45
sebaran skor pada perempuan dinyatakan tidak normal. Namun, pada laki-laki adalah 0,200 , sehingga p 0,05 atau 0,200 0,05. Dengan
demikian sebaran skor pada laki-laki dinyatakan normal. 2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah varian yang digunakan sample penelitian bersifat homogen. Tingkat homogenitas
ini dapat dilihat melalui taraf signifikan levene’s test for equality of variance. Cara melihat homogenitasnya yaitu dengan melihat nilai
probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 p0,05 maka kedua kelompok sample memiliki varian yang sama.
Begitu pula sebaliknya, jika probabilitasnya kurang dari 0,05 p0,05 maka kedua sample memiliki varians yang tidak sama.
Berdasarkan perhitungan uji homogenitas, diperoleh probabilitas sebesar 0,162 artinya bahwa nilai probabilitas tersebut lebih besar dari
0,05 0,162 0,05. Hal ini menunjukan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki varians yang sama dan berasal dari
populasi yang sama. Dengan demikian maka kedua kelompok tersebut dinyatakan homogen. Berikut hasil homogenitas pada tabel 9.
Tabel 9 Uji Homogenitas
Levene statistic Sig. Kategori
1,973 0.162 Homogen
46
4. Uji Hipotesis
Pada hasil uji normalitas diketahui bahwa nilai probabilitas keseluruhan dan sebaran pada perempuan menunjukan bahwa p0,05
sehingga dinyatakan tidak normal. Ketidaknormalan tersebut menunjukan angka yang tidak terlalu parah. Selain itu, Uji t juga termasuk analisis
statistik yang agak kebal dengan kondisi ketidaknormalan sehingga uji t tetap dapat digunakan Santoso, 2010
Perhitungan uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Independent Sample t-test dengan bantuan program SPSS 16.0 for
windows. Hipotesis dalam penelitian ini menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam kecerdasan emosi.
Berdasarkan uji hipotesis diperoleh nilai t sebesar -0,099 dengan probabilitas 0,922 p0,05 maka dinyatakan tidak ada perbedaan
signifikan antara laki-laki dan perempuan dewasa dini dalam kecerdasan emosi.
Pada tabel group statistic kecerdasan emosi terlihat bahwa mean laki- laki dan perempuan hampir sama. Hal ini berarti bahwa laki-laki dan
perempuan tidak memiliki perbedaan kecerdasan emosi. Oleh sebab itu, hipotesis dalam penelitian ini tidak terbukti.
C. Analisis Tambahan
Uji hipotesis tambahan dilakukan untuk mengetahui perbedaan dari setiap komponen yang ada dalam kecerdasan emosi. Dalam hal ini peneliti menguji
hipotesis berdasarkan komponen-komponen yang terdapat dalam kecerdasan
47
emosi yaitu mengenal emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.
Berdasarkan hasil uji hipotesis per komponen dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan pada keempat komponen kecerdasan emosi kecuali komponen
mengelola emosi pada laki-laki dan perempuan. Hasil uji t dari komponen mengenal emosi diri yang ditunjukan oleh kelompok laki-laki dan perempuan
dewasa dini adalah p sebesar 0,413. Karena P 0,05, maka dinyatakan tidak ada perbedaaan yang signifikan. Sama halnya dengan komponen memotivasi
diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan, secara rinci dari komponen memotivasi diri diperoleh untuk nilai p sebesar 0,839. Karena p
0,05 maka dinyatakan tidak ada perbedaan kecerdasan emosi. Berdasarkan komponen mengenali emosi orang lain diperoleh p sebesar 0,525. Hal ini
juga menunjukan hasil yang tidak siginifikan. Begitu pula pada komponen membina hubungan diperoleh p sebesar 0,893 p0,05 juga menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan. Sebaliknya, pada komponen mengelola emosi diperoleh p sebesar 0,021 p0,05 yang menyatakan bahwa
ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dewasa dini.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang dilakukan, diketahui bahwa secara umum hipotesis yang diajukan peneliti tidak terbukti, yakni tidak ada
perbedaan yang signifikan kecerdasan emosi pada laki-laki dan perempuan dewasa dini. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Khalili 2011 yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
48
kecerdasan emosional yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Adapun penelitian lain, Khaterina dan Garliah 2012 menyatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan secara keseluruhan.
Secara umum, keseluruhan kelompok menunjukan bahwa mereka sama- sama memiliki kecerdasan emosi yang hampir sama. Kemiripan dalam
kecerdasan emosi antara laki-laki dan perempuan dewasa dini ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Goleman 2009 mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi
penting bagi kehidupan karena memungkinkan seseorang untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang sangat baik dan memiliki
dukungan sosial yang lebih baik. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mengasah dan mempelajari
kemampuan kecerdasan emosi yang mereka miliki guna mendukung kehidupan yang lebih harmonis. Secara teoritis, terdapat beberapa yakni
faktor pengalaman diri sendiri dan jenis kelamin yang mendukung seseorang untuk belajar menangani suasana hati dan menangani emosi yang
menyulitkan. Selain itu, kemiripan ini dapat disebabkan oleh pengaruh karakteristik subjek pada penelitian ini. Subjek penelitian ini mayoritas
dancer. Seorang dancer secara tidak langsung akan mendapatkan kecerdasan emosi dan kreativitas karena gerakan dalam tarian dapat menciptakan
semangat dan sensasi emosi. Setiap dancer harus dapat menguasai diri untuk dapat mensinkronkan gerakan yang dilakukan dengan ketukan music yang
didengarkan. Proses itulah yang membentuk kecerdasan emosi seseorang
49
Agustina,2013. Beberapa uraian ini menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dewasa dini dalam
meningkatkan kecerdasan emosi. Disisi lain, laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam
komponen-komponen tertentu dari kecerdasan emosi. Pada penelitian ini laki-laki dan perempuan berbeda dalam aspek mengelola emosi. Hal ini dapat
juga disebabkan oleh cara masyarakat mensosialisakan pendidikan emosi secara berbeda dalam Nunez, Berrocal, Montanes, Latorre, 2008.
Berdasarkan hasil uji t pada komponen mengelola emosi, laki-laki dan perempuan dewasa dini ditemukan perbedaan dalam kecerdasan emosi yang
menunjukan bahwa nilai rata-rata laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Pada komponen ini, laki-laki dan perempuan berupaya untuk menanggani perasaan
agar perasaannya dapat terungkap dengan pas, yang dapat membebaskan mereka dari perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan. Orang-orang yang
buruk dalam keterampilan ini akan terus menerus melawan perasaan murung, sementara mereka yang memiliki keterampilan ini dengan baik dapat bangkit
kembali dari kemerosotan dalam kehidupan Goleman, 2009. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa kasus yang berpendapat bahwa laki-laki cenderung
tidak emosional dalam menghadapi situasi atau permasalahan karena laki-laki lebih berfokus pada masalahnya,lebih dapat mengontrol implus dan toleransi
stress. Sementara perempuan lebih berfokus pada strategi menangani masalah dan terfokus pada emosi demi membina hubungan Nunez, Berrocal,
Montanes, Latorre, 2008. Nolen-hoeksman menemukan bahwa perempuan
50
lebih sering melamun bila sedang depresi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat diakibatkan karena perempuan pada masa kanak-kanak
mendapatkan pendidikan emosi yang lebih sehingga perempuan lebih mahir membaca sinyal emosi, baik verbal dan non-verbal, mahir dalam
mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan-perasaannya. Perempuan yang lebih terbuka dalam mengungkapkan kesedihannya akan lebih banyak
hal dalam kehidupannya yang membuatnya sedih. Sementara laki-laki lebih terampil untuk meredam emosi yang berkaitan dengan perasaan rentan, salah,
takut dan sakit Goleman, 2009. Melihat tersebut peneliti pun berasumsi bahwa laki-laki lebih dapat mengelola emosinya daripada perempuan. Hal ini
dapat mendukung hasil penelitian yang peneliti lakukan bahwa laki-laki lebih dapat mengelola emosinya. Hasil penelitian ini pun hampir serupa dengan
penelitian yang dilakukan oleh Khaili 2011 bahwa laki-laki lebih terampil dalam mengelola emosi.
Pada komponen mengenal emosi diri, dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antar laki-laki dan perempuan dewasa dini. Hal ini menunjukan
bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama terampil dan berupaya untuk mengenali perasaan itu terjadi atau kesadaran diri Goleman,2009.
Kesadaran diri merupakan dasar pembangun kecerdasan emosi penting berikutnya, kemampuan untuk melepaskan suasana hati yang tidak
mengenakkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Gottman bersama rekannya 1997, bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama terampil dalam hal
kesadaran emosi.
51
Kemiripan dalam komponen memotivasi diri sendiri antara laki-laki dan perempuan dewasa dini dengan melihat upaya mereka dalam mengendalikan
diri dan menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Hal ini penting kaitannya untuk memberi perhatian, memotivasi diri, dan menguasai diri
sendiri untuk berkreasi. Orang–orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka
kerjakan Goleman, 2009. Masa dewasa dini merupakan masa kreatif. Bentuk kreatifitas dapat dilihat ketika laki-laki dan perempuan dewasa dini
memiliki minat, kemampuan individu, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-
besarnya Hurlock, 1997. Hal ini menunjukan bahwa mereka selalu termotivasi untuk mencapai kepuasan dengan memanfaatkan emosi secara
produktif. Begitu pula dengan komponen mengenali emosi orang lain atau empati
tidak ditemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dewasa dini. Pada komponen mengenali emosi orang lain atau empati, laki-laki dan perempuan
memiliki upaya untuk memahami orang lain dengan melihat sinyal-sinyal sosial yang mengisyaratkan apa saja seperti nada bicara, gerak gerik, ekspresi
wajah dll Goleman, 2009. Pada komponen membina hubungan, laki-laki dan perempuan dewasa
dini sama-sama memiliki upaya untuk menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Bentuk lain dari membina
hubungan adalah bahwa pada masa dewasa dini, laki-laki dan perempuan