tidak dapat mengelola perasaannya dengan baik. Subyek III juga mempunyai kecerdasan emosional tinggi. Memiliki

B. Pembahasan Menurut Goleman (2007, h. 7) kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, serta kemampuan untuk mengendalikan dorongan emosi, untuk membaca perasaan terdalam orang lain, untuk memelihara hubungan sebaik-baiknya dengan orang lain. Goleman juga menambahkan bahwa kecerdasan emosi bukan berarti memberi kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa melainkan mengelola perasaan sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama (Goleman, 2003,h. 9).

Jeanne Segal (1999, h. 50) menyebutkan bahwa kemampuan memahami pribadi dan antarpribadi berasal dari empat keterampilan emosional yang membentuk kecerdasan emosional, yaitu :

e. Kesadaran emosional, yang membuat perbedaan bagaimana seseorang memberi tanggapan terhadap konflik dan ketidakpastian. Kesadaran emosi bukan berasal dari perenungan intelektual yang jarang digunakan melainkan dari hati manusia, yang merupakan sumber energi yang menjadikan kita nyata dan yang memotivasi kita untuk mengenali dan mengejar potensi serta tujuan hidup kita yang unik.

f. Penerimaan, yang membuat orang dapat terhindar dari stres atau kecemasan

g. Kesadaran aktif, yang membuat seseorang mengetahui diri sendiri serta menyadari emosi-emosi dan pikiran-pikirannya. Kesadaran aktif memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi-informasi penting untuk menyingkirkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Kesadaran aktif berarti mampu hidup selaras dengan perasaan- perasaan dan belajar menghubungkan saluran tanggapan dengan cara yang positif dan lebih efektif

h. Empati, yang membuat orang dapat menempatkan dirinya pada perspektif orang lain dan menghargai perasaan-perasaannya. Dengan berempati bukan berarti seseorang membuang sudut pandangnya sendiri dalam proses empati tersebut. Namun sebaliknya, seseorang dituntut memahami cara-cara lain dalam memahami suatu masalah.

Masing-masing orang tentunya memiliki kecerdasan emosional di dalam dirinya. Namun yang berbeda adalah seberapa besar tingkatan kecerdasan emosional yang dimiliki oleh orang tersebut. Seseorang bisa saja mempunyai kecerdasan emosional rendah, sedang, dan bahkan tinggi. Cara mereka dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannyapun berbeda-beda, dan biasanya apa yang orang lakukan, hal itu mencerminkan seberapa besar kecerdasan emosional yang dimiliki.

Orang dengan kecerdasan emosional tinggi adalah orang yang mampu mengatasi konflik, kesenjangan yang perlu dijembatani atau diisi, melihat hubungan tersembunyi yang menjadikan peluang, dan menempuh interaksi gelap, misterius, yang menurut pertimbangan paling bisa membuahkan emas secara lebih siap, lebih cekatan, dan lebih cepat dibandingkan orang lain (Cooper, 2000, h. 1). Jika kecerdasan emosional rendah, maka setiap kali stres datang, otak akan menyalakan tombol otomatis yang mengaktifkan kecenderungan bawaan untuk berbuat yang kurang lebih sama, tetapi lebih parah (Cooper, 2000, h. 14).