70
2
benang-benang kecil dalam nukleus sel. Masing-masing adalah rantai gen dan setiap gen membawa perintah untuk satu sifat. Sel
yang normal mempunyai beberapa pasang kromosom. Setiap pasang membawa kode untuk sifat yang sama.Tetapi sel
pembiakan telur, sperma, atau pollen hanya menerima satu kromosom dari setiap pasang. Pada pembuahan, telur memberikan
satu kromosom dan satu dari sel jantan. Maka, makhluk yang baru akan mempunyai pasangan kromosom yang lengkap.
5.4 Membaca Cerpen
Bacalah cerpen berikut ini dengan saksama
1. a. Buatlah diskusi kelompok untuk saling menukarkan
dan menganalisis pekerjaan masing-masing anggota
kelompok
b. Perhatikan segi kebakuan bahasa, isi karangan, dan
koherensi antarkalimatnya 2. Berikan saran kepada teman
Anda bagian-bagian yang kurang tepat dan perlu diperbaiki
K K
K K
Ke re t a Ra ks a s a e re t a Ra ks a s a
e re t a Ra ks a s a e re t a Ra ks a s a
e re t a Ra ks a s a Karya Dasm o Rahardiyanto
Malam dingin menggigil. Udara terasa membekukan sendi- sendiku. Angin yang berhembus disertai derasnya hujan, mem-
buat malam semakin terasa keparat. Gemercik air hujan terdengar berjatuhan membentuk simfoni alam yang mengge-
lisahkan. Kecuali suara kodok yang menjengkelkan, tak terdengar binatang malam yang berbunyi. Aku duduk termangu terjebak
hujan di sebuah stasiun. Hujan seperti tumpah. Malas rasanya aku pulang berhujan-hujan.
Kunyalakan sebatang rokok. Kuhisap dalam-dalam sambil kusandarkan badanku pada salah satu kursi fiber yang berjejer
di halaman stasiun itu. Hah, lelah betul aku hari ini, gerutuku. Sebagai karyawan kecil di sebuah perusahaan swasta, seharian
bekerja selalu membawa dan menyisakan kele-lahan luar biasa. Tidak jarang pula membawa pulang sakit hati dan menjemukan,
dan ke-sengsaraan yang seperti mengolok-olok nasib
wong cilik. Apakah kesalahanku sama dengan stasiun ini? Stasiun yang sudah
tua, kelihatan pucat ditelan masa. Renta, jorok, tidak terawat. Sosoknya yang dulu barangkali gagah, kini lemas kedinginan,
berantakan.
Hujan semakin deras. Suara kereta terdengar menderu dari kejauhan. Tak lama kemudian kulihat kereta yang padat siap
memuntahkan penumpangnya yang berjejalan, lalu serabutan menyerbu dan memasuki stasiun. Pengeras suara mewartakan
jalur yang akan dilintasi kereta itu. Belum juga kereta itu berhenti benar, para penum-pang berhamburan dari dalamnya. Muntahan
kereta itu, tumpah-ruah memenuhi peron. Suara derap sepatu dari para penumpang segera memecah kesunyian. Wajah-wajah
lelah, bau busuk keringat, dan pakaian yang lusuh, seperti berseliweran mengganggu mataku.
Di antara temaram lampu-lampu yang menyinari stasiun, kudengar deru mobil sekali-sekali melintas di bawah air hujan.
Sementara itu, beberapa meter dari tempatku duduk, sekelompok orang sedang asyik ngobrol di loket penjualan karcis.
Di unduh dari : Bukupaket.com
71
Tepat di atas kepalaku tergantung sebuah tulisan yang tidak jelas hurufnya terbuat dari seng,
dengan ukuran kira-kira 20 x 30 sentimeter. Bergoyang-goyang terkena hembusan angin.
Kadang-kadang berbunyi lesu jika angin besar menghempasnya.
Tempat duduk berderet di sepanjang stasiun. Di atas deretan tempat duduk itu, kokoh
terbentang atap seng sebagai pelindungnya. Semua penyangga dan tiangnya terbuat dari besi.
Tetapi, kurasakan stasiun ini agak berbeda. Tidak seperti waktu pertama kali aku menginjakkan kaki
di stasiun ini tiga tahun lalu. Cat temboknya tam- pak sudah muram. Lantainya menggambarkan
kejorokan, dan jalanan di sepanjang stasiun becek tergenang air dan lumpur. Sampah yang berserak
seperti telah menjadi bagian penting dari ke- jorokan.
Sejurus pandanganku tertanam pada rel kereta api. Serta merta kereta kembali terdengar.
Tampak, lampunya berkedip-kedip dari kejauhan. Selang beberapa menit kelihatanlah kepala kereta
dengan gerbong panjangnya. Astaga ada apa ini Aku terkejut dan bermaksud hendak lari menjauh.
Kulihat si ular besi ini wujudnya menjadi lebih besar dan semakin besar. Ukurannya kira-kira
sepuluh kali lipat dari kereta biasa.
Derunya yang bergemuruh dan wujudnya yang besar lagi mengerikan, seakan hendak
memakan segala yang ada di depannya. Tanpa bisa ditahan lagi, entah bagaimana tiba-tiba
stasiun ditabraknya. Suara dahsyat yang luar biasa kerasnya, memecahkan telingaku. Kereta terge-
lincir dan ambruk menyeruduk stasiun. Suara ber- derak-derak dan kacau terdengar ditimpali
beberapa kali ledakan. Stasiun hancur seketika, sementara kereta terus menggerus semua benda
yang menghalanginya. Api menyala di sepanjang stasiun. Jeritan dan teriakan memekik menjadi
sungguh-sungguh menciptakan kengerian yang tak terperikan.
Dalam situasi seperti itu, aku terpana di antara bengong, ketidakpercayaan, dan ketakutan pada
penglihatanku sendiri. Tangan dan kakiku gemetar. Nafas seakan terputus seketika itu. Kulihat di
sekelilingku, orang berlarian lintang pukang. Apa- kah ini kiamat?
“Tolong Tolong” Suara orang menjerit-jerit terdengar jelas di tengah hiruk-pikuk dan teriakan
histeris. Masih ada orang hidup, pikirku cepat. Dengan jantung yang berdegup kencang, aku
nekat mendekati suara itu.
Tampak di depanku seorang wanita tua terjepit di antara reruntuhan. Besi-besi yang meng-
himpitnya membuat dia tak berdaya. Wajahnya kacau, sementara matanya tampak sedang
meradang maut.
Aku segera menghampirinya. Entah dapat kekuatan dari mana tiba-tiba saja badanku yang
tadi lemas, kini segar kembali. Dan luar biasa Tenaganya seperti datang berlipat-lipat ganda.
Dengan enteng kubengkokkan besi yang meng- himpit wanita itu. Aku tak menyangka mempunyai
kekuatan seperti ini. Di luar dugaan aku berhasil menarik keluar wanita tua itu dari reruntuhan.
Setelah berhasil kuselamatkan, tampak tubuhnya bergetar. Mulutnya menganga. Nafasnya
berat terengah-engah. Sedang sekaratkah, pikirku. Dan tak lama kemudian dia diam. Kugoyang-go-
yangkan kepalanya. Tetapi ia tetap diam. Badannya terasa makin dingin. Inilah kematian yang menge-
naskan
Tak seberapa jauh dari situ kulihat kepala yang lepas dari badannya. Darahnya mengalir. Ra-
sanya aku ingin berlari seketika itu juga. Mengeri- kan sekali Aku terus mencari korban yang mungkin
masih hidup.
Di antara langkahku yang tergesa-gesa, ku-
Kunyalakan sebatang rokok. Kuhisap dalam-dalam sambil kusandarkan
badanku pada salah satu kursi fiber yang berjejer di halaman stasiun itu.
Di unduh dari : Bukupaket.com
72
lihat korban-korban bergelimpangan di mana- mana. Tiba-tiba saja ada yang menabrakku dari
belakang. Aku jatuh dan tersungkur. Aku kaget. Kemudian, aku bangun. Kulihat sesosok tubuh
terkapar. Sembari menangis perempuan tua itu mencoba bangkit. Kuangkat tubuhnya. Terlihat
olehku mata orang ini berlumuran darah.
Suasana stasiun kini menjadi lebih kacau. Orang-orang berdatangan. Seperti halnya aku,
mereka juga mencari korban yang ada di antara reruntuhan stasiun dan besi-besi kereta. Tak
jarang terdengar suara jeritan dan ketakutan. Di antara mereka ada yang mengais-ngais potongan-
potongan tubuh korban atau menyeret korban yang tewas.
Hujan masih saja turun. Suasana duka terasa menyelimuti stasiun ini. Dari kejauhan kudengar
suara raungan mobil ambulans dan pemadam kebakaran. Para korban dilempar begitu saja ke
dalam mobil ambulans. Mereka yang masih hidup dilarikan segera. Sementara yang meninggal
dijejerkan di tempat yang agak terbuka. Suara tangis, rintihan dan hiruk-pikuk yang tak jelas,
terdengar di sana-sini dan terus memekakkan telinga.
Sekali-kali kulihat kaki, tangan, dan bahkan kepala bergelimpangan. Darahnya tampak masih
segar. Tak terbayangkan betapa shocknya aku pada saat itu. Mengapa hal seperti ini harus kusaksikan?
Rasanya aku tak mempercayainya segala yang ku- lihat saat ini.
Hujan sudah mulai reda. Di beberapa bagian peron stasiun tampak orang masih berkerumun,
ada juga yang terus mencari korban. Setelah berapa lama, terdengar lagi suara kereta dari ke-
jauhan. Kami pun tersentak kaget. Tidak me- nyangka, dalam situasi yang porak poranda seperti
ini, masih juga ada kereta yang akan melintas stasiun ini. Seharusnya jalur kereta ditutup untuk
sementara, pikirku. Kami berlari tak tentu arah. Suasana menjadi semakin kacau. Aku tidak lagi
mempedulikan para korban. Orang-orang yang tadi ikut membantu para korban, segera berlari
menyelamatkan diri.
Dari kejauhan kulihat kereta melaju dengan kencang dari arah berlawanan dengan kereta
yang tadi menabrak. Anehnya kereta ini berjalan tidak melewati stasiun, melainkan melintas menuju
ke arah reruntuhan kereta yang tadi. Secara refleks, aku melompat dan berlari tidak tentu arah.
Suara teriakan dan jeritan tak terelakkan lagi. Kutengok ke belakang. Kulihat kereta sudah
semakin dekat. Aku tersungkur, tak kuasa lagi berlari. Tetapi, masih sempat aku menjerit
sekencangnya sebelum sesuatu terjadi atas diriku.
“Bang Ada apa?” Sekonyong-konyong seseorang menegurku. Aku tersadar dan
gelagapan. “Oh, tidak ... Tidak apa-apa” jawabku
sekenanya. Orang itu pergi sambil menggeleng-gelengkan
kepala. Aku masih bingung. Kulihat stasiun yang tadi hancur ternyata masih utuh. Kuperiksa anggota
badanku, tidak apa-apa, juga tidak mengalami luka apa pun. Lalu, bagaimana dengan peristiwa tadi?
Setengah sadar, aku beranjak bangun. Setengah berlari kutinggalkan stasiun tanpa kuasa
lagi menepis sisa mimpi yang masih terasa mengejarku.
Dikutip dengan pengubahan seperlunya untuk keperluan pembelajaran
Setelah berhasil kuselamatkan, tampak tubuhnya bergetar. Mulutnya
menganga. Nafasnya berat terengah-engah.
Cerpen ini ditulis oleh Dasmo Kahadiyanto ketika yang bersangkutan masih tercatat sebagai siswa
kelas IC Sekolah Menengah Umum Yayasan Remaja Masa Depan SMU YRMD Kebon baru, Tebet,
Jakarta Selatan. Cerpen ini dimuat di Majalah Horison 2002 - dirubrik Kaki langit.
Di unduh dari : Bukupaket.com
73
Bentuklah kelompok, masing- masing 4—5 siswa, kemudian
diskusikan soal-soal berikut ini
1. Tuliskan tokoh-tokoh yang ada dalam cerpen
2. Tuliskan latar yang ada dalam cerpen
3. Ungkapkan hal-hal yang me- narik atau mengesankan dilihat
dari tokoh dan latar cerpen Jelaskan
4. Nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam cerpen tersebut
5. Nilai-nilai apa yang dapat Anda terapkan dalam kehidupan se-
hari-hari 6. Ceritakan kembali isi cerpen
tersebut dalam beberapa kali- mat
Tulis hasil diskusi dalam buku kelompok, kemudian bacakan di
depan kelas, supaya ditanggapi oleh kelompok lain
5.5 Imbuhan meng-