PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA GRAFIS PADA KELAS IVA SDN 6 METRO PUSAT

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR

MELALUI MODEL

PROBLEM BASED LEARNING

DENGAN MEDIA

GRAFIS PADA KELAS IVA SDN 6 METRO PUSAT

Oleh

Devy Larasati Sukoco

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya keterampilan berpikir kritis

dan hasil belajar siswa pada mata pembelajaran tematik siswa kelas IVA SD

Negeri 6 Metro Pusat Kota Metro yang diketahui dari hasil observasi.

Tujuan

penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar

siswa kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat Kota Metro pada mata pelajaran

tematik melalui penerapan model

problem based learning

dengan media grafis.

Metode penelitian yang digunakan adalah Tindakan Kelas yang

dilaksanakan dalam 2 siklus. Data kualitatif dianalisis dengan teknik analisis

kualitatif, sedangkan data tes dianalisis dengan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model

problem based

learning

dengan media grafis dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan

hasil belajar siswa kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat. Hal ini dapat dilihat dari

nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa pada siklus I sebesar 54,24

dengan kategori cukup (C-) kemudian meningkat sebesar 22,85 menjadi 77,09

dengan kategori Baik (B+) pada siklus II. Rata-rata hasil belajar kognitif siswa

pada siklus I yaitu 64,48 dengan kategori cukup (C+) meningkat sebesar 10,83

menjadi 75,31 dengan kategori baik (B) pada siklus II. Persentase ketuntasan

belajar kognitif pada siklus I yaitu 55,17%, meningkat sebesar 27,59% menjadi

82,76% di siklus II. Rata-rata hasil belajar afektif siswa pada siklus I 57,53

dengan kategori cukup (C) meningkat sebesar 19,91 menjadi 77,44 dengan

kategori baik (B+) pada siklus II. Dengan demikian proses pembelajaran

menggunakan model

problem based learning

dengan media grafis dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa.

Kata kunci :

Problem Based Learning

, Media grafis, Keterampilan Berpikir

Kritis, Hasil.


(2)

(3)

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA

GRAFIS PADA KELAS IVA SDN 6 METRO PUSAT

(Skripsi)

Oleh

DEVY LARASATI SUKOCO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Kerangka Pikir Penelitian ... 37

2.

Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 39

3.

Grafik Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 82

4.

Grafik Peningkatan Kinerja Guru ... 84

5.

Grafik Peningkatan Hasil Belajar Afektif Siswa ... 86


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...

1

B.. Identifikasi Masalah ...

8

C. Rumusan Masalah ...

9

D. Tujuan Penelitian...

9

E. Manfaat Penelitian ...

9

F. Batasan Masalah ...

10

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Hasil Belajar...

11

1. Pengertian Belajar ...

11

2. Hasil Belajar...

12

B. Keterampilan Berpikir Kritis ...

14

1. Pengertian Berpikir ...

14

2. Keterampilan Berpikir Kritis ...

15

C. Model Pembelajaran ...

19

1. Pengertian Model Pembelajaran ...

19

2. Macam-macam Model Pembelajaran ...

20

3. Model

Problem Based Learning

...

21

1) Pengertian Model

Problem Based Learning

...

21

2) Kelebihan dan Kekurangan

Problem Based Learning

...

22

3) Langkah Pembelajaran

Problem Based Learning

...

24

D. Media Pembelajaran ...

31

1. Pengertian Media ...

31

2. Manfaat Media ...

32

3. Jenis-jenis Media ...

33

E. Media Grafis ...

34

1. Pengertian Media Grafis ...

34

2. Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis ...

34

E. Kerangka Berpikir ...

35


(6)

1.

Setting

Penelitian ...

40

2. Subjek Penelitian ...

40

B. Teknik dan Alat Pengumpul Data ...

40

1. Teknik Pengumpul Data ...

40

2. Alat Pengumpul Data ...

41

C. Teknik Analisis Data ...

47

D. Urutan Penelitian Tindakan Kelas...

51

E. Indikator Keberhasilan...

58

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil SD Negeri 6 Metro Pusat ...

59

B. Hasil Penelitian ...

59

1. Siklus 1...

60

2. Siklus 2...

70

C. Pembahasan ...

81

1. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ...

81

2. Kinerja Guru ...

83

3. Hasil Belajar Afektif Siswa ...

85

4. Hasil Belajar Kognitif Siswa ...

87

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...

90

B. Saran ...

91


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1.

Surat Keterangan Penelitian dari Universitas ...

96

2.

Surat Pendahuluan dari Universitas ...

97

3.

Surat Izin Penelitian dari Universitas ...

98

4.

Surat Izin Penelitian dari Sekolah ...

99

5.

Surat Keterangan Melakukan Penelitian dari Sekolah ... 100

6.

Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 101

7.

Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 102

8.

Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 103

9.

Rencana Perbaikan Pembelajaran(RPP) ... 104

10.

Keterampilan Berpikir Kritis ... 122

11.

Kinerja Guru ... 132

12.

Hasil Belajar Afektif ... 145

13.

Hasil Belajar Kognitif ... 154

14.

Nilai Tes Tinggi Rendah ... 157

15.

Lembar Kerja Siswa ... 175


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.

Presentase Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas IV ...

5

2.

Pedoman Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 17

3.

Langkah-langkah Model

Problem Based Learning

... 25

4.

Lembar Observasi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 41

5.

Lembar Observasi Hasil Belajar Afektif Siswa ... 42

6.

Rubrik Penilaian Hasil Belajar Afektif ... 42

7.

Kisi-kisi Soal Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ... 43

8.

Kisi-kisi Soal Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 45

9.

Kategori Keberhasilan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 47

10.

Kategori Kinerja Guru Mengajar Berdasarkan Perolehan Nilai ... 48

11.

Penentuan Kategori Hasil Belajar Berdasarkan Perolehan Nilai ... 50

12.

Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus 1... 66

13.

Nilai Kinerja Guru pada Pembelajaran Siklus I ... 67

14.

Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I ... 68

15.

Rekapitulasi Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 69

16.

Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus II ... 75

17.

Nilai Kinerja Guru pada Pembelajaran Siklus II ... 77

18.

Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus II ... 78

19.

Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 79

20.

Rekapitulasi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus I dan II ... 81

21.

Rekapitulasi Kinerja Guru pada Pembelajaran Siklus I dan II ... 83

22.

Rekapitulasi Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I dan II. ... 85


(9)

(10)

(11)

MOTO

“Siapa yang kalah dengan senyum, dialah pemenangnya”

(A.Hubard)

Sebesar apa

sebuah perjuangan sebesar itu pula hasil yang akan diperoleh”

(Penulis)


(12)

(13)

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirohim..

Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT dan

ucapan terima kasih serta rasa banggaku kepada:

Ayahandaku Bambang Sukoco, SE dan Ibundaku Samira Sagita

Yang sejak aku dilahirkan selalu memberikan yang terbaik kepadaku walau

dalam keadaan apapun. Yang telah mendidik dan mengajarkanku arti

kehidupan.

Kakak dan Adikku

Pandu Adiguno Sukoco

Diah Sulistio Sukoco

Gilang Ramadhan Sukoco

Reni Komariyah

Yang selalu memberikan motivasi dan semangat yang luar biasa kepadaku.


(14)

Penulis dilahirkan di Desa Tulus Rejo, Kecamatan

Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 27

Oktober 1992, sebagai anak kedua dari pasangan Bapak

Bambang Sukoco, SE dan Ibu Samira Sagita.

Pendidikan penulis dimulai dari TK Bina Putra Siraman, Kabupaten Lampung

Timur pada tahun 1997. Melanjutkan pendidikan di SD Negeri 01 Siraman,

Kabupaten Lampung Timur pada tahun 1999 dan selesai pada tahun 2004. Penulis

melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 4 Kota Metro

dan selesai pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA

Negeri 4 Kota Metro dan selesai pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2010

penulis melanjutkan ke Universitas Lampung Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).


(15)

SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar melalui

Model

Problem Based Learning

dengan Media pada Kelas IV A SDN 6 Metro

Pusat tahun 2013/2014 sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dorongan,

petunjuk, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas

Lampung yang telah banyak berjasa dalam kemajuan Universitas Lampung

dan membawa nama Universitas Lampung terus menjadi yang terbaik di

lingkup nasional;

2.

Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung yang telah memberikan semangat kemajuan serta dorongan untuk

memajukan program studi PGSD dan membantu peneliti dalam

menyelesaikan surat guna syarat skripsi;

3.

Bapak Baharuddin Risyak, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan


(16)

4.

Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi S1 PGSD

Universitas Lampung yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis

dan ide-ide kreatif untuk memajukan kampus tercinta PGSD;

5.

Ibu Dra. Asmaul Khair, M. Pd., selaku ketua UPP PGSD Metro yang telah

memberikan banyak ilmu kepada penulis selama masa kuliah dan

memberikan bantuan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini;

6.

Bapak Dr. Darsono, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing, membantu, serta memberikan saran guna kelancaran skripsi

ini;

7.

Ibu Dra. Hj. Nelly Astuti, M. Pd., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan banyak sekali masukan dan saran-saran yang membangun pada

saat seminar;

8.

Bapak Dr. Darsono, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Pertama yang telah

bersedia memberi bimbingan, saran, kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini;

9.

Ibu Dra. Siti Rachmah., selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah

bersedia memberi bimbingan, saran, kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini;

10.

Ibu Siti Rohana, S. Pd. SD., selaku Kepala SD Negeri 6 Metro Pusat, yang

telah memberikan kesempatan peneliti untuk melaksanakan penelitian di SD

Negeri 6 Metro Pusat.


(17)

pelaksanaan penelitian;

12.

Seluruh Staf pengajar PGSD FKIP Universitas Lampung, yang telah memberi

ilmu pengetahuan kepada penulis selama kuliah;

13.

Nio Wicak Kuncoro, Indah Fitriani, Diah Nuraini, Suhardi, Andi Prasetya,

Dian Antika, Saras Rohmawati, Ayu Pakarti Dewi yang telah bersama-sama

berjuang dan selalu meluangkan waktunya untuk berdiskusi agar skripsi ini

tersusun indah;

14.

Seluruh rekan-rekan mahasiswa PGSD angkatan 2010 UPP Metro dan UPP

Kampus, yang telah sama-sama berusaha dari awal sampai akhir;

Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi calon guru khususnya

dan bagi para pembaca pada umumnya.

Metro, Juni 2014

Penulis,

Devy Larasati Sukoco

NPM 1013053045


(18)

I. PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas

bangsa karenanya kemajuan suatu bangsa dan kemajuan pendidikan adalah

suatu determinasi. Kemajuan beberapa negara di dunia ini merupakan akibat

perhatian mereka yang besar dalam mengelola sektor pendidikan. Pernyataan

tersebut juga diyakini oleh bangsa ini. Itulah sebabnya begitu Indonesia

berdaulat dan membentuk sebuah negara

modern

, prioritas utama yang harus

dilakukan adalah melakukan investasi

human skill

dengan cara membentuk

silabus pendidikan secara sistematis. Begitu seterusnya hingga sekarang ini.

Pendidikan sebagai proses manusia memperoleh ilmu pengetahuan sangat

penting dalam membentuk kemampuan berpikir. Pemahaman manusia

terhadap kehidupan menimbulkan berbagai pertanyaan, ide dan makna yang

terkandung didalamnya. Pembiasaan berpikir secara sistematis, logis, melatih

imajinasi dan membentuk ide akan mengembangkan kemampuan manusia

dalam memecahkan masalah kehidupan.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pasal I menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan


(19)

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara. Undang-undang di atas menjelaskan bahwa pendidikan

dilaksanakan untuk mengembangkan potensi siswa dengan mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran. Tahapan pendidikan mulai dari

jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi

diberikan kepada siswa sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, tujuan

yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Terkait

pelaksanaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, Suharjo (2006: 1)

mengungkapkan bahwa pada pendidikan di Sekolah dasar dimaksudkan

sebagai upaya pembekalan kemampuan dasar siswa berupa pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang bermanfaat bagi dirinya sesuai tingkat

perkembangannya, serta mempersiapkan mereka untuk melanjutkan ke

jenjang yang lebih tinggi.

Pembelajaran sangat erat kaitannya dengan kurikulum. Pada tahun

2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

melakukan inovasi dalam kurikulum, yaitu penerapan kurikulum 2013

sebagai penyempurnaan kurikulum KTSP. Pengembangan kurikulum 2013

diharapkan dapat menjadi jawaban untuk meningkatkan kemampuan sumber

daya manusia seiring perkembangan dunia. Basis perubahan kurikulum 2013

terdiri dari dua komponen besar, yaitu pendidikan dan kebudayaan. Kedua

elemen tersebut harus menjadi landasan agar generasi muda dapat menjadi

generasi yang cerdas tetapi berpengetahuan dan berbudaya serta mampu

berkolaborasi maupun berkompetisi. Adapun orientasi pengembangan


(20)

kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap,

keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang

holistic dan menyenangkan. Pembelajaran akan berbasis science dan tidak

bersifat hafalan.

Pembelajaran merupakan usaha membangun kehidupan masa kini dan

masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan

intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan

berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang

lebih baik. Dengan filosofi ini, kurikulum 2013 bermaksud untuk

mengembangkan kemampuan dalam berpikir dan mengembangkan

pengalaman belajar siswa. Menurut Kemendikbud (2013: 42), penilaian

dalam kurikulum 2013 menekankan pada tingkat berpikir siswa mulai dari

rendah sampai tinggi.

Sesuai dengan konsep kurikulum 2013 yang menuntut siswa aktif

berpikir, peneliti akan berfokus mengamati keterampilan berpikir kritis siswa

dalam proses pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis menuntut siswa

melakukan penalaran dan mengolah informasi yang didapat. Siswa bukan

hanya sekedar menerima pengetahuan dari guru melainkan melakukan proses

pengalaman berpikir. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik

modern dalam pembelajaran yaitu pendekatan ilmiah

(Scientific Approach).

Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran,

penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan

demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu

nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Selain itu pembelajaran


(21)

berdasarkan Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang standar proses

disebutkan bahwa karakteristik pembelajaran kurikulum 2013 adalah

menggunakan pendekatan tematik. Pembelajaran tematik menggunakan tema

sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata

pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan

pengalaman yang bermakna bagi siswa.

Penilaian dalam kurikulum 2013 lebih menekankan pada penilaian

proses baik pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian

seperti inilah yang disebut penilaian otentik/asesmen autentik. Menurut

Komalasari (2010: 148) penilaian otentik adalah suatu penilaian belajar yang

merujuk pada situasi atau konteks dunia nyata, yang memerlukan berbagai

macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan

kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam

pemecahan.

SDN 6 Metro Pusat merupakan salah satu sekolah dasar yang telah

menerapkan kurikulum 2013 dalam pengajarannya. Berdasarkan observasi

yang dilakukan di kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat, diperoleh informasi

bahwa hasil belajar tematik masih rendah. Hal ini dikarenakan pembelajaran

masih menekankan pada aspek pengetahuan dan pemahaman materi. Guru

selama ini lebih banyak memberikan latihan mengerjakan soal-soal pada

buku paket. Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih mengembangkan

keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah dan menerapkan

konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata. Dalam pembelajaran

di kelas pun dapat terlihat saat diberikan pertanyaan, hanya beberapa siswa


(22)

saja yang menjawab pertanyaan dari guru. Peran serta siswa dalam proses

pembelajaran masih kurang, yakni hanya sedikit siswa yang menunjukkan

keaktifan berpendapat dan bertanya. Pertanyaan yang dibuat siswa juga

belum menunjukkan pertanyaan-pertanyaan kritis berkaitan dengan materi

yang dipelajari. Kemudian jawaban dari pertanyaan masih sebatas ingatan

dan pemahaman saja, belum terdapat sikap siswa yang menunjukkan

jawaban analisis terhadap pertanyaan guru. Dari hasil ulangan pada semester

genap di peroleh informasi bahwa 15 siswa dari jumlah siswa keseluruhan 29

siswa belum mencapai nilai KKM yaitu ≥6

6. Peneliti dalam penelitian ini

lebih memilih kelas IVA daripada IVB dan IVC dikarenakan hasil belajar

kelas IVA lebih rendah. Hal ini dapat diketahui melalui hasil belajar siswa

kelas IVA Tema Indahnya Negeriku.

Tabel 1. Presentase Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas IV.

Kelas Nilai Skala 0-100 Kategori Jumlah

Siswa Presentase

IVA

81-100 SB (Sangat Baik) 3 10,34%

66-80 B (Baik) 7 24,14%

51-65 C (Cukup Baik) 10 34,48%

0-50 K (Kurang) 9 31,04%

Jumlah 29 100%

∑siswa dengan kategori baik (≥66) 10 34,48%

IV B

81-100 SB (Sangat Baik) 5 16,13%

66-80 B (Baik) 10 32,26%

51-65 C (Cukup Baik) 9 29,03%

0-50 K (Kurang) 7 22,58%

Jumlah 31 100%

∑siswa dengan kategori baik (≥66) 15 48,39%

IVC

81-100 SB (Sangat Baik) 4 13,33%

66-80 B (Baik) 12 40%

51-65 C (Cukup Baik) 8 26,67%

0-50 K (Kurang) 6 20%

Jumlah 30 100%

∑siswa dengan kategori baik (≥66) 16 53,33%

Berdasarkan tabel hasil belajar kognitif di atas diketahui presentase

hasil belajar kognitif siswa pada tema indahnya negeriku untuk kelas IVA


(23)

siswa yang mendapat nilai ≥66 berjumlah

10 siswa dengan presentase

ketuntasan 34,48%

, pada siswa kelas IVB siswa yang mendapat nilai ≥66

berjumlah 15 siswa dengan presentase ketuntasan 48,39% , sedangkan pada

kelas IVC siswa yang mendapat nilai ≥66 berjuml

ah 16 siswa dengan

presentase ketuntasan 53,33%. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

kognitif siswa kelas IVA pada tema indahnya negeriku lebih rendah dari

kelas IVB dan IVC.

Selain rendahnya hasil belajar kognitif siswa, menurut Sanjaya (2006:

1) dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan

kemampuan berpikir. Siswa masih kesulitan dalam menerapkan pengetahuan

yang dimiliki dalam kehidupan sehari- hari. Siswa juga belum biasa

menyelesaikan suatu permasalahan yang didahului dengan kegiatan

penyelidikan. Selain itu guru belum memaksimalkan penggunaan media

pembelajaran untuk mendorong siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Jika prinsip penyelesaian masalah ini diterapkan dalam pembelajaran, maka

siswa dapat terlatih dan membiasakan diri berpikir kritis secara mandiri.

Untuk

menciptakan

suasana

pembelajaran

kondusif

dan

menyenangkan perlu adanya pengemasan model pembelajaran dan media

yang menarik yang membuat siswa mampu mengoptimalkan

keterampilan-keterampilan dan konsep belajar. Guru sebagai fasilitator memiliki

kemampuan dalam memilih model pembelajaran yang efektif untuk

meningkatkan suasana belajar aktif, mempermudah penguasaan materi, siswa

lebih kreatif dalam proses pembelajaran, kritis dalam menghadapi persoalan,


(24)

memiliki keterampilan sosial dan mencapai hasil pembelajaran yang lebih

optimal.

Agar upaya tersebut berhasil maka harus dipilih model pembelajaran

dan media yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa serta lingkungan

belajar, supaya siswa dapat aktif, interaktif dan kreatif dalam proses

pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat juga akan

memperjelas konsep-konsep yang diberikan sehingga siswa senantiasa

antusias berpikir dan berperan aktif. Tujuan pembelajaran akan memperjelas

proses belajar mengajar dalam arti situasi dan kondisi yang harus diperbuat

dalam proses belajar mengajar. Salah satu model tersebut adalah model

problem based learning

dengan dibantu media grafis. Keefektifan model

problem based learning

adalah siswa lebih aktif dalam berpikir dan

memahami materi secara berkelompok dengan melakukan investigasi dan

inkuiri terhadap permasalahan yang nyata di sekitarnya sehingga mereka

mendapatkan kesan yang mendalam dan lebih bermakna tentang apa yang

mereka pelajari serta penggunaan media dapat menimbulkan semangat

belajar siswa. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan media berupa

media grafis.

Menurut Arends (2008: 41)

problem based learning

merupakan model

pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik

dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu

loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Menurut Asyhar (2011: 57)

media grafis adalah media berupa simbol-simbol visual yang berfungsi

menarik perhatian, memeperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan


(25)

suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan apabila menggunakan media

verbal.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merasa perlu untuk

mengadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas

dengan jud

ul “

Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar

melalui Model

Problem Based Learning

dengan Media Grafis pada Siswa

Kelas IVA SDN 6 Metro Pusat

.”

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi

permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1.

Pembelajaran lebih sering dianggap sebagai suatu produk yang diperoleh

dengan cara menghafalkan suatu konsep dan bukan memahami konsep.

2.

Dalam kegiatan pembelajaran siswa belum biasa dilibatkan dalam

kegiatan analisis mengolah masalah, mengevaluasi, dan menciptakan

sehingga siswa kurang aktif berpikir kritis dalam kegiatan proses

pembelajaran di kelas.

3.

Guru masih belum maksimal menggunakan media pembelajaran dalam

kegiatan pembelajaran.

4.

Rendahnya hasil belajar siswa.

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, diperoleh rumusan masalah

sebagai berikut:


(26)

1.

Bagaimanakah penerapan model

problem based learning

dengan media

grafis dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas

IVA SD Negeri 6 Metro Pusat ?

2.

Bagaimanakah penerapan model

problem based learning

dengan media

grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas IVA SD Negeri 6

Metro Pusat ?

D.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan

penelitian adalah untuk:

1.

Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa melalui model

problem

based learning

dengan media grafis pada kelas IVA SD Negeri 6 Metro

Pusat.

2.

Meningkatkan hasil belajar siswa melalui model

problem based learning

dengan media grafis pada kelas IVA SD negeri 6 Metro Pusat.

E.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

1.

Siswa

Dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar

siswa melalui melalui model

problem based learning

dengan media

grafis pada siswa kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat.


(27)

2.

Guru

a.

Penelitian ini merupakan masukan dalam memperluas pengetahuan

dan wawasan bagi guru tentang model pembelajaran, terutama dalam

rangka meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

b.

Penerapan model

problem based learning

akan memberikan suatu

alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam mengajar.

c.

Penggunaan media akan mendorong guru dalam memotivasi siswa

dalam pembelajaran.

3.

Sekolah

Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan

kualitas pendidikan melalui inovasi model dan media pembelajaran.

4.

Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengembangan

wawasan tentang penelitian tindakan kelas agar kelak menjadi guru yang

profesional.

F.

Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah perlu adanya

pembatasan masalah penelitian yaitu:

1.

Penerapan model

problem based learning

2.

Jenis media yang digunakan adalah media grafis

3.

Keterampilan berpikir kritis siswa pada saat proses pembelajaran

berlangsung.


(28)

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis yang bertujuan untuk merubah tingkah laku seseorang. Menurut Hakim dalam Fathurrohman (2010: 6) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuannya.

Hamalik (2001: 27) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan merupakan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

Terdapat berbagai jenis teori belajar untuk mendukung proses pembelajaran. Teori belajar digunakan untuk membimbing seseorang memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Teori belajar meliputi, teori


(29)

behaviorisme, teori belajar kognitif, teori belajar humanistik dan teori belajar kontruktivisme.

Belajar menurut teori kontruktivisme merupakan hasil kontruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. Menurut Slavin dalam Trianto (2010: 110) dalam teori belajar kontruktivisme siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Warsono (2012: 149) menyatakan bahwa problem based learning merupakan model pembelajaran yang mendukung pendekatan kontruktivisme dalam pengajaran dan belajar.

Berdasarkan pengertian dari para ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah proses pengubahan tingkah laku manusia yang dilakukan secara sadar dan disengaja melalui pengalaman dan latihan.

2. Hasil Belajar

Salah satu indikator tercapai atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Menurut Gagne & Briggs dalam Suprihatiningrum (2013: 37) hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance). Selanjutnya menurut Arikunto (2001: 63) hasil


(30)

belajar merupakan hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan.

Menurut Bloom dalam Suprihatiningrum (2013: 38) membagi hasil belajar menjadi tiga aspek, yaitu :

1) Aspek Kognitif

Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ranah kognitif berkaitan dengan daya pikir, pengetahuan dan penalaran. Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan siswa dalam berpikir dan bernalar yang mencakup kemampuan siswa dalam mengingat sampai dengan memecahkan masalah, yang menuntut siswa untuk menggabungkan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.

2) Aspek Afektif

Dimensi afektif lebih berorientasi pada pembentukan sikap melalui proses pembelajaran. Ranah afektif terdiri dari lima aspek, yaitu: (a) penerimaan (ingin menerima, sadar akan sesuatu), (b) pemberian respon (aktif berpartsipasi), penilaian (menerima nilai-nilai), (c) pengorganisasian (menghubungkan nilai yang dipercaya), (d) internalisasi (menjadikan nilai-nilai sebagai pola hidup). Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. 3) Aspek Psikomotorik

Kawasan psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual atau motorik. Ranah psikomotorik menunjuk pada gerakan-gerakan jasmaniah dan kontrol jasmaniah. Kecakapan fisik dapat berupa pola-pola gerakan atau keterampilan fisik. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu: gerakan refleks (meniru gerak), keterampilan gerakan dasar (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan (melakukan gerak dengan benar), gerakan keterampilan kompleks (merangkai gerakan dengan benar), gerakan ekspresif dan interpretatif. Aspek psikomotorik dilihat dari penampilan (performance) atau keterampilan siswa. Dalam mengukur penampilan atau keterampilan dapat diukur dari tingkat kemahirannya, ketepatan waktu penyelesaiannya, dan kualitas produk yang dihasilkannya.


(31)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

B. Keterampilan Berpikir Kritis 1. Pengertian Berpikir

Berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan. Berpikir mendasari hampir semua tindakan manusia dan interaksinya. Valentine dalam Kuswana (2011: 2) menyatakan berpikir dalam kajian psikologis secara tegas menelaah proses dan pemeliharaan untuk suatu aktivitas yang berisi mengenai “bagaimana” yang dihubungkan dengan gagasan-gagasan yang diarahkan untuk beberapa tujuan yang diharapkan. Kuswana (2011: 3) menyatakan bahwa proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks, ruang, waktu, dan media yang digunakan serta menghasilkan suatu perubahan objek yang mempengaruhinya.

Menurut Trianto (2010: 95) berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang saksama.

Pembelajaran adalah dampak dari berpikir. Pemahaman dan penggunaan aktif pengetahuan bisa tercipta hanya dengan pengalaman pembelajaran di mana murid berpikir tentang, dan berpikir dengan yang


(32)

mereka pelajari. De Bono (1990: 36) dalam bukunya yang berjudul mengajar berpikir menjelaskan bahwa berpikir adalah eksploitasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu tujuan. Tujuan itu mungkin berbentuk pemahaman, pengambilan kepuitusan, perencanaan, pemecahan masalah, penilaian, tindakan dan sebagainya.

Dari pengertian para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa berpikir adalah proses sistematis yang melibatkan struktur kognitif untuk memecahkan suatu masalah, pengambilan keputusan dan tindakan.

2. Keterampilan Berpikir Kritis

Menurut Eggen (2012: 115) berpikir kritis adalah kemampuan dan kecenderungan seseorang untuk membuat dan melakukan asesmen terhadap kesimpulan berdasarkan bukti. Menurut Arends dalam Sari (2012: 22) problem based learning membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa, dan menjadi pelajar yang mandiri.

Hasil pengembangan kemampuan berpikir kritis akan meningkatkan peserta didik untuk mampu mengakses informasi dan definisi masalah berdasarkan fakta dan data akurat. Selain itu, siswa juga akan mampu menyusun dan merumuskan pertanyaan secara tepat, berani mengungkapkan ide, gagasan serta menghargai perbedaan pendapat. Melalui berpikir kritis siswa akan memiliki kesadaran kognitif sosial dan berpartisipasi aktif dalam bermasyarakat.


(33)

Menurut Rosyada (2004: 170) kemampuan berpikir kritis (critical thinking) adalah menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut. Inti dari keterampilan berpikir kritis adalah aktif mencari berbagai informasi dan sumber, kemudian informasi tersebut dianalisis dengan pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa untuk membuat kesimpulan.

Begitu pula menurut Murti (2009: 1) berpikir kritis meliputi penggunaan alasan yang logis, mencakup keterampilan membandingkan, mengklasifikasi, melakukan pengurutan, menghubungkan sebab dan akibat, mendeskripsikan pola, membuat analogi, menyusun rangkaian, peramalan, perencanaan, perumusan hipotesis, dan penyampaian kritik. Berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir yang melibatkan proses kognitif dan mengajak siswa untuk berpikir reflektif terhadap permasalahan.

Berpikir kritis merupakan kegiatan manusia yang bisa dilihat/diamati (eksternal) maupun tidak dapat dilihat (internal). Dalam makalah yang berjudul Student-Centered Learning Berbasis ICT (Universitas Gajah Mada, 2004: 8) menyatakan bahwa perilaku berpikir kritis dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain.

a. Importance : penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukakan

b. Novelty : kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru siswa lain

c. Outside material : menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya di sekolah/reference

d. Ambiguity clarified : mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut bila dirasa ada ketidakjelasan


(34)

e. Thingking Ideas : senantiasa menghubungkan fakta, ide, atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan

f. Justification : memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.

g. Critical assessment : melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi yang dating dari dalam dirinya maupun dari siswa lain, serta memberikan “prompts” untuk terjadi evaluasi yang kritis h. Practical utility : ide-ide yang dikemukakannya selalu dilihat pula

dari sudut kepraktisannya (practicality) dalam penerapan

i. Width of understanding : diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat meluaskan isi/materi diskusi.

Berdasarkan aspek-aspek kemampuan berpikir kritis tersebut, maka dalam penelitian ini disusun pedoman penilaian keterampilan berpikir kritis yang disajikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2.Pedoman Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa No Aspek Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa Deskripsi Pencapaian

1. Melakukan Pengamatan 1. Siswa tidak melakukan pengamatan. 2. Siswa melakukan pengamatan tetapi tidak

tepat dan tidak teliti.

3. Siswa melakukan pengamatan dengan teliti tetapi kurang tepat.

4. Siswa melakukan pengamatan dengan tepat dan teliti.

2. Merumuskan Hipotesis

1. Siswa tidak dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi dari suatu gejala. 2. Siswa dapat meramalkan dan menjelaskan

suatu gejala tetapi kurang tepat. 3. Siswa dapat meramalkan apa yang

mungkin terjadi dari suatu gejala tetapi penjelasannya kurang tepat.

4. Siswa dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi dari suatu gejala beserta penjelasannya dengan jelas dan tepat.


(35)

3. Melakukan Diskusi 1. Siswa tidak melakukan diskusi. 2. Siswa melakukan diskusi tetapi tidak

mengemukakan ide-ide atau informasi baru 3. Siswa melakukan diskusi dengan aktif dan

berpartisipatif untuk memecahkan masalah yang dihadapi

4. Siswa melakukan dengan aktif dan senantiasa menguhubungkan fakta, ide, atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan 4. Keterampilan Siswa

Bertanya

1. Siswa tidak bertanya sama sekali. 2. Siswa bertanya tetapi tidak dapat

merumuskan pertanyaannya dengan baik. 3. Siswa bertanya dengan pertanyaan yang

kreatif.

4. Siswa bertanya dengan pertanyaan yang memerlukan tingkat intelektual yang tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi).

5. Keterampilan siswa menjawab pertanyaan

1. Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan. 2. Siswa dapat menjawab pertanyaan tetapi

tidak dapat memberikan alasannya. 3. Siswa dapat menjawab pertanyaan serta

dapat memberikan alasannya tetapi kurang tepat.

4. Siswa dapat menjawab pertanyaan dan dapat memberikan alasannya dengan tepat. 6. Membuat Kesimpulan 1. Siswa tidak bisa membuat kesimpulan.

2. Siswa bisa membuat kesimpulan tetapi tidak jelas dan tidak sesuai dengan tujuan percobaan.

3. Siswa bisa membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan percobaan tetapi tidak jelas. 4. Siswa dapat membuat kesimpulan sesuai

dengan tujuan percobaan dengan jelas. 7. Menerapkan Konsep 1. Siswa tidak dapat menerapkan konsep atau

menyebutkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Siswa dapat menerapkan konsep atau menyebutkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari dengan tepat.

3. Siswa dapat mengaplikasikan konsep yang telah diterima pada konteks atau situasi lain tetapi masih kurang tepat.

4. Siswa dapat mengaplikasikan konsep yang telah diterima pada konteks atau situasi lain dengan tepat.

(Lelana 2010: 41)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan pemecahan


(36)

masalah, analisis sumber atau informasi dan membuat kesimpulan yang dilakukan secara terstruktur dalam mencapai suatu tujuan.

C. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu pola pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas. Menurut Soekamto dalam Trianto (2009: 74) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Joyce dalam Trianto (2009: 74) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.

Model pembelajaran, menurut Isjoni dan Arif (2008: 146) merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan peserta didik, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal.


(37)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah strategi perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas yang digunakan guru untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.

2. Macam-macam Model Pembelajaran

Terdapat beberapa macam model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses penyampaian materi belajar. Menurut Sugiyanto (2008: 7) jenis-jenis model pembelajaran diantaranya (1) model pembelajaran kontekstual, (2) model pembelajaran kooperatif, (3) model pembelajaran kuantum, (4) model pembelajaran terpadu, (5) model pembelajaran berbasis masalah.

Mulyatiningsih (2012: 12) membagi macam-macam model pembelajaran (1) model pembelajaran kontekstual, (2) model pembelajaran kooperatif (Coorperative learning),(3) model pembelajaran quantum, (4) model pembelajaran terpadu, (5) model pembelajaran berbasis masalah (PBL), (6) model pembelajaran langsung (Direct Instruction, (7) model pembelajaran diskusi

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat berbagai macam model pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model problem based learning.


(38)

3. Model Problem Based Learning

1) Pengertian Model Problem Based Learning

Problem based learning, yang dikembangkan oleh Barrows, semula berkembang dalam pendidikan medis. Namun dalam perkembangannya model ini diterapkan dalam berbagai disiplin yang lain termasuk pendidikan. Model ini erat kaitannya dengan pendekatan kontekstual. Semuanya berfokus pada penyajian suatu permasalahan nyata kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya. Dalam pendekatan berbasis masalah, masalah yang nyata dan kompleks memotivasi siswa untuk mengidentifikasi dan meneliti konsep dan prinsip yang mereka perlu ketahui untuk berkembang melalui masalah tersebut. Siswa bekerja dalam tim kecil, dan memperoleh, mengomunikasikan, serta memadukan informasi dalam proses yang menyerupai atau mirip dengan menemukan (inquiry).

Menurut Arends dalam Warsono (2012: 147) problem based learning adalah model pembelajaran yang berlandaskan kontruktivisme dan mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam belajar serta terlibat dalam pemecahan masalah. Eggen (2012: 307) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri.


(39)

Nurhadi, dkk (2004: 56) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata atau masalah simulasi yang kompleks sebagai titik awal pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan memecahkan masalah dan berpikir kritis siswa.

2) Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning Sebagaimana model pembelajaran yang lain, model problem based learning juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Suyadi (2013: 142) mengemukakan kelebihan dan kekurangan dari model problem based learning yaitu sebagai berikut:

Kelebihan model problem based learning

1) Membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

2) Teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

3) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka guna beradaptasi dengan pengetahuan baru.

4) Problem based learning dapat mengembangkan minat peserta didik untuk mengembangkan konsep belajar secara


(40)

terus menerus, karena dalam praksisnya masalah tidak akan pernah selesai.

5) Peserta didik mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif-menyenangkan.

Kekurangan model problem based learning

1) Ketika peserta didik tidak memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah. 2) Tanpa pemahaman untuk memecahkan masalah yang

sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

3) Proses pelaksanaan membutuhkan waktu yang lebih lama atau panjang.

Menurut Pannen, dkk (2001: 99-102) mengemukakan kelebihan dan kekurangan problem based learning sebagai berikut : Kelebihan model pembelajaran problem based learning

1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan masalah tersebut.

2) Guru dapat melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.

4) Pembelajaran menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa.

5) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan dikaitkan langsung dengan kehidupan sehari-hari.

6) Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok akan mempermudah pencapaian ketuntasan belajar yang diharapkan.

Kekurangan model pembelajaran problem based learning

1) Waktu yang diperlukan untuk implementasi lebih lama. 2) Tidak semua materi bisa diajarkan dengan metode

pembelajaran berbasis masalah.

3) Membutuhkan fasilitas dan perangkat pembelajaran yang memadai.


(41)

4) Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang.

5) Menuntut siswa lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan model problem based learning adalah mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir siswa secara kritis dan aktif untuk dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kekurangannya adalah membutuhkan membutuhkan waktu yang relatif lama dalam pelaksanaannya.

3) Langkah Pembelajaran Model Problem Based Learning

Problem based learning memiliki prosedur yang jelas dalam melibatkan peserta didik untuk mengidentifikasi permasalahan. Dewey dalam Sanjaya (2006: 217) menjelaskan 6 langkah strategi pembelajaran berdasarkan masalah, yaitu:

1) Merumuskan masalah, yakni langkah peserta didik dalam menentukan masalah yang akan dipecahkan.

2) Menganalisis masalah, yakni langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

3) Merumuskan hipotesis, yakni langkah peserta didik dalam merumuskan pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

4) Mengumpulkan data, yakni langkah peserta didik untuk mencari informasi dalam upaya pemecahan masalah. 5) Pengujian hipotesis, yakni langkah peserta didik untuk

merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yakni langkah peserta didik menggambarkan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.


(42)

Menurut Arends (2008: 57) sintaks untuk model problem based learning dapat disajikan seperti pada tabel.

Tabel 3. Langkah-langkah Model Problem Based Learning

Fase Perilaku Guru

Langkah 1: Memberikan orientasi tentang

permasalahannya kepada peserta didik

Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Langkah 2:

Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti

Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

Langkah 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat. Langkah 4:

Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya dan memamerkan

Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain. Langkah 5: Menganalisis

dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap penyelidikannya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Arends (2008: 57)

Menurut Riyanto (2009: 288) langkah-langkah model problem based learning adalah sebagai berikut :

1) Guru memberikan permasalahan kepada peserta didik. 2) Peserta didik dibentuk kelompok kecil, kemudian

masing-masing kelompok tersebut mendiskusikan masalah dengan pengetahuan dan keterampilan dasar yang mereka miliki. 3) Peserta didik juga membuat rumusan masalah serta

hipotesisnya.

4) Peserta didik aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang telah dirumuskan. 5) Peserta didik rajin berdiskusi dengan kelompoknya untuk

menyelesaikan masalah yang diberikan dengan melaporkan data-data yang telah diperoleh.

6) Kegiatan diskusi penutup dilakukan apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat.


(43)

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil pendapat dari Arends untuk melakukan langkah pembelajaran menggunakan model problem based learning. Sintaks pembelajaran yang dikemukakan Arends sudah jelas dan terinci. Secara umum langkah pembelajaran diawali dengan pengenalan masalah kepada siswa. Selanjutnya siswa diorganisasikan dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi penyelesaian masalah. Hasil dari analisis kemudian dipresentasikan kepada kelompok lain. Akhir pembelajaran guru melakukan klarifikasi mengenai hasil penyelidikan siswa.

Problem based learning merupakan salah satu model pembelajaran dalam kurikulum 2013 pada pembelajaran tematik. Menurut Trianto (2010: 78) menyatakan bahwa pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Pembelajaran tema-tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas 2006: 5).

Pengajaran tematik perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin dan saling terkait. Dengan demikian materi-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Secara umum prinsip pembelajaran tematik menurut Trianto (2010: 85): 1) prinsip penggalian tema, 2) prinsip pengelolaan pembelajaran, 3) prinsip evaluasi, 4) prinsip reaksi.


(44)

Depdiknas (2006: 6) pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas antara lain:

1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar.

2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.

3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga belajar dapat bertahan lebih lama.

4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa. 5) Mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Menurut Trianto (2010: 86) pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran memiliki arti penting dalam membangun kompetensi siswa, antara lain:

1) Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. 2) Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep

belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa.

Dalam pengajaran tematik pada kurikulum 2013, digunakan buku guru sebagai panduan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran sesuai tema yang disampaikan. Selain itu, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sesuai kurikulum 2013 tersebut telah ditetapkan Standar Kompetensi Lulusan yang merupakan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup


(45)

sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk mencapai kompetensi lulusan tersebut perlu ditetapkan Standar Isi yang merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu yang disusun berdasarkan Permendikbud No 64 tahun 2013 tentang standar isi dan Permendikbud No 65 tentang standar proses.

Kemudian, menurut Kemendikbud (2013) pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 menggunakan pendekatan ilmiah dan penilaian otentik.

a) Pendekatan Ilmiah ( Scientific Approach )

Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai pendekatan pembelajaran berbeda-beda, demikian pula pada kurikulum 2013. Scientific Approach adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran kurikulum 2013. Pada pendekatan ini guru akan melakukan langkah-langkah pembelajaran sesuai pendekatan ilmiah. Pendekatan saintik/scientific approach merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. (Kemendikbud 2013).


(46)

Menurut Suyitno (2013) pendekatan ilmiah mempunyai kriteria sebagai berikut:

a. Pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu.

b. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengapalikasikan materi pembelajaran.

d. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan ilmiah adalah suatu pendekatan berdasarkan langkah-langkah ilmiah untuk mendorong siswa berpikir secara kritis dan analisis.

b) Penilaian Otentik

Penilaian merupakan proses sistematis yang sangat penting dalam pembelajaran. Kurikulum 2013 menggunakan penilaian otentik sebagai penilaian pembelajaran. Menurut Nurgiyantoro (2011: 23) penilaian otentik merupakan penilaian yang menekankan kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Menurut Stiggins dalam Nurgiyantoro (2011: 23) penilaian otentik merupakan penilaian kinerja (performance) yang meminta pebelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi


(47)

tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya.

Tujuan penilaian ini adalah untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata dimana keterampilan-keterampilan tersebut digunakan. Cara penilaian dalam penilaian otentik bermacam macam, dapat menggunakan model nontes dan tes. Misalnya dengan memberikan tes, latihan-latihan dikelas, wawancara, pengamatan, angket, catatan lapangan, portofolio dan lain-lain.

Menurut Kunandar (2013: 38) terdapat beberapa prinsip dari penilaian otentik, diantaranya sebagai berikut:

a. Harus mengukur semua aspek pembelajaran, yaitu kinerja dan hasil atau produk.

b. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.

c. Tes hanya salah satu alat pengumpul hasil penelitian.

d. Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa setiap hari.

e. Penilaian harus menekankan kedalam pengetahuan dan keahlian siswa.

Berdasarkan berbagai pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian otentik adalah penilaian yang dilakukan ketika proses pembelajaran dan hasil sekaligus. Penilaian ini mengukur keterampilan-keterampilan siswa dengan cara mendemonstrasikan pengetahuan. Dalam penelitian ini, penilaian otentik dinilai melalui kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung.


(48)

D. Media Pembelajaran 1. Pengertian Media

Media mempunyai pengertian segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan informasi dan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memperjelas materi atau mencapai tujuan pembelajaran. Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah artinya perantara atau pengantar. The Association for Educational Communication and Technology (AECT) dalam Asyhar (2011: 4) menyatakan bahwa media adalah apa saja yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Sementara menurut Sadiman (2006: 7) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Hanafiah (2009: 59) menyatakan bahwa media pembelajaran merupakan segala bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar secara cepat, tepat, mudah, benar dan tidak terjadinya verbalisme.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala bentuk alat yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran.


(49)

2. Manfaat Media

Susilana (2009: 7) menyatakan bahwa penggunaan media secara kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa untuk belajar lebih banyak, mencamkan apa yang dipelajari dengan baik, dan meningkatkan penampilan dalam melakukan keterampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan pembelajaran. Menurut Susilana (2009: 9) manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera. 3) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara

murid dengan sumber belajar.

4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya.

5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama.

Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp & Dayton dalam Susilana (2009: 9):

1) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar. 2) Pembelajaran dapat lebih menarik

3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar.

4) Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek. 5) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.

6) Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan.

7) Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.

8) Peran guru berubah kearah yang positif.

Dari berbagai pendapat ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran adalah mempermudah pembelajaran dan merangsang siswa untuk lebih aktif.


(50)

3. Jenis-jenis Media

Media pembelajaran mempunyai banyak jenisnya yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan guru dalam proses pembelajaran. Rudi dan Bretz dalam Trianto (2010: 10) mengklasifikasikan media kedalam tujuh kelompok media, yaitu: a) media audio visual gerak, b) media audio visual diam, c) media audio semi gerak, d) media visual gerak, e) media visual diam, f) media audio, g) media cetak.

Sementara itu, menurut Asyhar (2012: 44) media dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu:

a) Media visual, yaitu media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari peserta didik. Beberapa media visual misalnya media visual non proyeksi (benda realita, model dan protetipe, media grafis), dan media proyeksi (power point, gambar digital).

b) Media audio, yaitu jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya mengandalkan indera pendengaran siswa, misalnya radio, pita kaset hitam, dan piringan hitam. c) Media audio visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam

kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan, misalnya video kaset dan film bingkai.

d) Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran, misalnya TV dan power point.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat berbagai macam jenis media yang dapat digunakan dalam menunjang pembelajaran. Dalam hal ini, peneliti menggunakan media visual berupa grafis dalam model problem based learning.


(51)

E. Media Grafis

1. Pengertian Media Grafis

Penggunaan media grafis dalam pembelajaran dewasa ini bukan lagi hal yang baru dalam dunia pendidikan, karena dengan adanya media grafis akan lebih meningkatkan daya serap siswa dalam memahami pesan-pesan pembelajaran. Menurut Asyhar (2011: 57) media grafis merupakan sarana untuk menyalurkan pesan dan informasi melalui simbol-simbol visual.

Selanjutnya Sudjana dalam Safei (2014: 118) menyatakan bahwa media grafis adalah media pembelajaran yang terdiri atas lambang-lambang, titik-titik dan simbol serta garis-garis yang menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa media grafis adalah media yang menampilkan seni menggambar berupa lambang-lambang yang bertujuan untuk menyampaikan informasi.

1. Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis

Menurut Latuhe dalam Safei (2014: 121) kelebihan media grafis yaitu sebagai berikut:

1) Dapat menerjemahkan ide-ide yang abstrak ke dalam bentuk yang lebih realistik.

2) Menghemat waktu dan tenaga juga menarik perhatian siswa. 3) Dapat digunakan pada semua jenis dan jenjang pendidikan. 4) Mudah menggunakannya.

5) Dapat ditemukan dalam buku-buku pelajaran, majalah, surat kabar, kalender, dan perpustakaan.


(52)

Hamalik dalam Safei (2014: 121) menyatakan kelebihan media grafis yaitu:

1) Dapat mengatasi keterbatasan waktu dan ruang.

2) Dapat mengatasi kekuatan daya maupun panca indera manusia 3) Sifatnya konkrit dan lebih realistis.

4) Dapat memperjelas suatu masalah sehingga dapat membetulkan kesalahpahaman.

Kekurangan media grafis menurut Sadiman (2005: 31):

1) Terkadang ukurannya terlalu kecil untuk digunakan pada kelompok siswa yang cukup besar.

2) Pada umumnya hanya dua dimensi yang tampak, sedangkan dimensi yang lainnya tidak jelas.

3) Tidak dapat memperlihatkan suatu pola gerakan secara utuh. 4) Tanggapan bisa berbeda-beda terhadap gambar yang sama. 5) Sulit dipahami oleh siswa yang tingkat usia dan pendidikannya

masih rendah.

6) Membutuhkan pengetahuan yang cukup dan keterampilan khusus dari guru.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan media grafis adalah dapat menarik perhatian siswa serta mudah dalam penggunaannya. Sedangkan kekurangannya adalah tidak dapat menjangkau kelas dengan komposisi siswa yang banyak.

F. Kerangka Berpikir

Pendidikan memiliki peran penting dalam pembangunan masa depan dan sumber daya manusia yang lebih produktif. Namun pembelajaran masih dianggap sebagai produk, yaitu berupa kumpulan konsep yang harus dihafal sehingga berdampak pada rendahnya kemampuan siswa pada aspek kognitif. Siswa jarang dilibatkan langsung


(53)

dalam proses berpikir karena guru hanya memindahkan pengetahuan. Selain itu penggunaan media yang belum maksimal menimbulkan proses pembelajaran kurang menarik bagi siswa.

Problem based learning adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Siswa diberikan permasalahan pada awal pelaksanaan pembelajaran oleh guru, selanjutnya selama pelaksanaan pembelajaran siswa memecahkannya yang akhirnya mengintegrasikan pengetahuan kedalam bentuk laporan. Media grafis merupakan media visual yang membantu siswa untuk lebih memahami materi atau masalah yang disajikan dalam penerapan model problem based learning.

Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk berlatih berpikir karena langkah pembelajaran ini adalah dengan menyajikan suatu masalah sebagai awal proses pembelajaran. Model pembelajaran ini dirancang untuk dapat melatih kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan sekitar sehingga nantinya dapat memperdalam penguasaan konsep dalam pengetahuan. Selain itu penggunaan media grafis dalam pembelajaran dapat menarik perhatian siswa terhadap masalah yang akan disajikan sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.


(54)

Kerangka berpikir dapat digambarkan di bawah ini :

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian.

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut “Apabila dalam pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan media grafis dengan langkah-langkah yang tepat, maka keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat dapat meningkat”.

Input - Kurikulum 2013

- Pembelajaran masih dianggap sebagai produk.

- Siswa jarang dilibatkan langsung dalam proses berpikir

Proses Pendekatan Scientific Penerapan model Problem

Based Learning Media grafis

Hasil

- Keterampilan berpikir kritis meningkat.


(55)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Menurut Arikunto (2006: 136) metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya. Penelitian yang dilaksanakan ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas didefinisikan sebagai suatu penelitian tindakan (action

research) yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti di

kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu (kualitas) proses pembelajaran di kelasnya malalui tindakan (treatment) tertentu di dalam suatu siklus (Kunandar, 2008: 45). Penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelian ini dilakukan dengan dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Siklus 1 pada pertemuan 1 dan 2 (pembelajaran 1 & 2) dan siklus II pada pertemuan 1 dan 2 (pembelajaran 5 & 6)

Peneliti terlibat dengan kolaborasi bersama guru dalam perencanaan, dalam pelaksanaan peneliti sebagai guru dan dalam pengamatan dibantu guru


(56)

dan teman sejawad. Dalam rancangan penelitian ini guru mengelompokkan siswa menjadi enam kelompok yang terdiri dari 5 sampai 4 orang.

Adapun daur siklus dalam penelitian tindakan kelas ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Siklus PTK. Prosedur PTK Sunyono (2009: 24).

Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan Observasi

Refleksi

Siklus II

Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan Observasi

Refleksi


(57)

1. Setting Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 6 Metro Pusat yang terletak di Jalan Brigjend Sutiyoso No. 48 Metro Pusat Kota Metro.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dalam rentang waktu bulan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014. Rentang waktu tersebut dimulai dari perencanaan proposal sampai penyusunan laporan hasil skripsi.

2. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipan antara peneliti dengan guru kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat. Adapun subjek penelitian yaitu guru kelas IVA dan siswa yang berjumlah 29 orang siswa dengan komposisi 18 siswa perempuan dan 11 siswa laki-laki.

B. Teknik dan Alat Pengumpul Data 1. Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah teknik nontes dan tes


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas melalui penerapan model problem based learning dengan media grafis pada siswa kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat, Kota Metro dapat disimpulkan bahwa:

a. Penerapan model problem based learning dengan media grafis dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran tematik. Pada siklus I nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa adalah 54,24, kemudian meningkat sebesar 22,85 menjadi 77,09 pada siklus II.

b. Penerapan model problem based learning dengan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pembelajaran tematik. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar afektif siswa adalah 57,53 kemudian meningkat sebesar 19,91 menjadi 77,44 pada siklus II. Hasil belajar kognitif siswa pada siklus I dengan nilai rata-rata sebesar 64,48 meningkat sebesar 10,83 menjadi 75,31 pada siklus II. Persentase ketuntasan belajar kognitif pada siklus I yaitu 55,17%, meningkat sebesar 27,59% menjadi 82,76% di siklus II.


(2)

B. Saran a. Siswa

Diharapkan siswa dapat selalu mengembangkan keterampilan berpikir kritis serta memiliki antusias menunjukkan partisipasinya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotor.

b. Guru

Hendaknya dalam pelaksanaan pembelajaran tematik di SD lebih mengoptimalkan penggunaan media karena dapat membantu meningkatkan keterampilan berpikir dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik.

c. Sekolah

Penyediaan fasilitas penunjang yang mampu mendukung usaha pelaksanaan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan.

d. Peneliti berikutnya

Penelitian ini dilakukan melalui penerapan model problem based learning dengan media grafis pada pembelajaran tematik dengan materi yang berbeda pada setiap siklusnya. Diharapkan peneliti berikutnya dapat mengembangkan dan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran serupa pada mata pelajaran serta materi lain yang lebih baik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesi. Universitas Terbuka. Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan. Aditya Media. Yogyakarta. ---. 2006. Metodologi Penelitian. Bina Aksara. Yogyakarta.

---. 2001. Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta.

---. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Arends, Richard. (2008). Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company.

Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Asyhar, Rayandra. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Gaung

Persada Press. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Yatma Widya. Bandung ---. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk guru SD, SLB dan

TK.Yrama Widya. Bandung.

De Bono, Edward. 2007. Revolusi Berpikir. Kaifa. Jakarta. ---. 1990. Mengajar Berpikir. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006. Tentang Standar Isi.

---. 2006. Panduan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) SD/MI. Jakarta.


(4)

Eggen, Paul & Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. PT Indeks. Jakarta.

Fathurrohman, Pupuh & Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar. PT Refika Aditama. Bandung.

Fisher. Alec. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Erlangga. Jakarta. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Balai Pustaka. Bandung Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. CV Pustaka Setia. Bandung.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. PT Refika Aditama. Bandung.

Isjoni & Arif Ismail. (2008). Model-Model Pembelajaran Mutakhir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kemendikbud. 2013. Buku Guru Tema 8 Tempat Tinggalku. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Kemendikbud. 2013. Buku Siswa Tema 8 Tempat Tinggalku. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Kemendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum 2013 dan Relevansinya dengan

Kebutuhan Kualifikasi Kompetensi Lulusan. Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kuswana, Wowo Sunaryo. 2011. Taksonomi Berpikir. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Lelana, Dwi Putra. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa.

Skripsi.www.academia.edu/1208233/. Diakses tanggal 27 Januari pukul 11.07

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Mulyatiningsih, Endang. 2012. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Alfabeta. Bandung.


(5)

Murti, Bhisma. 2009. Berpikir Kritis (Critical Thinking). Seri Kuliah Budaya Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Diakses dari alamat http://researchengenis.com. pada tanggal 3 Februari 2014.

Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajarannya. PT Bumi Aksara. Jakarta. Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: UM Press.

Pannen, dkk. 2001. Kontruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti Depdiknas. Jakata.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.

Rosdakarya. Bandung.

Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Modal

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Sadiman, Arief S dkk. 2005. Media Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Safei. 2014. Penggunaan Media Grafis dalam Proses Pembelajaran. http://ejurnal.uin-alauddin.ac.id/artikel/PenggunaanMediaGrafisSafei.pdf. Diakses 05/02/2014. Pukul 15.16 WIB.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta.

Sari, Devi Diyas. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada

Pembelajaran IPA Kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman. Skripsi.

http://eprints.uny.ac.id/9174/10/10%20BAB%20I%20-%20V.pdf Diakses pada 2 Februari 2014. Pukul 13.52 WIB.

Sugiyanto. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta. Surakarta


(6)

Suharjo. 2006. Mengenal Pendidikan Sekolah dasar. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat ketenagaan. Jakarta.

Sunyono. 2009. Perancangan PTK dan Penulisan Karya Ilmiah. Unila. Bandar Lampung.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Yogjakarta.

Susilana & Cepi Riyana. 2009. Media Pembelajaran. CV Wacana Prima. Bandung.

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Suyitno, Teguh. 2013. Pendekatan Pembelajaran pada Kurikulum 2013. http://bdksemarang.kemenag.go.id/?p=page&id=271#sthash.Wt0jnskl.dpb s. Dikases pada 24 Februari 2014. Pukul 13.52 WIB.

Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. UNILA. Lampung

---. 2013. Modul Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Kemendikbud. Jakarta.

---. 2013. Modul Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud. Jakarta.

Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. PT Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

---.2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

---. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif Konsep, Landasan Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada Group. Jakarta.

Universitas Gajah Mada. 2004. Student-Centered Learning Berbasis ICT. Makalah. ppp.ugm.ac.id/wp-content/uploads/jte_e0ccce.doc. Diakses pada 24 Februari 2014. 14.06 WIB.

Warsono & Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.