POTRET KEHIDUPAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI KOST : STUDI KASUS DI KELURAHAN JEMURWONOSARI KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA.

(1)

POTRET KEHIDUPAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI KOST

(Studi Kasus di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

(S.Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

ADILLA KHOIR

NIM. B05212001

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Adilla Khoir, 2016, Potret Kehidupan Mahasiswa yang Tinggal di Kost (Studi Kasus di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya), Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata kunci: Potret Kehidupan, Mahasiswa dan Kost.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah tentang potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif studi kasus dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi adalah teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman.

Dari hasil penelitian ini, ada beragam varian realitas sosial yang berhasil diungkap mengenai lima variabel prilaku individu yang menjadi fokus amatan penelitian ini (1) alasan mahasiswa memilih tinggal di kost karena atas dasar kenyamanan, (2) proses adaptasi yang dilalui bagi yang telah berpengalaman hidup mandiri menjadi suatu hal yang mudah, sedangkan yang tidak berpengalaman membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan internal kostnya tersebut, (3) interaksi sosial yang terjalin antara mahasiswa kost dengan masyarakat sekitar, mereka ada yang aktif dan ada pula yang pasif, (4) mahasiswa kost yang kurang aktif dalam kegiatan sosial keagamaan yang ada di warga kecuali pada kegiatan tertentu seperti ibadah shalat

berjama’ah, mengajar ngaji, membaca istighosah, dan kegiatan pengajian yang

ada di kost, (5) dalam hal prestasi akademik mahasiswa kost mampu mempertahankan prestasi akademik yang telah diperoleh dan masing – masing mahasiswa kost memiliki pembagian waktu belajar sendiri.

Dengan analisis teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman mengenai dialektika, bahwa tindakan mahasiswa yang tinggal di kost merupakan moda eksternalisasi diri pada dunia masyarakat atau lingkungan sosial baru. Sebagai individu yang berasal dari lingkungan sosial lain, dia pada dasarnya adalah produk dari lingkungan sosial lain sebelumnya. Di sana dia sudah menginternalisasi sejumlah realitas sosial eskternal yang mengobyektivasi dirinya dan kemudian membentuk konstruksinya tentang kehidupan yang bersemayam di balik ucapan dan tindakannya tersebut.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Konseptual ... 7

F. Metode Penelitian ... 8

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 9

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

3. Pemilihan Subjek Penelitian ... 12

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 13

5. Teknik Pengumpulan Data ... 14

6. Teknik Analisis Data ... 17

7. Teknik Keabsahan Data ... 17

G.Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II : KEHIDUPAN MAHASISWA KOST DALAM TINJAUAN TEORI KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMAN A.Mahasiswa dan Kost ... 21

B.Teori Konstruksi Sosial ... 32

C.Penelitian Terdahulu ... 44

BAB III : POTRET KEHIDUPAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI KOST KELURAHAN JEMURWONOSARI KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 49


(8)

C. Potret Kehidupan Mahasiswa yang Tinggal di Kost: Analisis

Konstruksi Sosial ... 111 BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 125 B. Saran ... 128 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara

2. Dokumen lain yang relevan

3. Jadwal Penelitian

4. Surat Keterangan (bukti melakukan penelitian) 5. Biodata Peneliti


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut kodratnya, manusia, adalah “makhluk dua dimensi”, yakni dimensi sosial (masyarakat) dan dimensi individual (perorangan). Dikatakan berdimensi sosial karena dalam diri manusia terdapat dorongan untuk hidup bersama dan berada di antara manusia lainnya. Bentuk konkretnya adalah manusia bergaul, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Dikatakan berdimensi individual karena dalam diri manusia terdapat dorongan keakuan yang membuatnya memiliki kecenderungan bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri.1

Dialektika antar kedua dimensi tersebut dapat berwujud kehidupan yang beragam (bervariasi) dengan pola yang bergerak di antara bandul individual dan sosial. Bandul kehidupan masyarakat pedesaan (rural society) pada umumnya digambarkan lebih condong ke arah social heavy, sedangkan bandul kehidupan masyarakat perkotaan (urban society) lazim digambarkan condong ke arah individual heavy.

Di samping masyarakat (society) –yang lazim dimaknai sebagai himpunan individu yang dijalin oleh sistem hubungan yang kompleks-- ada himpunan lain dengan postur yang lebih kecil dan lebih sederhana atau –

1

Mawardi, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 217


(10)

2

tepatnya-- lebih homogen. Himpunan ini disebut komunitas (community). Jalinan hubungan antar individu dalam komunitas lebih bersifat kultural, partisipatif-efektif, dan relatif lebih otonom (independen).2

Contoh dari komunitas adalah mahasiswa, yakni himpunan dari individu-individu terpelajar di lembaga perguruan tinggi. Dalam komunitas ini individu mahasiswa bergaul, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan individu mahasiswa lainnya. Tentu saja di luar komunitasnya, individu mahasiswa adalah juga anggota dari masyarakat di sekitarnya. Yang dimaksud dengan “masyarakat sekitar” bagi mahasiswa yang kebanyakannya berasal dari luar daerah tidak lain adalah masyarakat di sekitar rumah kost di mana mereka tinggal. Dalam konteks ini adalah menarik untuk memotret kehidupan sosial mahasiswa tersebut, bukan di lingkungan komunitasnya, melainkan di lingkungan masyarakat sekitar rumah kost di mana ia tinggal. Pertama, karena mahasiswa yang tinggal di rumah kost itu datang dari lingkungan sosial yang berbeda-beda di tempat asal mereka. Kedua, karena lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal sekarang merupakan lingkungan sosial baru. Boleh jadi dari mereka ada yang dilanda semacam schock (goncangan) sehingga gagap dalam beradaptasi. Boleh jadi juga ada dari mereka yang justru at home di lingkungan sosialnya yang baru tersebut.

Sebagai bagian dari komunitas terdidik, para individu mahasiswa itu tentu sudah dijamah oleh seperangkat upaya yang terencana yang

2

Departemen Sains, Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Konsep Komunitas Dan Masyarakat Dalam Perspektif Sosiologi, skpm.ipb.ac.id/konsep-komunitas-dan-masyarakat-dalm-perspektif-sosiologi, akses: 21 Oktober 2015


(11)

3

dimaksudkan untuk membentuk mereka “menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggungjawab.3 Artinya di kampus, para individu mahasiswa itu telah

menginternalisasi nilai-nilai baik dalam kehidupan bermasyarakat, utamanya nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama mereka. Di antaranya kalau dari ajaran Islam adalah nilai kehidupan sosial seperti yang dicerminkan oleh hadis Nabi SAW:

ﹺﺱ  

ﻢﻬﻌﻔ ﹶﺃ

ﹺﺱ 

ﺮﻴﺧ

(Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat di antara mereka untuk manusia).P3F

4

P

Sehubungan dengan itu, mahasiswa lazim diidekan sebagai individu yang memiliki kesadaran kuat untuk mewujudkan hidup yang bermakna di lingkungan masyarakat sekitarnya. Hanya saja gambaran ideal ini kadang kurang berselaras dengan kenyataannya. Dari pengamatan sekilas, ada mahasiswa yang menjadikan rumah kostnya hanya sebagai tempat menginap. Kehidupan sehari-harinya di sana berjalan rutin dan datar. Pagi/siang pergi ke kampus untuk kuliah. Sore/malam kembali ke tempat kost untuk menginap/istirahat. Kadang kala setelah pulang dari kegiatan kuliah di kampus, mereka tidak langsung kembali ke tempat kost melainkan bermain dan sebagainya. Namun, kegiatan mahasiswa di kost tidak hanya untuk beristirahat melainkan ada yang mengerjakan tugas kuliah, belajar, sharing dengan teman, membersihkan dan merapikan barang pribadi, dan lain

3

www.academia.edu/4784240/SISTEM_PENDIDIKAN_NASIONAL

4

Hadis Nabi SAW ini dituturkan oleh Jabir, dan dimuat dalam al-T}abra>ni, al-Mu’jam al Awsat}, juz 13 (Maktabah Sha>milah), 27


(12)

4

sebagainya. Jika ada hari libur, ia gunakan untuk pulang kampung atau pergi untuk jalan-jalan bersama teman. Ada juga mahasiswa yang menjadikan rumah kost hanya sebagai alamat tempat tinggal dan sebagai gudang untuk menyimpan barang-barangnya. Ia jarang tinggal di rumah kost karena kegiatannya yang padat di organisasi. Sebagai aktivis mahasiswa, ia memilih banyak tinggal di kampus atau di kantor/sekretariat organisasinya. Ada juga mahasiswa yang tinggal di rumah kost seperti di rumah sendiri. Saatnya ada kegiatan di kampus, ia berangkat ke kampus. Usai berkegiatan, ia pulang ke rumah kost. Ada saatnya juga ia bersosialisasi dengan para tetangga dengan melibatkan diri dalam berbagai kegiatan mereka.

Bertolak dari latar hasil pengamatan sekilas yang menunjukkan adanya variasi inilah maka potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost menjadi menarik untuk dikaji melalui penelitian yang lebih mendalam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya?

Masalah penelitian ini akan dijawab dengan mendeskripsikan sejumlah hal di seputar kehidupan mahasiswa yang tinggal di Kost, mulai dari alasan mereka memilih tinggal di tempat Kost, adaptasi mereka dengan lingkungan internal kost, interaksi sosial mereka dengan masyarakat sekitar, kehidupan sosial keagamaan mereka, dan prestasi akademik mereka.


(13)

5

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memahami potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost di Kelurahan Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan memiliki manfaat. Manfaat tersebut bisa bersifat teoritis dan praktis. Untuk penelitian kualitatif, manfaatnya lebih bersifat teoritis, yaitu untuk pengembangan ilmu, namun juga tidak menolak manfaat praktisnya untuk memecahkan masalah. Bila peneliti kualitatif dapat menemukan teori, maka akan berguna untuk menjelaskan, memprediksikan dan mengendalikan suatu gejala.5 Hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat sebagai berikut:

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan dapat lebih memperkuat teori ilmu sosial serta dapat dijadikan sebagai pedoman untuk penelitiannya selanjutnya.

5

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitaif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), 219


(14)

6

2. Praktis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini disamping sebagai salah satu upaya untuk memenuhi tugas akhir dalam Program Strata Satu (S1) Program Studi Sosiologi FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya, juga diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan wawasan terkait deskripsi dan gambaran tentang kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya. Selain itu juga dapat memberikan manfaat yang sangat berharga, berupa pengalaman praktis dalam hal penelitian.

b. Bagi Program Studi Sosiologi

Sebagai kontribusi ilmu pengetahuan, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dari sekian banyak bahan referensi untuk memahami deskripsi dan gambaran kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya.

c. Bagi Lembaga

Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya dan sebagai perbendaharaan perpustakaan untuk kepentingan ilmiah selanjutnya.


(15)

7

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan positif bagi mahasiswa bahwa kehidupan sosial, agama, dan pendidikan haruslah berjalan seimbang.

E. Definisi Konseptual

Pada dasarnya konsep merupakan unsur pokok dari penelitian. Suatu konsep sebenarnya adalah definisi singkat dari sejumlah fakta atau gejala yang ada. Dengan demikian konsep dalam permasalahan penelitian harus ditentukan batasan dan ruang lingkupnya dengan harapan tidak terjadi kesimpangsiuran dalam pemahaman terhadap permasalahan tersebut.

Untuk menghindari salah pengertian berikut ini peneliti jelaskan pengertian beberapa istilah yang terdapat dalam judul ini, yaitu:

a) Potret Kehidupan

Potret ialah sebuah gambaran. Sedangkan kehidupan ialah cara (keadaan, hal) hidup6 Yang dimaksud potret kehidupan dalam penelitian ini adalah gambaran tentang kehidupan sosial sehari-hari mahasiswa yang tinggal di Kost di wilayah Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya.

6

Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 351


(16)

8

b) Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi.7 Dalam penelitian ini, yang dimaksud mahasiswa adalah seseorang yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

c) Kost (in de kost)

Kost adalah kamar atau rumah yang disewakan dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya periode per bulan) untuk digunakan sebagai tempat tinggal baik oleh laki-laki maupun perempuan. Kata "kost" merupakan turunan dari frasa bahasa Belanda "In de kost" yang berarti "makan di dalam". Bila frasa tersebut dijabarkan lebih lanjut dapat pula berarti "tinggal dan ikut makan di dalam rumah tempat menumpang tinggal.”8

Pada umumnya kost (in de kost) terletak di sekitar sekolah, perguruan tinggi atau universitas, dan pabrik. Dalam penelitian ini, kost yang dimaksud adalah kost mahasiswa yang terletak di kelurahan Jemurwonosari kecamatan Wonocolo kota Surabaya.

F. Metode Penelitian

Dalam sub bab tentang metode penelitian ini dikemukakan uraian mengenai jenis penelitian dan pendekatan penelitian, lokasi dan waktu

7

Ibid., 543.

8

Wikipedia, 01 Maret 2016, https://id.wikipedia.org/wiki/Indekost


(17)

9

penelitian, pemilihan sabyek penelitian, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik abalisis data, dan teknik keabsahan data.

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yakni jenis penelitian yang menghasilkan temuan-temuan data tanpa menggunakan prosedur statistik atau cara lain dari pengukuran (kuantifikasi).9

Secara sederhana, penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang diselenggarakan dengan melakukan observasi langsung ke lapangan dan melakukan wawancara dengan informan.

Dari sisi lain penelitian kualitatif dapat juga dijelaskan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Dalam penelitian kualitatif, proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan.10

Kualifikasi penting lainnya dari jenis penelitian kualitatif ini adalah:

1) Data disikapi sebagai data verbal atau sebagai sesuatu yang dapat ditransposisikan sebagai data verbal.

9

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Rinika Cipta, 2008), 1

10

Ibid., 21.


(18)

10

2) Mengutamakan hubungan secara langsung antara peneliti dengan

hal yang diteliti

3) Mengutamakan peran peneliti sebagai instrument kunci (key

informant)11

Penelitian kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.12

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Kasus, yakni ikhtiar menggambarkan ihwal kehidupan dengan cara langsung terjun ke beberapa informan mahasiswa yang bertempat tinggal di Kost di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar.

Menurut Foerman studi kasus adalah suatu pelukisan dari suatu fase atau keseluruhan pengalaman yang relevan dari data tertentu yang dipilih. Apabila perhatian penyelidik dipusatkan pada perkembangan, maka keterangannya adalah sejarah kasus (case history).

Foerman mencatat bahwa “bahan studi kasus bisa masuk pada ilmuwan sosial melalui sejumlah dokumen pribadi, beberapa catatan pengamatan partisipan, laporan orang ketiga. Yang membedakan studi

11

Ibid., 20.

12

Ibid., 22.


(19)

11

kasus dengan penelitian survey terletak pada intensitas dan kedalaman penyelidikannya. Studi kasus biasanya dikenali sebagai pemerikasaan yang cermat atas berbagai keadaan sosial yang spesifik atau berbagai aspek khusus dari lingkungan sosial, yang mencakup deskripsi psikologis tentang orang di lingkungan tersebut.

Studi kasus bersifat luwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang digunakan. Wawancara, pengamatan dan berbagai bentuk pengumpulan data lainnya berkemungkinan untuk digunakan di dalam analisis pendalaman terhadap berbagai situasi sosial yang spesifik.13

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Kelurahan Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo, kota Surabaya. Di kelurahan terletak kampus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) yang di sekitarnya terdapat banyak rumah Kost untuk kalangan mahasiswa.

b. Waktu Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini peneliti membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan, yakni mulai bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Waktu tersebut relatif cukup untuk melakukan

13

James A.Black dan Dean J.Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial

(Bandung: PT Refika Aditama, 1999), 77-79


(20)

12

penggalian data secara mendalam mengenai potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di Kost di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya. Berhubung waktu tersebut masih merupakan rancangan dari peneliti maka yang sewaktu-waktu bisa berubah, baik terkait dengan kebijakan dari prodi atau pun fakultas sebagai lembaga tempat peneliti mencari ilmu.

3. Pemilihan Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini ialah mahasiswa yang tinggal di kost di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya dalam periode waktu minimal satu tahun. Subyek penelitian yang peneliti pilih yakni sebanyak 9 orang mahasiswa kost, 2 orang ibu kost, dan 3 orang warga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini:

Tabel 1.1

Daftar Nama Informan

No Nama Status Fakultas

1. Nina Magfiroh (Nina) Mahasiswa Semester 4 Adab & Humaniora 2. Irma Nur Rosyidah (Irma) Mahasiswa Semester 6 Dakwah & Ilmu Komunikasi 3. Indah Qurniawati (Indah) Mahasiswa Semester 7 FISIP

4. Fifit Mulyana (Fifit) Mahasiswa Semester 7 FISIP

5. M. Bagus Arif (Bagus) Mahasiswa Semester 7 FISIP

6. Rosi Noviandi (Rosi) Mahasiswa Semester 7 FISIP

7. Miftakhul Amin (Amin) Mahasiswa Semester 8 FISIP

8. Uci Nurul Hidayati (Uci) Mahasiswa Semester 8 Ushuluddin & Politik Islam 9. Silvi Royyani (Silvi) Mahasiswa Semester 10 Ushuluddin & Politik Islam

10. Ibu Ibnu Ibu kost -


(21)

13

12. Ibu Ningsih Warga -

13. Ibu Dwi Warga -

14. Ibu Yani Warga -

4. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap penelitian adalah gambaran perencanaan keseluruhan penelitian, pengumpulan data, analisis data, hingga pelaporan data. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

a. Tahap Lapangan

Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti sebelum turun langsung ke lapangan di antaranya adalah:

1) Pengajuan judul penelitian

2) Membuat proposal penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti membuat proposal penelitian sebagai syarat untuk memperoleh surat tugas izin penelitian dari prodi Sosiologi kepada pihak kelurahan dimana peneliti akan melakukan penelitian. Dalam menyusun proposal, pertama kali peneliti menyajikan uraian tentang latar belakang masalah yang memuat sejumlah fakta dan pertimbangan yang menjadi latar dari pentingnya dilakukan penelitian mengenai “Potret Kehidupan Mahasiswa yang Tinggal di Kost (Studi kasus di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya)”. Selanjutnya peneliti merumuskan masalah


(22)

14

penelitian serta merancang metode penelitian, sekiranya metode yang digunakan itu sesuai dengan obyek yang akan diteliti.

3) Menyusun rancangan penelitian

Sebelum turun ke lapangan untuk melakukan penelitian, peneliti menyusun rancangan penelitian terlebih dahulu. Dengan rancangan inilah peneliti bisa mengetahui dan bisa memprediksi kapan peneliti mulai turun ke lapangan, bisa menentukan siapa saja informan yang patut untuk dimintai informasi, dan menentukan banyaknya biaya yang dibutuhkan selama melakukan penelitian.

b. Tahap Lapangan

Pada tahap ini, peneliti mulai melakukan proses penelitian di lapangan yakni dengan cara observasi lapangan, wawancara mendalam, dan menelusuri serta mengcopy (menulis kembali) dokumen tertulis atau informasi lain terkait objek yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Observasi

Observasi dilakukan peneliti untuk mengamati kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost kelurahan Jemurwonosari kecamatan Wonocolo Surabaya dengan cara melihat dan mendengar dalam


(23)

15

rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial. Selama beberapa waktu tanpa harus mempengaruhi terhadap fenomena yang sedang diteliti. Dengan mencatat, merekam, dan memotret fenomena untuk dianalisis.14

b. Interview

Interview atau wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan informasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Atau juga bisa diartikan percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak yaitu

pewawancara (interviewer) sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan

dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas

pertanyaan.

Adapun, metode wawancara yang digunakan oleh peneliti yakni wawancara mendalam. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan

pedoman (guide) wawancara, di mana wawancara dan informan

terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.

14

Imam Suprayogo dan Tabroni, Metode Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 167


(24)

16

Dengan wawancara secara mendalam ini, peneliti akan ikut membaur dalam kehidupan informan yang akan diteliti saat berada di kost. Peneliti tidak menggunakan wawancara yang terstruktur, yakni pada saat wawancara peneliti tidak menyusun pertanyaan dan jawaban sistematis, namun hanya berdasar pada pedoman wawancara yang tetap terkait dengan topik pembahasan penelitian. Hal ini dilakukan supaya peneliti lebih leluasa dan tidak terkesan melakukan tanya jawab dengan informan, sehingga informanpun dengan leluasa memberikan informasi tanpa ada tekanan atau keterpaksaan dari pihak peneliti. Saat wawancara berlangsung, peneliti membawa instrument sebagai alat bantu yakni pedoman untuk wawancara dan alat bantu lain seperti tape recorder untuk merekam, kamera dan lain-lain, sehingga dapat membantu memperlancar pelaksanaan wawancara.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu yang dapat berupa rekaman atau dokumen tertulis seperti arsip, database, surat-surat, rekaman, gambar, catatan, buku, dan sebagainya.

Dokumentasi yang peneliti peroleh dalam penelitian ini meliputi gambar atau foto hasil kegiatan wawancara yang dilakukan peneliti dengan informan mahasiswa yang tinggal di kost kelurahan Jemurwonosari kecamatan Wonocolo Surabaya dan data monografi kelurahan Jemurwonosari.


(25)

17

6. Teknik Analisis Data

Bogdan dan Biklen mengatakan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mengadakan sintesis, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta membuat keputusan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.15

Dalam penelitian ini, sebelum masuk pada tahap analisis data terlebih dahulu peneliti telah mengumpulkan data–data dari hasil observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Setelah semua data terkumpul, selanjutnya peneliti mulai melakukan analisis data dengan menggunakan teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menentukan, menafsirkan dan mengurai data yang bersifat kualitatif.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pada tahap ini, langkah yang dilakukan peneliti untuk memeriksa keabsahan data yakni dengan cara menggunakan trianggulasi data. Trianggulasi data dilakukan untuk mengkoreksi kembali terhadap sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti dari

sumber-15

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, 192.


(26)

18

sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi (penetapan) tema-tema secara tepat. 16

G. Sistematika Pembahasan

Secara global, skripsi ini dibagi dalam empat pembahasan, yang satu sama lain saling terkait dan merupakan suatu sistem yang urut untuk mendapatkan suatu kesimpulan dalam mendapatkan suatu kebenaran ilmiah.

Langkah-langkah pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan peneliti memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang hendak diteliti. Setelah itu menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, metode penelitian (Jenis dan Pendekatan Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian, Subjek Penelitian, Tahap-Tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, dan Teknik Keabsahan Data), dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN TEORI

Dalam Bab kajian teori, pertama bagian ini berisi kajian pustaka tentang mahasiswa dan kost, kedua berisi penjelasan teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman yang oleh peneliti akan digunakan

16

Jhon W. Creswell, Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed Edisi Ke-3 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 286


(27)

19

dalam menganalisis masalah dalam penelitian ini yang berjudul “Potret Kehidupan Mahasiswa yang Tinggal di Kost (Studi Kasus di Kelurahan Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya), dan ketiga berisi kajian penelitian terdahulu.

BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Dalam bab penyajian data, peneliti memberikan gambaran mengenai deskripsi umum lokasi penelitian dan menyajikan data tentang potret kehidupan kesembilan mahasiswa yang tinggal di kost kelurahan Jemurwonosari. Potret kehidupan mahasiswa tersebut meliputi beberapa aspek yakni sosial, ekonomi, agama, dan pendidikan. Penyajian data ini dibuat secara tertulis, dikemas dalam bentuk analisis deskriptif dan juga disertakan dokumentasi foto yang mendukung data penelitian ini. Setelah itu akan dilakukan penganalisahan data dengan menggunakan teori Konstruksi Sosial yang dipopulerkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab penutup, penulis menuliskan kesimpulan dari permasalahan dalam penelitian, kesimpulan yang peneliti buat lebih bersifat konseptual dan terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Selain itu juga memberikan saran kepada para pembaca laporan penelitian ini. Jika ada yang positif dari hasil penelitian, maka disarankan lembaga-lembaga lain untuk menjadikannya sebagai contoh, dan tentunya masih banyak kekurangannya. Dalam bab ini juga terdapat bagian akhir, yakni berisi daftar pustaka, dan beberapa lampiran meliputi pedoman wawancara, foto lokasi


(28)

20

penelitian, surat permohonan izin penelitian, surat rekomendasi penelitian dari BANKESBANGPOL dan LINMAS Surabaya, surat pengantar survey dari Kelurahan Jemurwonosari, jadwal penelitian, berita acara ujian skripsi, dan biodata penulis.


(29)

21

BAB II

KEHIDUPAN MAHASISWA KOST DALAM TINJAUAN

TEORI KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN

THOMAS LUCKMAN

A. Mahasiswa dan Kost

1. Pengertian Mahasiswa

Pengertian mahasiswa sangatlah beragam, dijelaskan dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990, bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Pendapat lain mengatakan bahwa mahasiswa adalah individu yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.1

Mahasiswa sebagai individu yang sedang menuntut ilmu pengetahuan di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mereka dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.2

Maka secara umum, mahasiswa dapat diartikan sebagai seseorang yang tengah menjalani pendidikan tingkat perguruan tinggi yang pada

1

Griya Naskah, 22 Agustus 2012, http://gnaskah.blogspot.co.id/2012/08/mahasiswa.html

2

Dwi Siswoyo, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: UNY Press, 2007), 121


(30)

22

masa mendatang akan menjadi seorang intelektual yang kritis, bertindak cepat dan tepat dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan bangsa dan negara. Sebab, mahasiswa adalah generasi penerus bangsa.

a. Hak dan kewajiban mahasiswa

Sesungguhnya, hak dan kewajiban mahasiswa haruslah berjalan secara seimbang. Hak – hak mahasiswa tiada lain adalah memperoleh pengajaran, pendidikan, fasilitas, dan pelayanan dengan baik selama menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.

Mahasiswa sebagai kelompok terpenting dalam sebuah masyarakat juga harus dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya yakni belajar dan menuntut ilmu pengetahuan dengan baik. Karena, belajar merupakan syarat mutlak dalam mencapai tujuan ilmiah.3

Mahasiswa juga bertanggung jawab dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Isi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut yakni:

1) Pendidikan dan Pengajaran.

2) Penelitian dan Pengembangan.

3) Pengabdian Pada Masyarakat.

b. Peran dan fungsi mahasiswa

Sejak awal masa kebangkitan nasional tahun 1908 sampai pembentukan orde baru pada pertengahan tahun 1966, gerakan mahasiswa memegang peranan penting dalam memperjuangkan perubahan Negara

3

Yahya Ganda, Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi (Jakarta: Grasindo, 2004), 1


(31)

23

Indonesia. Dalam sejarah, Indonesia tidak bisa lepas dari perjuangan mahasiswa, bahkan pada hakikatnya perjuangan Indonesia adalah

perjuangan mahasiswa/pemuda.4

Terdapat tiga peran dan fungsi yang sangat penting bagi mahasiwa, yaitu :

Pertama adalah peran moral, dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka ingin. Mahasiswa dituntut untuk dapat bertanggung jawab terhadap moral diri masing-masing sebagai individu dalam menjalankan kehidupan di masyarakat.

Kedua, adalah peran sosial. Mahasiswa selain memiliki tanggung jawab pribadi, mereka juga memiliki peranan sosial, yaitu bahwa keberadaan dan segala perbuatannya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri tetapi juga harus membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Ketiga, adalah peran intelektual. Mahasiswa sebagai orang yang disebut-sebut sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki selama menjalani pendidikan. 5

4

Slamet Muljana, Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan, jilid I (Yogyakarta: Ikis, 2008), 283

5

Markus M Ningmabin, 22 Maret 2012,

http://komapo.org/index.php?option=com_content&view=article&id=77:mengenali-hakekat- gelar-mahasiswa&catid=30:komapo-news-edisi-ii&Itemid=53


(32)

24

c. Eksistensi Mahasiswa

Eksistensi mahasiswa yakni sebagai agent of change, agent of

control dan agent of culture.

1) Mahasiswa sebagai agent of change / agen perubahan

Mahasiswa mengklaim dirinya sebagai agent of change sebagaimana sikap yang diambil oleh para pejuang dan pahlawan yang terlibat dalam dinamika kehidupan bangsa dan demi tercapainya suatu kondisi yang ideal bagi masyarakat dan lingkungan. Maka tak jarang mahasiswa juga terlibat aktif mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro-keadilan dan pro-rakyat kecil.

2) Mahasiswa sebagai agent of control / agen social

Mahasiswa juga mengklaim dirinya sebagai agen sosial yang ikut aktif dalam kehidupan sosial masyarakat. Tujuannya adalah untuk menciptakan kondisi sosial yang ideal dan stabil dari dirinya dan masyarakat. Sehingga mahasiswa merasa perlu untuk terlibat aktif sesuai dengan esensi mahasiswanya

3) Mahasiswa sebagai agent of culture / agen budaya

Agen budaya yang dimaksud adalah mengamati perubahan perilaku dan kehidupan masyarakat sekitarnya. Mereka juga ikut mengawali perubahan budaya yang baru bila budaya lama dianggap merugikan bagi masyarakat dan membawa kepada kebodohan. Namun, tak jarang mereka juga mempertahankan budaya yang lama atau yang telah ada bila dinilai tidak menghambat kepada kemajuan masyarakat. Jadi,


(33)

25

mahasiswa tidak hanya belajar untuk meraih IPK tinggi dan memenuhi ambisi pribadinya. Melainkan juga mahasiswa haruslah eksis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya eksistensi mahasiswa ini bukan berarti sekedar eksis untuk mencari muka. Namun semata-mata merupakan bagian dari tanggunjawab yang telah tersematkan pada identitasnya sebagai “Mahasiswa”.6

2. Pengertian Kost

Kost adalah tinggal di rumah orang lain tanpa makan, dengan membayar setiap bulannya.7 Dalam Wikipedia definisi kost adalah sebuah jasa yang menawarkan kamar untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu setiap periode (umumnya pembayaran dilakukan setiap bulan). Kata “kost” berasal dari bahasa Belanda yakni in the kost.

Definisi “in the kost” sesungguhnya adalah “makan didalam” apabila

dijabarkan lebih lanjut dapat pula berarti “tinggal dan ikut makan” didalam

rumah tempat menumpang tinggal.8 Namun, maknanya sudah bergeser

cukup jauh dari masa ke masa.

Pada dasarnya, rumah kost adalah rumah hunian yang menyediakan kamar untuk tinggal, lengkap dengan perabot standart tempat kost yakni tempat tidur dan lemari. Pembayarannya dilakukan bulanan, dan penghuni kost (biasa disebut anak kost, walaupun mungkin sama sekali bukan anak-anak) biasanya sudah tidak membayar biaya listrik dan

6

Griya Naskah, 22 Agustus 2012, http://gnaskah.blogspot.co.id/2012/08/mahasiswa.html

7

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ke 3 (Jakarta: Balai Pustaka 2003), 443.

8

Wikipedia, 01 Maret 2016, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Indekost


(34)

26

air kecuali dalam kondisi tertentu, misalnya membawa peralatan elektronik yang mengkonsumsi listrik cukup besar.

a. Sejarah Kost

Kost (in the kost) telah ada sejak zaman kolonial / penjajahan Belanda di Indonesia. Pada saat itu “in the kost” adalah sebuah gaya hidup yang cukup populer di kalangan menengah ke atas untuk kaum pribumi, terutama sebagian kalangan yang mengagung-agungkan budaya barat / Eropa khususnya adat Belanda, dengan trend ini mereka berharap banyak agar anaknya dapat bersikap dan berperilaku layaknya bangsa Belanda atau Eropa yang dirasa lebih terhormat saat itu.

Dalam masa penjajahan, bangsa Belanda ataupun bangsa Eropa pada umumnya mendapat status sangat terpandang dan memiliki kedudukan tinggi dalam sastra sosial di masyarakat, terutama di kalangan masyarakat pribumi Indonesia. Orang-orang yang bukan orang Belanda dan berpandangan non-tradisional menganggap perlunya anak mereka bersikap “seperti layaknya” orang Belanda. Dengan membayar sejumlah uang tertentu sebagai jaminan, anaknya diperbolehkan untuk tinggal di rumah orang Belanda yang mereka inginkan, dengan beberapa syarat yang sudah diperhitungkan, dan resmilah si anak diangkat sebagai anak angkat oleh keluarga Belanda tersebut.

Setelah tinggal serumah dengan keluarga Belanda tersebut, selain diperbolehkan makan dan tidur di rumah, si anak tetap dapat bersekolah dan belajar menyesuaikan diri dengan gaya hidup keluarga tempat ia


(35)

27

menumpang. Konsep in the kost zaman dulu, yaitu mengadaptasi dan

meniru budaya hidup, bukan sekedar hanya makan dan tidur saja, namun diharapkan setelah berhenti menumpang, sang anak dapat cukup terdidik untuk mampu hidup mandiri sesuai dengan tradisi keluarga tempat dimana ia pernah tinggal.

Seiring berjalannya waktu, saat ini istilah in the kost disebut kost. Di berbagai daerah di Indonesia, sentra pendidikan, akademi, dan universitas tumbuh berjamuran. Hal ini diikuti dengan bertambahnya jumlah rumah-rumah atau bangunan khusus yang menawarkan jasa kost bagi para pelajar / mahasiswa yang membutuhkannya. Jasa ini tidaklah gratis, yaitu dengan melibatkan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode, yang biasanya dihitung per bulan atau per minggu. Hal ini berbeda dengan kontrak rumah, karena umumnya kost hanya menawarkan sebuah kamar untuk tinggali.9

b. Fungsi Kost

Kost dirancang untuk memenuhi kebutuhan hunian yang bersifat sementara dengan sasaran pada umumnya adalah mahasiswa dan pelajar yang berasal dari luar kota ataupun luar daerah. Namun, tidak sedikit pula kost-kostan ditempati oleh masyarakat umum yang tidak memiliki rumah pribadi dan menginginkan berdekatan dengan lokasi beraktifitas. Oleh karena itu fungsi kost-kostan dapat dijabarkan sebagai berikut :

9

Wikipedia, 01 Maret 2016, https://id.m.wikipedia.org/wiki/indekost


(36)

28

1) Sebagai sarana tempat tinggal sementara bagi mahasiswa yang pada

umumnya berasal dari luar daerah selama masa studinya.

2) Sebagai sarana tempat tinggal sementara bagi masyarakat umum yang

bekerja di kantor atau tidak memiliki rumah tinggal agar berdekatan dengan lokasi kerja.

3) Sebagai sarana pembentukan kepribadian mahasiswa untuk lebih

berdisiplin, mandiri, dan bertanggungjawab.

2) Sebagai tempat untuk menggalang pertemanan dengan mahasiswa lain

dan hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya. c. Fasilitas Tempat Kost

Tempat kost memiliki fungsi yang sama dengan rumah sehingga tempat kost juga harus memiliki kriteria yang baik sebagai tempat tinggal mahasiswa yang menuntut ilmu jauh dari daerah asal. Sehingga, fasilitas menjadi salah satu hal yang penting dalam proses pendidikan. Fasilitas adalah sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi, dan kemudahan.10

Rumah harus memiliki fasilitas yang baik untuk kenyamanan para penghuninya, sehingga rumah memiliki standar kriteria yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Ettinger, bahwa kriteria rumah yang baik ditinjau dari kesehatan dan keamanan dapat melindungi penghuninya dari cuaca hujan, kelembaban dan kebisingan, mempunyai ventilasi yang cukup, sinar

10

Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 314.


(37)

29

matahari dapat masuk ke dalam rumah serta dilengkapi dengan prasarana air, listrik, dan sanitasi yang cukup.11

Disamping prasarana air, listrik dan sanitasi, masih terdapat fasilitas penunjang lainnya yang dibutuhkan oleh mahasiswa yaitu sarana kegiatan belajar mahasiswa. Sarana belajar dikelompokkan menjadi dua

bagian yaitu Pertama, keadaan ruang belajar yang meliputi penerangan,

letak, ventilasi dan perabot di dalamnya (almari, rak buku, meja, kursi dan sebagainya). Kedua, sumber pelajaran yang meliputi buku pelajaran, buku penunjangnya, termasuk alat bantu belajar seperti jangkar, penghapus, penggaris, mesin hitung, alat tulis dan sebagainya.12

B. Teori konstruksi sosial

Penelitian ini menggunakan teori “Konstruksi Sosial” yang dibangun dan dipopulerkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Peter L. Berger

merupakan sosiolog dari New School for Social Reserach, New York.

Sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari University of Frankfurt.

Teori konstruksi sosial, sejatinya dirumuskan kedua akademisi ini sebagai suatu kajian teoretis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan.

Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan paradigma konstruktivisme dan fenomenologi dalam paradigma definisi sosial.

11

Panudju Bambang, Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Bandung: Alumni, 1999), 29.

12

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 233.


(38)

30

1. Pendekatan Paradigma Konstruktivisme dan Fenomenologi

Paradigma Konstruktivisme dalam aliran filsafat, muncul sejak sokrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan tersebut semakin lebih konkret setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta.

Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya ‘Cogoto, ergo

sum’ atau ‘saya berfikir karena itu saya ada’. Kata-kata Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini.

Sejauh ini terdapat tiga macam konstruktivisme yakni pertama,

Konstruktivisme radikal adalah Konstruktivisme yang hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Kaum konstrutivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka, sebuah realitas

yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Kedua, realisme hipotesis

memandang pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.

Ketiga, konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari


(39)

31

realitas itu. Kemudian, pengetahuan individu dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari realitas objek dalam dirinya sendiri.

Terdapat kesamaan dari ketiga macam konstruktivisme tersebut, dimana dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang sekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya yang Piaget disebut dengan skema. Dan konstruktivisme macam inilah yang oleh Berger dan Luckman disebut dengan kontruksi sosial. 13

Selain itu, pemikiran Berger juga termasuk dalam kategori The

Social Definition (Paradigma Definisi Sosial) yang memusatkan perhatian pada tindakan, interaksi, dan konstruksi sosial dari realitas.14 Di dalam paradigma definisi sosial terdapat pemikiran Schutzian tentang fenomenologi yang turut memberi pengaruh terhadap pemikiran Berger dan Luckman mengenai konstruksi sosial. Alfred Schutz, tokoh yang mempopulerkan teori fenomenologi menyatakan bahwa dunia sosial merupakan sesuatu yang intersubyektif dan pengalaman yang penuh makna. Menurutnya, setiap orang pasti memiliki makna serta selalu berusaha hidup di dunia yang bermakna.

13

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen serta Kritik terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckman (Jakarta: Kencana, 2011), 13.

14

Goerge Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam (Jakarta: Kencana, Cetakan 4, 2007), A-16.


(40)

32

Schutz kemudian membedakan dua macam makna insani. Ada makna dalam dunia kehidupan individu sehari-hari, makna yang secara actual atau potensial dalam jangkauan, yaitu makna-makna yang biasanya dimengerti sendiri secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang kedua adalah makna yang berada diluar individu sendiri, seperti makna masyarakat lain atau sector yang kurang akrab dari masyarakat individu itu sendiri, juga makna-makna dari masa silam, yaitu makna yang secara langsung muncul secara alamiah, tidak dalam jangkauan, namun disesuaikan melalui proses inisiasi tertentu, baik melalui pelibatan diri sendiri dalam suatu konteks sosial atau melalui disiplin intelektual tertentu.15

Schutz menyatakan pemikirannya mengenai kehidupan sehari-hari sebagai berikut:

The world of my daily life is by no means my private world but is from the outset an intersubjective one, shared with my fellow men, experienced and interpreted by others: in brief, it is a world common to all of us. The unique biographical situation in which I find myself within the world at any moment of my existence is only to a very small extent of my own making.16

(Dunia kehidupan keseharianku bagaimanapun adalah dunia pribadiku namun ia berasal dari suatu dunia intersubyektif, yang dimiliki bersama dengan orang-orang yang menyertaiku, dialami dan ditafsiri oleh orang lain: singkatnya, ini adalah dunia biasa bagi kita semua. Situasi

15

Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik Dari Comte hingga Parsons, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006), 146 - 147

16

Alfred Schutz, On Phenomenology and Social Relations (Chicago: Chicago Press, 1970), 163 dikutip Fathurin Zen, NU Politik: Analisis Wacana Media (Yogyakarta: LkiS, 2004), 50.


(41)

33

biografik unik di mana aku mendapatkan diriku di dalam dunia pada momen kapanpun dari eksistensiku hanyalah untuk ukuran yang sangat kecil dari buatanku sendiri).

Pemikiran Schutz mengenai kehidupan sehari – hari diatas mengilhami Berger untuk mengembangkan model teoritiknya mengenai bagaimana dunia sosial itu terbentuk.

2. Konstruksi sosial menurut Peter L. Berger dan Thomas Luckman

Dalam risalah teoritiknya yang berjudul The Social Construction of Reality Berger bersama Thomas Luckmann, meringkas teorinya dengan menyatakan bahwa “realitas terbentuk secara sosial” dan sosiologi ilmu pengetahuan (sociology of knowledge) harus menganalisis bagaimana hal itu terjadi.Para sosiolog tidak bisa disodori pertanyaan filsafat seperti, apa sebenarnya yang riil? Sebaliknya pertanyaan sosiolog terpusat pada soal bagaimana realitas sosial terjadi, terlepas dari apapun validitasnya.17

Realitas kehidupan sehari-hari, menurut Berger, memiliki dimensi-dimensi subyektif dan obyektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang obyektif (eksternalisasi). Sebaliknya realitas obyektif itu memengaruhi manusia yang mencerminkan realitas subyektif (internalisasi). Dalam mode yang dialektik ini, di mana terdapat

17

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 300-301


(42)

34

tesa, antitesa, dan sintesa, Berger melihat masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. 18

Untuk menggambarkan mode hubungan yang dialektik antara masyarakat dan individu, Berger dan Luckmann menggunakan terma Eksternalisasi, Obyektivasi, dan Internalisasi.

a. Eksternalisasi

Ekternalisasi merupakan momen awal yang ada dalam dialektika Berger dan juga merupakan momen seseorang mengkonstruksi realitas sosial yang ada disekitarnya. Eksternalisasi adalah usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik.19 Proses ini merupakan bentuk penyesuaian diri manusia

dengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia (society is a

human product). 20 Dimana individu berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sarana yang digunakan bisa berupa bahasa maupun tindakan. Manusia menggunakan bahasa untuk melakukan adaptasi dengan dunia sosio-kulturalnya dan kemudian tindakannya juga disesuaikan dengan dunia sosio-kulturalnya. Pada momen ini, terkadang dijumpai orang yang mampu beradaptasi dan juga mereka yang tidak mampu beradaptasi. Penerimaan dan penolakan tergantung dari apakah individu tersebut mampu atau tidak beradaptasi dengan dunia sosio-kulturalnya.

18

Ibid., 302.

19

Petter L. Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial, (Jakarta: LP3ES, 1991), 4

20

Basrowi Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, (Surabaya: Insan Cendekian, 2002), 206.


(43)

35

b. Obyektivasi

Obyektivasi adalah hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan

berlainan dari manusia yang menghasilkannya.21 Pada tahap ini,

masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif (Society is an

objective reality).22

Proses obyektivasi ini dimana individu berusaha berinteraksi dengan dunia sosio-kulturalnya. Pada momen ini terdapat proses pembedaan antara dua realitas sosial, yaitu realitas diri individu dan realitas sosial lain yang berada diluarnya, sehingga realitas sosial itu menjadi sesuatu yang objektif. Dalam proses konstruksi sosial, proses ini disebut sebagai interaksi sosial melalui pelembagaan dan legitimasi. Dalam pelembagaan dan legitimasi tersebut, agen bertugas menarik dunia subyektifitasnya menjadi dunia obyektif melalui interaksi sosial yang dibangun secara bersama. Pelembagaan akan terjadi manakala terjadi kesepahaman intersubyektif atau hubungan subyek – subyek.23

21

M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckman. (Jakarta: Kencana 2008), 15

22

Basrowi Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, 206.

23

Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara, 2005), 44


(44)

36

c. Internalisasi

Internalisasi, pada proses ini lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial atau proses dimana individu melakukan indentifikasi diri ke dalam dunia sosio-kulturalnya. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi oleh manusia. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. 24

Struktur kesadaran subyektif individu dalam sosiologi pengetahuan menempati posisi yang sama dalam memberikan penjelasan kenyataan sosial. Setiap individu menyerap bentuk tafsiran kenyataan sosial secara terbatas, sebagai cermin dari dunia obyektif. Dalam proses internalisasi, tiap individu berbeda – beda dalam dimensi penyerapan, ada yang lebih

24

M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, 15


(45)

37

menyerap aspek ekstern, ada juga yang lebih menyerap bagian intern. Tidak setiap individu dapat menjaga keseimbangan dalam penyerapan dimensi obyektif dan dimensi kenyataan sosial. Kenyataan yang diterima individu dari lembaga sosial, menurut Berger, membutuhkan cara penjelasan dan pembenaran atas kekuasaan yang sedang dipegang dan dipraktekkan.

Dalam sejarah umat manusia, eksternalisasi, obyektivasi, dan

internalisasi merupakan tiga moment dalam proses perubahan dialektis

yang berjalan terus secara perlahan. Terdapat dunia sosial obyektif “di luar sana” yang membentuk individu-individu; dalam arti manusia adalah produk dari masyarakatnya. Beberapa dari dunia sosial obyektif tersebut eksis dalam bentuk hukum-hukum yang mencerminkan norma-norma sosial. Sedangkan aspek lain dari realitas obyektif bukan sebagai realitas yang langsung dapat diketahui, tetapi bisa memengaruhi segala-galanya, mulai dari gaya berpakaian, cara berbicara, dan lain sebagainya. Realitas sosial yang obyektif tersebut dipantulkan oleh orang lain yang cukup berarti bagi anak, walaupun realitas yang diterima tidak selalu sama antara anak satu dengan yang lain. Di saat dewasa ia tetap menginternalisasi situasi-situasi baru dalam dunia sosialnya. Di samping itu, ia memiliki peluang untuk mengeksternalisasi atau secara kolektif membentuk dunia sosial mereka. Eksternalisasi mengakibatkan terjadinya perubahan aturan


(46)

38

sosial − perubahan yang kembali melanda mereka dan dapat juga melanda generasi-generasi berikutnya. 25

Jadi dunia sosial, menurut Berger, menciptakan nomos (keteraturan dan ketentuan-ketentuan normatifnya) baik secara subyektif maupun

obyektif. Nomos obyektif lahir dalam proses obyektivasi dan menjadi

makna bersama bagi masyarakat yang lebih luas di mana para individu berpartisipasi. Di sebelah makna bersama atau nomos obyektif itu terdapat makna-makna subyektif atau individual.

Di samping nomos, terdapat juga apa yang disebut Berger sebagai

Kosmos. Kosmos mentransendentasi realitas sehari-hari, bergerak dalam dunia di luar verifikasi obyektif. Kosmos inilah yang menempatkan agama, yang menurut Berger merupakan “usaha manusia dengan mana kosmos yang suci itu ditetapkan”.26

Mengikuti mode Weberian, Berger dan Luckmann menunjukkan bahwa dunia sosial yang obyektif tersebut membutuhkan “legitimasi” atau “cara penjelasan atau pembenaran” asal-usul pengertian pranata sosial dan proses pembentukannya. Konstitusi Amerika, misalnya, baru memperoleh legitimasi atau keabsahan setelah diidealisir di tengah-tengah kalbu rakyat selama hampir dua abad. Sebelum itu, walaupun para ahli sejarah sudah mengetahui pengertian yang jelas tentang demokrasi institusional yang diciptakan oleh para pembuatnya, betapa sedikitnya warga negara Amerika yang sadar bahwa setiap orang memiliki wakil dan hak yang sama untuk

25

M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, 316-317.

26

Ibid,308-30.


(47)

39

berpartisipasi dalam pemerintahan. Jadi dapat dikatakan bahwa faktor

legitimasi berasal dari interaksi individu dan merupakan “tanda terima” bagi dunia sosial obyektif.27

Dalam kaitannya dengan konstruksi realitas sosial, agama merupakan sumber legitimasi yang paling efektif dan paling meluas. Berger menegaskan, “secara historis arti penting agama dalam proses legitimasi bisa dijelaskan dalam hubungannya dengan kemampuan agama yang unik untuk menempatkan fenomena manusia ke dalam kerangka pemikiran kosmis.” Jadi dalam rangka konstruksi realitas secara sosial agama dapat dikatakan melayani dua tujuan penting: (1) menyediakan

nomos, atau makna dari realitas, dan (2) mengesahkan, atau memberikan tanda terima realitas itu.28

Dalam perspektif teori Berger di atas, para mahasiswa yang merupakan anggota dari komunitas terdidik tentu sudah menginternalisasi nilai-nilai baik dalam kehidupan bermasyarakat, utamanya nilai-nilai yang dipantulkan dan disosialisasikan oleh civitas perguruan tinggi mereka melalui berbagai upaya yang telah terencana untuk membentuk mereka “menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Realitas yang berhasil diserap atau diinternalisasi oleh para mahasiswa tersebut bisa tidak sama. Selanjutnya mereka

27

Ibid., 307.

28

Ibid., 309.


(48)

40

mengeksternalisasi realitas itu dalam dunia sosial mereka yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan yang akan kembali melanda mereka dan bahkan generasi sesudah mereka.

Sebagai komunitas yang hidup secara hampir bersamaan dalam banyak varian lingkungan di antaranya yang dominan adalah lingkungan kampung tempat asal dan tinggal semasa liburan, lingkungan kampus tempat menempuh studi, lingkungan rumah kost dan kampung tempat tinggal selepas kegiatan studi. Maka dari itu mahasiswa kost dapat dibilang terpapar oleh realitas obyektif yang beragam. Pada sub-sub lingkungan tersebut, realitas-realitas obyektif yang bervariasi mengalami proses konstruksi sosial dengan mode

dialektik yang melibatkan rangkaian moment-moment eksternalisasi,

obyektivasi, dan internalisasi. Dengan pendekatan konstruksi sosial, penelitian ini berupaya memotret realitas kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost kelurahan Jemurwonosari, kecamatan Wonocolo, Surabaya sebagai gejala yang sifatnya tidak tetap dan selalu mempunyai pertalian dengan masa lalu, sekarang, dan yang akan datang. Dengan pendekatan itu pula, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk memecahkan masalah atau membentuk teori, melainkan membangun pemahaman terhadap realitas kehidupan mereka maupun dunia pengalaman peneliti sendiri yang hubungannya dengan kehidupan mereka dalam konteks realitas tersebut. Dengan demikian, pemahaman yang akan dibangun bukan sesuatu yang ditemukan melainkan diproduksi berdasarkan dunia pengalaman.


(49)

41

C. Penelitian terdahulu

Dari hasil penelusuran pustaka yang penulis lakukan, ditemukan 5 (lima) penelitian terdahulu yang tema kajiannya bersinggungan dengan tema kajian penelitian ini, yakni penelitian yang mengkaji tentang mahasiswa yang tinggal di kost, yaitu:

1. Penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Pandangan Masyarakat

Terhadap Aktivitas Pacaran Mahasiswa Di Rumah Kos: Studi Deskriptif di RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan Kecamatan Sukolilo Kotamadya Surabaya Jawa Timur”,29 oleh Nuning Rumbiarso. Terdapat beberapa aspek yang dikaji dalam penelitian ini yakni (1) Bagaimana pengetahuan anggota masyarakat RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden jangkungan, Kecamatan Sukolilo, Surabaya terhadap aktivitas seksual mahasiswa di lingkungan rumah kosnya? (2) Bagaimana pandangan anggota masyarakat RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan, Kecamatan Sukolilo, Surabaya terhadap aktivitas seksual mahasiswa di lingkungan rumah kosnya? (3) Peraturan-peraturan mengenai rumah kos yang ada di RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan, Kecamatan Sukolilo, Surabaya?

Penelitian ini menghasilkan temuan, bahwa warga masyarakat RT Y mengetahui di lingkungan mereka terdapat aktivitas pacaran mahasiswa di

29

Nuning Rumbiarso, Pandangan Masyarakat Terhadap Aktivitas Pacaran Mahasiswa Di Rumah Kos: Studi Deskriptif di RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan Kecamatan Sukolilo Kotamadya Surabaya Jawa Timur, Skripsi (Surabaya: Fak. FISIP Antropologi Unair 2008), 2


(50)

42

rumah kos. Warga RT Y membuat peraturan yang mengatur masalah aktivitas pacaran mahasiswa di rumah kos, yaitu melarang mahasiswa atau anak kos memasukkan pasangan lawan jenis atau pacar mereka ke dalam kamar kos, dengan adanya saknsi berupa terguran, sidak terhadap rumah kos. Peraturan ini tidak membuahkan hasil karena mahasiswa atau anak kos masih melakukan aktivitas pacaran di rumah kost.

Terdapat dualisme pandangan pada warga masyarakat yang mengakibatkan adanya dua bagian masyarakat dalam melihat aktivitas seksual mahasiswa di rumah kos. Pertama, bagian masyarakat yang memandang aktivita seksual adalah sakral, suci, karena itu aktivitas seksual harus dilakukan di dalam lembaga pernikahan. Bagian masyarakat ini tidak memperbolehkan mahasiswa atau anak kost memamsukkan pasangan lawan jenis atau pacar mereka ke dalam kamar kost. Kedua, bagian masyarakat yang memandang aktivitas seksual bersifat biasa saja, dapat dilakukan di luar lembaga pernikahan meskipun tidak ada ikatan pernikahan diantara pelakunya. Aktivitas seksual bersifat pribadi sehingga tidak dapat diganggu oleh orang lain. Bagian masyarakat ini membiarkan mahasiswa atau anak kost melakukan aktivitas seksual di rumah kost.

Pesimifitas terhadap aktivitas seksual mahasiswa di rumah kost dilatarbelakangi oleh faktor finansial. Rumah kost merupakan sumber pemasukan finansial bagi pemiliknya, dan juga bagi warga di sekitar rumah kost. Dengan adanya rumah kost memicu bertumbuhnya bidang-bidang usaha untuk memenuhi kebutuhan anak kost, seperti adanya


(51)

43

warung makan, toko bahan pokok, jasa pencucian pakaian (laundry), jasa pengetikan (rental), warung telekomunikasi (wartel).

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama – sama mengkaji tentang mahasiswa yang tinggal di kost. Untuk perbedaannya terletak pada fokus penelitiannya, penelitian terdahulu meneliti tentang pandangan masyarakat terhadap aktivitas pacaran mahasiswa di rumah kos sedangkan penelitian ini meneliti tentang potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost dari segi alasan mahasiswa memilih tinggal di kost, adaptasi mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost, interaksi sosial mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost, kehidupan sosial keagamaan mahasiswa kost, dan prestasi akademik mahasiswa kost.

2. Penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Kontribusi Mie Instan

Terhadap Kecukupan Gizi dalam Hubungannya Dengan Status Gizi Mahasiswa Kos (Studi Pada Mahasiswa Yang Bertempat Tinggal Di Kos-Kosan, Di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya)”,30 oleh Henny. Aspek yang dikaji dalam penelitian ini ialah seberapa besar kontribusi energi dan protein dari mie instan terhadap kecukupan gizi dalam hubungannya dengan status gizi mahasiswa kos.

30

Henny, Kontribusi Mie Instan Terhadap Kecukupan Gizi dalam Hubungannya Dengan Status Gizi Mahasiswa Kos (Studi Pada Mahasiswa Yang Bertempat Tinggal Di Kos-Kosan, Di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya), Skripsi (Surabaya: Fak. Kesehatan Masyarakat Unair, 2006), 2


(52)

44

Penelitian ini menghasilkan temuan, bahwa sebagian besar responden (75%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, 60% responden terbiasa mengkonsumsi mie instan 2-3 kali dalam satu minggu. Sekitar 80% responden mengaku memberikan variasi menu saat mengkonsumsi mie instan dengan bahan pangan lainnya (seperti telur, sayuran, dan sebagainya). Berdasarkan hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa kontribusi energi dari mie instan (10,35%) terhadap kecukupan gizi, lebih besar dibandingkan dengan kontribusi protein dari mie instan (8,3%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi (p=0,000 dan a = 0,05), namun sebaliknya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi (p=0,229 dan a = 0,05).

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama – sama mengkaji tentang mahasiswa yang tinggal di kost. Untuk perbedaannya terletak pada fokus penelitiannya, penelitian terdahulu meneliti tentang kontribusi mie instan terhadap kecukupan gizi dalam hubungannya dengan status gizi mahasiswa kost sedangkan penelitian ini meneliti tentang potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost dari segi alasan mahasiswa memilih tinggal di kost, adaptasi mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost, interaksi sosial mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost, kehidupan sosial keagamaan mahasiswa kost, dan prestasi akademik mahasiswa kost.


(53)

45

3. Penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Studi Hubungan Antara

Tingkat Self Relugation Dengan Kecenderungan Prokastinasi Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unair Yang Bertempat Tinggal Di Kos”,31 oleh Rabhindrath Torret Aryo Paringgie. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan apakah ada hubungan antara tingkat Self Relugation

dengan kecenderungan prokrastinasi mahasiswa Fakultas Psikologi Unair yang bertempat tinggal di kos.

Penelitian ini menghasilkan temuan, bahwa jawaban atas suatu

hipotesis, yaitu menyatakan tidak ada hubungan antara tingkat self

relugation dengan kecenderungan prokastinasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga yang bertempat tinggal di kos.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama – sama mengkaji tentang mahasiswa yang tinggal di kost. Untuk perbedaannya terletak pada fokus penelitiannya, penelitian terdahulu meneliti tentang studi hubungan antara tingkat self relugation dengan kecenderungan prokastinasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unair yang bertempat tinggal di kost sedangkan penelitian ini meneliti tentang potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost dari segi alasan mahasiswa memilih tinggal di kost, adaptasi mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost, interaksi sosial mahasiswa dengan lingkungan

31

Rabhindrath Torret Aryo Paringgie, Studi Hubungan Antara Tingkat Self Relugation Dengan Kecenderungan Prokastinasi Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unair Yang Bertempat Tinggal Di Kos, Skripsi ( Surabaya: Fak. Psikologi Unair, 2008), 2


(54)

46

sekitar kost, kehidupan sosial keagamaan mahasiswa kost, dan prestasi akademik mahasiswa kost.

4. Penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Perilaku Menyimpang

Mahasiswa Kost (Studi Kasus di Kelurahan Jemurwonosari – Wonocolo Surabaya)”,32 oleh Siti Latifah. Skripsi ini menggambarkan tentang (1) Bagaimana bentuk – bentuk pergaulan yang dilakukan mahasiswa kost di Jemurwonosari – Wonocolo Surabaya? (2) Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan mahasiswa melakukan perilaku menyimpang di Jemurwonosari – Wonocolo Surabaya? (3) Bagaimana dampak dari perilaku menyimpang tersebut terhadap kehidupan sosial mahasiswa di Jemurwonosari – Wonocolo Surabaya?

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa bentuk perilaku menyimpang mahasiswa kost diantaranya seks pranikah, judi dan miras. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan dari pemilik kost, tidak adanya peraturan tertulis dan sanksi tegas terhadap perilaku menyimpang mahasiswa kost. Dampak sosial dari perilaku menyimpang tersebut dapat dikeluarkan dari kampus, dimasukkan dalam penjara dan diusir dari tempat kost.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama – sama mengkaji tentang mahasiswa yang tinggal di kos. Untuk perbedaannya terletak pada fokus penelitiannya, penelitian terdahulu

32

Siti Latifah, Perilaku Menyimpang Mahasiswa Kost (Studi Kasus di Kelurahan Jemurwonosari – Wonocolo Surabaya), Skripsi (Surabaya: Fak. Dakwah Sosiologi, 2012), 2


(55)

47

meneliti tentang perilaku menyimpang mahasiswa kost sedangkan penelitian ini meneliti tentang potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost dari segi alasan mahasiswa memilih tinggal di kost, adaptasi mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost, interaksi sosial mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost, kehidupan sosial keagamaan mahasiswa kost, dan prestasi akademik mahasiswa kost.

5. Penelitian kolektif mahasiswa dengan judul “Perilaku Sosial Mahasiswa

dan Mahasisiwi UINSA yang tinggal satu kos di Kelurahan Margorejo Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya”, oleh Tim Peneliti.33 Penelitian ini mengkaji tentang, (1) Bagaimana perilaku sosial mahasiswa dan mahasiswi UINSA yang tinggal satu kos di kel. Margorejo kec. Wonocolo Kota Surabaya? (2) Bagaimana dampak perilaku sosial mahasiswa dan mahasiswi UINSA yang tinggal satu kos di kel. Margorejo kec. Wonocolo Kota Surabaya?

Penelitian ini menghasilkan temuan, bahwa perilaku sosial mahasiswa dan mahasiswi yang tinggal satu kost selayaknya yang lain, jadwal perkuliahan danaktifitas ekstern kampus membuat mereka terkadang pulang malam, dan itu pun tidak melebihi batasan-batasan. Keputusan untuk kost campur bukan karena batasan jam pulang malam atau kebebasan menerima tamu lawan jenis, tetapi karena tidak ada pilihan lain karena kebanyakan kost di sekitar Jemurwonosari telah penuh. Selain

33

Tim Peneliti, Perilaku Sosial Mahasiswa dan Mahasisiwi UINSA yang tinggal satu kos di Kelurahan Margorejo Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya (Surabaya: Fak. FISIP Sosiologi, 2015), 2


(56)

48

itu harga kost di sekitar Margorejo relative lebih murah. Itulah sebabnya banyak mahasiswa dan mahasiswi yang memilih kost di sekitar Margorejo.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama – sama mengkaji tentang mahasiswa yang tinggal di kost. Untuk perbedaannya terletak pada fokus penelitiannya, penelitian terdahulu meneliti tentang perilaku sosial mahasiswa dan mahasisiwi UINSA yang tinggal satu kos sedangkan penelitian ini meneliti tentang potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost dari segi alasan mahasiswa memilih tinggal di kost, adaptasi mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost, interaksi sosial mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost, kehidupan sosial keagamaan mahasiswa kost, dan prestasi akademik mahasiswa kost.


(57)

BAB III

POTRET KEHIDUPAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI

KOST KELURAHAN JEMURWONOSARI KECAMATAN

WONOCOLO SURABAYA

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Wilayah yang menjadi lokus penelitian ini adalah Kelurahan Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya. Secara ringkas kondisi geografis dan demografis wilayah tersebut dideskripsikan dalam uraian berikut ini.

1. Kondisi Geografis

Kelurahan Jemurwonosari adalah salah satu kelurahan di kecamatan Wonocolo kota Surabaya. Surabaya sendiri adalah ibukota Provinsi Jawa Timur yang juga merupakan salah satu kota pendidikan di Provinsi ini. Ribuan siswa dan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia mengenyam pendidikan di kota ini. Oleh karena itu Surabaya berkembang menjadi kota yang tidak saja padat penduduk melainkan juga padat bangunan termasuk bangunan rumah-rumah kost. Di antara area yang biasanya banyak berdiri bangunan rumah kost adalah lingkungan kampus perguruan tinggi. Terdapat sekitar 70 perguruan tinggi di Surabaya yang tersebar di 5 wilayah, yakni Surabaya Pusat, Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Selatan, dan Surabaya Barat.1 Rumah-rumah kost di

1

Info sby, 18 Juni 2014, http://www.infosby.asia/2014/06/daftar-69-universitas-kota-surabaya.html#


(58)

50

sekitar kampus perguruan tinggi pada umumnya dihuni oleh mahasiswa pendatang yang sedang menempuh studi di perguruan tinggi terdekat.

Lokasi kelurahan Jemurwonosari yang menjadi lokus penelitian ini berdekatan dengan tiga kampus perguruan tinggi yang berada di Kecamatan Wonocolo, Surabaya Selatan, yakni kampus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), kampus Universitas Bhayangkara (UBHARA), dan kampus Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA). Karena itu wajar bila ada sekitar 200 rumah yang dibangun warga untuk dijadikan tempat kost mahasiswa. Bahkan di samping rumah kost, di kelurahan Jemurwonosari ini berdiri pula lima pondok pesantren mahasiswa (Darul Arqam, An-Nuriyah, Al-Jihad, An-Nur, dan Al-Husna) yang berfungsi pula sebagai tempat tinggal sementara dengan fasilitas dan tarif tertentu untuk mahasiswa selama menempuh studi di Perguruan Tinggi. Dari hasil observasi diketahui bahwa mayoritas penghuni rumah kost di kelurahan Jemurwonosari adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA).

Kelurahan Jemuwonosari dipimpin oleh lurah perempuan yang bernama Nurul Muzayyanah S.Pi, M.M. Kantor kelurahannya terletak di Jalan Jemursari VIII, No. 49 Surabaya (lihat gambar 3.1). Dengan total luas wilayah sebesar ± 164.321 hektar (ha), kelurahan ini secara administratif dibagi menjadi 10 lingkungan RW (Rukun Warga) dan 63 lingkungan RT (Rukun Tetangga). Dalam hal batas wilayah, di sisi utara kelurahan Jemurwonosari ini berbatasan dengan kelurahan Margorejo kecamatan Wonocolo, di sisi selatan berbatasan dengan


(59)

51

kelurahan Siwalankerto kecamatan Wonocolo, di sisi barat berbatasan dengan kelurahan Ketintang kecamatan Gayungan dan di sisi timur berbatasan dengan

kelurahan Kendangsari kecamatan Tenggilis Mejoyo (lihat gambar 3.2).2 Dengan

dipaparkannya batasan wilayah yang ada di kelurahan Jemurwonosari ini, dapat membatasi pula wilayah penelitian.

Gambar 3.1

Kantor Kelurahan Jemurwonosari

Sumber: Dokumentasi peneliti ambil pada tanggal 29 Desember 2015

2

Data monografi kelurahan Jemurwonosari tahun 2015


(60)

52

Gambar 3.2

Peta Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya

Sumber: Google Maps.com3

2. Kondisi Demografis

Deskripsi tentang kondisi demografis kelurahan Jemurwonosari di bawah ini menjelaskan tentang jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga, dan jumlah penduduk musiman.

a. Jumlah penduduk

Data Monografi Administrasi Kependudukan Kelurahan Jemurwonosari tahun 2015 mencatat jumlah penduduk Kelurahan Jemurwonosari sebanyak 21.049 orang dengan rincian sebagaimana tertera pada tabel 3.1 berikut ini.

3

Google Maps, 22 Maret 2016, https://www.google.co.id/maps/


(61)

53

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk

No Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 11.029 Orang

2. Perempuan 10.020 Orang

Jumlah 21.049 Orang

Sumber Data: Monografi Kelurahan Jemurwonosari tahun 2015 b. Jumlah kepala keluarga

Data Monografi Administrasi Kependudukan Kelurahan Jemurwonosari tahun 2015 juga mencatat jumlah kepala keluarga (KK) yang terdapat di kelurahan Jemurwonosari adalah berjumlah 6.295 kepala keluarga (KK).

c. Jumlah penduduk musiman

Penduduk musiman ini tergolong migran sirkuler (migrasi musiman)

adalah orang yang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan. Dalam penelitian ini, mahasiswa yang tinggal di kost kelurahan Jemurwonosari, mereka juga tergolong penduduk musiman. Mayoritas mahasiswa yang tinggal di kost hanya menetap sementara hingga masa pendidikan mereka di Perguruan Tinggi berakhir.

Dalam data monografi kependudukan di kelurahan Jemurwonosari tahun 2015, jumlah penduduk musiman terdapat sebanyak 513 orang yang terdiri dari 294 orang laki – laki dan 219 orang perempuan. Dari sekian banyak jumlah penduduk musiman yang tercatat, menurut Supriadi bahwa jumlah mahasiswa yang tinggal di kost tidak masuk dalam data monografi penduduk


(62)

54

musiman di kelurahan. Data tersebut, hanya dimiliki oleh masing – masing pemilik kost atau ketua RT setempat. (lihat tabel 3.2).

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Musiman

No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

1. Laki-laki 294 Orang

2. Perempuan 219 Orang

Jumlah 513 Orang

Sumber Data: Monografi Kelurahan Jemurwonosari tahun 2015

3. Kondisi Ekonomi Masyarakat

Terdapat beberapa jenis mata pencaharian masyarakat yang tercatat dalam data monografi kelurahan Jemurwonosari dapat dilihat dalam sebuah tabel 3.3 dibawah ini:

Tabel 3.3

Mata Pencaharian Masyarakat di Kelurahan Jemurwonosari

No. Jenis – Jenis Pekerjaan Jumlah

1. Pegawai Negeri Sipil 426 Orang

2. TNI 329 Orang

3. POLRI 142 Orang

4. Swasta 6.528 Orang

5. Wiraswasta 1.162 Orang

6. Dagang 931 Orang

7. Belum Bekerja 250 Orang

8. Pensiun/punawirawan 443 Orang

Total 10.211 Orang

Sumber Data: Monografi Kelurahan Jemurwonosari tahun 2015

4. Kondisi Sosial Keagamaan Masyarakat

Setiap manusia memiliki hak masing – masing untuk memilih agama yang akan dijadikan pedoman hidup. Di masyarakat kelurahan Jemurwonosari terdapat 5 (lima) agama yang dimiliki dan dipercaya oleh para penganut masing–masing


(1)

129

DAFTAR PUSTAKA

Aryo Paringgie, Rabhindrath Torret. Studi Hubungan Antara Tingkat Self Relugation Dengan Kecenderungan Prokastinasi Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unair Yang Bertempat Tinggal Di Kos, Skripsi. Surabaya: Fak. Psikologi Unair, 2008.

Bachtiar, Wardi. Sosiologi Klasik Dari Comte hingga Parsons. Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006.

Bambang, Panudju. Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bandung: Alumni, 1999.

Bungin, M. Burhan, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckman. Jakarta: Kecana, 2008.

Dean J.Champion, James A.Black. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 1999.

Departemen Sains, Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Konsep Komunitas Dan Masyarakat Dalam Perspektif Sosiologi, skpm.ipb.ac.id/konsep-komunitas-dan-masyarakat-dalm-perspektif-sosiologi, akses: 21 Oktober 2015

Ganda, Yahya. Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo, 2004.

Google Maps.com

Hadis Nabi SAW ini dituturkan oleh Jabir, dan dimuat dalam T}abra>ni, al-Mu’jam al Awsat}, juz 13 (Maktabah Sha>milah), 27

Henny. Kontribusi Mie Instan Terhadap Kecukupan Gizi dalam Hubungannya Dengan Status Gizi Mahasiswa Kos (Studi Pada Mahasiswa Yang Bertempat Tinggal Di Kos-Kosan, Di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya), Skripsi. Surabaya: Fak. Kesehatan Masyarakat Unair, 2006.

http://www.infosby.asia/2014/06/daftar-69-universitas-kota-surabaya.html# http://gnaskah.blogspot.co.id/2012/08/mahasiswa.html


(2)

130

http://komapo.org/index.php?option=com_content&view=article&id=77:mengenali-hakekat-gelar-mahasiswa&catid=30:komapo-news-edisi-ii&Itemid=53 https://id.m.wikipedia.org/wiki/indekost

J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.

Latifah, Siti. Perilaku Menyimpang Mahasiswa Kost (Studi Kasus di Kelurahan Jemurwonosari – Wonocolo Surabaya), Skripsi. Surabaya: Fak. Dakwah Sosiologi, 2012.

L. Berger, Petter. Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial. Jakarta: LP3ES, 1991. Muljana, Slamet. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan, jilid

I. Yogyakarta: Ikis, 2008.

M. Poloma, Margaret. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Paul Johnson, Doyle. Sociological Theory: Classical Founders and Contemporary Prespective dalam Robert M.Z. Lawang (penerjemah). Jakarta: PT Gramedia, 1986.

Peneliti, Tim. Perilaku Sosial Mahasiswa dan Mahasisiwi UINSA yang tinggal satu kos di Kelurahan Margorejo Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya. Surabaya: Fak. FISIP Sosiologi, 2015.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ke 3. Jakarta: Balai Pustaka 2003.

Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka, 1991.

Rumbiarso, Nuning. Pandangan Masyarakat Terhadap Aktivitas Pacaran Mahasiswa Di Rumah Kos: Studi Deskriptif di RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan Kecamatan Sukolilo Kotamadya Surabaya Jawa Timur, Skripsi. Surabaya: Fak. FISIP Antropologi Unair 2008.

Salim, Agus. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Pemikiran Norman K. Denzin & Egon Guba, dan Penerapannya. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2001.


(3)

131

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitaif Dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2010.

Sukidin, Basrowi. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekian, 2002.

Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001. Suwandi, Basrowi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rinika Cipta, 2008. Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara, 2005.

Tabroni, Imam Suprayogo. Metode Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001.

Thomas Luckmann, Peter L. Berger. The Social Construction of Reality. England: Penguin Books, 1991.

W. Creswell, Jhon. Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed Edisi Ke-3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.


(4)

129

DAFTAR PUSTAKA

Aryo Paringgie, Rabhindrath Torret. Studi Hubungan Antara Tingkat Self Relugation Dengan Kecenderungan Prokastinasi Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unair Yang Bertempat Tinggal Di Kos, Skripsi. Surabaya: Fak. Psikologi Unair, 2008.

Bachtiar, Wardi. Sosiologi Klasik Dari Comte hingga Parsons. Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006.

Bambang, Panudju. Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bandung: Alumni, 1999.

Bungin, M. Burhan, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckman. Jakarta: Kecana, 2008.

Dean J.Champion, James A.Black. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 1999.

Departemen Sains, Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Konsep Komunitas Dan Masyarakat Dalam Perspektif Sosiologi, skpm.ipb.ac.id/konsep-komunitas-dan-masyarakat-dalm-perspektif-sosiologi, akses: 21 Oktober 2015

Ganda, Yahya. Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo, 2004.

Google Maps.com

Hadis Nabi SAW ini dituturkan oleh Jabir, dan dimuat dalam T}abra>ni, al-Mu’jam al Awsat}, juz 13 (Maktabah Sha>milah), 27

Henny. Kontribusi Mie Instan Terhadap Kecukupan Gizi dalam Hubungannya Dengan Status Gizi Mahasiswa Kos (Studi Pada Mahasiswa Yang Bertempat Tinggal Di Kos-Kosan, Di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya), Skripsi. Surabaya: Fak. Kesehatan Masyarakat Unair, 2006.

http://www.infosby.asia/2014/06/daftar-69-universitas-kota-surabaya.html# http://gnaskah.blogspot.co.id/2012/08/mahasiswa.html


(5)

130

http://komapo.org/index.php?option=com_content&view=article&id=77:mengenali-hakekat-gelar-mahasiswa&catid=30:komapo-news-edisi-ii&Itemid=53 https://id.m.wikipedia.org/wiki/indekost

J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.

Latifah, Siti. Perilaku Menyimpang Mahasiswa Kost (Studi Kasus di Kelurahan Jemurwonosari – Wonocolo Surabaya), Skripsi. Surabaya: Fak. Dakwah Sosiologi, 2012.

L. Berger, Petter. Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial. Jakarta: LP3ES, 1991. Muljana, Slamet. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan, jilid

I. Yogyakarta: Ikis, 2008.

M. Poloma, Margaret. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Paul Johnson, Doyle. Sociological Theory: Classical Founders and Contemporary Prespective dalam Robert M.Z. Lawang (penerjemah). Jakarta: PT Gramedia, 1986.

Peneliti, Tim. Perilaku Sosial Mahasiswa dan Mahasisiwi UINSA yang tinggal satu kos di Kelurahan Margorejo Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya. Surabaya: Fak. FISIP Sosiologi, 2015.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ke 3. Jakarta: Balai Pustaka 2003.

Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka, 1991.

Rumbiarso, Nuning. Pandangan Masyarakat Terhadap Aktivitas Pacaran Mahasiswa Di Rumah Kos: Studi Deskriptif di RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan Kecamatan Sukolilo Kotamadya Surabaya Jawa Timur, Skripsi. Surabaya: Fak. FISIP Antropologi Unair 2008.

Salim, Agus. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Pemikiran Norman K. Denzin & Egon Guba, dan Penerapannya. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2001.


(6)

131

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitaif Dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2010.

Sukidin, Basrowi. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekian, 2002.

Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001. Suwandi, Basrowi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rinika Cipta, 2008. Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara, 2005.

Tabroni, Imam Suprayogo. Metode Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001.

Thomas Luckmann, Peter L. Berger. The Social Construction of Reality. England: Penguin Books, 1991.

W. Creswell, Jhon. Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed Edisi Ke-3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.