viii
DAFTAR ISI
Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
i PENGESAHAN
ii PRAKATA
iii DEDIKASI
iv RIWAYAT HIDUP PENULIS
v ABSTRAK
vi ABSTRACT
vii DAFTAR ISI
viii DAFTAR GAMBAR
x DAFTAR TABEL
xiii DAFTAR LAMPIRAN
xiv BAB I PENDAHULUAN
1 1.1 LATAR BELAKANG
1 1.2 PERUMUSAN MASALAH
2 1.3 TUJUAN PENELITIAN
2 1.4 MANFAAT PENELITIAN
3 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 2.1 PEWARNA MAKANAN
4 2.1.1 Pewarna Alami
4 2.1.2 Pewarna Sintetik
5 2.2 ANTOSIANIN
6
2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Antosianin 9
2.2.2 Warna dan Stabilitas Antosianin 9
2.3 RAMBUTAN 11
2.4 EKSTRAKSI 13
2.5
TEORI POLAR DAN NONPOLAR
15 2.6 PELARUT
16
2.6.1 Metanol 17
Universitas Sumatera Utara
ix 2.7 ANALISIS EKONOMI
17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
19 3.1 BAHAN DAN PERALATAN
19 3.1.1 Bahan
19 3.1.1.1 Bahan Baku Utama
19 3.1.1.2 Bahan Baku Penunjang
19 3.1.1.3 Bahan Analisis
19 3.1.2 Peralatan
19 3.2 METODE PENELITIAN
20 3.3 PENELITIAN PENDAHULUAN
21 3.4 PENELITIAN UTAMA
21 3.4.1 Model Rancangan Percobaan Utama
22 3.5 ANALISIS
3.6 FLOWCHART PENELITIAN 3.6.1 Flowchart Penelitian Pendahuluan
3.6.2 Flowchart Penelitian Utama 3.6.3 Flowchart Analisis pH
3.6.4 Flowchart Analisis Intensitas Warna 3.6.5 Flowchart Analisis Konsentrasi Antosianin
3.6.6 Flowchart Analisis Rendemen Antosianin 22
23 23
24 24
25 25
26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
27 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
27 4.2 PENELITIAN UTAMA
29 4.2.1 Pengujian Antosianin
29 4.2.2 Intensitas Warna
31 4.2.3 Konsentrasi Antosianin
34 4.2.4 Rendemen Antosianin
38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
42 5.1 KESIMPULAN
42 5.2 SARAN
42 DAFTAR PUSTAKA
43
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Struktur Antosianin Pelargonidin
7 Gambar 2.2
Struktur Antosianin Sianidin 7
Gambar 2.3      Struktur Antosianin Delfinidin 7
Gambar 2.4      Struktur Antosianin Peonidin 7
Gambar 2.5 Struktur Antosianin Petunidin
7 Gambar 2.6      Struktur Antosianin Malvidin
7 Gambar 2.7
Empat Bentuk Kesetimbangan Antosianin 10
Gambar 2.8 Rambutan
12 Gambar 3.1
Gambar 3.2 Gambar 3.3
Gambar 3.4 Gambar 3.5
Gambar 3.6 Gambar 3.7
Rangkaian Peralatan Flowchart Penelitian Pendahuluan
Flowchart Penelitian Utama Flowchart Analisis pH
Flowchart Analisis Intensitas Warna
Flowchart Analisa Konsentrasi Antosianin Flowchart Analisis Rendemen Antosianin
20 23
24 24
25 26
26 Gambar 4.1
Perbandingan Nilai Absorbansi dari Kulit Rambutan yang Dipotong Kecil-kecil dan Kulit Rambutan yang
Diblender 28
Gambar 4.2 Pengukuran pH terhadap Filtrat yang Mengandung
Antosianin 30
Gambar 4.3 Panjang Gelombang Antosianin
31 Gambar 4.4
Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan
32
Gambar 4.5 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Absorbansi
Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan 33
Gambar 4.6 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap
Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan
34
Gambar 4.7 Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Konsentrasi
36
Universitas Sumatera Utara
xi Antosianin dari Kulit Rambutan
Gambar 4.8 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Konsentrasi
Antosianin Antosianin dari Kulit Rambutan 37
Gambar 4.9 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap
Konsentrasi Antosianin dari Kulit Rambutan 37
Gambar 4.10 Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Rendemen
Antosianin dari Kulit Rambutan 39
Gambar 4.11 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen
Antosianin dari Kulit Rambutan 40
Gambar 4.12 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap
Rendemen Antosianin dari Kulit Rambutan 40
Gambar B.1 Rangkaian Peralatan Ekstraksi
50 Gambar B.2
Filtrasi 50
Gambar B.3 Pembuatan Larutan Buffer pH = 1
51 Gambar B.4
Pembuatan Larutan Buffer pH = 4,5 51
Gambar B.5 Alat Spektrofotometer UV-Vis
52 Gambar B.6
Foto Hasil Antosianin 52
Gambar C.1 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
Pada Kulit Rambutan yang Dipotong 53
Gambar C.2 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
Pada Kulit Rambutan yang Diblender 53
Gambar C.3 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 30 C ; t = 2 jam
54
Gambar C.4 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 30 C ; t = 4 jam
54
Gambar C.5 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 30 C ; t = 6 jam
54
Gambar C.6 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada  T = 30 C ; t = 8 jam
55
Gambar C.7 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada  T = 40 C ; t = 2 jam
55
Universitas Sumatera Utara
xii Gambar C.8
Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 40
C ; t = 4 jam 55
Gambar C.9 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 40 C ; t = 6 jam
56
Gambar C.10 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 40 C ; t = 8 jam
56
Gambar C.11 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 50 C ; t = 2 jam
56
Gambar C.12 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 50 C ; t = 4 jam
57
Gambar C.13 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 50 C ; t = 6 jam
57
Gambar C.14 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 50 C ; t = 8 jam
57
Gambar C.15 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 60 C ; t = 2 jam
58
Gambar C.16 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 60 C ; t = 4 jam
58
Gambar C.17 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 60 C ; t = 6 jam
58
Gambar C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin
pada T = 60 C ; t = 8 jam
59
Universitas Sumatera Utara
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1
Nama Ilmiah dan Nama Umum Rambutan 12
Tabel 2.2 Varietas Rambutan
13 Tabel 2.3
Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut Metanol
17
Tabel 3.1 Model Rancangan Percobaan Utama
22 Tabel A.1         Data Panjang Gelombang Antosianin
47 Tabel A.2         Data Absorbansi Antosianin dan Hasil Perhitungannya
47 Tabel A.3         Data Panjang Gelombang Antosianin
47 Tabel A.4         Data Absorbansi Antosianin dan Hasil Perhitungannya
48 Tabel D.1         Beberapa  Peneliti  yang  Mengekstraksi  Pigmen
Antosianin dari Kulit Buah - buahan 60
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran A Data Penelitian Dan Hasil Perhitungan
47 A.1 Data Penelitian Pendahuluan
47 A.2 Data Penelitian Utama
47
A.3 Perhitungan Absorbansi 48
A.4 Perhitungan Konsentrasi Antosianin 48
A.5 Perhitungan Rendemen Antosianin 49
Lampiran B Dokumentasi Penelitian 50
B.1 Rangkaian Alat Ekstraksi 50
B.2 Filtrasi 50
B.3 Pembuatan Larutan Buffer PH = 1 51
B.4 Pembuatan Larutan Buffer Ph = 4,5 51
B.5 Alat Spektrofotometer Uv-Vis 51
B.6 Foto Hasil Antosianin 52
Lampiran C  Hasil Pengujian Lab Analisis Dan Instrumen 53
C.1  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada Kulit Rambutan Yang Dipotong
53
C.2  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada Kulit Rambutan Yang Diblender
53
C.3  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30
c ; t = 2 Jam
54
C.4  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada
T = 30 c ; t = 4 Jam
54
C.5  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30
c ; t = 6 Jam 54
C.6  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30
c ; t = 8 Jam 55
C.7  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40
c ; t = 2 Jam 55
C.8  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40
c ; t = 4 Jam 55
Universitas Sumatera Utara
xv C.9  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada
T = 40 c ; t = 6 Jam
56
C.10  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40
c ; t = 8 Jam 56
C.11  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50
c ; t = 2 Jam 56
C.12 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50
c ; t = 4 Jam 57
C.13  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50
c ; t = 6 Jam 57
C.14  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50
c ; t = 8 Jam 57
C.15  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60
c ; t = 2 Jam 58
C.16  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60
c ; t = 4 Jam 58
C.17  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60
c ; t = 6 Jam 58
C.18  Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60
c ; t = 8 Jam 59
Lampiran D Hasil Penelitian Terdahulu 60
Universitas Sumatera Utara
vi
ABSTRAK
Rambutan Nephelium lappaceum Linn merupakan sejenis buah-buahan tropika
yang berasal  dari Malaysia dan  Indonesia. Kulitnya  yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Adanya warna merah pada kulit rambutan
diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  kondisi  terbaik  yang  dicapai  dalam
perolehan  pigmen  antosianin  dari  kulit  rambutan  dengan  menggunakan  pelarut metanol.  Penelitian  ini  memvariasikan  berbagai  kondisi  operasi  yaitu  ukuran
partikel dari kulit rambutan, temperatur  dan waktu ekstraksi. Analisis antosianin dilakukan  dengan  menggunakan  spektrofotometer  UV-Vis  untuk  mengukur
panjang gelombang dan nilai absorbansinya. Ukuran kulit rambutan yang terbaik adalah kulit rambutan yang diblender dan hasil terbaik diperoleh pada temperatur
50
C dan waktu ekstraksi selama 6 jam. Kondisi ini memberikan nilai intensitas warna  dengan  absorbansi  1,6103,  konsentrasi  55,7659  mgL  dan  rendemen
sebesar 0,2788. Kata kunci:   rambutan, antosianin, absorbansi, rendemen
Universitas Sumatera Utara
vii
ABSTRACT
Rambutan  fruits  Nephelium  lappaceum  Linn  is  a  kind  of  tropical  fruits  which come  from  Malaysia  and  Indonesia.  Their  red  coloured  rinds  have  not  used  yet
effectively  and the red coloured may be due to  anthocyanin  that can be used for natural colours. The purpose of this research is to know the optimal condition of
the extraction of anthocyanin, that is particle size of rambutan‟s rinds, temperature and  extraction  time.  Analysis  of  the  anthocyanin  use  spectrophotometer  UV-Vis
to  detect  the  wavelength  and  the  absorbance  of  the  anthocyanin.  The  best
condition is rambutan‟s rind milled by blender at temperature 50 C and extraction
time  for  6  hours.  Those  give  the  highest  color  intensity  having  maximal absorbancy of 1,6103, anthocyanin concentration of 55,7659 mgL and rendement
of 0,2788. Keywords: rambutan, anthocyanin, absorbance, rendement
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pewarna  telah  lama  digunakan  pada  bahan  makanan  dan  minuman  untuk memperbaiki  tampilan  produk  pangan.  Pada  mulanya  zat  warna  yang  digunakan
adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Semakin berkembangnya ilmu dan  teknologi  saat  ini,  penggunaan  zat  warna  alami  semakin  berkurang  dalam
industri  pangan  yang  digantikan  lebih  banyak  oleh  zat  warna  sintetik.  Hal  ini disebabkan  bahan-bahan  pewarna  sintetik  lebih  murah  dan  memberikan  warna
yang lebih stabil dibandingkan pewarna alami [1]. Penggunaan pewarna sintetik untuk bahan pangan sebenarnya bukanlah hal
yang  dilarang.  Namun  demikian,  ketika  harga  pewarna  sintetik  dianggap  cukup mahal  bagi produsen kecil, maka produsen beralih ke pewarna tekstil  yang lebih
murah  dan  lebih  cerah  warnanya  [1].  Penggunaan  pewarna  sintetik  ini  dapat berbahaya  bagi  manusia  karena  dapat  menyebabkan  kanker  kulit,  kanker  mulut,
kerusakan  otak,  serta  menimbulkan  dampak  bagi  lingkungan  seperti  pencemaran air  dan  tanah.  Hal  ini  berdampak  secara  tidak  langsung  bagi  kesehatan  manusia
karena di dalamnya terkandung unsur logam berat seperti Timbal Pb, Tembaga Cu, Seng Zn dan lain-lain [2].
Penggunaan pewarna sintetik ini mendapat sorotan karena produsen pangan olahan  terutama  skala  industri  rumah  tangga  banyak  menyalahgunakan  pewarna
yang  sebenarnya  bukan  untuk  pangan.  Oleh  karena  itu,  perlu  dicari  sumber- sumber pewarna alami yang dapat digunakan dalam pengolahan pangan sehingga
dihasilkan  pewarna  yang  aman  dengan  harga  relatif  murah.  Salah  satu  contoh pewarna alami yang bisa digunakan adalah antosianin.
Antosianin  adalah  pigmen  yang  bisa  larut  dalam  air.  Secara  kimiawi antosianin bisa dikelompokan ke dalam flavonoid dan phenolic. Zat tersebut bisa
ditemukan di berbagai tanaman yang ada di darat. Antosianin tidak ditemukan di tanaman  laut,  hewan  atau  mikroorganisme.  Zat  tersebut  berperan  dalam
pemberian warna terhadap bunga atau bagian tanaman lain mulai dari merah, biru
Universitas Sumatera Utara
2 sampai ke ungu termasuk juga kuning dan tidak berwarna seluruh warna kecuali
hijau [2]. Menurut Rene [1], pada pH rendah asam pigmen  antosianin  ini berwarna
merah  dan  pada  pH  tinggi  berubah  menjadi  coklat  dan  kemudian  menjadi  biru. Penggunaan  zat  pewarna  alami  misalnya  pigmen  antosianin  masih  terbatas  pada
beberapa  produk  makanan,  seperti  produk  minuman  sari  buah,  juice  dan  susu. Pada Lampiran D, Tabel D.1 menunjukkan beberapa peneliti terdahulu yang telah
melakukan  penelitian  untuk  mengekstraksi  pigmen  antosianin  dari  kulit  buah- buahan [1-6].
Sifat  polar  dari  antosianin  membuat  pigmen  ini  larut  dalam  pelarut  polar, seperti  metanol,  etanol,  aseton  dan  air.  Penggunaan  asam  bertujuan  untuk
menstabilkan  antosianin  dalam  bentuk  kation  flavilium,  dimana  pigmen  ini  akan berwarna merah pada kondisi pH yang rendah [3].
Pada penelitian ini, kulit buah rambutan merah akan diteliti sebagai sumber antosianin. Kondisi yang optimal akan dikaji untuk mengekstraksi antosianin dari
kulit  rambutan  dengan  menggunakan  pelarut  metanol.  Penelitian  ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari kulit rambutan,
temperatur dan waktu ekstraksi.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh ukuran kulit  rambutan,  temperatur  dan  waktu  ekstraksi  dalam  menghasilkan  pigmen
antosianin dari kulit buah rambutan dengan menggunakan pelarut metanol.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan  dari  penelitian  ini  adalah  untuk  mengetahui  kondisi  terbaik  yang dicapai  dalam  perolehan  pigmen  antosianin  dari  kulit  rambutan  dengan
menggunakan pelarut metanol.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1.
Meningkatkan nilai ekonomis dari kulit rambutan.
Universitas Sumatera Utara
3 2.
Memberi masukan dan informasi kepada dunia industri dan pemerintah bahwa zat pewarna alami dapat dihasilkan dari kulit buah rambutan.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di  Laboratorium Operasi  Teknik  Kimia dan  Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Sedangkan  analisa  spektrofotometer  dilakukan  di  Laboratorium  Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.  Bahan baku yang digunakan pada
penelitian ini adalah kulit rambutan. Variabel yang digunakan antara lain: 1.   Variabel tetap
  Perbandingan bahan baku : pelarut = 1 : 10 [4]   Jenis pelarut :  metanol p.a yang diasamkan dengan HCl 1 [1]
2.  Variabel berubah   Ukuran kulit  :   50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, 140 mesh, dipotong kecil
dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan diblender   Temperatur   :  30
C, 40 C, 50
C dan 60 C
   Waktu reaksi  :   2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam Adapun  analisis  yang  akan  dilakukan  antara  lain:  analisis  pH,  intensitas
warna, konsentrasi antosianin dan rendemen antosianin.
Universitas Sumatera Utara
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PEWARNA MAKANAN
Dewasa  ini  penggunaan  zat  warna  sudah  semakin  luas  terutama  dalam makanan  dan  minuman  karena  warna  makanan  memberikan  daya  tarik  bagi
konsumen. Sifat warna adalah sifat produk pangan yang paling menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak di antara sifat-sifat
produk  pangan  lainnya.  Warna  mempunyai  banyak  arti  dan  peran  pada  produk pangan,  diantaranya  sebagai  tanda-tanda  kerusakan,  penunjuk  tingkat  mutu,
pedoman proses pengolahan dan masih banyak lagi peranannya. Selain  sebagai  faktor  yang  ikut  menentukan  mutu,  warna  juga  dapat
digunakan  sebagai  indikator  kesegaran  atau  kematangan.  Baik  tidaknya  cara pencampuran  atau  cara  pengolahan  dapat  ditandai  dengan  adanya  warna  yang
seragam dan merata. Beberapa contoh makanan yang menggunakan pewarna yaitu sirup,  puding,  tahu,  permen,  makanan  ringan,  es  krim,  manisan  buah  dan  masih
banyak lagi makanan yang menggunakan pewarna [1]. Zat  warna  menurut  asalnya  terdiri  dari  zat  warna  alami  dan  zat  warna
sintetik.  Zat  warna  alami  pigmen  adalah  zat  warna  yang  secara  alami  terdapat dalam tanaman maupun hewan. Penggunaan zat warna alami untuk makanan dan
minuman  tidak  memberikan  efek  merugikan  bagi  kesehatan,  seperti  halnya  zat warna  sintetik  yang  semakin  banyak  penggunaannya.  Zat  warna  sintetik  lebih
sering digunakan karena keuntungannya antara lain stabilitasnya lebih tinggi dan penggunaannya  dalam  jumlah  kecil  sudah  cukup  memberikan  warna  yang
diinginkan,  namun  penggunaan  zat  warna  sintetik  dapat  mengakibatkan  efek samping yang menunjukkan sifat karsinogenik [7].
2.1.1 Pewarna Alami
Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari tanaman ataupun hewan. Bagian tanaman  yang  digunakan  untuk  menghasilkan  warna  alami  adalah  daun,  buah,
biji,  kulit,  batang  dan  lain  sebagainya.  Pewarna  alami  diekstrak  dari  buah,
Universitas Sumatera Utara
5 sayuran,  biji,  akar  dan  juga  mikroorganisme  yang  disebut  biopewarna.  Pigmen
tumbuhan ini baik untuk dikonsumsi karena tidak berbahaya bagi manusia [8]. Bahan  pewarna  alami  ini  meliputi  pigmen  yang  sudah  terdapat  dalam
bahan  atau  terbentuk  pada  proses  pemanasan,  penyimpanan  atau  pemrosesan. Pigmen zat pewarna yang diperoleh dari bahan alami antara lain:
a.  Karoten,  menghasilkan  warna  jingga  sampai  merah,  dapat  diperoleh  dari wortel,  pepaya dan sebagainya.
b.  Biksin, menghasilkan warna kuning, diperoleh dari biji pohon Bixa orellana. c.  Karamel,  menghasilkan  warna  coklat  gelap  merupakan  hasil  dari  hidrolisis
karbohidrat, gula pasir, laktosa dan lain-lain. d.  Klorofil,  menghasilkan  warna  hijau,  diperoleh  dari  daun  suji,  pandan  dan
sebagainya. e.  Antosianin,  menghasilkan  warna  merah,  oranye,  ungu,  biru,  kuning,  banyak
terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar
ungu, daun bayam merah dan sebagainya. f. Tanin, menghasilkan warna coklat, terdapat dalam getah [9].
Pada  umumnya  pewarna  alami  rentan  terhadap  pH,  sinar  matahari  dan suhu  tinggi.  Pewarna  alami  sebaiknya  disimpan  pada  4-8
C  untuk meminimumkan  pertumbuhan  mikroba  dan  degradasi  pigmen.  Untuk
meningkatkan  kestabilan  pewarna  alami  selama  pengolahan  dan  penyimpanan pewarna  dan  produk  dilakukan  beberapa  strategi  misalnya  mikroenkapsulasi,
penambahan  antioksidan,  pembentukan  emulsi  atau  suspensi  dalam  minyak  dan penyimpanan secara vakum
[1]
.
2.1.2 Pewarna Sintetik