PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PERMAINAN ULAR TANGGA BERBANTU KARTU SOAL DI SMAN 1 TULANG BAWANG UDIK TULANG BAWANG BARAT

(1)

ABSTRACT

THE INCREASED ACTIVITY AND LEARNING OUTCOMES OF CIVIC EDUCATION USING A MODEL OF SNAKE-LADDER GAME HELPED

CARD QUESTION IN SMAN 1 TULANG BAWANG UDIK TULANG BAWANG BARAT

BY DWI ISTIYANI

This study aimed to: (1) to determine the incresed learning activity of civic education for students in class X2 by using a model of snake-ladder game helped card question. (2) to analyze the increasing of learning outcomes of civic education for students in class X2 by using a model of snake-ladder game helped card question. (3) to find out the differences of learning outcomes between using models snake-ladder game help card question in class X2, and the learning talkingsticks model in class X3. This study used a quantitative approach with pseudo experimental methods that researchers can divide an existing group without distinguishing between control and experimental group significantly while still referring to existing natural form. The design of study was Pre-test post-test Control Group Design. This design was a classic and traditional designs that implemented Random procedure on the participants to be placed into two groups. The Population was the 10thGrade on Even semester of SMAN 1 Tulang Bawang Udik academic year 2014/2015 as many as 3 classes. The samples taken usingSimple Random SamplingTechnique as many as 2 classes, namely class X2 and X3. Data collecting techniques in learning activities used observation sheets, while learning outcomes used the pre-test and post-test. Data analysis techniques


(2)

Dwi Istiyani

used t test to examine the effectiveness of the increased activity of learning by using a model of snake-ladder game and card question, while the increasing of learning outcomes used N-Gain. The results of this study concluded that (1) There was an increasing in learning activity of civic education by using a model of snake-ladder game helped card question. (2) There was a learning outcomes increasing of civic education by using a model of snake-ladder game helped card question. (3) There was the differences of learning outcomes between using models snake-ladder game helped card question in class X2, and using the learning talkingsticks model in class X3.

Keywords: Learning Activity, Learning Outcomes, Model of Snake-ladder Game Helped Card Question, Talkingstick.


(3)

ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PERMAINAN ULAR TANGGA BERBANTU

KARTU SOAL DI SMAN 1 TULANG BAWANG UDIK TULANG BAWANG BARAT

Oleh DWI ISTIYANI

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perbedaan aktivitas belajar PKN pada siswa yang pembelajarannya menggunakan model permainan ular tangga dan talkingstick(2) mengetahui perbedaan hasil belajar PKN siswa yang pembelajarannya menggunakan model permainan ular tangga dan talkingstick (3) mengetahui peningkatan hasil belajar PKN siswa yang pembelajarannya menggunakan model permainan ular tangga daripada talkingstick. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen semu yaitu peneliti dapat membagi grup yang ada dengan tanpa membedakan antara control dan grup eksperimen secara nyata dengan tetap mengacu pada bentuk alami yang sudah ada. Desain penelitianyang digunakan adalah Pre-Test Post-Test Control Group Design. Rancangan ini merupakan rancangan klasik dan tradisional yang menerapkan prosedur Random pada para partisipan untuk ditempatkan ke dalam dua kelompok. Populasi adalah kelas X semester genap SMAN 1 Tulang Bawang udik tahun pelajaran 2014/2015 sebanyak 3 kelas. Sampel diambil dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling sebanyak 2 kelas yaitu kelas X2 dan X3. Teknik pengumpulan data pada aktivitas belajar digunakan lembar pengamatan sedangkan hasil belajar dengan pre test dan post test. Teknik analisis data menggunakan t test untuk menguji efektifitas peningkatan aktivitas belajar dengan menggunakan model permainan ular tangga , sedangkan peningkatan hasil belajar dengan menggunakan N-Gain. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) terdapat perbedaan aktivitas belajar PKN siswa yang pembelajarannya menggunakan model permainan ular tangga dengan talkingstick (2) terdapat perbedaan hasil belajar PKN siswa yang pembelajarannya menggunakan model permainan ular tangga dengan talkingstick (3) terdapat peningkatan hasil belajar PKN yang pembelajarannya menggunakan model permainan ular tangga daripada talkingstick.

Kata kunci: Aktivitas Belajar, Hasil belajar, Model Permainan Ular Tangga Berbantu Kartu Soal, Talkingstick.


(4)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PERMAINAN ULAR TANGGA BERBANTU

KARTU SOAL DI SMAN 1 TULANG BAWANG UDIK TULANG BAWANG BARAT

OLEH

DWI ISTIYANI, S.Pd

(Tesis)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER PENDIDIKAN IPS

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2015


(5)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PERMAINAN ULAR TANGGA BERBANTU KARTU

SOAL DI SMAN 1 TULANG BAWANG UDIK TULANG BAWANG BARAT (Tesis)

OLEH

DWI ISTIYANI, S.Pd

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2015


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Papan Permaianan Ular Tangga... 36 2. Kerangka Pikir ... 55


(7)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR ...

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Rumusan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian... 9

1.5 Kegunaan/ Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Ruang Lingkup ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Teori pembelajaran ... 14

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran ... 14

2.1.2 Teori-teori Balejar ... 16

2.1.3 Teori-teori Belajar ... 19

a. Teori Belajar Kognitivisme ... .... 19

b. Teori Belajar Konstruktivisme ... 21


(8)

2.1.4. Karakteristik Siswa... 25

2.1.5. Model Pembelajaran ... 26

2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif ... 28

2.2. Metode Permainan... 31

2.3. Model Permainan ular tangga berbantu kartu soal... 33

2.4. Model Permainan Talkingstick ... 36

2.5. Pengertian Pendidikan IPS di Sekolah... 38

2.6. Pembelajaran PKn dalam Kawasan IPS... 42

2.7. Aktivitas Balajar ... 44

2.8. Hasil belajar ... 47

2.9 Indikator Keberhasilan ... 49

2.10. Kerangka Pemikiran... 53

2.11. Penelitian yang relevan ... 55

2.12. Hipotesis ... 58

III. METODOLOGI PENELITIAN... 60

3.1 Pendekatan penelitian ... 60

3.2 Desain penelitian ... ... 62

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64

3.3.1. Tempat Penelitian... 64

3.3.2. Waktu Penelitian ... 65

3.4. Populasi dan sampel Penelitian... 65

3.4.1. Populasi Penelitian... 65

3.4.2. Sampel Penelitian... 65 ...


(9)

3.5. Variabel Penelitian ... 66

3.5.1. Definisi Konseptual ... 67

3.5. 2. Definisi Operasional ... .... 70

3.6. Teknik pengumpulan data dan analisi Data ... ... 72

3.7. Instrumen Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 73

a. Validitas Butir Soal ... 73

b. Reliabilitas tes ... 75

c. Tingkat Kesukaran ... 77

d. Daya Pembeda ... 78

3.8. Instrumen Hasil Belajar Ranah Afektif ... 79

a. Validitas Butir Soal Penilaian diri... 79

b. Reliabilitas Butir Soal Penilaian diri... 81

3.9 Uji Persyaratan Analisis Data ... 81

1. Uji Normalitas ... 81

2. Homogenitas ... 83

3.10. Teknik Analisi Data... ... 84

3.11. Analisis Tabel... ... 85

3.12 Hipotesis Statistik... ... 88

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 90

4.1 Profil Sekolah ... 90

4.1.1. Sejarah Berdirinya SMAN 1 Tulang Bawang Udik ... 90


(10)

4.1.3. Sarana dan Prasarana Sekolah ... 93

4.1.4. Proses Pembelajaran ... ... 95

4.1.5. Jumlah Siswa SMAN 1 Tulang Bawang Udik ... 95

4.2. Deskripsi data Penelitian ... 96

4.2. 1 Data aktivitas Belajar Kelas Eksperimen ... 96

4.2. 1 Data aktivitas Belajar Kelas Kontrol ... 101

4.3 Deskripsi Data Hasil Belajar ... 106

4.3.1. Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 106

4.3.1.1. Aspek Kognitif ... 106

4.3.1.2. Aspek Afektif ... 109

4.4. Pengujian Hipotesis ... 111

4.4.1. Persyaratan Uji t ... . 112

4.4.2. Uji t ... 119

4.4.3. N Gain ... 122

4.4.4. Pengujian Hipotesis ... 124

4.5. Keterbatasan Penelitian ... 134

V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN... 135

5.1. Simpulan... ... 135

5.2. Implikasi... ... 136

5.3. Saran... ... 137

Daftar Pustaka


(11)

(12)

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar Halaman

1. Uji Validitas Instrumen Ranah Kognitif ... 143

2. R Tabel ... 155

3. Uji Reliabilitas Instrumen Ranah Kognitif ... 157

4. Uji Normalitas Instrumen Ranah Kognitif... 162

5. Uji Homogenitas Instrumen Ranah Kognitif ... 163

6. Uji Validitas Pada Ranah Afektif ... 164

7. Uji Reliabilitas Ranah Afektif... 167

8. Normalitas Persyaratan Uji t ... 169

9. Homogenitas Persyaratan Uji t ... 170

10. Uji t ... ... 178

11. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 180

12. Penilaian Diri Sikap Peserta Didik Terhadap Mata Pelajaran PKN ... 185

13. Data Aktivitas Belajar PKN... 186

14. Nilai Pre-Test dan Post-Test Aspek Kognitif Kelas Eksperimen ... 192

15. Nilai Pre-Test dan Post-Test Aspek Kognitif Kelas Kontrol ... 193

16. Foto Kegiatan Pembelajaran Menggunakan Model Permainan Ular Tangga berbantu Kartu Soal dan Talkingstick ... 194


(14)

18. Soal-soal dalam Model Permainan Ular Tangga Berbantu Kartu Soal dan Talkingstick ... 205 19. Lembar Observasi Aktivitas Belajar ... 208 20. Lembar Penilaian Sikap ... 209 21. Izin Penelitian

22. Pesetujuan Penelitian


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai Hasil Uji Blok ... 5

2. Penentuan kriteria ketuntasan minimal per kompetensi dasar... 7

3. Kriteria Presentase Aktivitas Belajar ... 47

4. Taksonomi Kompetensi Kognitif... 51

5. Kata kata Operasionan Kompetensi Sikap... 52

... 6. Kata Operasional Indikator Pencapaian Kompetensi Sikap ... 52

7. Rancangan Pre-Test Post-Test Control group Desgn ... 62

8. Definisi Operasional Variable ... 70

9. Teknik Pengumpulan Data... 73

10. Rangkuman Hasil Uji Validitas ... 75

11. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal item ... 76

12. Rangkuman Hasil Uji Tingkat Kesukaran... ... 78

13. Rangkuman Hasil Uji Validitas ... ... 80

14. Tabel Reliabilitas ... ... 81

15. Ringkasan Hasil Analisis Normalitas Instrumen... ... 82

16. Ringkasan Hasil Analisis Homogenitas Instrumen ... 84

17. Klasifikasi Nilai Gain ... 88

18. Sarana Dan Prasarana SMAN 1 Tulang Bawang Udik ... 94

19. Data Jumlah Siswa SMAN 1 Tulang Bawang Udik TP 2015/2016 ... 95


(16)

21. Distribusi Frekuensi Aktivitas Kelas Eksperimen ... 98

22. Hasil Belajar ... 99

23. Tabel Silang Antara Aktivitas dan Hasil Belajar... 100

24. Aktivitas Belajar Pertemuan ketiga pada Kelas Kontrol ... 102

25. Distribusi Frekuensi Aktivitas Kelas Kontrol... 103

26. Tabel Kategori Aktivitas Belajar ... 103

27. Tabel Hasil Belajar Pada Kelas Kontrol ... 104

28. Tabel Silang Antara Aktivitas dan Hasil Belajar... 105

29. Analisis Gain Score Hasil Belajar ... 108

30. Analisis Gain Score Hasil Belajar Afektif ... 110

31. Kesimpulan Hasil Uji Homogenitas ... 115

32. Kesimpulan Hasil Uji Homogenitas Aspek Kognitif ... 116


(17)

(18)

(19)

(20)

Motto

Kenalilah Alloh waktu kamu senang, niscaya Alloh akan mengenalimu waktu kamu dalam kesusahan. Ketauhilah apa yang luput dari kamu adalah sesuatu yang pasti tidak mengenaimu. Dan apa yang mengenaimu, pasti tidak akan meleset dari kamu. Kemenanagan hanya bisa dicapai dengan kesabaran .

(Rasulullah SAW)

Hanya dengan menentang anginlah layang-layang dapat naik, begitupula manusia dapat memegahkan diri hanya karena perjuangan dan perlawanan dari kendala hidupnya.


(21)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Alloh, Sang raja alam semesta yang telah memberikan pertolongan dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Model Permainan Ular Tangga dan Talkingstick untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar PKN di SMA Negeri 1 Tulang Bawang Udik .

Dalam kesempatan ini penulis mempersembahkan karya ini kepada:

1. Suamiku, Bambang Wiyono,S.E sebagai pendukung utama yang selalu sabar, menghibur dan memotivasi penuh sehingga selesai tesis ini.

2. Ibunda, Hj.Suyati, yang selalu mendoakan dengan air mata, mengukir jiwa ragaku, dan menyayangiku

3. Ayahanda, Hi. Tumiran, yang selalu mendoakan, mengingatkan, dan menyayangiku

4. Ketiga malaikat kecilku yang senantiasa membisikkan kata bunda pasti bisa yaitu: ananda Rasyid Surya Bhakti, Brillian Auliya Amriyah, dan Ahmad Dahlan AsSyamsi

5. Bapak Hadi Suyanto dan Ibu Tukini, yang selalu mendoakanku

6. Almamaterku tercinta

7. Teman-teman guru di SMAN 1 Tulang Bawang Udik dan SMK Muhammadiyah Tumijajar atas segala dukungannya.

8. Guru asuh ananda Ahmad Dahlan AsSyamsi, Ibu Musa Tanpa kalian, penulis bukanlah apa-apa.


(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banarjoyo pada tanggal 08 Juni 1975, yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Hi.Tumiran dan Ibu Hj.Suyati.

Pendidikan formal yang pernah diselesaikan oleh penulis adalah : 1. Sekolah Dasar Negeri 1 Banarjoyo selesai pada tahun 1988.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri Batanghari selesai pada tahun 1991. 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Metro selesai pada tahun 1994.

4. FKIP Universitas Lampung Program Studi PKN selesai pada tahun 1998. Sejak tahun 2006 penulis menjadi guru di SMAN 1 Tulang Bawang Udik Kabupaten Tulang Bawang Barat mengampu mata pelajaran PKN.

Pada tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa baru di Pasca Sarjana Universitas Lampung di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial . Pada tahun 2014, penulis mengikutiFieldtripdengan tujuan Kuliah Kerja Lapangan ke Program Studi Pendidikan IPS Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis,


(23)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena karunia,rahmat dan hidayahnya tesis penelitian eksperimen ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul Model Permainan Ular Tangga dan Talkingstick untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar PKN di SMA Negeri 1 Tulang Bawang Udik “ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.

Penulis menyadari selesainya tesis ini atas pertolongan Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Suamiku Bambang Wiyono,S.E dan Anak-anakku Rasyid Surya Bakti, Brillian Auliya Amriyah dan Ahmad Dahlan AsSyamsi,terimakasih atas semua yang telah diberikan untuk bunda, doa, senyum, airmata, bahagia, kasih sayang, dan semua pengorbanan kalian yang tiada pernah bisa dinilai dengan apapun.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila;

3. Prof. Dr. Sujarwo, M.S., selaku pembimbing I dan Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung, yang telah memotivasi, membimbing dan membantu dalam menyelesaikan tesis ini.


(24)

4. Drs. Zulkarnain, M.Si, selaku Ketua Jurusan IPS yang telah membantu menyelesaika tesis ini

5. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan dan pembahas 2 yang telah membantu membimbing serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

6. Bapak Dr. M. Thoha B.S. jaya, M.S., selaku Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

7. Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S selaku pembahas 1 yang telah membantu membimbing serta memotivasi dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Pendidikan IPS FKIP Unila, terima kasih kepada ilmu yang telah diberikan kepada penulis;

9. Bapak Mulyono Raharjo, S.Pd., selaku kepala SMAN 1 Tulang Bawang udik Tulang Bawang Barat dan para dewan guru yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian di SMAN 1 Tulang Bawang udik Tulang Bawang Barat.

10. Seluruh keluarga, Ibuku Hj. Suyati dan Bapakku Hi. Tumiran, Bapak Mertua Hadi suyanto dan Ibu Tukini. Terima kasih atas dukungan,do’a,keceriaan dan pengorbanannya selama ini;

11. Teman-teman Magister Pendidikan IPS angkatan 2013 Mbak Dian Afuarita, Ana, Eri, Dian ST, Dian ramahwati, Devi, Mbak Esti,Susiani,Mbak Endah Djojo, Bunda Netty ,Bu Heni, Bu Rizyanti, Mbak Warsini,Septi, Nunuk dan semua angkatan 2013 terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Suka dan duka kita bersama saat mencari


(25)

ilmu untuk masa depan kita kelak dan tentunya untuk mencapai ridho Allah SWT;

12. Seluruh rekan-rekan Magister Pendidikan IPS, Serta kakak-kakak tingkatku 2011, 2012 dan adik-adik tingkatku 2014;

13. Anak-anak didikku di SMAN 1 Tulang Bawang udik dan SMK Muhammadiyah Tumijajar Tulang Bawang Barat.

Semoga segala bantuan, bimbingan, dorongan dan doa yang diberikan kepada penulis mendapat ridho dari Allah SWT. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, September 2015 Penulis,


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemampuan bangsa dan negara. Hal ini karena pendidikan merupakan proses budaya yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dimana tujuan pendidikan sangat sarat dengan kompetansi sosial, personal dan akademis yang nantinya diharapkan akan menjadi bekal bagi siswa dalam menjalankan kehidupannya di masyarakat. Agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka semua aspek yang dapat mempengaruhi belajar siswa hendaknya dapat dikondisikan agar berpengaruh positif bagi diri siswa, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan.

Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk


(27)

2

perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Landasan PKN adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Nasional-Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Berdasarkan Modul Implementasi Kurikulum 2006 Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah sebagai berikut ini.

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menangggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.


(28)

3

Ruang lingkup mata pelajaran PKN dalam kurikulum 2006 meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.

2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

3. Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

4. Kebutuhan warganegara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warganegara.

5. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan kostitusi.


(29)

4

6. Kekuasaan dan Politik meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokarasi.

7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

Kondisi pembelajaran PKN di SMAN 1 Tulang Bawang Udik sebagian guru masih gemar menggunakan metode konvensional yang menitik beratkan guru sebagai pusat informasi(teacher centre)sehingga pembelajaran cenderung membosankan dan monoton. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti bahwa karakter anak-anak pribumi Karta memiliki

kecenderungan sebagai berikut: suka bermain ketika pembelajaran, pasif dan malas belajar, sehingga hal itu mengakibatkan sulit mencapai tujuan pembelajara.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diperoleh data hasil belajar PKN kelas X dari 63 siswa adalah sebagaimana pada Tabel 1. Berdasarkan hasil nilai yang tertera pada Tabel 1 terlihat masih banyaknya siswa kelas X 2 dan X3 yang belum mencapai ketuntasan belajar yaitu terdapat 85% siswa yang memperoleh nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dan 15 % yang mencapai KKM.


(30)

5

Artinya dari 40 siswa yang tidak mencapai KKM adalah 34 siswa, yang mencapai KKM 6 siswa (data dapat dilihat pada lampiran). Berarti masih banyak siswa yang harus mengikuti kegiatan remidial agar mencapai ketuntasan belajarnya. Mengatasi persoalan yang demikian, guru harus berusaha bagaimana agar aktivitas dan hasil belajar meningkat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan guru adalah menggunakan model pembelajaran koopertif permainan ular tangga berbantu kartu soal dengan talkingstick.

Tabel 1. Nilai Hasil Uji Blok pada Kompetensi Dasar Menjunjung hak dan kewajiban dalam berdemokrasi Kelas X SMAN 1 Tulang Bawang Udik.

No

Kelas Nilai Kriteria Jumlah Prosentase

(%) 1

X 1

≥ 70 Tuntas 15 65,21

2 < 70 Belum tuntas 8 34,79

Jumlah siswa 23 100,00

1

X 2

≥ 70 Tuntas 3 15,00

2 < 70 Belum tuntas 17 85,00

Jumlah siswa 20 100,00

1

X 3

≥ 70 Tuntas 3 15,00

12 < 70 Belum tuntas 17 85,00

Jumlah siswa 20 100,00

Sumber: Arsip nilai pelajaran PKN SMAN 1 Tulang Bawang Udik TP 2014/2015

Model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan, kondisi siswa, sarana yang tersedia serta penguasaan kompetensi. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk pembelajaran yang tidak hanya mampu secara materi tetapi juga mampu membangkitkan aktivitas dengan perasaan yang gembira sehingga mampu meningkatkan hasil belajar. Pembelajaran kooperatif


(31)

6

(kelompok) merupakan salah satu model pembelajaran yang para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan. Model pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan tema belajar sambil bermain adalah metode pembelajaran TGT (Team Geams Tournament). Permainan ular tangga meningkatan motivasi untuk beraktivitas belajar PKN karena siswa terdorong untuk mencapai finish dengan cara menjawab soal soal yang telah disediakan pada kartu soal. Siswa terbawa dalam suasana gembira, kerjasama dan tanggung jawab masing-masing sehingga siswa tertarik dan tidak bosan, yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Menurut Sani ( 2013: 232) model pembelajaran Talkingstick merupakan model pembelajaran yang menggunakan alat bantu boneka atau tongkat yang akan diberikan kepada temannya secara estafet, disertai kegiatan tanya jawab, sampai sebagian besar siswa mendapat bagian menjawab setiap pertanyaan dari guru. Tujuan model pembelajaran ini adalah memudahkan pemahaman materi pelajaran. Talkingstick didesain untuk menjadikan suasana belajar yang menyenangkan, siapa yang memegang boneka wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pelajaran .

Perlu diketahui KKM pada kelas X tahun pelajaran 2014/2015 adalah 70. Penentuan KKM dapat diketahui dari Tabel berikut.


(32)

7

Tabel 2. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal atau KKM Per Kompetensi Dasar

KELAS,PROGRAM,SEMESTER : X, 2

STANDAR KOMPETENSI KOMPLEK SITAS DAYA DUKUNG INTAKE 1,1

Menunjukkan persamaan dan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

1 2 3 66,66667

6

1,2

Mendiskripsikan landasan persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

1 2 3 66,66667

6

1,3

Memberikan contoh perilaku yang menampilkan persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan

bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

2 2 3 77,77778

7 70,37037

KKM SK

: 5.2 MENDISKRIPSIKANPERSAMAAN DAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

No. KOMPETENSI DASAR

KRITERIA PENCAPAIAN KKM

KKM

Berdasarkan pemaparan tersebut hendak dikaji lebih lanjut tentang Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar PKN dengan Menggunakan Model Permainan Ular Tangga Berbantu Kartu Soal pada Kompetensi Dasar persamaan dan kedudukan warga negara pada kelas X semester genap tahun 2015.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(33)

8

1.2.1. Pembelajaran selama ini masih bersifat Teacher Centered (berpusat pada guru), belumStudent Centered.

1.2.2. Pembelajaran selama ini kurang membuka kesempatan kesempatan siswa untukmengoptimalkan aktivitas belajarnya.

1.2.3. Komunikasi antara guru dan siswa dalam pembelajaran kurang. 1.2.4. Guru kurang menggunakan model pembelajaran.

1.2.5. Guru kurang memanfaatkan media pembelajaran.

1.2.6. Aktivitas belajar yang rendah menimbulkan kebosanan dalam belajar sehingga menyulitkan untuk memahami materi pelajaran.

1.2.7. Pencapaian hasil belajar masih rendah

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagian besar hasil pembelajaran PKN masih di bawah KKM. Dengan demikian permasalahan yang diajukan adalah.

1.3.1 Apakah ada perbedaan aktivitas belajar PKN siswa yang pembelajarannya menggunakan permainan ular tangga berbantu kartu soal dengan talkingstick?

1.3.2 Apakah ada perbedaan hasil belajar PKN siswa yang pembelajarannya menggunakan permainan ular tangga berbantu kartu soal dengan talkingstick?


(34)

9

1.3.3 Apakah ada peningkatan hasil belajar PKN siswa yang pembelajarannya menggunakan permainan ular tangga berbantu kartu soal dibandingkan dengan talkingstick?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1.4.1 Perbedaan aktivitas belajar PKN siswa yang menggunakan model permainan ular tangga berbantu kartu soal dengan talkingstick. 1.4.2 Perbedaan hasil belajar PKN siswa yang menggunakan model

permainan ular tangga berbantu kartu soal dan dengan talkingstick. 1.4.3 Peningkatan hasil belajar PKN siswa yang menggunakan model

permainan ular tangga berbantu kartu soal dibandingkan dengan talkingstick

1.5 Kegunaan/ Manfaat Penelitian

1.5.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai sumbangan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan model pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan kewarnegaraan. 1.5.2 Kegunaan secara praktis

a. Bagi siswa

1. Melatih siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan belajar melalui permainan ular tangga dan


(35)

10

kartu soal sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKN.

2. Melatih siswa mengembangkan jujur, disiplin dan bertanggung jawab

3. Melatih kejujuran, kerjasama, tanggung jawab, disiplin diri, dan kemandirian.

b. Bagi Guru

1. Meningkatkan ketrampilan guru untuk memilih gambaran tentang pembelajaran PKN yang efektif

2. Menambah wawasan bagi guru dalam pembelajaran PKN 3. Meningkatkan profesional guru dalam pembelajaran

4. Meningkatkan krativitas guru, memotivasi kemauan belajar siswa

c. Bagi sekolah

1. Memberikan masukan pada sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan melalaui perbaikan proses pembelajaran 2. Diharapkan dapat bermanfaat agar lulusan yang dihasilkan

menjadi lebih bermutu dan meningkatkan kualitas sekolah.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup sebagai berikut.


(36)

11

Ruang lingkup objek penelitian yaitu model permainan ular tangga dan Talkingstick untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKN Kelas X 2 dan X 3 di SMA Negeri 1 Tulang Bawang Udik

1.6.2. Ruang Lingkup Subyek Penelitian

Ruang lingkup yang akan menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas X SMAN 1 Tulang Bawang udik.

1.6.3. Ruang Lingkup Tempat Penelitian

Tempat yang akan dijadikan pelaksanaan penelitian ini adalah SMAN 1 Tulang Bawang Udik

1.6.4. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015

1.6.5. Ruang Lingkup Ilmu Bidang Kajian IPS

Pendidikan ilmu pengetahuan sosial sebagai pendidikan disiplin ilmu

dengan identitas bidang kajian elektik yang dinamakan “ an integrated system of knowledge”, “ synthetic discipline”, “ multidimensional , dan “ kajian konseptual sistemik merupakan kajian (baru) yang berbeda dari kajian monodiscipline atau disiplin ilmu “tradisional”.


(37)

12

Dengan pertimbangan semakin kompleksnya permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia maka pada tahun 1970-an mulai diperkenalkan Pendidikan IPS (PIPS) sebagai pendidikan disiplin ilmu. (Istilah pendidikan disiplin ilmu pertama kali dikemukakan oleh Numan Somantri dalam berbagai karya tulis). Gagasan tentang IPS ini membawa implikasi bahwa PIPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu ( integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-disipliner. Karakteristik ini terlihat dari perkembangan PIPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cakupan materinya semakin meluas seiring dengan semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan bahkan sistem kepercayaan.

PIPS yang ada di Indonesia baru diperkenalkan ditingkat sekolah pada awal tahun 1970-an kini semakin berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran tentang Social Studies di negara-negara maju dan tingkat permaalahan sosial yang semakin kompleks.

Menurut Sapriya (2014: 13)Semula ada tiga tradisi Social Studies, yakni:

(1)IPS sebagai tranmisi kewarganegaraan (Social Studies as citizenship transmission); (2) IPS sebagai ilmu-ilmu sosial ( Social Studies as social sciences) dan (3) IPS sebagai penelitian mendalam (Social Studies as reflective inquiry), namun kini telah berkembang


(38)

13

menjadi lima tradisi dengan tambahan (4) IPS sebagai kritik kehidupan sosial ( Social Studies as social criticism); dan (5) IPS sebagai pengembangan pribadi individu (Social Studies as personal development of the individual)

Tujuan PIPS adalah mendidik siswa sebagai warga negara yang baik ( good citizenship), warga-masyarakat yang konstruktif dan produktif; yaitu warga negara yang memahami dirinya sendiri dan masyarakatnya, mampu merasa sebagai warga negara yang bertindak sebagai warga negara, dan jika mampu merasa sebagai warga negara, dan jika mungkin juga mampu hidup sebagaimana layaknya warga negara.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa ruang lingkup keilmuan dan penelitian adalah IPS sebagai transmisi kewarganegaraan ( Social Studied as citizenship transmission). Dengan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan siswa dapat berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pembelajaraan yang menggunakan model permainan ular tangga berbantu kartu soal diharapkan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar sehingga harapan ke depan siswa kelak menjadi warga negara yang baik.


(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Pembelajaran

2.1.1. Belajar dan Pembelajaran

Menurut Komara (2014: 2) belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi).Dalam implementasinya belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar

Sedangkan Trianto (2012: 16) berpendapat bahwa belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir, antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya.

Menurut Anthony Robbins dalam Trianto (2012: 15), belajar adalah sebagai suatu proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari definisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu: (1) penciptaan hubungan; (2) sesuatu hal (pengetahuan ) yang sudah dipahami; (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru.

Belajar juga membutuhkan manipulasi aktif terhadap bahan ajar yang akan dipelajari dan tidak bisa terjadi secara pasif. Pada bagian ini yang


(40)

15

terpenting adalah bagaimana cara membantu pelajar untuk belajar, yang berarti mengidentikasi cara-cara membantu pelajar membangun pengetahuannya. Untuk itu, dalam setiap proses pembelajaran, siswa dituntut untuk bisa berperan secara aktif dan bisa mengkonstruksi pengetahuannya dengan mengkaitkan berbagai sumber belajar termasuk media pembelajaran. Sebaliknya, jika dalam proses pembelajaran siswa berperan secara pasif, siswa hanya dapat menerima ormasi-informasi secara sepihak, sehingga informasi-informasi tersebut tidak bisa disimpan dalam memori otaknya secara permanen atau bersifat labil dan mudah dilupakan.

Santrock dan Yussen dalam Amri (2013: 24) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Sedangkan Reber dalam Amri (2013: 25) mendefinisikan belajar dalam dua pengertian yaitu:

1. Belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan

2. Belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa siswa aktif daiam proses belajar adalah muncul dan berkembangnya ide, siswa secara individu menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks sehingga inforrnasi atau pengetahuan yang sedang dipelajari akan dapat diserap dan dipahami dan pada ahirnya siswa dapat mencapai perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.


(41)

16

Sementara menurut Kimble dan Garmezy sebagaimana dikutip oleh Thabrani dan Arif Mustafa (2011: 18) menyebutkan pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang.

Pendapat Hamzah (2009: 5) menyebutkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik bidang studi serta berbagai strategi pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan, maupun pengorganisasian pembelajaran

Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Sedangkan pembelajaran adalah kegiatan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi yang terarah untuk menuju suatu tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, pembelajaran harus dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu.

2.1.2. Teori-teori dalam belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran


(42)

17

siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar (Trianto, 2012: 27). Teori belajar dikembangkan berdasarkan ilmu psikologi, yakni ilmu yang membahas tentang perilaku dan proses mental. Perilaku adalah aktivitas aksi dan reaksi yang dapat diamati, sedangkan proses mental adalah aktivitas yang tidak dapat diamati secara langsung seperti berpikir, mengingat, merasa (Sani, 2013: 2).

Gagne dalam Trianto (2012: 27) berpendapat, untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil belajar terdahulu. Sedangkan kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran.

Berbagai komponen internal dan eksternal seseorang sangat mempengaruhi belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Amri (2013 : 25) ada dua faktor yang memepengaruhi belajar yaitu faktor internal adalah faktor yang berada pada diri individu yang sedang belajar, meliputi faktor jasmani anatara lain: kesehatan dan cacat tubuh dan faktor psikologis antara lain: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan. Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar individu yang sedang belajar, meliputi keluarga antara lain cara menddidik orang tua, suasanan rumah, ekonomi keluarga,latar belakang budaya; sekolah antara lain metode mengajar, kurikulum,, relasi antara guru dan siswa, relasi antar siswa, disiplin


(43)

18

sekolah, gedung sekolah, metode belajar; masyarakat antara lain teman bergaul, kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa.

Berdasarkan pengertian tentang pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan pendidik, sumber belajar, dan lingkungan. Berhubungan dengan hal tersebut, sebelum pelaksanaan proses pembelajaran, beberapa hal penting tersebut harus diperhatikan, sehingga proses pembelajaran yang direncanakan bisa lebih optimal. Berdasarkan berbagai pendapat mengenai teori pembelajaran, semua unsur tentang segala teori pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua, sebagai berikut.

1. Metode pembelajaran: semua hal yang dilakukan dengan bertujuan memudahkan belajar atau pengembangan manusia. Istilah lain sering digunakan untuk sebagian atau semua gagasan ini termasuk strategi, teknik, siasat, dan pendekatan.

2. Situasi pembelajaran: semua aspek dari konteks pembelajaran yang berguna untuk memutuskan kapan digunakan dan kapan tidak digunakannya sebuah metode pembelajaran tertentu.

Sedangkan situasi pembelajaran terbagi menjadi dua kategori penting, sebagai berikut.

a. Nilai tentang pengajaran, yakni tentang tujuan pembelajaran, kriteria, metode, dan siapa yang berkuasa.


(44)

19

b. Kondisi yakni tentang hakekat atau asal dari isi pengajaran, para pelajar atau siswa, lingkungan belajar, atau paksaan pembangunan pengajaran.

2.1.3. TeoriTeori dalam Belajar

a. Teori belajar Kognitivisme

Piaget merupakan salah seorang tokoh sebagai pelopor aliran kognitivisme Teori ini memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman- pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Empat tingkat perkembangan kognitif individu yaitu: (1) sensory motor: lahir-2 tahun; (2) pre operational: 2-7 tahun;(3) concrete operational: 7-11 tahun dan (4) formal operational: 11 tahun sampai dewasa. ( Amri: 2013, 36)

Selanjutnya Piaget dalam Amri (2013: 44) mengemukakan bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberikan kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.


(45)

20

Kunci keberhasilan pembelajaran adalah instruktur / guru harus memfasilitasi agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis.

Implikasi teori perkembangan kognitif piaget dalam pembelajaran adalah:

1. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan batu tetapi tidak asing

4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberikan peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.

Menurut Sani ( 2013: 14) contoh aplikasi teori Piaget dalam pembelajaran adalah:

a. Menentukan tujuan instruksional b. Memilih materi pelajaran.

c. Menentukan topik yang dapat dipelajari secara aktif oleh pesrta didik (bimbingan minimum oleh guru)

d. Merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topik yang akan dipelajari oleh peserta didik.


(46)

21

e. Memeprsiapkan beberapa pertanyaan yang memacu kreativitas peserta didik untuk berdiskusi dan bertanya.

f. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Vygotsky adalah pengagum Piaget. Ia setuju dengan teori perkembangan kognitif Piaget yang melihat perkembangan kognitf terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda untuk setiap orang. Namun ia tidak setuju dengan pendapatnya bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri karena menurut Vygotsky suatu pengetahuan tidak hanya didapat oleh anak itu sendiri melainkan mendapat bantuan dari lingkungannya juga.

Berdasarkan dari beberapa definisi di atas maka disimpulkan bahwa teori kognitivisme menekankan perkembangan kognitif terjadi secara bertahap pada diri individu dengan bantuan dari lingkungan hidupnya dalam rangka memperoleh pengalaman dan kemampuan yang khas pada diri siswa.

b. Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme dikembangkan oleh Lev Semenovich Vygotsky, yang menyatakan bahwa pembentukan pembentukan dan perkembangan kognitif terbentuk melalui internalisasi/penguasaan proses sosial

Peserta didik berpartisipasi dalam kegiatan sosial tanpa makna, kemudian terjadi internalisasi atau pengendapan dan pemaknaan atau konstruksi pengetahuan serta perubahan (transformasi) pengetahuan.


(47)

22

Tingkat perkembangan kemampuan aktual terjadi secara mandiri dan kemampuan potensial melalui bimbingan orang dewasa. Proses konstruksi pengetahuan dilakuksn secara bersama-sama dengan bantuan yang diistilahkan dengan scaffolding, misalnya dengan memberikan petunjuk, pedoman, bagan/gambar, prosedur atau balikan. Oleh sebab itu diperlukan contoh, demostrasi dari orang yang lebih dewasa. Teori ini melandasi munculnya pembelajaran kolaboratif/kooperatif, pembelajaran berbasis masalah(PBL), dan pembelajaran kontekstual.( Sani: 2013, 19)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan yang dibangun oleh manusia secara sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.

Dalam pembelajaran, teori ini dilakukan dengan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dasar pembelajaran adalah bahwa dalam diri siswa sudah ada pengetahuan, pemahaman, kecakapan, dan pengalaman tertentu. 2. Peserta didik belajar dengan mengonstruksi( menambah,

merevisi atau memodifikasi) pengetahuan, pemahaman, kecakapan yang lama menjadi pengtehauan, pemahan dan kecakapan yang baru.

3. Guru berperan memfasilitasi terjadinya proses konstruksi pengetahuan.


(48)

23

Dengan demikian arsitek pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik sendiri sedangkan guru berperan sebagai fasilitator.

Hal ini senada dengan pendapat Rahayu (2010:20) bahwa peserta didik yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah diketahui.

Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa teori Konstruktivisme lebih menekankan pada proses belajar, bukan menekankan pada hasil. Peserta didik diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata. Penilaian hasil belajar ditekankan pada kinerja dan pemahaman peserta didik. Peran guru hanya sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.

c. Teori Belajar Behaviorisme

Skinner adalah seorang tokoh yang sangat berperan dalam teori pembelajaran perilaku yang telah mempelajari hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya mengemukakan bahwa belajar merupkan perubahan perilaku. Prinsip yang paling penting dari teori belajar perilaku adalah perilaku yang berubah sesuai dengan konsekuensi-konsekuensi langsung dari perilaku tersebut.

Teori behaviorisme menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Teori


(49)

24

ini menggunakan model hubungan stimulus-respons dan menempatkan peserta didik sebagai individu yang pasif. Hubungan stimulus dan repon ini jika diulang akan menjadi sebuah kebiasaan. Respon atau perilaku tertentu diperoleh dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan(Sani,2013: 5).

Trianto ( 2012: 39-40) mengemukakan prinsip yang paling penting dari teori belajar perilaku adalah perilaku yang berubah sesuai dengan konsekuensi-konsekuensi langsung dari perilaku tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku. Dengan kata lain konsekuensi yang menyenangkan akan meningkatkan frekuensi seseorang untuk melakukan perilaku serupa. Konsekuensi yang menyenangkan disebut penguat (reinforce), sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punisher). Dengan diberikannya penguatan dan hukuman tersebut maka akan terjadi perubahan perilaku.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan teori behaviorisme lebih menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui stimulus yang menimbulkan respon yang tepat seperti yang diinginkan.


(50)

25

2.1.4 Karakteristik Siswa

Dalam Anwar ( 2010: 58) karakteristik siswa didefinisikan sebagai ciri dari suatu kualitas perseoranga siswa yang pada umumnya meliputi antara lain kemampuan akademik, usia dan tingkat kedewasaan, motivasi terhadap mata pelajaran, pengalaman, keterampilanm psikomotorik, kemampuan bekerjasama, keterampilan sosial.

Menurut Alpiyanto (2013: 200) karakter adalah jumlah keseluruhan dari nilai-nilai, keyakinan dan kepribadian yang tercermin dalam perilaku dan tindakan-tindakan kita.

Menurut Kumara,Febi.”Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Karakter”.

(http://febykumara.blogspot.com/2007/05/pengaruh-lingkungan-terhadap.html)

Usia siswa SMA secara umum berada pada rentang 15/16-18/19 tahun yang kerap disebut sebagai usia remaja.

Berikut merupakan batasan usia remaja menurut para ahli: 1) menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. 2) Monks dkk (2000) batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. 3) menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.

Menurut Hunkins (1980), siswa SMA cenderung berkarakteristik berikut, secara fisik:

umumnya individu memiliki kematangan yang lengkap. 2) individu kian menyerupai orang dewasa karena tulang-tulang tumbuh kian lengkap dan sosoknya kian tinggi. 3) meningkatnya energi gerak pada setiap individu. Secara mental: 1) individu dilanda kerisauan untuk menemukan jati diri dan tujuan hidup mereka 2) keadaan mental remaja itu terus berlanjut dan untuk berusaha keras untuk menjadi mandiri 3) dalam melepaskan ketergantungan dari orang dewasa, pelbagai individu ini kerap memperlihatkan perubahan mood yang sangat ekstrem dari yang kooperatif hingga yang suka memberontak.4) kendali untuk dapat diterima linkungan masih sangat kuat,


(51)

26

mempehatikan populoaritas terutama yang berbeda kelamin 5) kecenderungan untuk membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimulkan bahwa seorang guru dalam melakukan proses perencanaan pembelajaran perlu memahami tentang karakteristik dan kemampuan awal siswa. Hal itu akan membantu agar dapat mencapai tujuan pembelajaran

2.1.5 Model Pembelajaran

Model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal (Trianto, 2012: 21), sedangkan menurut Benny (2009: 86) model adalah sesuatu yang menggambarkan adanya pola pikir. Sebuah model biasanya menggambarkan keseluruhan konsep yang saling berkaitan. Model dipandang sebagai upaya untuk mengkonkretkan sebuah teori sekaligus juga merupakan sebuah analogi dan representative dari variabel-variabel yang terdapat di dalam teori tersebut.

Menurut Amri (2013: 4), model pembelajaran adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa. Ciri utama sebuah model adalah adanya tahapan atau sintaks pembelajaran (Sani, 2013: 89). model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pendidikan.


(52)

27

Menurut Sani (2013: 97) sebuah model pembelajaran memiliki tahapan pembelajaran sebagai berikut.

1. Sintaks (fase pembelajaran). 2. Sistem sosial.

3. Prinsip reaksi.

4. Sistem pendukung, dan dampak.

Ciri-ciri model pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;

2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);

3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil;

4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai

(Trianto, 2012: 23).

Sani (2013: 97) menyatakan sebuah model pembelajaran terkait dengan teori pembelajaran tertentu. Teori tersebut dikembangkan melalui tahapan pembelajaran, sistem sosial, prinsip reaksi, dan sistem pendukung untuk membangun/mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan sumber belajar.

Rusman (2011: 133-134) sebelum menentukan model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, adalah sebagai berikut. 1. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai;

2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran;

3. Pertimbangan dari sudut peserta didik;


(53)

28

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan hal yang sangat penting bagi para guru untuk memudahkan pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalama proses pembelajaran dapat tercapai dan tuntas sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, penggunaan model pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh guru dapat mendorong siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas. Pemilihan model pembelajaran harus dilandaskan pada pertimbangan menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang tidak hanya menerima secara pasif apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus menempatkan siswanya sebagai insan yang secara alami memiliki pengalaman, pengetahuan, keinginan, dan pikiran yang dapat dimanfaatkan untuk belajar, baik secara individual maupun berkelompok.

2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif

Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Hal ini terlihat pada salah teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut (Rusman, 2011: 209. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi


(54)

29

yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.

Menurut Sani (2013: 131)Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan cara meningkatkan aktivitas belajar bersama sejumlah peserta didik dalam satu kelompok. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran peserta didik untuk saling membantu mencari dan mengolah informasi, mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan.

Ada beberapa pendekatan pembelajaranseperti pendekatan kooperatif, kontekstual, PBL dan sebagainya. Menurut Kemal Doymuns dkk dalam jurnalnya yang berjudul “ Effects of two cooperative learning Strategies on Teaching and Learning Topics of Thermochemistry(2009: 3-4)

“These methods and structure can be categirizet into the following models a) Student Teams and Achievement Divission (STAD), b) Team Tournamnet (TGT),c) Learning Together (LT), d) Jigsaw Technique (JT), e)Group Investigation Technique (GIT),f) Team Accelerated Instruction (TAI), g) Cooperative Integrated Reading and Compotition (CIRC)

Pembelajaran coperative ini ada beberapa metode dan struktur antara lain, STAD, TGT, LT, JT, Git, TAI dan CIRC. Tujuan pembeljaran kooperatif adalah melatihkan keterampilan sosial seperti tenggang rasa, bersikap sopan terhadap teman, mengkritik ide orang lain, berani mempertahankan pendapat pikiran yang logis dan berbagai keterampilan yang bermanfaat untuk menjalin hubungan interpesonal. Pada umumnya keberhasilan kelompok ditentukan oleh kontribuasi individu dalam pembelajaran kooperatif. Hal ini dilakukan agar semua anggota kelompok bertanggung jawab dalam belajar. Model


(55)

30

pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan tema belajar sambil bermain adalah metode pembelajaran TGT ( Team Games Tournamant). Salah satu contoh pembelajaran kooperatif yang tepat untuk materi persamaan dan kedudukan warga negara adalah metode pembelajaran TGT ( Team games Tournament) merupakan contoh model pembelajaran kooperatif (kelompok) yang mempunyai tema belajar sambil bermain.Metode pembelajaran TGT kemungkinan tepat digunakan untuk pembelajaran PKN karena TGT lebih tepat diterapkan untuk mengajarkan obyek yang didefinisikan secara baik dengan satu jawaban benar seperti konsep dan fakta ilmu pengetahuan. Yang membedakan TGT dengan metode dari model kooperatif learning yang lain adalah metode TGT menambah dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri dengan mempelajari dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa bermain dalam game, temannya tidak boleh membantu memastikan telah terjadi tanggungjawab individu.

Berdasarkan beberapa pemaparan tersebut, dapat disimpulkan teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Aktivitas pembelajaran kooperatif TGT adalah kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan


(56)

31

informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

2.2. Metode Permainan

Metode menurut Riyanto (2002:32) adalah seperangkat komponen yang telah dikombinasikan secara optimal untuk mencapai tujuan.

Sabri ( 2005: 52) mengemukakan metode adalah cara atau teknik penyajian bahan pembelajaran yang akan digunakan guru pada saat menyajikan materi pembelajaran.

Hal itu senada dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia metode adalah cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu. Metode permainan (games), populer dengan sebutan pemanasan (ice breaker). Arti harfiah ice breaker adalah ‘pemecah es’. Jadi arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik peserta didik.

Menurut Dananjaya ( 2010: 33) permainan atau game skenarionya dibuat oleh guru, diangkat dari permainan anak-anak atau hiburan yang menyenangkan dan menantang. Pelaksanaan permainan, keberhasilan atau kegagalannya menjadi pengalaman yang urutannya dicatat oleh siswa. Proses pengalaman dari setiap kejadian dalam permainan menjadi bahan analisis dalam pengambilan kesimpulan.

Permainan ini merupakan kegiatan dan siswa belajar dengan membaca pengalaman bermain tersebut. Daur belajar dari pengalaman adalah:

g. Melakukan aktivitas permainan.


(57)

32

i. Menganalisis kejadian-kejadian atau faktor-faktor yang mendukung keberhasilan atau hambatan yang menyebabkan kegagalan

j. Kesimpulan sebagai hasil belajar yang dicatat dan dipresentasikan. Kesimpulan merupakan hasil belajar yang menjadi kekayaan inteletual para siswa sebagai produksi pengetahuan.

Dalam Ismail (2006: 15-16) bermain didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik,intelektual, sosial moral dan emosional.

Fungsi utama bermain adalah untuk relaksasi dan meyegarkan kembali kondisi fisik dan mental yang berada di ambang ketegangan.

Permainan juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan tapi serius. Permainan digunakan untuk menciptakan suasana belajar dari pasif ke aktif dari kaku menjadi gerak, dan dari jenuh menjadi semangat. Pemilihan metode permainan diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira walaupun membahas hal-hal yang sulit dan berat. Sebaliknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Menentukan jenis kegiatan bermain yang akan dipilih sangat tergantung kepada tujuan dan tema yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan jenis kegiatan bermain diikuti dengan jumlah peserta kegiatan bermain. Selanjutnya ditentukan tempat dan ruang bermain yang akan digunakan. Apakah di dalam atau di luar ruangan kelas, hal itu sepenuhnya tergantung pada jenis permainan yang dipilih. (Sutikno,2014 : 133)


(58)

33

Berdasarkan paparan di atas metode permainan adalah teknik atau cara permainan yang digunakan dalam pembelajaran untuk mencapai suasana yang menyenangkan.

2.3. Model permainan Ular Tangga Berbantu Kartu Soal

Ular Tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah tangga dan ular yang menghubungkannya dengan kotak lain. (www.id.wikipedia.org)

Dalam memainkannya sama dengan lazimnya ular tangga,tetapi dalam penelitian ini setiap siswa yang mendapat bagian memutar dadu harus dapat menjawab pertanyaan yang ada di kartu soal. Artinya dalam setiap kelompok pemain ular tangga ada seorang siswa yang bertugas mencatat skor. Pada permainan ular tangga berbantu kartu soal terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan permainan ular tangga yaitu: 1) kerjasama kelompok dalam mencapai finish sangat ditekankan. 2) anak tidak selalu dituntut untuk berpikir sehingga suasana turnamen cenderung lebih menyenangkan. 3) dengan keberuntungan mengocok dadu, memberikan motivasi lebih besar pada siswa untuk mencapai finish (mencapai kemenangan). 4) memerlukan pengetahuan yang cukup tinggi karena siswa dituntut untuk aktif dalam mencari jawaban sendiri dengan cepat.5) dapat memuat pertanyaan dengan berbagai jenis jawaban. Kelemahan permainan ular tangga berbantu kartu soal kurang dapat mengukur kemampuan suatu kelompok, karena kemenangan dipengaruhi oleh adanya keberuntungan. Guru dapat membuat sendiri media ini dengan menyesuaikan tujuan dan materi pembelajaran atau dapat juga dibuat oleh


(59)

34

siswa sehingga ia akan senang jika karyanya digunakan dalam proses belajar dengan teman-temannya. Penulis menggunakan bahan pembuatan media dari karton karena murah dan mudah.

Sistematika dalam permainan ini adalah.

1. Pada permainan diubah menjadi upaya pembelajaran dengan memberikan materi ataupun sebagai media evaluasi siswa.

2. Konsep yang ditanamkan dalam permainan ini melatih kognitif sebagai bahan perhitungan jumlah mata ular dadu, penilaian sikap yang meliputi kejujuran, kerjasama dan tanggung jawab.

3. Siswa akan diajak bermain sambil belajar karena tidak terpaku pada proses belajar yang monoton ataupun memberikan efek jenuh yang berlebihan karena permainan ini digunakan dengan memberikan ringkasan materi pada kartu penjelasan. Jadi seperti mengajak siswa berkeliling permainan ular yang diisi dengan materi.

4. Guru akan memberikan permainan ini di akhir materi pembelajaran dengan memberikan soal pada kartu yang telah disediakan.

5. Pemberian pertanyaan pada setiap mulai mengocok dadu. Jika angka kembar maka siswa dapat keuntungan sekali lagi mengocok dadu.

6. Pembuatan soal berjumlah 10 soal, dibuat pada kartu soal, lalu soal akan diulang secara acak.

LANGKAH-LANGKAH


(60)

35

1. Membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang dan seorang siswa yang bertugas menghitung skor, jadi satu kelas terdapat 4 kelompok.

2. Guru memberikan kotak permainan ular tangga berbantu kartu soal kepada ketua kelompok

3. Guru memberitahukan beberapa peraturan permainan.

4. Permainan dimulai dengan hom pi pah, jika menang maka berhak memulai permainan, pemain berikutnya dapat berlanjut searah jarum jam.

5. Pemain pertama memulai permainan dengan memutar dadu, jumlah mata dadu akan menentukan berapa kotak yang dapat dilalui. Jika pemain pertama tidak dapat menjawab pertanyaan maka nilai nol. Maka dilanjutkan pemain ke 2 dan3.

6. Pemberian pertanyaan pada setiap mulai mengocok dadu. Jika angka enam maka siswa dapat keuntungan sekali mengocok dadu.

7. Setiap jawaban yang benar memiliki bobot poin 10, jawaban yang salah nol. Setelah mencapai finish maka guru mengecek kelompok mana yang terlebih dahulu finish dengan nilai tertnggi, bagi kelompok yang menang diberikan reward.

8. Melakukan simpulan/refleksi yang dilakukan oleh siswa dan guru. Gambar 1. Papan Permainan Ular Tangga


(61)

36

Kemudian permainan ular tangga berbantu kartu soal memiliki beberapa keunggulan. Salah satu diantaranya adalah dapat membuat struktur kognitif yang diperoleh siswa sebagai hasil dari proses belajar bermakna akan stabil dan tersusun secara relevan sehingga akan terjaga dalam ingatan. Hal ini akan memudahkan siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya jika siswa dihadapkan pada suatu masalah. Pengetahuan yang terdapat dalam ingatan (pikiran) dapat diperoleh kembali sewaktu-waktu, akibatnya diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Dan yang menarik , salah satu nilai pendidikan karakter dari 14 nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam permainan ular tangga adalah nilai jujur,kerjasama, dan tanggung jawab. Nur (dikutip dalam permainan ular tangga http://id.wikipedia.org/wiki/Ular_tangga )

2.4. Model Permainan Talkingstick

Dalam buku Menjelajah Pembelajaran Inovatif yang dikutip oleh Suyatno (2009: 124) talkingstick termasuk salah satu model pembelajaran. Model


(62)

37

pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat. Siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah para peserta didik mempelajari materi pokoknya. Dalam

http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-talking-stick.html , talkingstick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini dengan menggunakan bantuan sebuah tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran talkingstick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, SMA/SMK. Selain melatih untuk berbicara, pembelajaran ini menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif.

Langkah-langkah penerapan model pembelajaran talkingstick, berikut ini:

1. Langkah awal, guru menyiapkan sebuah tongkat.

2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca atau mempelajari materi pada buku.

3. Setelah itu peserta didik diminta untuk menutup buku.

4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik yang memegang tongkat, dan peserta didik tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai semua peserta didik mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.


(63)

38

2.5. Pengertian Pendidikan IPS di Sekolah

Istilah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan dari social studies yang dapat diartikan sebagai penelaahan tentang masyarakat. Bining & Bining (1952) yang dikutip oleh Tasrif ( 2008: 1) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan sosial adalah studi integratif dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang bertujuan meningkatkan kompetensi kewarganegaraan khususnya lagi untuk membantu masyarakat (dewasa) membangun kemampuan membuat keputusan bagi masyarakat luas dalam masyarakat yang plural dan demokratis.

Pembelajaran IPS merupakan suatu program pembelajaran yang terpadu dengan berbagai disiplin ilmu yang bahannya bukan hanya ilmu-ilmu sosial dan humaniora melainkan juga segala gerak kegiatan dasar dari manusia berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosial dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sementara, NCSS mengatakan istilah social studies adalah the term social studies is used to include history, economics, antropology, sociology,civics, geography and all modification of subject whose content as well as aim is social. In all content definations, the social studies is conseived as the subject matter of the academic disciplines somehow simplified, modified, or selected for scholl instruction.

Dari pengertian tersebut nampak bahwa ilmu pengetahuan sosial bertujuan mengembangkan tiga kemampuan dasar siswa dalam merespon masalah-masalah sosial yang timbul di dalam masyarakat yaitu pertama berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan siswa


(64)

39

dan kepentingan ilmu pengetahuan dan kedua adalah berorientasi pada pengembangan diri siswa dan kepentingan masyarakat dan ketiga adalah berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentingan diri, masyarakat maupun ilmu pengetahuan..

Kemudian pada tahun 1993 National Council for the Social Studies (NCSS), mendiifnisikan Pendidikan IPS (social studies) sebagai berikut:

Social studies is the integrated study of social sciencesand the humanities to promote civic competence. Within the school program social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, geography, history, law, philosophy, political science, psycholog, religion, and sociology, as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural science. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informated and reasoned decisions of the public and good citizens of a culturally diverse, democratic society an interdependent word (NCSS, 1993 dikutip oleh Sapriya, 2009: 10)).

Dari sejumlah definisi yang ditawarkan dan berkembang hingga saat ini, maka definisi yang dikeluarkan oleh NCSS tahun 1993 lah yang paling lengkap dan menjadi rujukan dalam berbagai aktivitas pendidikan.

Pendidikan IPS di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari dokumen kurikulum 1975 yang memuat IPS sebagai mata pelajaran untuk pendidikan di sekolah dasar dan menengah. Gagasan IPS di Indonesia pun banyak mengadopsi dan mengadaptasi dari sejumlah pemikiran perkembangan Social studies yang terjadi di luar negeri terutama perkembangan pada NCSS sebagai organisasi profesional yang cukup besar pengaruhnya dalam memajukan social studies


(65)

40

bahkan sudah mampu mempengaruhi pemerintah dalam menentukan kebijakan kurikulum persekolahan.

Pengertian PIPS di Indonesia sebagaimana yang terjadi di sejumlah negara pada umumnya masih dipersepsikan secara beragam. Namun definisi yang sudah lama dirumuskan sebagai hasil adopsi dan adaptasi dari gagasan global reformers adalah definisi dari Nu’man Soemantri yang dikemukakan dalam forum komunikasi II Himpunan Sarjana pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia ( HISPIPSI) yang sekarang berubah menjadi Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia, disingkat HISPISI. Somantri mendefinisikan pendidikan IPS ke dalam dua jenis yakni pendidikan IPS untuk persekolahan dan pendidikan IPS untuk perguruan tinggi sebagai berikut.

Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis untuk tujuan pendidikan.

Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. (Somantri, 2001: 92)

Pengertian Pendidikan IPS yang pertama berlaku untuk pendidikan dasar dan menengah sedangkan yang kedua berlaku untuk perguruan tinggi atau LPTK. Perbedaan dari dua definisi ini terletak pada istilah “penyederhanaan” untuk pendidikan dasar dan menengah sedangkan untuk perguruan tinggi ada istilah “ seleksi”. Menurut Somantri, istilah penyederhanaan digunakan pada PIPS pendidikan dasar dan menegah dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tingkat kesukaran bahan harus sesuai dengan tingkat kecerdasan dan minat


(66)

41

peserta didik sedangkan tingkat kesukaran untuk perguruan tinggi adalah sama dengan tingkat kesukaran perguruan tinggi.

Adanya pembedaan definisi PIPS di Indonesia berimplikasi bahwa PIPS dapat dibedakan atas dua yakni PIPS sebagai mata pelajaran dan PIPS sebagai kajian akademik. PIPS sebagai mata pelajaran terdapat dalam kurikulum sekolah mulai tingkat dasar (SD) hingga sekolah menengah (SMP/MTs dan SMA/MA/SMK). PIPS pada kurikulum sekolah (satuan pendidikan) pada hakikatnya merupakan mata pelajaran wajib sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39.

PIPS untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis yang pada dasarnya bertujuan mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan( skills), sikap dan nilai yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadin warga negara yang baik.

PIPS sebagai kajian akademik disebut juga sebagai pendidikan disiplin ilmu adalah PIPS sebagai seleksi dan integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan ilmu lain yang relevan, dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis untuk tujuan pendidikan. Artinay berbagai tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial, aspek metode maupun aspek nilai yang


(67)

42

dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial, dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis dan sosial-kultural untuk kepentingan pendidikan.

2.6. Pembelajaran PKN Dalam Kawasan IPS

Ilmu pengetahuan Sosial merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat. Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial. Muhammad Numan Sumantri (1998) yang dikutip oleh Tasrif (2008: 1) mengatakan bahwa pendidikan ilmu pengetahuan sosial adalah suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai program pendidikan yang memuat konsep, generalisasi dan teori darin ilmu-ilmu sosial yang diberikan di tingkat sekolah. Wujudnya bisa dalam bentuk program mata pelajaran tersendiri atau dalam bentuk program kelembagaan atau rumpun bidang kajian ilmu-ilmu sosial, yaitu dalam bentuk fakultas, jurusan atau program studi. Sebagai mata pelajaran karena merupakan bentuk penyederhanaan konsep sosial untuk tingkat pendidikan dasar.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraaan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan warga Negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara


(68)

43

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Pendidikan Kewarganegaraan secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Depdiknas 2005:33). Berdasarkan pendapat di atas jelas bagi kita bahwa PKn bertujuan mengembangkan potensi individu warga negara, dengan demikian maka seorang guru PKn haruslah menjadi guru yang berkualitas dan profesional, sebab jika guru tidak berkualitas tentu tujuan PKn itu sendiri tidak tercapai. Secara garis besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu.

1. Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral.

2. Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics Skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics Values) mencakup antara lain percaya diri, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur (Depdiknas 2005 : 4).

Jadi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam kawasan IPS adalah untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara


(1)

137 untuk beraktivitas dan meningkatkan hasil belajar. Implikasi secara teoritis dan implikasi secara empiris sebagai berikut.

1. Implikasi teoritis

Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, guru dapat menggunakan model permainan ular tangga berbantu kartu soal yang telah teruji validitasnya.

2. Implikasi empiris

Secara empiris, implikasi model permainan ular tangga berbantu kartu soal akan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKN, diharapkan semakin mengasah kesadaran sebagai warga negara Indonesia.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, anjuran peneliti sebagai berikut.

1. Bagi guru, penelitian eksperimen ini dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran PKN di SMAN 1 Tulang Bawang Udik terutama pada Kompetensi Dasar Menganalisis persamaan kedudukan warga negara.

2. Bagi siswa agar lebih giat dan berpartisipasi aktif lagi dalam belajar, dengan model permainan ular tangga berbantu kartu soal diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKN siswa.


(2)

138 3. Bagi rekan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian eksperimen pada mata pelajaran PKN ini diharapkan dapat menjadi ide untuk lebih kreatif dan inovatif.

4. Bagi sekolah, penelitian ini akan menjadikan nilai tambah dalam upaya meningkatkan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan di Kecamatan tulang bawang Udik pada khususnya dan kabupaten Tulang bawang Barat pada umumnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Sani, Ridwan. 2013. Inovasi Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta

Alpiyanto. 2013. Menjadi Juara dan Berkarakter Mulia. Tujuh Samudera Alfath : Bekasi

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. P.T. Prestasi Pustakaraya: Jakarta

Andang Ismail. 2006. Education Game Yogyakarta. Pilar Media: Yogyakarta Anwar, Kasful. 2010. Perencanaan Sistem Pembelajaran Kurikulum Tingkat

Satuan Pendiddikan KTSP. Alfabeta: Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara: Jakarta.

Aktivitas-aktivitas belajar siswa.

http://susilofy.wordpress.com/2011/01/18/aktivitas-aktivitas-belajar-siswa/diunduh senin, 8 desember 2014 pukul 8. 50’WIB.

Creswell, John W. 2012. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Dananjaya, Utomo. 2010. Media Pembelajaran Aktif. Nuansa Cendekia: Bandung

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Pendidikan Kewaarganegaraa, Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Depdiknas : Jakarta

Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Startegi Belajar Mengajar. Rineka Cipta:


(4)

✂✄0

Endang Sadbudhy rahayu, I Made Nuryata. 2010. Pembelajaran Masa Kini. Sekarmita :Jakarta.

Endang Komara. 2014. Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Aditama: Bandung.

Anton M. Mulyono dalam http://ainamulyana.blogspot.com/2012/02/aktivitas-belajar.html diunduh 28 Desember 2014 Pukul 20.47’ WIB.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. P.T. Bumi Aksara: Jakarta Hake R. Richard . 1999. Analyzing Change/Gain Score. American Educational

Research Association’s Measurement and Research Methodology. Diakses darihttp://Lists.Asu.Edu/Egi-Bin pada tanggal 5Januari 2015 jam 10.00 WIB

Kamus Besar Bahasa Indonesia .http:// kbbi.web.id/aktivitas. Diunduh pada 12 September 2015 jam 21.45 WIB.

Kemal Doymuns. Umril Simuel. Atman Karacop. 2009. Effect Of Two

Cooperative Learning Strategies on Teaching and Learning Topics of Thermochemistry. Journal World Applied Sciencervol 1 hal 3-4. (diakses tahun 2015 jam 22.20’ WIB.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik ( Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013). P.T. Rajagrafindo Persada: Jakarta Mauludiyah, helmina. 2008. Penggunaan Multimedia Interaktif Serta Kegiatan

Praktikum Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matri Bantuan Siswa Kelas V SD Kauman I Kota Malang. Universitas Negeri Malang. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan

Modul Implementasi Kurikulum KTSP 2006

Pengurus Besar Persatuan Guru republik Indonesia. 2013.Mimbar Pendidikan Indonesia jurnal ilmiah. PGRI: Jakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

Permainan Ular Tanggahttp://id.wikipedia.org/wiki/Ular_tangga, diunduh tanggal 26 Juni 2014jam 08.12’ WIB

Riyanto,M. 2002. Pendekatan dan Metode Pembelajaran. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan


(5)

☎✆1

Menengah Proyek Peningkatan Pusat Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP: Malang

Sabri, Ahmad. 2005. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Quantum Teaching: Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2005. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Alfabeta: Bandung Sapriya. 2014.Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Rosda: Bandung Supriadi. 2006. Pembelajaran Orang Dewasa, Makalah, dosen STAIN

Bukittinggihttp://researchengines.com/0306supriadi.html.

Somantri, Nu’man . 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dedi Supriadi & Rohmat Mulyana (ed). PPS-FPIPS UPI dan PT. Remadj Rosda Karya.: Bandung.

Sudarmanto, R. Gunawan. 2013. Terapan Berbasis Komputer Dengan Program IBM SPSS Statistic 19. Mitra Wacana Media: Jakarta.

Sugiyono. 2013. MetodePenelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta: Bandung.

Sudjana.2002. Metode statistika. Bandung: Tarsito.

Sukardi.2009. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Bumi Aksara: Jakarta Timur.

Sutikno Sobry. 2014. Metode dan Model-Model Pembelajaran Menjadikan Proses Pembelajaran Lebih Variatif, Aktif, Inovatif, Efektif dan Menyenangkan. Holistica: Lombok.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka Anggota Ikapi: Surabaya

Thabrani dan Arif Mustafa. 2011. Belajar dan Pembelajaran; Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.

Taniredja, Tukiran. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta : Bandung.

Tasrif. 2008. Pengantar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. GentaPress: Yoyakarta


(6)

✝✞2

Trianto.2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Prestasi Pusta Publiser: Jakarta

---. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif:

Konsep,Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

pendidikan Nasional. Depdiknas, Ditjen Dikdasmen: Jakarta Uno, Hamzah B. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar

Mengajar yang Kreatif dan efektif. Bumi Aksara: Jakarta. Yonny, acep dkk. 2010. Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Familia: