3 Proses Komunikasi dan Sosialisasi

Gambar 7.3 Proses Komunikasi dan Sosialisasi

Sumber : Bapermas 2009

5) Forum bertujuan untuk membuat keputusan melalui konsensus (bahkan jika konsensus tidak tercapai dalam praktek), dan

Dari forum yang diselenggarakan oleh Bapermas bersama dengan BLUD, DTK, Kelurahan dan juga masyarakat merupakan wadah untuk saling memberikan masukan. Bila dalam koordinasi tim RTLH tingkat kota bertujuan untuk memberikan informasi mengenai sasaran yang akan diberikan bantuan perbaikan rumah kepada BLUD, DTK, DPU dan SKPD Dari forum yang diselenggarakan oleh Bapermas bersama dengan BLUD, DTK, Kelurahan dan juga masyarakat merupakan wadah untuk saling memberikan masukan. Bila dalam koordinasi tim RTLH tingkat kota bertujuan untuk memberikan informasi mengenai sasaran yang akan diberikan bantuan perbaikan rumah kepada BLUD, DTK, DPU dan SKPD

“...disitu akan kita pakai mekanisme rapat koordinasi jadi dalam rapat kita akan memberikan informasi nanti pihak DPU akan

memberikan informasi apa jadi berangkatnya lebih kepada proses asistensi, jadi masyarakat itu membentuk Pokja masyarakat itu mengenali kebutuhannya nah kebutuhannya tentang apa kita koordinasikan dengan SKPD tertentu misalnya kalau bidang e tata tanahnya setplannya seperti apa desainnya seperti apa kita hubungkan dengan Tata Kota kemudian Tata Kota memberikan advice Tata Kota memberikan pendampingan. Tata Kota memberikan gambar desain kemudian untuk kebutuhan-kebutuhan misalnya kontruksi bangunan atau misalnya struktur tanah disitu membutuhkan palut karna ini ada sungai dan sebagainya nah ini koordinasinya dengan DPU misanya seperti itu oh pavingisasi untuk jalannya belum ada ya kita hubungkan dengan DPU atau kalau disitu butuh fasilitas penerangan kita hubungkan dengan dinas DKP meskipun itu dalam forum kita bahas dalam manajemen kroyokan dalam pertemuan koordinasi itu kita bahas. ” (wawancara tanggal 6 Juli 2012)

Seperti yang dsampaikan oleh FX Sarwono, SH, MM selaku Kepala BLUD GLH Kota Surakarta:

“Dirapat sosialisasi kita juga dilibatkan, di dalam sosialisasi tim kota lebih ke menyaring kebutuhan masyarakat. Masyarakat

butuhnya apa nanti dapat asistensi dari SKPD terkait. Termasuk juga siapa saja yang akan mengajukan pinjaman dana. Dari situ kita tahu siapa dan berapa orang yang mau mengajukan permohonan peminjaman dana. Selain itu juga dalam sosialisasi kita menyusun

kesepakatan dengan masyarakat.”(wawancara tanggal 10 Juli 2012) Kemudian yang diutarakan Trisula selaku masyarakat penerima bantuan :

“Waktu sosialisasi di kelurahan itu masyarakat diberi kesempatan untuk usul atau ngomong kebutuhannya apa. Nanti dari SKPD yang ada ngasih solusi. Misalkan kebutuhannya tidak bisa dicukupi

dengan anggaran yang ada saat itu, nanti dianggarkan di APBD berikutnya. Jadi masyarakat punya unek-unek diwadahi di rapat

sosialisasi itu mas.”(wawancara tanggal 11 Juli 2012)

6) Fokus kolaborasi adalah pada kebijakan publik atau manajemen publik.

Dalam Peraturan Walikota Nomor: 17-A Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Bantuan Pembangunan / Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Bagi Masyarakat Miskin Kota Surakarta disebutkan bahwa Panitia Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni Tingkat Kota ditetapkan oleh Kepala Bapermas, PP, PA dan KB yang beranggotakan unsur dari Bapermas, PP, PA dan KB, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang Kota, Bappeda, Badan Informasi dan Komunikasi, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Kantor Pertanahan, Bag. Hukum dan HAM, Camat, usur LPMK Tingkat Kota dan LSM Kota Surakarta.

Dengan adanya Perwali tersebut secara administratif SKPD terkait harus melaksanakan sesuai dengan apa yang telah tertulis dalam Perwali tersebut. Dengan fokus mengurangi jumlah rumah tidak layak huni di Kota Surakarta.

Berdasarkan analisa diatas, dapat dilihat bagaimana kolaborasi ini dijalankan. Program yang berjalan dari tahun 2006 ini yang dilaksanakan secara berkelanjutan sampai sekarang juga dapat mencerminkan bahwa Berdasarkan analisa diatas, dapat dilihat bagaimana kolaborasi ini dijalankan. Program yang berjalan dari tahun 2006 ini yang dilaksanakan secara berkelanjutan sampai sekarang juga dapat mencerminkan bahwa

7) Analisa Efektivitas Kolaborasi

Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang efektivitas kolaborasi antar stakeholder dalam program RTLH ini maka perlu diteliti dengan sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan collaborative governance. Faktor- faktor yang dalam menganalisis efektivitas kolaborasi antar stakeholder ini berasal dari teori DeSeve (2007) yang meliputi :

a) Networked Structure

Dalam prinsip networked structure, jaringan tidak boleh membentuk hirarki karena justru tidak akan efektif, dan struktur jaringan harus bersifat organis dengan struktur organisasi yang se-flat mungkin, yakni tidak ada hierarki kekuasaan, dominasi dan monopoli. Semuanya setara baik dalam hal kewajiban, tanggung jawab, otoritas dan kesempatan akan aksesibilitas.

Dalam kenyaataannya memang kolaborasi ini masih terdapat hirarki dimana Bapermas yang berperan menjadi koordinator dalam program ini, sehingga Bapermas memiliki tugas untuk mengatur alur bantuan yang akan diberikan pada kelompok sasaran. Namun, hirarki ini tidak terlalu mencolok terlihat karena BLUD, DTK, dan Kelurahan

sudah ditetapkan dalam Tim Panitia Kota. Tidak ada ketua maupun komponen keorganisasian lain seperti sekretaris, bendahara dan sebagainya, yang ada hanyalah koordinator dalam hal ini adalah Bapermas dan SKPD yang terlibat bersifat membantu kebutuhan masyarakat sasaran yang sebelumnya telah disampaikan oleh Bapermas dalam rapat Tim Panitia Kota. Kemudian BLUD, DTK, Kelurahan memberikan bantuan sesuai dengan ranah masing-masing dimana BLUD sebagai penjamin pinjaman, DTK bertugas membuat setplan, dan Kelurahan menjadi mediator dalam pertemuan antara masyarakat dengan SKPD yang terkait, kemudian masyarakat melaksanakan pembangunannya secara bergotongroyong didampingi oleh Bapermas, BLUD, DTK dan SKPD lainnya.

b) Commitment to common purpose

Commitment to common purpose mengacu pada alasan mengapa sebuah jaringan harus ada. Alasan mengapa sebuah network harus ada adalah karena perhatian dan komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan positif.

Berdasarkan kerjasama yang telah terjalin antara SKPD terkait, dapat dilihat bahwa telah ada alasan dan tujuan yang sama antara Bapermas dengan SKPD yang melakukan kolaborasi yaitu meningkatkan kualitas hidup / derajat kesejahteraan masyarakat

menyeluruh agar mampu dengan cepat mengatasi permasalahan perumahan tersebut dan dapat menanggulangi keterbatasan dana anggaran yang ada. Namun yang perlu diperhatikan adalah peran dari masing-masing SKPD. Bapermas yang berperan sebagai leading sector yang memiliki peran yang sangat penting, dimana Bapermas yang menghubungkan SKPD Kota Surakarta dengan masyarakat sasaran RTLH mengenai apa yang dibutuhkan. Sehingga SKPD lain terkesan menunggu tanggung jawab apa yang akan diberikan. Hal ini sebenarnya juga sudah mampu diatasi dengan peran Walikota yang mengadakan sidak ke tempat yang dijadikan sasaran program sehingga Walikota dapat melihat peran dari SKPD dan memberikan arahan langsung kepada SKPD terkait tentang kekurangan dan hambatan yang dialami masyarakat sehingga SKPD terkait dapat langsung mengatasi permasalahan yang ada.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Drs. Sukendar TCK, M.Si :

“Ee kalau itu kita didalam wadah panitia pemberian bantuan rumah tidak layak huni tingkat kota jadi mereka dalam

kapasitas e sudah dalam bentuk tim bersama mas jadi mereka sudah sepakat menjadi satu tim bersama untuk penanganan rumah tidak layak huni sehingga mereka masing-masing SKPD yang terlibat didalam tim itu oleh pak wali sudah diwajibkan untuk mensuport kegiatan ini termasuk pada waktu tertentu pak wali mengadakan kunjungan lapangan langsung melalui mider projo itu pak wali datang ke lokasi tempat tertentu kemudian pak wali langsung me apa melihat kapasitas e sudah dalam bentuk tim bersama mas jadi mereka sudah sepakat menjadi satu tim bersama untuk penanganan rumah tidak layak huni sehingga mereka masing-masing SKPD yang terlibat didalam tim itu oleh pak wali sudah diwajibkan untuk mensuport kegiatan ini termasuk pada waktu tertentu pak wali mengadakan kunjungan lapangan langsung melalui mider projo itu pak wali datang ke lokasi tempat tertentu kemudian pak wali langsung me apa melihat

c) Trust among the participants

Trust among the participants (kepercayaan diantara para partisipan), didasarkan pada hubungan profesional atau sosial. Keyakinan bahwa partisipan mempercayakan pada informasi- informasi atau usaha-usaha dari stakeholders lainnya dalam suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam sebuah kolaborasi sangat diperlukan kepercayaan diantara para partisipan dan dalam kaitannya dengan kolaborasi Bapermas dengan BLUD, DTK, Kelurahan dan Masyarakat. Tentunya ini yang menjadi hal penting dimana kepercayaan merupakan salah satu tolak ukur apakah program tersebut berhasil atau tidak. Bapermas sebagai koordinator memiliki kepercayaan penuh kepada SKPD terkait maupun dengan masyarakat sasaran sendiri, karena sebelumnya juga telah disepakati dalam rapat Tim Panitia Kota sehingga SKPD mengetahui apa tugas yang harus dijalankan. Dan juga masyarakat sebelumnya telah menyerhkan proposal permohonan bantuan yang telah disetujui Bapermas. Jadi kepercayaan dapat di jaga dan terbukti menurut data sampai saat ini program masih terus berjalan.

d) Governance d) Governance

Dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor: 17-A Tahun 2009 disebutkan bahwa Panitia Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni Tingkat Kota ditetapkan oleh Bapermas, PP, PA dan KB yang beranggotakan unsur dari Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang Kota, Bappeda, Badan Informasi dan Komunikasi, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Kantor Pertanahan, Bag. Hukum dan HAM, Camat, usur LPMK Tingkat Kota dan LSM Kota Surakarta. Panitia Pelaksana Pembangunan/Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Tingkat Kelurahan ditetapkan oleh Kepala Kelurahan, dengan anggota minimal 5 (lima) orang yang terdiri dari unsur Kelurahan, LPMK, Tokoh Masyarakat, petugas fungsional Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor: 17-A Tahun 2009 disebutkan bahwa Panitia Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni Tingkat Kota ditetapkan oleh Bapermas, PP, PA dan KB yang beranggotakan unsur dari Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang Kota, Bappeda, Badan Informasi dan Komunikasi, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Kantor Pertanahan, Bag. Hukum dan HAM, Camat, usur LPMK Tingkat Kota dan LSM Kota Surakarta. Panitia Pelaksana Pembangunan/Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Tingkat Kelurahan ditetapkan oleh Kepala Kelurahan, dengan anggota minimal 5 (lima) orang yang terdiri dari unsur Kelurahan, LPMK, Tokoh Masyarakat, petugas fungsional Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan

Aturan yang menegaskan sejumlah pembatasan perilaku anggota komunitas tentang hal-hal apa saja yang harus dilakukan dan hal-hal apa yang tidak seharusnya dilakukan juga tercantum dalam Perwali Nomor: 17-A Tahun 2009 dimana dituliskam bahwa Panitia Tingkat Kota mempunyai tugas; a. mengkoordinir pelaksanaan rencana pemberian bantuan rumah tidak layak huni bagi masyarakat miskin, b. melakukan verifikasi pengajuan proposal permohonan bantuan pembangunan / perbaikan Rumah Tidak Layak Huni, c. melaksanakan sosialisasi, memonitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan / perbaikan RTLH, d. melaporkan pelaksanaan kegiatan bantuan pembangunan / perbaikan RTLH kepada Walikota Surakarta melalui Kepala Bapermas, PP, PA dan KB Kota Surakarta. Namun dalam segi pemberian bantuan kepada masyarakat sasaran yang diberikan langsung oleh SKPD ataupun pihak swasta tidak ada batasan. Apapun bantuan yang diberikn baik berupa uang maupun barang tetap bisa di terima dan pemanfaatannya sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat sasaran. Disamping itu, juga sudah ada aturan main yang jelas dan kesepakatan bagaimana kolaborasi akan dijalankan tetapi hal ini hanya sebatas kesepakatan informal saja yang diputuskan dalam rapat kerja Panitia Tingkat Kota.

sebuah kolaborasi yang efektif adalah jika kolaborasi itu didukung sepenuhnya oleh semua anggota network tanpa konflik dan pertentangan dalam pencapaian tujuan, ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang memenuhi persyaratan yang diperlukan dan ketersediaan sumber daya keuangan secara memadai dan berkesinambungan, terdapat penilaian kinerja terhadap masing- masing anggota yang berkolaborasi, dan teteap mempertahankan eksistensi masing-masing anggota untuk tetap adaptif dan berjalan secara berkesinambungan sesuai dengan visi dan misinya masing- masing tanpa mengganggu kolaborasi itu sendiri. Maka berdasar hal tersebut diatas, kolaborasi yang berjalan selama ini antara Bapermas dengan BLUD, DTK, Kelurahan dan SKPD terkait berjalan dengan lancar tanpa adanya konflik dan pertentangan didalam pelaksanaan kolaborasi tersebut. Karena dalam penyelesaisn hambatan yang ada selalu dikoordinasikan dan dirapatkan dalam panitia kota sehingga mampu diselesaikan dengan bersama-sama. Dalam hal sumber daya manusia juga tidak mengalami hambatan, karena dalam proses pembangunan/perbaikan RTLH yang melakukan adalah kelompok kerja yang diambil dari masyarakat penerima bantuan maupun tokoh masyarakat setempat yang mendapatkan pendampingan dari SKPD terkait.

Access to authority (akses terhadap otoritas), yakni tersedianya standar-standar ketentuan prosedur yang jelas yang diterima secara luas. Bagi kebanyakan network, network-network tersebut harus memberikan kesan kepada salah satu anggota network untuk memberikan otoritas guna mengimplementasikan keputusan- keputusan atau menjalankan pekerjaannya.

Kolaborasi Bapermas dengan BLUD, DTK, Kelurahan dan masyarakat sudah jelas mengatur standar-standar ketentuan prosedur bahwa Bapermas berfungsi sebagai koordinator yang mengatur semua proses sampai pada pertangungg jawaban. Sedangkan SKPD lainnya membantu dalam pendampingan maupun pemberian bantuan, kemudian

Kelurahan yang membantu Bapermas dalam menginventarisasi RTLH di kelurahan tersebut dan membantu masyarakat untuk mengusulkan proposal permohonan bantuan kepada Bapermas. Serta masyarakat penerima bantuan atauopun Pokja yang bertugas sebagai pelaksana pembangunan RTLH.

f) Distributive accountability/responsibility

Pembagian akuntabilitas/responsibilitas

yakni berbagi governance (penataan, pengelolaan, manajemen secara bersama-sama dengan stakeholders lainnya) dan berbagi sejumlah pembuatan yakni berbagi governance (penataan, pengelolaan, manajemen secara bersama-sama dengan stakeholders lainnya) dan berbagi sejumlah pembuatan

Kolaborasi yang selama ini berjalan telah berbagi tanggung jawab untuk mencapai hasil yang diinginkan yaitu menurunkan angka rumah tidak layak huni di Kota Surakarta, dimana Bapermas sebagai koordinator yang mengatur program pemerintah Kota Surakarta dalam penanganan rumah tidak layak huni, sedangkan pihak BLUD, DTK, Kelurahan, serta SKPD lainnya membantu dalam hal penyediaan bantuan, pendampingan dan penyelesaian perbaikan rumah tidak layak huni dan lingkungannya. Dan masyarakat yang diberdayakan untuk membangun tempat tinggalnya sebagai wujud tangung jawab dari pengajuan bantuan yang sebelumnya telah diajukan dalam proposal.

g) Information sharing

Berbagi informasi yakni kemudahan akses bagi para anggota, perlindungan privacy (kerahasiaan identitas pribadi seseorang), dan keterbatasan akses bagi yang bukan anggota sepanjang bisa diterima semua pihak. Kemudian akses ini bisa mencapai sistem, software dan prosedur yang mudah dan aman untuk mengakses informasi.

sebelum pelaksanaan sampai pada pertanggung jawaban diadakan rapat bersama antara tim panitia tingkat kota, panitia kelurahan dengan masyarakat sasaran yang menjadi kelompok kerja untuk mengetahui hampatan dan permasalahan yang ada sehingga mampu diselesaikan secara bersama. Sharing informasi juga dilakukan ketika kelurahan mengajukan permohonan bagi masyarakat yang memiliki rumah tidak layak huni melalui tim kelurahan kepada Bapermas. Jadi dengan prosedur yang jelas dan dapat diakses masyarakat dengan mudah maka data yang ada merupakan data real di masyarakat.

h) Access to resources

Akses sumber daya yakni ketersediaan sumber keuangan, teknis, manusia dan sumber daya lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan network. Jika mungkin, maka pemerintah perlu menyediakan sumberdaya keuangan dan atau sumber daya lain (atau melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan atau swasta lainnya untuk berinvestasi).

Dalam penyediaan sumber daya sudah direncanakan dengan baik. Misalnya sumber daya keuangan yang diambilkan dari APBD Kota Surakarta pada tahun sebelumnya sudah diajukan terlebih dahulu sehingga dana yang akan digunakan sudah dianggarkan pada tahun berikutnya. Kemudian dalam segi sumber daya teknis dalam hal Dalam penyediaan sumber daya sudah direncanakan dengan baik. Misalnya sumber daya keuangan yang diambilkan dari APBD Kota Surakarta pada tahun sebelumnya sudah diajukan terlebih dahulu sehingga dana yang akan digunakan sudah dianggarkan pada tahun berikutnya. Kemudian dalam segi sumber daya teknis dalam hal

Berdasarkan uraian diatas telihat bahwa kolaborasi yang berjalan selama ini sudah berjalan dengan efektif dimana mampu menurunkan angka rumah tidak layak huni secara berkesinambungan. Program yang dijalankan juga masih terus berlangsung walaupun pada tahun 2012 ini mengalami penundaan. Kolaborasi yang dijalankan selama ini berjalan dengan baik dimana Bapermas sebagai leading sector atau koordinator program mampu menjalankan kerjasama dengan dukungan lintas sektor terutama BLUD GLH, DTK, Kelurahan dan masyarakat. Tiap-tiap komponen mampu menyelesaikan tugas dan fungsinya masing-masing sehingga tidak memberatkan satu sama lain. Bapermas sebagai pihak yang memberikan bantuan juga dapat mendistribusikannya dengan tepat sasaran dengan dibantu Kelurahan. Rapat sosialisasi dan juga koordinasi berjalan dengan lancar dimana dalam sosialisasinya Bapermas berusaha untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat dan memberdayakan mereka untuk menciptakan rumah yang bersih dan sehat sehingga mampu meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan juga taraf hidup masyarakat sasaran program

adalah lingkungan bersih. Stimulan yang diberikan Pemerintah Kota Surakarta berupa uang 2,5 juta rupiah ini walaupun terhitung sedikit namun mampu memunculkan kemauan masyarakat untuk bisa meningkatkan kehidupan yang layak. Adanya perhatian dari Walikota Surakarta dapat menjaga keberlangsungan kolaborasi yang sudah berjalan dengan baik agar dapat terus berlanjut bahkan ditingkatkan. Dengan program ini masyarakat merasa diperhatikan dan terbantu untuk memenuhi kehidupan yang layak. Seperti yang disampaikan Trisula, salah satu masyarakat sasaran di Kratonan sebagai anggota Kelompok Kerja :

“Ya sangat membantu mas, dulu sebelumnya rumahnya kumuh sekarah sudah teratur, trus dulu tu kena banjir mas tapi sekarang sudah endak. Dibangun kamar mandi umum juga itu mas, dulu seringnya di kali. Ya masyarakat merasa terbantu lah mas. Kesehatan juga lebih terjamin dari yang dulu. Soalnya dulu s angat kumuh mas.”(wawancara tanggal

11 Juli 2012)