Pendekatan Paradigma Konstruktivisme dan Fenomenologi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id tesa, antitesa, dan sintesa, Berger melihat masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. 18 Untuk menggambarkan mode hubungan yang dialektik antara masyarakat dan individu, Berger dan Luckmann menggunakan terma Eksternalisasi, Obyektivasi, dan Internalisasi.

a. Eksternalisasi

Ekternalisasi merupakan momen awal yang ada dalam dialektika Berger dan juga merupakan momen seseorang mengkonstruksi realitas sosial yang ada disekitarnya. Eksternalisasi adalah usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. 19 Proses ini merupakan bentuk penyesuaian diri manusia dengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia society is a human product. 20 Dimana individu berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sarana yang digunakan bisa berupa bahasa maupun tindakan. Manusia menggunakan bahasa untuk melakukan adaptasi dengan dunia sosio-kulturalnya dan kemudian tindakannya juga disesuaikan dengan dunia sosio-kulturalnya. Pada momen ini, terkadang dijumpai orang yang mampu beradaptasi dan juga mereka yang tidak mampu beradaptasi. Penerimaan dan penolakan tergantung dari apakah individu tersebut mampu atau tidak beradaptasi dengan dunia sosio-kulturalnya. 18 Ibid., 302. 19 Petter L. Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial, Jakarta: LP3ES, 1991, 4 20 Basrowi Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, Surabaya: Insan Cendekian, 2002, 206. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

b. Obyektivasi

Obyektivasi adalah hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. 21 Pada tahap ini, masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif Society is an objective reality. 22 Proses obyektivasi ini dimana individu berusaha berinteraksi dengan dunia sosio-kulturalnya. Pada momen ini terdapat proses pembedaan antara dua realitas sosial, yaitu realitas diri individu dan realitas sosial lain yang berada diluarnya, sehingga realitas sosial itu menjadi sesuatu yang objektif. Dalam proses konstruksi sosial, proses ini disebut sebagai interaksi sosial melalui pelembagaan dan legitimasi. Dalam pelembagaan dan legitimasi tersebut, agen bertugas menarik dunia subyektifitasnya menjadi dunia obyektif melalui interaksi sosial yang dibangun secara bersama. Pelembagaan akan terjadi manakala terjadi kesepahaman intersubyektif atau hubungan subyek – subyek. 23 21 M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger Thomas Luckman. Jakarta: Kencana 2008, 15 22 Basrowi Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, 206. 23 Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara, 2005, 44 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

c. Internalisasi

Internalisasi, pada proses ini lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial atau proses dimana individu melakukan indentifikasi diri ke dalam dunia sosio- kulturalnya. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi oleh manusia. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah gandaplural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. 24 Struktur kesadaran subyektif individu dalam sosiologi pengetahuan menempati posisi yang sama dalam memberikan penjelasan kenyataan sosial. Setiap individu menyerap bentuk tafsiran kenyataan sosial secara terbatas, sebagai cermin dari dunia obyektif. Dalam proses internalisasi, tiap individu berbeda – beda dalam dimensi penyerapan, ada yang lebih 24 M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, 15 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menyerap aspek ekstern, ada juga yang lebih menyerap bagian intern. Tidak setiap individu dapat menjaga keseimbangan dalam penyerapan dimensi obyektif dan dimensi kenyataan sosial. Kenyataan yang diterima individu dari lembaga sosial, menurut Berger, membutuhkan cara penjelasan dan pembenaran atas kekuasaan yang sedang dipegang dan dipraktekkan. Dalam sejarah umat manusia, eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi merupakan tiga moment dalam proses perubahan dialektis yang berjalan terus secara perlahan. Terdapat dunia sosial obyektif “di luar sana” yang membentuk individu-individu; dalam arti manusia adalah produk dari masyarakatnya. Beberapa dari dunia sosial obyektif tersebut eksis dalam bentuk hukum-hukum yang mencerminkan norma-norma sosial. Sedangkan aspek lain dari realitas obyektif bukan sebagai realitas yang langsung dapat diketahui, tetapi bisa memengaruhi segala-galanya, mulai dari gaya berpakaian, cara berbicara, dan lain sebagainya. Realitas sosial yang obyektif tersebut dipantulkan oleh orang lain yang cukup berarti bagi anak, walaupun realitas yang diterima tidak selalu sama antara anak satu dengan yang lain. Di saat dewasa ia tetap menginternalisasi situasi-situasi baru dalam dunia sosialnya. Di samping itu, ia memiliki peluang untuk mengeksternalisasi atau secara kolektif membentuk dunia sosial mereka. Eksternalisasi mengakibatkan terjadinya perubahan aturan