xxii
2.1.2 Model Kepuasan Porter dan Lawler
Kepuasan kerja mengacu pada kontroversi hubungan antara kepuasan dan kinerja yang sudah ada sejak awal pergerakan hubungan manausia. Teori kepuasan
secara implikasi mengasumsikan bahwa kepuasan meningkatkan kinerja dan ketidakpuasan mengurangi kinerja. Porter dan Lawler mulai dengan premis bahwa
motivasi usaha atau kekuatan tidak sama dengan kepuasan dan kinerja. Porter dan Lawler menunjukan bahwa usaha kekuatan atau motivasi tidak secara langsung
menghasilkan kinerja. Kinerja dihubungkan dengan kemampuan dan karakter serta persepsi peran. Yang lebih penting dalam model Porter dan Lawler adalah apa yang
terjadi setelah kinerja. Penghargaan yang menyusul dan bagaimana penghargaan dinilai akan menentukan kepuasan. Dengan kata lain, model Porter dan Lawler
dalam Luthans, 2006 menyatakan dan ini merupakan perubahan penting dari pemikiran tradisional bahwa kinerja menghasilkan kepuasan.
Model Porter-Lawler ini konsisten dengan model ini menerima premis bahwa 1 kebutuhan yang dirasakan akan menyebabkan perilaku kemanusiaan; dan 2
usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tugas oleh nilai balas jasa yang dirasakan, yang dihasilkan dari suatu tugas dan probabilitas bahwa balas jasa tersebut
akan menjadi nyata.
xxiii 1.
Nilai balas jasa yang dìrasakan dìtentukan oleh baik balas jasa intrinsik dan ekstrinsik yang menghasilkan keputusan kebutuhan
ketika suatu tugas diselesaìkan. Balas jasa intrinsik berasal langsung dari pelaksanaan suatu tugas, sementara balas jasa ekstrinsik tidak ada
hubungannya dengan tugas itu sendiri. Contoh, ketika seorang wirausahawan memberi bimbingan pada bawahan mengenai suatu
masalah pribadi. wirausahawan tersebut mungkin mendapat balas jasa intrinsik dalam bentuk kepuasan pribadi dengan membantu orang lain.
2. Tingkatan dimana individu secara efektif menyelesaikan suatu tugas
ditentukan oleh dua variabel: 1 persepsi individu tentang apa yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas, dan 2 kemampuan
sesungguhnya dari individu untuk menjalankan suatu tugas. Sesungguhnya, efektivitas individu dalam menyelesaikan suatu tugas
meningkat ketika persepsi dari apa yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas menjadi lebih akurat dan ketiika
kemampuan untuk menjalankan suatu tugas meningkat. 3.
Keadilan balas jasa yang dirasakan akan mempengaruhi jumlah kepuasan yang dihasilkan oleh balas jasa tersebut. Pada umumnya,
xxiv semakin adil balas jasa yang dirasakan oleh individu, semakin besar
kepuasan yang dirasakan sebagai hasil dan menerima balas jasa.
Gambar 2.1 : Model Porter-Lawler
xxv Model Porter dan Lawler dalam Luthans, 2006 mendapat dukungan
penelitian selama bertahun-tahun. Misalnya, studi lapangan menunjukan bahwa level usaha dan arah usaha merupakan hal penting dalam menjelaskan kinerja individu
dalam organisasi. Tinjauan yang komprehensif terhadap penelitian juga membuktikan pentingnya penghargaan berkenaan dengan kinerja dan kepuasan. Secara khusus
disimpulkan bahwa hubungan antara kinerja dan kepuasan akan lebih erat saat penghargaan dihubungkan dengan kinerja.
2.1.3 Implikasi Dalam Praktik