Sifat Fisika dan Kimia Antosianin 9 Pewarna Alami

viii DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i PENGESAHAN ii PRAKATA iii DEDIKASI iv RIWAYAT HIDUP PENULIS v ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR ISI viii DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR BELAKANG 1 1.2 PERUMUSAN MASALAH 2 1.3 TUJUAN PENELITIAN 2 1.4 MANFAAT PENELITIAN 3 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 PEWARNA MAKANAN 4 2.1.1 Pewarna Alami 4 2.1.2 Pewarna Sintetik 5 2.2 ANTOSIANIN 6

2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Antosianin 9

2.2.2 Warna dan Stabilitas Antosianin 9 2.3 RAMBUTAN 11 2.4 EKSTRAKSI 13 2.5 TEORI POLAR DAN NONPOLAR 15 2.6 PELARUT 16

2.6.1 Metanol 17

Universitas Sumatera Utara ix 2.7 ANALISIS EKONOMI 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 3.1 BAHAN DAN PERALATAN 19 3.1.1 Bahan 19 3.1.1.1 Bahan Baku Utama 19 3.1.1.2 Bahan Baku Penunjang 19 3.1.1.3 Bahan Analisis 19 3.1.2 Peralatan 19 3.2 METODE PENELITIAN 20 3.3 PENELITIAN PENDAHULUAN 21 3.4 PENELITIAN UTAMA 21 3.4.1 Model Rancangan Percobaan Utama 22 3.5 ANALISIS 3.6 FLOWCHART PENELITIAN 3.6.1 Flowchart Penelitian Pendahuluan 3.6.2 Flowchart Penelitian Utama 3.6.3 Flowchart Analisis pH 3.6.4 Flowchart Analisis Intensitas Warna 3.6.5 Flowchart Analisis Konsentrasi Antosianin 3.6.6 Flowchart Analisis Rendemen Antosianin 22 23 23 24 24 25 25 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN 27 4.2 PENELITIAN UTAMA 29 4.2.1 Pengujian Antosianin 29 4.2.2 Intensitas Warna 31 4.2.3 Konsentrasi Antosianin 34 4.2.4 Rendemen Antosianin 38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 42 5.1 KESIMPULAN 42 5.2 SARAN 42 DAFTAR PUSTAKA 43 Universitas Sumatera Utara x DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Struktur Antosianin Pelargonidin 7 Gambar 2.2 Struktur Antosianin Sianidin 7 Gambar 2.3 Struktur Antosianin Delfinidin 7 Gambar 2.4 Struktur Antosianin Peonidin 7 Gambar 2.5 Struktur Antosianin Petunidin 7 Gambar 2.6 Struktur Antosianin Malvidin 7 Gambar 2.7 Empat Bentuk Kesetimbangan Antosianin 10 Gambar 2.8 Rambutan 12 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Rangkaian Peralatan Flowchart Penelitian Pendahuluan Flowchart Penelitian Utama Flowchart Analisis pH Flowchart Analisis Intensitas Warna Flowchart Analisa Konsentrasi Antosianin Flowchart Analisis Rendemen Antosianin 20 23 24 24 25 26 26 Gambar 4.1 Perbandingan Nilai Absorbansi dari Kulit Rambutan yang Dipotong Kecil-kecil dan Kulit Rambutan yang Diblender 28 Gambar 4.2 Pengukuran pH terhadap Filtrat yang Mengandung Antosianin 30 Gambar 4.3 Panjang Gelombang Antosianin 31 Gambar 4.4 Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan 32 Gambar 4.5 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan 33 Gambar 4.6 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan 34 Gambar 4.7 Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Konsentrasi 36 Universitas Sumatera Utara xi Antosianin dari Kulit Rambutan Gambar 4.8 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Konsentrasi Antosianin Antosianin dari Kulit Rambutan 37 Gambar 4.9 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Konsentrasi Antosianin dari Kulit Rambutan 37 Gambar 4.10 Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Rendemen Antosianin dari Kulit Rambutan 39 Gambar 4.11 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Antosianin dari Kulit Rambutan 40 Gambar 4.12 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Antosianin dari Kulit Rambutan 40 Gambar B.1 Rangkaian Peralatan Ekstraksi 50 Gambar B.2 Filtrasi 50 Gambar B.3 Pembuatan Larutan Buffer pH = 1 51 Gambar B.4 Pembuatan Larutan Buffer pH = 4,5 51 Gambar B.5 Alat Spektrofotometer UV-Vis 52 Gambar B.6 Foto Hasil Antosianin 52 Gambar C.1 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada Kulit Rambutan yang Dipotong 53 Gambar C.2 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada Kulit Rambutan yang Diblender 53 Gambar C.3 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 30 C ; t = 2 jam 54 Gambar C.4 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 30 C ; t = 4 jam 54 Gambar C.5 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 30 C ; t = 6 jam 54 Gambar C.6 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 30 C ; t = 8 jam 55 Gambar C.7 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 40 C ; t = 2 jam 55 Universitas Sumatera Utara xii Gambar C.8 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 40 C ; t = 4 jam 55 Gambar C.9 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 40 C ; t = 6 jam 56 Gambar C.10 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 40 C ; t = 8 jam 56 Gambar C.11 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 C ; t = 2 jam 56 Gambar C.12 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 C ; t = 4 jam 57 Gambar C.13 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 C ; t = 6 jam 57 Gambar C.14 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 C ; t = 8 jam 57 Gambar C.15 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 C ; t = 2 jam 58 Gambar C.16 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 C ; t = 4 jam 58 Gambar C.17 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 C ; t = 6 jam 58 Gambar C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 C ; t = 8 jam 59 Universitas Sumatera Utara xiii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Nama Ilmiah dan Nama Umum Rambutan 12 Tabel 2.2 Varietas Rambutan 13 Tabel 2.3 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut Metanol 17 Tabel 3.1 Model Rancangan Percobaan Utama 22 Tabel A.1 Data Panjang Gelombang Antosianin 47 Tabel A.2 Data Absorbansi Antosianin dan Hasil Perhitungannya 47 Tabel A.3 Data Panjang Gelombang Antosianin 47 Tabel A.4 Data Absorbansi Antosianin dan Hasil Perhitungannya 48 Tabel D.1 Beberapa Peneliti yang Mengekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Buah - buahan 60 Universitas Sumatera Utara xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A Data Penelitian Dan Hasil Perhitungan 47 A.1 Data Penelitian Pendahuluan 47 A.2 Data Penelitian Utama 47 A.3 Perhitungan Absorbansi 48 A.4 Perhitungan Konsentrasi Antosianin 48 A.5 Perhitungan Rendemen Antosianin 49 Lampiran B Dokumentasi Penelitian 50 B.1 Rangkaian Alat Ekstraksi 50 B.2 Filtrasi 50 B.3 Pembuatan Larutan Buffer PH = 1 51 B.4 Pembuatan Larutan Buffer Ph = 4,5 51 B.5 Alat Spektrofotometer Uv-Vis 51 B.6 Foto Hasil Antosianin 52 Lampiran C Hasil Pengujian Lab Analisis Dan Instrumen 53 C.1 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada Kulit Rambutan Yang Dipotong 53 C.2 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada Kulit Rambutan Yang Diblender 53 C.3 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30 c ; t = 2 Jam 54 C.4 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30 c ; t = 4 Jam 54 C.5 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30 c ; t = 6 Jam 54 C.6 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30 c ; t = 8 Jam 55 C.7 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40 c ; t = 2 Jam 55 C.8 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40 c ; t = 4 Jam 55 Universitas Sumatera Utara xv C.9 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40 c ; t = 6 Jam 56 C.10 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40 c ; t = 8 Jam 56 C.11 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50 c ; t = 2 Jam 56 C.12 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50 c ; t = 4 Jam 57 C.13 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50 c ; t = 6 Jam 57 C.14 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50 c ; t = 8 Jam 57 C.15 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60 c ; t = 2 Jam 58 C.16 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60 c ; t = 4 Jam 58 C.17 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60 c ; t = 6 Jam 58 C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60 c ; t = 8 Jam 59 Lampiran D Hasil Penelitian Terdahulu 60 Universitas Sumatera Utara vi ABSTRAK Rambutan Nephelium lappaceum Linn merupakan sejenis buah-buahan tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Adanya warna merah pada kulit rambutan diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut metanol. Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Analisis antosianin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur panjang gelombang dan nilai absorbansinya. Ukuran kulit rambutan yang terbaik adalah kulit rambutan yang diblender dan hasil terbaik diperoleh pada temperatur 50 C dan waktu ekstraksi selama 6 jam. Kondisi ini memberikan nilai intensitas warna dengan absorbansi 1,6103, konsentrasi 55,7659 mgL dan rendemen sebesar 0,2788. Kata kunci: rambutan, antosianin, absorbansi, rendemen Universitas Sumatera Utara vii ABSTRACT Rambutan fruits Nephelium lappaceum Linn is a kind of tropical fruits which come from Malaysia and Indonesia. Their red coloured rinds have not used yet effectively and the red coloured may be due to anthocyanin that can be used for natural colours. The purpose of this research is to know the optimal condition of the extraction of anthocyanin, that is particle size of rambutan‟s rinds, temperature and extraction time. Analysis of the anthocyanin use spectrophotometer UV-Vis to detect the wavelength and the absorbance of the anthocyanin. The best condition is rambutan‟s rind milled by blender at temperature 50 C and extraction time for 6 hours. Those give the highest color intensity having maximal absorbancy of 1,6103, anthocyanin concentration of 55,7659 mgL and rendement of 0,2788. Keywords: rambutan, anthocyanin, absorbance, rendement Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pewarna telah lama digunakan pada bahan makanan dan minuman untuk memperbaiki tampilan produk pangan. Pada mulanya zat warna yang digunakan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Semakin berkembangnya ilmu dan teknologi saat ini, penggunaan zat warna alami semakin berkurang dalam industri pangan yang digantikan lebih banyak oleh zat warna sintetik. Hal ini disebabkan bahan-bahan pewarna sintetik lebih murah dan memberikan warna yang lebih stabil dibandingkan pewarna alami [1]. Penggunaan pewarna sintetik untuk bahan pangan sebenarnya bukanlah hal yang dilarang. Namun demikian, ketika harga pewarna sintetik dianggap cukup mahal bagi produsen kecil, maka produsen beralih ke pewarna tekstil yang lebih murah dan lebih cerah warnanya [1]. Penggunaan pewarna sintetik ini dapat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan kanker kulit, kanker mulut, kerusakan otak, serta menimbulkan dampak bagi lingkungan seperti pencemaran air dan tanah. Hal ini berdampak secara tidak langsung bagi kesehatan manusia karena di dalamnya terkandung unsur logam berat seperti Timbal Pb, Tembaga Cu, Seng Zn dan lain-lain [2]. Penggunaan pewarna sintetik ini mendapat sorotan karena produsen pangan olahan terutama skala industri rumah tangga banyak menyalahgunakan pewarna yang sebenarnya bukan untuk pangan. Oleh karena itu, perlu dicari sumber- sumber pewarna alami yang dapat digunakan dalam pengolahan pangan sehingga dihasilkan pewarna yang aman dengan harga relatif murah. Salah satu contoh pewarna alami yang bisa digunakan adalah antosianin. Antosianin adalah pigmen yang bisa larut dalam air. Secara kimiawi antosianin bisa dikelompokan ke dalam flavonoid dan phenolic. Zat tersebut bisa ditemukan di berbagai tanaman yang ada di darat. Antosianin tidak ditemukan di tanaman laut, hewan atau mikroorganisme. Zat tersebut berperan dalam pemberian warna terhadap bunga atau bagian tanaman lain mulai dari merah, biru Universitas Sumatera Utara 2 sampai ke ungu termasuk juga kuning dan tidak berwarna seluruh warna kecuali hijau [2]. Menurut Rene [1], pada pH rendah asam pigmen antosianin ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi coklat dan kemudian menjadi biru. Penggunaan zat pewarna alami misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman sari buah, juice dan susu. Pada Lampiran D, Tabel D.1 menunjukkan beberapa peneliti terdahulu yang telah melakukan penelitian untuk mengekstraksi pigmen antosianin dari kulit buah- buahan [1-6]. Sifat polar dari antosianin membuat pigmen ini larut dalam pelarut polar, seperti metanol, etanol, aseton dan air. Penggunaan asam bertujuan untuk menstabilkan antosianin dalam bentuk kation flavilium, dimana pigmen ini akan berwarna merah pada kondisi pH yang rendah [3]. Pada penelitian ini, kulit buah rambutan merah akan diteliti sebagai sumber antosianin. Kondisi yang optimal akan dikaji untuk mengekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut metanol. Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh ukuran kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi dalam menghasilkan pigmen antosianin dari kulit buah rambutan dengan menggunakan pelarut metanol.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut metanol.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Meningkatkan nilai ekonomis dari kulit rambutan. Universitas Sumatera Utara 3 2. Memberi masukan dan informasi kepada dunia industri dan pemerintah bahwa zat pewarna alami dapat dihasilkan dari kulit buah rambutan.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Sedangkan analisa spektrofotometer dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit rambutan. Variabel yang digunakan antara lain: 1. Variabel tetap  Perbandingan bahan baku : pelarut = 1 : 10 [4]  Jenis pelarut : metanol p.a yang diasamkan dengan HCl 1 [1] 2. Variabel berubah  Ukuran kulit : 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, 140 mesh, dipotong kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan diblender  Temperatur : 30 C, 40 C, 50 C dan 60 C  Waktu reaksi : 2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam Adapun analisis yang akan dilakukan antara lain: analisis pH, intensitas warna, konsentrasi antosianin dan rendemen antosianin. Universitas Sumatera Utara 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PEWARNA MAKANAN

Dewasa ini penggunaan zat warna sudah semakin luas terutama dalam makanan dan minuman karena warna makanan memberikan daya tarik bagi konsumen. Sifat warna adalah sifat produk pangan yang paling menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak di antara sifat-sifat produk pangan lainnya. Warna mempunyai banyak arti dan peran pada produk pangan, diantaranya sebagai tanda-tanda kerusakan, penunjuk tingkat mutu, pedoman proses pengolahan dan masih banyak lagi peranannya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Beberapa contoh makanan yang menggunakan pewarna yaitu sirup, puding, tahu, permen, makanan ringan, es krim, manisan buah dan masih banyak lagi makanan yang menggunakan pewarna [1]. Zat warna menurut asalnya terdiri dari zat warna alami dan zat warna sintetik. Zat warna alami pigmen adalah zat warna yang secara alami terdapat dalam tanaman maupun hewan. Penggunaan zat warna alami untuk makanan dan minuman tidak memberikan efek merugikan bagi kesehatan, seperti halnya zat warna sintetik yang semakin banyak penggunaannya. Zat warna sintetik lebih sering digunakan karena keuntungannya antara lain stabilitasnya lebih tinggi dan penggunaannya dalam jumlah kecil sudah cukup memberikan warna yang diinginkan, namun penggunaan zat warna sintetik dapat mengakibatkan efek samping yang menunjukkan sifat karsinogenik [7].

2.1.1 Pewarna Alami

Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari tanaman ataupun hewan. Bagian tanaman yang digunakan untuk menghasilkan warna alami adalah daun, buah, biji, kulit, batang dan lain sebagainya. Pewarna alami diekstrak dari buah, Universitas Sumatera Utara 5 sayuran, biji, akar dan juga mikroorganisme yang disebut biopewarna. Pigmen tumbuhan ini baik untuk dikonsumsi karena tidak berbahaya bagi manusia [8]. Bahan pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam bahan atau terbentuk pada proses pemanasan, penyimpanan atau pemrosesan. Pigmen zat pewarna yang diperoleh dari bahan alami antara lain: a. Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah, dapat diperoleh dari wortel, pepaya dan sebagainya. b. Biksin, menghasilkan warna kuning, diperoleh dari biji pohon Bixa orellana. c. Karamel, menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil dari hidrolisis karbohidrat, gula pasir, laktosa dan lain-lain. d. Klorofil, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun suji, pandan dan sebagainya. e. Antosianin, menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru, kuning, banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu, daun bayam merah dan sebagainya. f. Tanin, menghasilkan warna coklat, terdapat dalam getah [9]. Pada umumnya pewarna alami rentan terhadap pH, sinar matahari dan suhu tinggi. Pewarna alami sebaiknya disimpan pada 4-8 C untuk meminimumkan pertumbuhan mikroba dan degradasi pigmen. Untuk meningkatkan kestabilan pewarna alami selama pengolahan dan penyimpanan pewarna dan produk dilakukan beberapa strategi misalnya mikroenkapsulasi, penambahan antioksidan, pembentukan emulsi atau suspensi dalam minyak dan penyimpanan secara vakum [1] .

2.1.2 Pewarna Sintetik