1. Ketersediaan Obat Sesuai Dengan Pola Penyakit
Dalam perencanaan kebutuhan obat dapat menggunakan pencatatan penggunaan total semua jenis obat pada pasien di Puskesmas, sisa stok obat, dan
pola penyakit. Perencanaan kebutuhan obat dengan melihat pola penyakit merupakan pendekatan secara epidemiologi. Pendekatan secara epidemiologi ini
memiliki keunggulan yang lebih tepat dan sesuai dengan realitas, dimana obat yang keluar atau terdistribusi disebabkan oleh penggunaan yang riil.
Infeksi saluran pernapasan atas ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi di Puskesmas Sleman Yogyakarta dari tahun 2013 hingga 2014 dan selalu
berada pada peringkat pertama dari 10 besar penyakit yang terjadi di Puskesmas. Pada tahun 2013 persentase penyakit ISPA dari 10 besar penyakit sebesar 20,4
dari 27.751 pasien dan pada tahun 2014 sebesar 21,4 dari 30.077 pasien lihat lampiran 12.
Berdasarkan data yang didapatkan dari analisis ABC dari kategori A obat-obatan yang merupakan obat-obatan yang digunakan untuk penyakit ISPA
telah dibuktikan diantaranya adalah Amoksisilin, Parasetamol, dan Ibuprofen sebagai obat antibiotik maupun analgesik. Ini membuktikan bahwa ketersediaan
obat di Puskesmas Sleman telah sesuai dengan pola penyakit yang masuk dalam 10 besar penyakit tersebut. Namun, pengadaan obatnya yang terpenuhi hanya
sekitar 80-90. Semua obat yang banyak dipakai dari 10 penyakit terbesar di Puskesmas
Sleman Yogyakarta tersebut, pengadaannya perlu diperhatikan yaitu dalam pemesanan kembali dan berapa jumlah yang akan dipesan karena obat-obat
tersebut diharapkan dapat selalu tersedia di Puskesmas Sleman Yogyakarta dan diharapkan tidak terjadi kekosongan atau kekurangan. Hal ini nantinya akan
mempengaruhi pelayanan obat di Puskesmas.
2. Obat Yang Dikembalikan
Untuk meningkatkan pengelolaan obat dalam mengurangi adanya obat yang dikembalikan sebaiknya dilakukan monitoring yang lebih baik dalam
pengelolaan obat dari mulai perencanaan hingga pemakaian obat. Obat mengalami kerusakan dapat dikarenakan oleh faktor penyimpanan yang kurang baik. Dalam
penyimpanan obat diharapkan ruang penyimpanan dan proses penyimpanan memiliki persyaratan yang sesuai dengan pedoman pengelolaan obat di
Puskesmas. Penyimpanan obat juga harus sedemikian rupa sehingga memudahkan distribusi obat secara FIFO first in first out yaitu sisa stok tahun yang lalu
digunakan terlebih dahulu daripada pengadaan baru, sehingga akan mencegah terjadinya obat rusak atau kadaluwarsa.
D. Hasil Wawancara