9 maupun industri tekstil [13]. Zat warna antosianin dapat digunakan pada
kebanyakan produk makanan seperti minuman, jelly, selai, es krim, yoghurt, kue- kue dan lain-lain [12].
2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Antosianin
Antosianin larut dalam pelarut polar seperti metanol, aseton, atau kloroform, air, yang diasamkan dengan asam klorida atau asam format. Antosianin stabil
suhu 50°C, mempunyai berat molekul 207,08 grammol dan rumus molekul C
15
H
11
0. Antosianin dilihat dari penampakan berwarna merah, merah senduduk, biru dan ungu, mempunyai panjang gelombang maksimum 490 - 550 nm [14,15].
2.2.2 Warna dan Stabilitas Antosianin
Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada struktur molekul secara keseluruhan. Bagaimanapun, antosianin tidak stabil karena kondisi
pemrosesan dan penyimpanannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan pigmen antara lain jenis spesies tanaman, kondisi lingkungan dan
tanah, ekstraksi dan parameter pemrosesan seperti pH, temperatur penyimpanan, konsentrasi, struktur kimia, cahaya, oksigen, protein, asam askorbat, gula, enzim
dan ion logam [16]. 1.
pH Di antara faktor-faktor yang lain, pH adalah faktor yang paling berpengaruh
pada stabilitas antosianin. Pada umumnya, antosianin lebih stabil dalam media asam pada pH rendah daripada larutan alkali. Antosianin dikenal dapat
menampilkan sejumlah variasi warna pada range pH 1-14. Dalam larutan aqueous, antosianin berada pada empat bentuk
kesetimbangan yang tergantung pada pH: quiononoidal base QB, flavylium cation FC, carbinol atau pseudobase PB dan chalchone CH. Pada kondisi
asam pH 2, antosianin hadir dalam bentuk flavylium cation yang berwarna merah. Meningkatnya nilai pH dapat menyebabkan menurunnya intensitas warna
dan konsentrasi flavylium cation. Pada waktu yang sama, flavylium cation terjadi dihidrasi menghasilkan carbinol atau pseudobase yang tak berwarna. Dan juga
kehilangan proton yang cepat karena pH yang meningkat mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
10 perubahan bentuk flavylium cation menjadi bentuk quinonoidal. Ketika pH
meningkat lagi, bentuk carbinol berubah mejadi chalcone. Pada nilai pH berada di antara 4-5,5 sangat sedikit warna yang tertinggal karena bentuk carbinol tak
berwarna dan chalcone yang berwarna kekuningan yang mendominasi. Beberapa studi mengenai stabilitas antosianin yang berada pada rentang pH yang luas
menyatakan bahwa ada beberapa antosianin yang menunjukkan stabilitas warna yang meningkat pada kondisi basa sekitar pH 8-9, meskipun intensitas warnanya
terlihat sederhana [16].
Gambar 2.7 Empat Bentuk Kesetimbangan Antosianin [16]
Bentuk-bentuk antosianin pada kondisi kesetimbangan tersebut bervariasi berdasarkan pH. Dengan kata lain, antosianin memungkinkan terjadinya
perubahan struktur molekul secara reversible berdasarkan perubahan pH, yang juga mengakibatkan perubahan warna. Hal ini diyakini melalui pengaturan pH,
proses stabilisasi alami untuk antosianin dapat dicapai sehingga pengetahuan itu dapat menjadi nilai yang berharga bagi perusahaan makanan dan tekstil [17].
2. Temperatur
Stabilitas antosianin dipengaruhi oleh temperatur. Laju degradasi antosianin meningkat selama pemrosesan dan penyimpanan karena temperatur meningkat
[17].
Universitas Sumatera Utara
11 3.
Oksigen Oksigen menjelaskan pengaruh kuat lain yang mempengaruhi proses
degradasi antosianin. Kehadiran oksigen, bersama dengan temperatur, adalah kombinasi yang paling merusak dalam kehilangan warna antosianin. Oksigen
merangsang ketidakstabilan antosianin yang dipengaruhi oleh pH, semakin tinggi pH, maka semakin kuat terjadinya degradasi antosianin dengan keberadaan
oksigen [17]. 4.
Cahaya Cahaya berpengaruh terhadap antosianin dengan dua cara yang berbeda.
Cahaya cukup penting untuk biosintesis, tetapi cahaya juga dapat mempercepat degradasi. Untuk mengurangi degradasi warna, antosianin lebih baik disimpan
dalam keadaan gelap [17]. Pengaruh antosianin yang bermanfaat bagi kesehatan manusia telah
mendorong meningkatnya permintaan untuk penggunaan pigmen ini dalam produk-produk makanan dan membuat suatu metode yang murah dan efektif
untuk mengukur kandungan antosianin dalam sampel, dan hasilnya akan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh para laboratorian. Pada tahun
2005, metode pH differential mendapat persetujuan dari Association of Analytical Communities AOAC. Metode pH diferential ini telah didemonstrasikan sebagai
sesuatu yang sederhana, cepat dan akurat untuk mengukur total monomer dari kandungan antosianin dalam sampel dan telah digunakan secara luas oleh
komunitas sains dan industri [18].
2.3 RAMBUTAN Rambutan Nephelium lappaceum Linn merupakan sejenis buah-buahan
tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Buah rambutan terbentuk pada ujung ranting yang berbentuk bulat berukuran 5 cm yang berwarna hijau muda
dan akan berubah warna menjadi kuning atau merah apabila sudah matang. Masa kematangan dari rambutan antara 100 - 130 hari. Pohon rambutan secara teori
berbuah 275 - 300 hari tanam [19]. Bentuk buah rambutan bervariasi, mulai dari bulat sampai lonjong dengan
warna kulit buah yang beraneka ragam pula, ada yang berwarna kekuningan,
Universitas Sumatera Utara
12 merah muda, oranye dan merah tua. Ketebalan kulitnya sekitar 0,2
– 0,4 cm. Biji buah berdiameter 1
– 1,5 cm, daging buahnya berwarna putih, transparan, rasanya manis, dengan ketebalan 0,4
– 0,8 cm [20].
Gambar 2.8 Rambutan [21] Rambutan termasuk buah non klimakterik, maka buah itu harus dipanen
pada tingkat kematangan yang tepat. Hal ini dikarenakan sifat buah non klimakterik yang tidak dapat mengalami kematangan setelah dipetik. Adapun
nama lain dari rambutan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Nama Ilmiah dan Nama Umum Rambutan [20]
Nama Ilmiah Nama Umum
Nephelium lappaceum Linn Rambutan Indonesia
Nephelium chryseum Blum Rambutan Malaysia
Nephelium sufferrugineum Radlk Ramboutanier Inggris
Euphobia nephelium DC Shao tzu Cina
Produksi buah rambutan di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tanaman rambutan ditanam di daerah rendah dengan ketinggian mencapai
300 meter di atas permukaan laut. Rambutan tumbuh pada tempat beriklim panas dengan curah hujan merata dan toleran terhadap berbagai tipe tanah. Di Indonesia
tercatat ada 22 varietas buah rambutan yang satu sama lain sedikit berbeda. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat perbedaan karakteristik dari masing-masing varietas
rambutan yang paling umum dijumpai. Kulit rambutan terbagi atas dua lapisan yaitu lapisan dalam berwarna putih
susu dan lapisan luar berwarna hijau kekuningan, merah muda, oranye hingga merah tua. Rata-rata berat buah rambutan berkisar antara 15,62
– 24,76 gram per buah, sedangkan persentase berat kulit rambutan dari berat total buahnya rata-rata
sebesar 43,5 [20].
Universitas Sumatera Utara
13 Saat ini, buah rambutan masih digemari oleh masyarakat. Namun kulitnya
yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal, adanya warna merah tua diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai
pewarna alami. Tabel 2.2 Varietas Rambutan [20]
Varietas Karakteristik
Lebakbulus Kulit berwarna merah gelap, rambut agak lemas dan panjangnya 1,5
cm, daging buahnya berwarna putih keabuan, terlepas dari biji kelotok, rasanya manis masam.
Simacan Kulit buahnya berwarna merah tua, rambutnya panjang-panjang.
Sinyonya Buahnya berbentuk bulat, dengan warna kulit merah gelap, rambut
lemas, daging buahnya berwarna putih buram, tidak mengelupas dan rasanya manis
Rapiah Penampilannnya kurang menarik, buahnya berukuran kecil sampai
sedang dengan berat rata-rata 25,1 gram per buah, bentuknya bulat lonjong, terdapat garis yang membagi dua bagian buah, rambut
pendek dan jarang, warna kulitnya hijau sampai kuning atau merah, daging buah tebal, kenyal, mudah mengelupas, rasanya manis dan
tidak berair.
2.4 EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan
metode pemisahan mekanis atau termis. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi antara lain:
1. Tipe persiapan sampel 2. Waktu ekstraksi
3. Kuantitas pelarut 4. Suhu pelarut
5. Tipe pelarut
Universitas Sumatera Utara
14 Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:
1. Mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya untuk bercampur, dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada
antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya yaitu pelarutan ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstraksi dan rafinat, kebanyakan dengan cara filtrasi. 3. Mengisolasikan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya
dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu larutan ekstrak dapat langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.
Pada metode ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini
digunakan secara teknis dalam skala besar terutama di bidang industri bahan alami dan makanan, misalnya untuk memperoleh bahan aktif dari tumbuhan [1].
Ada beberapa teknik ekstraksi antara lain: 1.
Metode Maserasi Merupakan teknik ekstraksi untuk mengekstraksi suatu bahan tumbuhan
bergantung pada tekstur, kandungan air, bahan tumbuhan dan jenis senyawa yang akan diisolasi. Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan cara merendam zat
terlarut dalam pelarut yang sesuai pada waktu tertentu, tanpa adanya tambahan energi panas.
2. Refluks
Merupakan proses ekstraksi dengan cara mendidihkan campuran antara zat terlarut dan pelarut yang sesuai pada suhu dan waktu tertentu, dan mengembunkan
kembali uap yang terbentuk dalam kondensor agar kembali ke labu reaksi sehingga volume campuran tetap. Teknik ini dapat digunakan untuk kepentingan
preparatif, pemurnian, pemisahan dan analisis pada semua skala kerja, baik analisis dalam skala industri maupun skala laboratorium [22].
Pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi faktor
– faktor antara lain: 1. Selektifitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen komponen lain dari bahan ekstraksi.
Universitas Sumatera Utara
15 2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki komponen melarutkan ekstrak yang besar. 3. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi.
4. Titik didih Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat. Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses
ekstraksi titik didih tidak terlalu tinggi. 5. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif, tidak bercampur dengan udara,
tidak korosif, tidak membentuk terjadinya emulsi, memiliki viskositas yang rendah dan stabil secara kimia dan termis [9].
Efektivitas proses ekstraksi ditentukan oleh kemurnian pelarut, suhu ekstraksi, metode ekstraksi dan ukuran partikel-partikel bahan yang diekstraksi.
Semakin murni suatu pelarut dan makin lama waktu kontak antara pelarut dengan bahan yang diekstraksi pada suhu tertentu, maka ekstrak yang dihasilkan makin
banyak [23]. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
ekstraksi refluks. Hal ini karena jumlah pelarut yang dibutuhkan tidak terlalu banyak karena sebagian pelarut yang menguap akan dikondensasikan dengan
menggunakan refluks kondensor dan dikembalikan ke dalam reaktor sehingga volume pelarut dalam reaktor relatif konstan.
2.5 TEORI POLAR DAN NONPOLAR
Senyawa polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsurnya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan
tersebut mempunyai nilai elektronegatifitas yang berbeda. Ciri -ciri senyawa polar antara lain:
dapat larut dalam air dan pelarut lain
Universitas Sumatera Utara
16
memiliki kutub + dan kutub -, akibat tidak meratanya distribusi elektron
memiliki pasangan elektron bebas bila bentuk molekul diketahui atau memiliki perbedaan keelektronegatifan.
Contoh pelarut polar yaitu senyawa alkohol, HCl, PCl
3
, H
2
O, N
2
O
5
. Senyawa non polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu
ikatan antar elektron pada unsur-unsur yang membentuknya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan mempunyai nilai elektronegatifitas yang samahampir sama.
Ciri -ciri senyawa nonpolar antara lain:
tidak dapat larut dalam air dan pelarut lain
tidak memiliki kutub + dan kutub – , akibat meratanya distribusi
elektron
tidak memiliki pasangan elektron bebas bila bentuk molekul diketahui atau keelektronegatifannya sama.
Contoh senyawa nonpolar yaitu Cl
2
, PCl
5
, H
2
, N
2
[24].
2.6 PELARUT
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk
membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar.
Syarat utama penggunaan pelarut untuk ekstraksi senyawa organik yaitu non toksik dan tidak mudah terbakar nonflammable walaupun persyaratan ini
sangat sulit untuk dilaksanakan. Pelarut untuk ekstraksi senyawa organik terbagi menjadi golongan pelarut yang memiliki densitas lebih rendah dari pada air dan
pelarut yang memiliki densitas lebih tinggi dari pada air. Kebanyakan pelarut senyawa organik termasuk dalam pelarut golongan pertama seperti dietil eter, etil
asetat, dan hidrokarbon light petroleum, heksana dan toluen. Pelarut yang mengandung senyawa klorin seperti diklorometan adalah pelarut yang termasuk
dalam golongan pelarut kedua. Pelarut ini memiliki toksisitas yang rendah tetapi
Universitas Sumatera Utara
17 mudah membentuk emulsi. Beberapa pelarut yang biasa digunakan untuk
ekstraksi diantaranya adalah metanol, etanol, etil asetat, aseton dan asetonitril dengan air dan atau HCl [1].
Antosianin adalah molekul polar dan tentunya pigmen ini akan larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. Bagaimanapun, jelas bahwa kelarutan
bergantung pada beberapa faktor, termasuk kondisi media tertentu. Sebagaimana telah diberitahukan, sistem ekstraksi telah dimodifikasi untuk menghasilkan yield
yang lebih banyak dan keamanan tetap diperhatikan. Asam klorida berperan menjaga pH agar tetap rendah. Asam klorida adalah asam kuat yang dapat
mengubah bentuk asli antosianin dengan cara memecah ikatan lemah yang terjadi dengan metal dan kopigmen [25].
2.6.1 Metanol
Metanol CH
3
OH disebut juga metil alkohol yang merupakan pelarut organik tidak berwarna pada temperatur dan tekanan normal, higroskopik, dan
larut dalam air. Metanol adalah pelarut yang baik, tetapi sangat beracun dan mudah terbakar. Alkohol dengan satu karbon adalah pelarut yang volatil dan
bahan bakar yang ringan. Metanol digunakan untuk membuat bahan bakar, sebagai pelarut, refrigerant dan sebagainya. Titik lebur metanol adalah -97
C dan titik didihnya 65
C [26].
2.7 ANALISIS EKONOMI
Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana terhadap ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut
metanol. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut
Metanol Bahan dan Peralatan
Jumlah Harga Rp
Biaya Total Rp Buah Rambutan
120 ikat 9.000,-ikat
108.000,- Metanol CH
3
OH PA 5 L
350.000,-2,5 L 700.000,-
Natrium Asetat CH
3
COONa 40 gr
1.500,-g 60.000,-
Aquades 3 L
2.000,-L 6.000,-
Pemakaian Alat Gelas -
250.000,- 250.000,-
Analisa Spektrofotometer UV- Vis Ultra Violet - Visible
Spectrophotometer 16 jam
10.000,-jam 160.000,-
Universitas Sumatera Utara
18 Tabel 2.3 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut
Metanol lanjutan Bahan dan Peralatan
Jumlah Harga Rp
Biaya Total Rp Botol Plastik 250 mL
54 botol 1.800,-botol
97.200,- pH Indikator
1 115.000,-
115.000,- Total
1.496.200,- Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan
untuk ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan pelarut metanol adalah sebesar Rp1.496.200,-. Pada penelitian ini, antosianin yang diperoleh untuk setiap
run berkisar antara 19 mg – 55 mg, meskipun antosianin yang dihasilkan masih
belum murni dan diperlukan adanya tahap purifikasi untuk menjadikan produk tersebut menjadi antosianin murni. Sementara itu, harga antosianin yang dijual di
pasaran adalah Rp6.550.000,-mg. Oleh karena itu, antosianin yang diperoleh dari kulit rambutan layak untuk dipertimbangkan.
Universitas Sumatera Utara
19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN
3.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku utama, bahan baku penunjang dan bahan analisis.
3.1.1.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit rambutan. Sebelum melakukan penelitian utama, kulit rambutan ini terlebih
dahulu dikeringkan, dipotong kecil-kecil lalu dihancurkan dengan ball mill dan diayak dengan variasi ukuran ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh. Namun perlakuan
ini gagal karena larutan yang dianalisa tidak mengandung antosianin. Selanjutnya, kulit rambutan diberikan dua perlakuan yang berbeda yaitu dipotong kecil-kecil
dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan diblender.
3.1.1.2 Bahan Baku Penunjang
Bahan baku penunjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut organik untuk ekstraksi yaitu metanol yang diasamkan dengan asam klorida
HCl.
3.1.1.3 Bahan Analisis
Bahan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan buffer potassium klorida dan larutan buffer sodium asetat.
3.1.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ekstraktor sebagai peralatan utama dan beberapa peralatan penunjang. Ekstraktor terdiri dari reaktor
bervolume 1000 mL, alat pengambil sampel dan termometer.
Universitas Sumatera Utara
20 4
5 6
2 1
3
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan
Peralatan penunjang yang dibutuhkan meliputi cawan petri, corong, peralatan gelas gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes, ball mill, ayakan, kertas
saring Whatman No.1, timbangan digital, desikator dan spektrofotometer.
3.2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kondisi optimum ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan memvariasikan beberapa perlakuan dan
kondisi operasi. Adapun perlakuan yang diberikan antara lain ukuran kulit rambutan x, temperatur reaksi T dan waktu ekstraksi t.
Pelarut yang digunakan adalah metanol. Ukuran kulit rambutan dengan berbagai variasi ukuran ayakan yaitu 50, 70, 100 dan 14 mesh, kulit rambutan
yang dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan kulit rambutan yang diblender. Untuk temperatur reaksinya adalah: T
1
= 30 C, T
2
= 40 C, T
3
= 50 C
dan T
4
= 60 C, sedangkan waktu reaksi yang diperlukan adalah selama: t
1
= 2 jam, t
2
= 4 jam, t
3
= 6 jam dan t
4
= 8 jam. Pada penelitian ini, variabel bebasnya adalah ukuran kulit rambutan,
temperatur dan waktu pada proses ekstraksi. Ketiga variabel bebas ini divariasikan nilainya untuk mendapatkan kondisi optimumnya. Sedangkan
variabel tidak bebas adalah perolehan rendemen antosianin yang merupakan fungsi dari jenis pelarut dan perbandingan bahan baku dengan pelarut.
Keterangan: 1. Refluks kondensor
2. Pengambil sampel 3. Termometer
4. Reaktor 1000 mL 5. Magnetic stirrer
6. Hotplate
Universitas Sumatera Utara
21
3.3 PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah pembuatan bubuk kulit rambutan dan persiapan larutan untuk diekstraksi. Kulit rambutan dicuci terlebih
dahulu dengan air, kemudian dipotong tipis-tipis menggunakan pisau. Kulit rambutan yang telah bersih dikeringkan dalam oven dan juga dijemur di bawah
sinar matahari selama 3 hari hingga mencapai kadar air 9. Setelah kering, irisan kulit rambutan ini digiling dengan ball mill dan diayak dengan ukuran ayakan 50
mesh, 70 mesh, 100 mesh dan 140 mesh. Bubuk kulit rambutan yang dihasilkan kemudian dikemas dengan menggunakan plastik untuk menghindari penyerapan
uap air di udara serta untuk menghindari dari bahan kontaminan lainnya. Namun, perlakuan tersebut mengalami kegagalan karena tidak menghasilkan larutan yan
mengandung antosianin. Oleh karena itu, kulit rambutan selanjutnya diberikan dua perlakuan yaitu dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan
diblender.
3.4 PENELITIAN UTAMA
Pada penelitian ini, ekstraksi pigmen antosianin dari kulit rambutan menggunakan pelarut metanol dengan variasi ukuran ayakan 50, 70, 100 dan 140
mesh, temperatur ekstraksi 30 C, 40
C, 50 C dan 60
C serta waktu ekstraksi 2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam. Namun, variasi ukuran ayakan mengalami kegagalan
karena larutan yang dihasilkan tidak mengandung antosianin. Oleh karena itu, pada penelitian berikutnya digunakan kulit rambutan yang dipotong kecil-kecil
dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan kulit rambutan yang diblender. Kulit rambutan yang akan diekstrak ditimbang sebanyak 80 gram, lalu
dimasukkan ke dalam labu leher tiga 1000 mL, kemudian ditambahkan pelarut metanol dengan perbandingan 1:10. Pelarut tersebut diasamkan dengan HCl 1.
Campuran ini diekstraksi sampai interval waktu yang ditentukan. Ekstrak yang diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring
Whatman No.1. Hasil penyaringan berupa ampas dan pelarut yang mengandung antosianin. Ampas kulit rambutan dibuang dan cairan yang diperoleh kemudian
dimasukkan ke dalam oven untuk menghilangkan pelarutnya. Dari proses tersebut diperoleh pigmen antosianin yang bebas pelarut. Antosianin yang dihasilkan ini
Universitas Sumatera Utara
22 kemudian disimpan pada suhu rendah sebelum dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
3.4.1 Model Rancangan Percobaan Utama
Pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan dengan tiga faktor, yaitu ukuran kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Model rancangan
percobaan dapat disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Model Rancangan Percobaan Utama
Pelarut A Ukuran Kulit Rambutan
x Temperatur
Reaksi T Waktu Reaksi
t
Metanol Dipotong kecil-kecil x
1
30 C T
1
2 jam t
1
40 C T
2
4 jam t
2
Diblender x
2
50 C T
3
6 jam t
3
60 C T
4
8 jam t
4
3.5 ANALISIS
Analisis yang dilakukan adalah analisis pH, intensitas warna, konsentrasi antosianin dan rendemen antosianin.
1. pH Warna antosianin sangat sensitif kestabilannya terhadap kondisi pH. Di dalam
larutan dengan pH rendah antara 1 - 4 asam pigmen ini akan berwarna merah dan pada pH yang tinggi akan terjadi perubahan warna menjadi warna biru.
2. Intensitas warna Intensitas warna menunjukkan kepekatan warna merah dari kulit rambutan.
3. Konsentrasi antosianin Konsentrasi antosianin diukur berdasarkan metode pH-differential AOAC
method 2005.02 [27]. Ekstrak kering dilarutkan dalam pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dan ditera sampai volume 10 ml. Kemudian sampel
dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Tabung reaksi ditambah larutan buffer potasium klorida dengan pH 1 hingga mencapai 50 ml dan tabung reaksi kedua
ditambahkan larutan buffer sodium asetat dengan pH 4,5 hingga mencapai 50 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan buffer potasium klorida dan sodium
Universitas Sumatera Utara
23 asetat menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit.
4. Rendemen antosianin Rendemen antosianin dihitung dalam persen sebagai konsentrasi
antosianin dibagi dengan konsentrasi kulit buah rambutan [6].
3.6 FLOWCHART PENELITIAN
3.6.1 Flowchart Penelitian Pendahuluan
Gambar 3.2 Flowchart Penelitian Pendahuluan Kulit rambutan dicuci dengan air
Kulit rambutan dipotong tipis-tipis
Dikeringkan hingga tercapai kadar air 9
Apakah kulit rambutan telah kering?
Digiling dengan ballmill
Disaring dengan berbagai ukuran penyaringan yaitu 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, dan 140 mesh
Dikemas dalam plastik Tidak
Ya Mulai
Selesai
Universitas Sumatera Utara
24 Diekstraksi dengan interval waktu dan suhu tertentu
3.6.2 Flowchart Penelitian Utama