Evaluasi pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta.

(1)

INTISARI

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efektif dan efisien untuk menghindari perhitungan kebutuhan obat yang tidak sesuai. Penelitian ini dilakukan untuk evaluasi terkait pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta menggunakan metode ABC kombinasi VEN dari data Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPPO) yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Pengelola Obat dan Alat Kesehatan (UPT POAK) di Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan analisis deskriptif. Pengumpulan data menggunakan rancangan penelitian retrospektif terhadap data pemakaian obat tahun 2013 dan 2014 didukung dengan wawancara terhadap dokter di Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I serta kepala UPT POAK Kabupaten Sleman. Analisis ABC dilakukan dengan pengambilan data pemakaian serta harga obat yang dikumulatifkan, dipersentasekan, dan diurutkan dari persen pemakaian terbesar sampai terkecil tiap tahunnya serta kategori Vital, Esensial, dan Non Esensial (VEN) dilakukan dengan wawancara.

Evaluasi pengadaan 144 item obat berdasarkan metode ABC pada tahun 2013 diketahui sebanyak 24 item obat termasuk dalam kelompok A, 39 item obat kelompok B, dan 81 item obat kelompok C. Sedangkan pada tahun 2014, sebanyak 177 item obat dengan pengelompokkan dalam kategori A sebanyak 20 item obat, 45 item obat kategori B, dan 112 item obat kategori C. Dari hasil wawancara didapatkan VEN dari kategori A tahun 2013 dan 2014 dengan narasumber berbeda yang termasuk obat vital sebanyak1 item obat yaitu Serum ATS Inj. 1500 IU/amp.


(2)

ABSTRACT

Drug inventory at Puskesmas aims to ensure the efficiency and the effectiveness of drug management and inventory system to estimate the accurate amount of drug needed and thus, to avoid wasting drugs that aren’t actually needed. The main goal of the research is to evaluate the drug provisioning process at Puskesmas Sleman Yogyakarta, combining the ABC and VEN method from the LPPO data collected from UPT POAK Sleman District.

It’s a non-experimental with descriptive analysis research. The data collection is done retrospectively by taking the data from 2013 and 2014 drug consumption at Puskesmas Tempel 1 and Puskesmas Sleman, and by interviewing medical doctors of the Puskesmas and chief of UPT POAK Sleman. The ABC analysis method is conducted by taking the data of drug use and each of its prices, cumulating them, converting those data into percentage form, and sorting them; while the VEN method is done through the interviews.

The ABC-based evaluation conducted in 2013 from 144 items of drug resulted in 24 items belong to the group A, 39 items belong to the group B and 81 items belong to the group C. In 2014, 177 drug items are divided into 3 groups, with group A hosts for 20 items, group B hosts for 45 items, and group C hosts for 112 items.

From the interview, it is known that the group A hosts for 1 vital drug, 19 and 16 essential drug, while the interviewees perception on those non essential drugs are diverging.


(3)

i

EVALUASI PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS SLEMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Megasari Delfia

NIM : 118114178

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

EVALUASI PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS SLEMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Megasari Delfia

NIM : 118114178

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

vii PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuni-Nya. Tak lupa shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW sebagai tauladan, panutan bagi umat manusia, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pengadaan Obat

Dengan Metode ABC di Puskesmas Sleman Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) pada Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis hingga akhir penulisan laporan skripsi. Oleh karena itupenulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan sarana dan prasarana kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, dukungan, pengarahan, dan semangat selama penyusunan skripsi.

3. Para dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam

penyelesaian naskah skripsi ini.

4. Bappeda Kabupaten Sleman, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Kepala UPT POAK Kabupaten Sleman, Apoteker Pengelola Ruang Obat dan Dokter Puskesmas Sleman Yogyakarta dan Puskesmas Tempel I Yogyakarta yang berkenan memberikan ijin penelitian dan membantu dalam proses pengambilan data.


(10)

viii

5. Keluarga Tercinta, Mamah, Papah, Iyo, Teh Ulan, Teh Fanny, dan Giri Graha Fikri terimakasih atas doa dan dukungannya yang selalu diberikan, yang selalu memotivasi dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

6. Sahabat terkasih, Titi, Panic, Ari, Vrizka Maulida, Fitri, Resa Aditama, Ikka, Windy, Ayu, Agi, Edita, Hanny, Echa, Sahnaz yang tidak putus untuk memberikan dukungan, motivasi, semangat untuk menyelesaikan skripsi ini, terimakasih.

7. Bernadetha, Rany Willem, Maria Johana, Devi , dan I Gusti Ngurah Teguh serta kerabat yang selama ini membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengakui terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulis terbuka dalam menerima kritik dan saran untuk menyempurnakan karya ini. Penulis berharap karya ini dapat menjadi acuan bagi peneliti-peneliti khususnya dalam bidang kefarmasian.

Yogyakarta, 24 November 2016


(11)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. iii

HALAMAN PENGESAHAN.……… iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vi

PRAKATA………... vii

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR GAMBAR………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xiv

INTISARI……….. xv

ABSTRACT ……….. xvi

BAB I PENGANTAR……… 1

A. Latar Belakang……… 1

1. Permasalahan ………. 3

2. Keaslian penelitian……… 3

3. Manfaat penelitian………. 6

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum……… 6


(12)

x

2. Tujuan khusus……… 7

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………. 8

A. Obat.………..………..… 8

B. Pengelolaan Obat.……….……… 9

C. Pengadaan Obat……… 10

D. Puskesmas.………..……….. 15

E. Analisis ABC.………...…… 18

F. Analisis VEN.………...……… 21

G. Keterangan empiris………..……. 24

BAB III METODE PENELITIAN………..… 25

A. Jenis dan rancangan penelitian………..… 25

B. Variabel penelitian……… 25

C. Definisi operasional……..………. 26

D. Subyek penelitian………... 27

E. Bahan atau Materi Penelitian……….……… 27

F. Instrument penelitian………. 28

G. Tempat Penelitian………..……… 28

H. Tata cara penelitian……… 29

I. Keterbatasan Penelitian………. 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 33

A. Analisis ABC………..………... 33

B. Analisis VEN……….……… 36

C. Analisis Ketersediaan Obat………... 38

1. Ketersediaan Obat Sesuai Dengan Pola Penyakit………....….. 40

2. Obat Yang Dikembalikan………. 41


(13)

xi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 44

A. Kesimpulan……… 44

B. Saran……….. 45

DAFTAR PUSTAKA……… 46

LAMPIRAN……….. 48


(14)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pengelompokkan Pemakaian Obat Berdasarkan Analisis ABC Pada Tahun


(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR


(16)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Laporan Pengambilan Barang Puskesmas Sleman Periode 2013…. 49

Lampiran 2. Laporan Pengambilan Barang Puskesmas Sleman Periode 2014…. 53

Lampiran 3. Laporan Pengambilan Obat Puskesmas Tempel I Tahun 2013…… 58

Lampiran 4. Laporan Pengambilan Obat Puskesmas Tempel I Tahun 2014…… 61

Lampiran 5. Analisis VEN Tahun 2013 dan 2014 Oleh Dokter Umum Puskesmas

Sleman Yogyakarta……….……….. 65

Lampiran 6. Analisis VEN Tahun 2013 Oleh Kepala UPT POAK Sleman…….. 66

Lampiran 7. Analisis VEN Tahun 2014 Oleh Kepala UPT POAK Sleman……. 67

Lampiran 8. Kesesuaian jumlah permintaan obat yang diminta dan jumlah yang diterima dari Puskesmas Sleman ke UPT POAK Sleman tahun 2013 dan 2014... 68

Lampiran 9. Analisis VEN Tahun 2013 Oleh Dokter Umum Puskesmas Tempel I 69

Lampiran 10. Analisis VEN Tahun 2014 Oleh Dokter Umum Puskesmas Tempel

I……….. 70 Lampiran 11. Kesesuaian jumlah permintaan obat yang diminta dan jumlah yang diterima dari Puskesmas Tempel I ke UPT POAK Sleman tahun 2013 dan 2014... 71

Lampiran 12. Daftar 10 Penyakit Terbesar Tahun 2013 dan 2014 di Puskesmas

Sleman………. 73

Lampiran 13. Contoh Form LPLPO Puskesmas Tempel 1..………... 74


(17)

xv INTISARI

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efektif dan efisien untuk menghindari perhitungan kebutuhan obat yang tidak sesuai.Penelitian ini dilakukan untuk evaluasi terkait pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta menggunakan metode ABC kombinasi VEN dari data LPPO yang diperoleh dari UPT POAKdi Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan analisis deskriptif. Pengumpulan data menggunakan rancangan penelitian retrospektif dari data pemakaian obat tahun 2013 dan 2014 didukung dengan wawancara terhadap dokter di Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I serta kepala UPT POAK Kabupaten Sleman. Analisis ABC dilakukan dengan pengambilan data pemakaian serta harga obat yang dikumulatifkan, dipersentasekan, dan diurutkan dari persen pemakaian terbesar sampai terkecil tiap tahunnya serta kategori Vital, Esensial, dan Non Esensial (VEN) dilakukan dengan wawancara.

Evaluasi pengadaan 144 item obat berdasarkan metode ABC tahun 2013 diketahui sebanyak 24 item obat termasuk dalam kelompok A, 39 item obat kelompok B, dan 81 item obat kelompok C. Sedangkan tahun 2014 sebanyak 177 item obat dengan pengelompokkan dalam kategori A sebanyak 20 item obat, 45 item obat kategori B, dan 112 item obat kategori C. Dari hasil wawancara, dari kategori A tahun 2013 dan 2014 dengan narasumber berbeda yang termasuk obat vital sebanyak 1 item obat yaitu Serum ATS Inj. 1500 IU/amp.


(18)

xvi ABSTRACT

Drug inventory at Puskesmas aims to ensure the efficiency and the effectiveness of drug management and inventory system to estimate the accurate amount of drug needed and thus, to avoid wasting drugs that aren’t actually needed. The main goal of the research is to evaluate the drug provisioning process at Puskesmas Sleman Yogyakarta, combining the ABC and VEN method from the LPPO data collected from UPT POAK Sleman District.

It’s a non-experimental with descriptive analysis research. The data collection is done retrospectively by taking the data from 2013 and 2014 drug consumption at Puskesmas Tempel 1 and Puskesmas Sleman, and by interviewing medical doctors of the Puskesmas and chief of UPT POAK Sleman. The ABC analysis method is conducted by taking the data of drug use and each of its prices, cumulating them, converting those data into percentage form, and sorting them; while the VEN method is done through the interviews.

The ABC-based evaluation conducted in 2013 from 144 items of drug resulted in 24 items belong to the group A, 39 items belong to the group B and 81 items belong to the group C. In 2014, 177 drug items are divided into 3 groups, with group A hosts for 20 items, group B hosts for 45 items, and group C hosts for 112 items.

From the interview, it is known that the group A hosts for 1 vital drug, 19 and 16 essential drug, while the interviewees perception on those non essential drugs are diverging.


(19)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.128/Menkes/SK/II/2004

tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, Puskesmas adalah unit pelaksanaan teknis

Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah

kecamatan. Puskesmas merupakan salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang

juga merupakan organisasi jasa pelayanan umum. Pelayanan kesehatan berkaitan

dengan pelayanan obat dan pelayanan obat tergantung dari ketersediaan obat di

Puskesmas (Dirjen POM, 1995).

Permasalahan yang sering terjadi di Puskesmas adalah ketersediaan obat

yang kurang atau berlebih dan adanya obat yang telah kadaluwarsa atau rusak

yang masih ditemukan di tempat penyimpanan obat. Masalah ini dipengaruhi oleh

pengelolaan obat yang kurang baik. Pengelolaan yang kurang baik bisa

disebabkan karena pihak Puskesmas kurang mengetahui cara pengelolaan obat

yang baik dan benar (Anshari, 2009).

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas bertujuan

untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efektif dan

efisien untuk menghindari perhitungan kebutuhan obat yang tidak sesuai,

sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Oleh karena itu,


(20)

peranan yang sangat penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan

keterjangkauan obat untuk pelayanan kesehatan untuk menghindari terjadinya

kekosongan obat yang dapat menghambat proses pelayanan obat. Menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014, proses

pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, permintaan,

penerimaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan

dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi.

Banyak cara dalam melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien

yaitu salah satunya adalah dengan metode ABC. Metode ABC dapat membantu

dalam pengendalian persediaan sehingga dapat memberikan informasi dalam

rangka memprioritaskan pengadaan. Dengan analisis ABC maka dapat membantu

menentukan pengendalian yang tepat untuk masing-masing kelompok obat dan

menentukan obat mana yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan efisiensi

dan mengurangi biaya. Selanjutnya kelompok A yang harus diprioritaskan akan

dihitung jumlah yang harus dipesan, waktu pemesanan, dan keefisienan

pemesanannya (Reddy, 2008).

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sleman Kabupaten Sleman

Yogyakarta karena Puskemas ini memiliki jumlah permintaan obat paling banyak

kepada UPT POAK dibanding dengan Puskemas lainnya di Kabupaten Sleman

Yogyakarta. Berdasarkan data yang diperoleh dari UPT POAK bahwa Puskesmas

Sleman Kabupaten Sleman Yogyakarta pada tahun 2013 memiliki permintaan

obat sebanyak 144 item obat dan pada tahun 2014 memiliki permintaan obat


(21)

cakupan yang cukup luas yaitu dengan beberapa fasilitas pendukung dalam

pelayanan kesehatan antara lain : pengobatan umum, pelayanan kesehatan ibu dan

anak/KB, pengobatan gigi, perbaikan gizi, psikologi, pelayanan poliklinik

kesehatan reproduksi remaja, poli kesehatan dan lingkungan, poliklinik infeksi

menular seksual (IMS) yang biasa berkembang menjadi HIV/AIDS, fisioterapi,

pelayanan ambulan dan pelayanan penunjang laboratorium. Dengan profil

Puskesmas yang memiliki banyak instalasi kesehatan maka diharapkan memiliki

pengelolaan obat yang baik. Oleh karena itu dilakukan evaluasi terkait pengadaan

obat dengan metode ABC yang diharapkan dapat membantu memperbaiki proses

pengendalian persediaan dan pengadaan obat di Puskesmas Sleman sehingga lebih

efisien dan efektif.

1. Permasalahan

Beberapa permasalahan yang muncul pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Seperti apakah pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta?

b. Seperti apakah hasil evaluasi pengadaan obat di Puskesmas Sleman

Yogyakarta?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penelitian mengenai

evaluasi pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta belum pernah


(22)

a. Mikha, (2011) yang berjudul Evaluasi Pengelolaan Obat Dengan Metode

ABC di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2008-2010.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengelolaan obat dengan

metode ABC di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta tahun 2008-2010

agar pengelolaan obat dapat efektif dan efisien. Pengambilan datanya

dilakukan secara retrospektif yaitu data yang digunakan diambil dengan

melakukan penelusuran dari LPLPO 2008-2010. Dapat disimpulkan

pengelolaan obat di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta dilihat dari

profil nilai pakai berdasarkan analisis ABC, ketersediaan obat sesuai

dengan pola penyakit, ketersediaan obat sesuai dengan Daftar Obat

Esensial National (DOEN), serta persentase sediaan obat yang

dikembalikan ditiap tahunnya dapat dikatakan bahwa pengelolaan obatnya

cukup baik. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat dan periode

penelitian berbeda, subyek penelitian lebih dari satu, tidak melakukan

perhitungan persentase obat kadaluwarsa, tidak digunakan, serta rusak

yang dikembalikan oleh Puskesmas Induk Tegalrejo ke UPT POAK Kota,

dan tidak hanya menggunakan metode ABC melainkan VEN.

b. Nabila, (2012) yang berjudul Evaluasi Perencanaan Obat Berdasarkan

Metode ABC di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M.

Dunda, Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui nilai

pemakaian dari obat yang ada dalam perencanaan berdasarkan metode


(23)

Kabupaten Gorontalo Tahun 2011. Perencanaan obat dianalisis

menggunakan metode ABC dari tiga jalur yaitu Reguler, Jamkesmas, dan

Askes. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dari ketiga jalur tersebut

menyerap biaya hingga 90% dari pemakaian keseluruhan, sehingga perlu

mendapat perhatian khusus pada pengendalian persediaan agar selalu

terkontrol. Ini artinya perencanaan di IFRS Dr. M. M. Dunda masih

kurang baik karena sering terjadi kekosongan dan kelebihan obat. Dengan

menggunakan analisis ABC dapatmembantu rumah sakit dalam

merencanakan pemakaian obat dengan mempertimbangkan nilai

pemakaian dari beberapa item obat, pengadaan dan pengawasan obat

dengan prioritas sesuai hasil analisis ABC yang bertujuan efisiensi

penggunaan dana dan efektivitas efek terapi obat terhadap pasien.

Perbedaan dari penelitian ini adalah tempat penelitian, subjek penelitian,

dan metode yang digunakan bukan hanya metode ABC melainkan VEN.

c. Lestari, (2010) yang berjudul Evaluasi Pengelolaan Obat di Puskesmas

Depok II Sleman Periode Tahun 2007-2009 Dengan Metode ABC Indeks

Kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengelolaan obat

di Puskesmas berdasarkan analisis ABC Indeks Kritis sehingga pengadaan

obat menjadi efektif dan efisien. Pengumpulan data menggunakan daftar

seluruh obat selama tiga tahun (2007, 2008, 2009) untuk menentukan

Vital, Esensial dan Non esensial. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

pengelolaan obat di Puskesmas dikatakan cukup baik, hal ini dilihat dari


(24)

kelompok C. Selain itu obat-obatan yang masuk dalam kelompok C

direkomendasikan perencanaan obatnya agar dioptimalkan pengadaannya.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat dan periode penelitian,

tidak melakukan perhitungan nilai indeks kritis dan analisis z score.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang

evaluasi pengelolaan obat agar pengadaan obat dapat efisien dan

pemakaian yang efektif di Puskesmas Sleman Yogyakartamenggunakan

metode ABC.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak

Puskesmas Sleman Yogyakarta berkaitan dengan pengelolaan obat terkait

pengadaan obat agar lebih efisien dan efektif sehingga ketersediaan obat

untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas Sleman Yogyakarta lebih

terjamin.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi

pengelolaan sediaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta berdasarkan


(25)

a. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya adalah untuk :

1. Mengetahui profil kelompok A selama tahun 2013-2014, termasuk

dengan nilai VEN dalam kelompok tersebut.

2. Mengetahui pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta selama

tahun 2013-2014.

3. Mengevaluasi pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta


(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58

Tahun 2014,obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis,

mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia

atau hewan.

Secara umum, pengertian obat adalah semua bahan tunggal atau

campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar

tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit. Sedangkan,

menurut undang-undang, pengertian obat adalah suatu bahan atau campuran

bahan untuk dipergunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi,

menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan

badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan termasuk untuk memperelok

tubuh atau bagian tubuh manusia (Dirjen POM, 1995).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


(27)

upaya kesehatan, mulai dariupaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis,

pengobatan danpemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat

dibutuhkan. Obat juga dapat merugikan kesehatan bila tidak memenuhi

persyaratan atau bila digunakan secara tidak tepat atau disalahgunakan.

B. Pengelolaan Obat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30

Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas, pengelolaan

obat merupakan alah satu kegiatan pelayanan kefarmasian yang mencangkup

aspek perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pengadaan,

pendistribusian, dan pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan

evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan

keterjangkauan perbekalan farmasi yang efisien, efektif, dan rasional,

meningkatkan kompetensi atau kemampuan tenaga kefarmasian, dan

melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Kegiatan pengelolaan obat meliputi

perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai. Perencanaan

merupakan proses kegiatan seleksi obat untuk menentukan jenis dan jumlah obat

dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas. Tujuan perencanaan obat untuk

mendapatkan :

a. Perkiraan jenis dan jumlah obat yang mendekati kebutuhan

b. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional


(28)

Proses seleksi obat merupakan salah satu proses perencanaan yang

dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode

sebelumnya, data mutasi obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi ini

harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di puskesmas seperti dokter, bidan,

dan perawat, serta pengelola Puskesmas yang berkaitan dengan pengobatan.

Proses perencanaan kebutuhan obat per tahun dilakukan secara

berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat

dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat

(LPLPO). Selanjutnya Instansi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan analisa

terhadap kebutuhan obat di Puskesmas menyesuaikan pada anggaran yang tersedia

dan memperhitungkan waktu kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari

stok berlebih. Pencatatan dan pelaporan dilakukan dalam rangka penatalaksanaan

secara tertib, baik obat dan bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan,

didistribusikan, dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.

C. Pengadaan Obat

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, baik secara langsung atau

tender dari distributor, produksi/pembuatan sediaan farmasi baik steril maupun

non steril, maupun yang berasal dari sumbangan (Pratiwi et al., 2011).

Pengadaan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk memenuhi kebutuhan


(29)

pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan penentuan

kebutuhan, serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran (Seto et al.,

2012). Tujuan pengadaan obat adalah untuk memenuhi kebutuhan obat di setiap

unit pelayanan kesehatan sesuai dengan pola penyakit di wilayah kerja Puskesmas

(Depkes, 2003).

Pengadaan obat di Puskesmas dilakukan untuk memperoleh jenis dan

jumlah obat, obat dengan mutu yang tinggi, menjamin tersedianya obat dengan

cepat dan tepat waktu. Oleh karena itu, pengadaan obat harus memperhatikan dan

mempertimbangkan bahwa obat yang diminta atau diadakan sesuai dengan jenis

dan jumlah obat yang telah direncanakan (Depkes RI, 2003).

Pengadaan obat memiliki tiga syarat penting yangharus dipenuhi, antara

lain: sesuai rencana, sesuai kemampuan, sistem atau cara pengadaan sesuai

ketentuan (Seto et al., 2012).

Proses pengadaan yang efektif adalah berusaha untuk memastikan

ketersediaan obat yang tepat dalam jumlah yang tepat, pada harga yang tepat, dan

kualitas sesuai dengan standar yang diakui. Obat-obatan dapat diperoleh melalui

pembelian, sumbangan, atau produksi sendiri (Quick et al., 2012).

Siklus pengadaan obat meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

1. Meninjau atau memeriksa kembali tentang pemilihan obat (seleksi obat)

2. Menyesuaikan atau mencocokan kebutuhan dan dana

3. Memilih metode pengadaan

4. Mengalokasikan dan memilih calon penyedia obat (supplier)


(30)

6. Memantau status pesanan

7. Menerima dan mengecek obat

8. Melakukan pembayaran

9. Mendistribusikan obat

10. Mengumpulkan informasi mengenai pemakaian

Sebuah proses pengadaan yang efektif harus :

1. Mengelola hubungan antara pembeli dan penjual secara transparan dan etis

2. Pengadaan obat yang tepat dalam jumlah yang tepat

3. Mendapatkan harga pembelian terendah dari harga total

4. Memastikan bahwa semua obat-obatan yang dibeli memenuhi standar yang

berkualitas

5. Mengatur pengiriman tepat waktu untuk menghindari kekurangan dan

kehabisan stok obat

Mengatur jadwal pembelian, jumlah pesanan, dan tingkat safety stock

untuk mencapai total biaya terendah dalam pembelian (Quick et al., 2012).

Permintaan/pengadaan dimaksudkan agar obat tersedia dengan jenis dan

jumlah yang tepat. Pengadaan meliputi kegiatan pengusulan kepada

Kota/Kabupaten melalui mekanisme Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan

Obat (LPLPO). Permintaan/pengadaan obat di Puskesmas merupakan bagian dari

tugas distribusi obat oleh Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK), sehingga

ketersediaan obat di Puskesmas sangat tergantung dari kemampuan GFK dalam

melakukan distribusi berdasarkan laporan pemakaian dan permintaan obat di


(31)

Kegiatan utama dalam permintaan dalam pengadaan obat baik di Rumah

sakit maupun Puskesmas antara lain berupa :

a. Menyusun daftar permintaan obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan.

b. Mengajukan permintaan kebutuhan obat kepada Dinas Kesehatan

Kota/Kabupaten dan GFK dengan menggunakan LPLPO.

c. Penerimaan dan pengecekan jenis dan jumlah obat.

Langkah-langkah pengadaan obat meliputi:

a. Memilih metode pengadaan melalui pelelangan umum, terbatas, penunjukkan

langsung, perundingan kompetisi dan pengadaan langsung.

b. Memilih pemasok dan dokumen kontrak

c. Pemantauan status pesanan, dengan maksud untuk pengiriman, pesanan

terlambat segera ditangani

d. Penerimaan dan pemeriksaan obat melalui penyusunan rencana pemasukan

obat, pemeriksaan penerimaan obat, berita acara dan pemeriksaan obat,

obat-obat yang tidak memenuhi syarat dikembalikan serta pencatatan harian

penerimaan obat (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Ada berbagai cara yang dapat ditempuh dalam fungsi pengadaan logistik

yaitu :

a. Pembelian yaitu dengan cara membeli baik dengan cara pengadaan langsung,

pemilihan (banding) langsung atau dengan pelelangan

b. Produksi sendiri, beberapa jenis bahan farmasi dan obat sederhana dapat


(32)

c. Sumbangan atau hibah. Biasanya sumbangan ini berasal dari Badan Sosisal

dan atau lembaga dari luar negeri yang tidak mengikat

d. Meminjam yaitu meminjam dari Puskesmas lain atau lembaga lain, biasanya

untuk mengatasi kedaruratan atau keadaan diluar perhitungan

e. Menukar, biasanya dilakukan terhadap barang-barang yang jarang

terpakai sehingga menumpuk dalam persediaan

Masalah yang sering dihadapi dalam pengadaan obat yakni anggaran

yang terbatas sehingga kebutuhan tidak mencukupi, pemasok yang yang kurang

baik, kualitas obat rendah dan jadwal penerimaan barang yang tidak sesuai.

Metode pengadaan pada setiap tingkat sistem kesehatan umumnya jatuh

ke dalam kategori dasar, yaitu : tender terbuka, tender terbatas, negosiasi bersaing,

dan pengadaan langsung, yang mana kesemuanya akan berpengaruh terhadap

harga dan waktu pengiriman. Pengadaan obat dapat berjalan dengan model

berbeda misalnya model pembelian tahunan, pembelian tetap atau pembelian terus

menerus (Quick, et al., 2012)

Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan

yang telah direncanakan dan disetujui. Menurut Quick J., et al., ada empat metode

proses pengadaan :

1. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai

dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga lebih


(33)

2. Tender terbatas sering disebut dengan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada

rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan punya riwayat yang baik. Harga

masih bisa dikendalikan.

3. Pembelian dengan tawar menawar dilakukan bila jenis barang tidak urgen dan

tidak banyak, biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk jenis tertentu.

4. Pengadaan langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga

tertentu relatif agak mahal.

D. Puskesmas

1. Definisi

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75

Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut Puskesmas adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan

upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

2. Pengelolaan obat di Puskesmas

Berdasarkan pedoman teknis pengelolaan obat untuk unit pelayanan

kesehatan Kabupaten/Kota menyatakan bahwa pengadaan obat dilakukan setelah

perhitungan biaya kebutuhan obat dalam rupiah yang disesuaikan dengan dana


(34)

Dalam pengadaan obat, kesesuaian jumlah dan jenis obat antara yang

direncanakan dengan yang diadakan merupakan salah satu hal yang penting untuk

mencegah terjadinya kelebihan atau kekurangan obat. Penyimpanan obat harus

sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam distribusi obat. Pendistribusian

obat dari UPT POAK dilakukan secara bijaksana agar obat yang tersedia di

Kabupaten/Kota dapat tersebar secara merata memenuhi kebutuhan Puskesmas.

Pencatatan atau pelaporan obat merupakan fungsi pengendalian dan evaluasi

administratif obat mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, sampai

pendistribusian obat (Ditjen POM, 2000).

Pengelolaan obat di Puskesmas juga melakukan manajemenlogistik yang

ditandai dengan adanya pemesanan, penyimpanan, pengeluaran, dan pengawasan

atau pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu. Pemesanan yang dilakukan oleh

Puskesmas disesuaikan dengan kebutuhan pada Puskesmas tersebut dengan

memperhatikan pemakaian bulan yang lalu dan sisa stok yang ada. Setelah obat

diperoleh maka Puskesmas selanjutnya melakukan tahap penyimpanan.

Permasalahan yang sering dihadapi pada tahap penyimpanan adalah pada buku

pencatatan terutama kartu stok kadang tidak tercatat, adanya resep yang tidak

tercatat, label pada kaleng obat sering lepas, hilang atau tercecer, dan kadang tidak

memadainya tempat untuk penyimpanan (Arsad, 2008).

Tahapan pengelolaan obat di Puskesmas dapat digambarkan seperti


(35)

Tahapan Pengelolaan Obat di Puskesmas

Gambar 1. Tahapan Pengelolaan Obat di Puskesmas (Arsad, 2008) 3. Puskesmas Sleman Kabupaten Sleman Yogyakarta

Puskesmas Sleman merupakan salah satu Puskesmas yang ada di

Kabupaten Sleman Yogyakarta. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan,

Puskesmas Sleman memiliki visi yaitu “Terwujudnya Puskesmas yang berkualitas dan professional menuju Sleman sehat”. Puskesmas ini juga memiliki misi yaitu :

1. Memberikan pelayanan yang berkualitas

2. Menyediakan Sumber Daya Manusia yang professional

3. Meningkatkan peran serta masyarakat

4. Mengelola lingkungan dengan baik

5. Pengelolaan manajemen Puskesmas secara efisien dan efektif

6. Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai

Pemesanan

Pengawasan dan Pemeliharaan

Penyimpanan


(36)

Adapun pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas Sleman

Kabupaten Sleman Yogyakarta meliputi pengobatan umum, pelayanan kesehatan

ibu dan anak/KB, pengobatan gigi, perbaikan gizi, psikologi, pelayanan poliklinik

kesehatan reproduksi remaja, poli kesehatan dan lingkungan, poliklinik infeksi

menular seksual (IMS) yang biasa berkembang menjadi HIV/AIDS, fisioterapi,

pelayanan ambulan dan pelayanan penunjang laboratorium.

E. Analisis ABC

Analisis ABC merupakan metode yang sangat berguna dalam melakukan

pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang

rasional. Analisis ABC juga dapat membantu untuk mengidentifikaasi biaya yang

dihabiskan untuk setiap item obat yang tidak terdapat dalam daftar obat esensial

atau untuk obat yang jarang digunakan. Metode ini dalam proses pengadaan

sesuai dengan prioritas masyarakat dan menaksir frekuensi pemesanan yang

mempengaruhi keseluruhan persediaan (Quick et al., 2012). Terkait dengan

pendapat dari penyediaan obat, analisis ABC digunakan untuk :

1. Menentukan frekuensi permintaan item obat

Memesan item obat pada kelompok A lebih sering dan dalam jumlah yang

lebih kecil akan mengurangi biaya inventoris

2. Mencari sumber item kelompok A dengan harga yang lebih murah

Dilakukan dengan mencari item kelompok A dalam bentuk sediaan yang


(37)

3. Memonitor status permintaan item

Hal ini untuk mencegah terjadinya kekurangan item yang mendadak dan

keharusan untuk melakukan pembayaran darurat yang biasanya mahal

4. Memonitor prioritas penyediaan

Pola penyediaan disesuaikan dengan prioritas sistem kesehatanyang

menunjukkan jumlah obat jenis apa saja yang sering digunakan

5. Membandingkan biaya aktual dan terencana

6. Membandingkan biaya aktual dan terencana dengan sistem penyediaan obat

di sektor publik Negara yang bersangkutan (Quick et al., 1997).

Analisis ABC juga sering disebut dengan hukum Pareto. Pareto ABC

digunakan untuk mengetahui prioritas item yang digunakan di apotek yaitu

melihat persentase kumulatif dari jumlah pemakaian (nilai pakai), persentase

kumulatif dari jumlah investasi (nilai investasi), dan skor total nilai pakai dan nilai

investasi (nilai indeks kritis). Dalam metode ini, item obat dikelompokkan

menjadi kelompok berdasarkan persentase kumulatif dari nilai pakai dan nilai

investasi, yaitu 80% untuk kelompok A, 15% untuk kelompok B, dan 5% untuk

kelompok C. Item prioritas merupakan item kelompok A yang menghabiskan

biaya sebesar 80% dari total biaya persediaan (Ancelmatini, 2013).

Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama

Hukum Pareto (Ley de Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo

Pareto (1848-1923). Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu

memiliki persentase terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar


(38)

konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep ABC dalam klasifikasi barang

persediaan (Kusnadi, 2009). Dalam hal ini, pengelompokan kelas, yaitu: A, B, dan

C, di mana besaran masing-masing kelas ditentukan sebagai berikut :

1. Kelas A, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 15-20% dari

total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 75-80% dari total nilai uang.

2. Kelas B, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 20-25% dari

total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 10-15% dari total nilai uang.

3. Kelas C, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 60-65% dari

total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 5-10% dari total nilai uang

(Sutarman, 2003).

Metode ABC ini dalam proses pengadaan digunakan untuk memastikan

bahwa pengadaan sesuai dengan prioritas kesehatan masyarakat dan menaksir

frekuensi pemesanan yang mempengaruhi keseluruhan persediaan (Quick et al.,

2012).

Kriteria nilai kritis obat adalah :

a. Kelompok A adalah kelompok obat yang tidak boleh diganti dan harus selalu

tersedia dalam rangka proses perawatan pasien, untuk mengatasi penyakit

penyebab kematian, kekosongan obat tidak dapat ditoleransi mengingat efek

terapinya terhadap pasien.

b. Kelompok B adalah obat-obatan yang dapat diganti dengan obat lain yang

tersedia, banyak digunakan dalam pengobatan pencegahan penyakit.


(39)

c. Kelompok C adalah obat-obatan yang digunakan untuk penyakit yang dapat

sembuh sendiri. Kekosongan lebih dari 48 jam dapat ditoleransi (Modeong,

2014).

Analisis ABC dapat diterapkan pada suatu periode tahunan atau periode

lebih singkat. Langkah-langkah analisis ABC yaitu :

1. Menghitung total pemakaian obat selama satu periode dan memasukkannya

dalam unit biaya

2. Data pemakaian obat dikelompokkan berdasarkan jumlah pemakaian dari

pemakaian terbesar sampai terkecil

3. Menghitung persentase nilai total setiap item

4. Menyusun kembali daftar berurutan dari nilai total yang paling tinggi sampai

terkecil

5. Menghitung persentase kumulatif nilai total untuk setiap item

6. Kelompok obat A dengan pemakaian 80% dari keseluruhan pemakaian obat,

kelompok obat B dengan pemakaian 15% dari keseluruhan pemakaian obat

dan kelompok obat C dengan pemakaian 5% dari keseluruhan pemakaian

obat (Quick et al., 2012).

F. Analisis VEN

Analisis VEN merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan

prioritas seleksi pembelian obat serta menentukan tingkat stok yang aman dan


(40)

pengadaan obat bila tidak cukup dana untuk membeli semua item yang diminta.

Analisis VEN juga membantu menentukan item mana yang harus dibeli bila

diperlukan (Quick et al., 2012).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:

1121/MENKES/SK/XII/2008, analisa VEN merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan

mengelompokkan obat didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan.

Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan ke dalam tiga

kelompok berikut :

a. V (Vital)

Merupakan obat-obat yang harus ada, yang diperlukan untuk

menyelamatkan kehidupan (life saving drugs), obat untuk mengatasi

penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar ataupun untuk pelayanan pokok kesehatan di

Puskesmas salah satunya adalah Vaksin, Vitamin A, Salbutamol sulfat tablet.

Pada obat kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan. Contoh obat yang

termasuk jenis obat vital adalah adrenalin, antitoksin, insulin, obat jantung.

b. E (Essensial)

Merupakan obat-obat yang efektif untuk mengurangi rasa kesakitan,

namun sangat signifikan untuk bermacam-macam penyakit. Kriteria nilai kritis

obat ini adalah obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber

penyebab penyakit dan banyak digunakan dalam pengobatan pencegahan penyakit

terbanyak. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolelir kurang dari 48 jam.


(41)

gastrointestinal, NSAID dan lain lain. Contoh obat yang termasuk jenis obat

Esensial di Puskesmas adalah Aminofilin tablet, Klorpromazin HCl, Vitamin B

kompleks.

c. N (Non Essensial)

Merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh

sendiri dan obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis.

Kriteria nilai krisis obat ini adalah obat penunjang agar tindakan atau pengobatan

menjadi lebih baik, untuk kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan.

Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir lebih dari 48 jam. Contoh obat

yang termasuk jenis obat Non-esensial adalah vitamin, suplemen dan lain-lain.

Contoh obat yang termasuk jenis obat Non Esensial di Puskesmas adalah Aspirin

tablet, Propranolol HCl, Nystatin tablet (Quick.,2012).

Analisis VEN merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan

prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat stok yang aman dan harga

penjualan obat (Syifa, 2011).

Langkah-langkah menentukan VEN antara lain menyusun kriteria VEN,

menyediakan data pola penyakit, dan merujuk pada pedoman pengobatan.

Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan sistem VEN dengan

memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat yang diadakan, obat


(42)

G. Keterangan Empiris

Pengelolaan obat di Puskesmas merupakan suatu aspek manajemen yang

penting karena mempengaruhi efisiensi pelayanan di Puskesmas. Penelitian ini

diharapkan dapat memperoleh data berupaprofil nilai VEN berdasarkan metode

ABC di Puskesmas Sleman Yogyakarta sebagai Puskesmas dengan jumlah


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu berdasarkan

data sebenarnya (tanpa adanya manipulasi data). Pengambilan data dalam

penelitian ini dilakukan secara retrospektif yaitu pengambilan data diambil

berdasarkan data yang telah ada yaitu dari daftar seluruh obat yang ada di

Puskesmas Sleman tahun 2013-2014 (Pratiknya, 2001).

B. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah obat yang

diterima Puskesmas dari UPT POAK dannilai pareto serta VEN dari jumlah obat


(44)

C. Definisi Operasional

1. Analisis ABC merupakan metode yang digunakan untuk mengelompokkan

obat berdasarkan jumlah pemakaian yang dikategorikan menjadi kelompok A,

B, dan C dilakukan dengan pengambilan data pemakaian serta harga obat dari

LPLPO yang dikumulatifkan, dipersentasekan, dan diurutkan dari persen

pemakaian terbanyak sampai terkecil tiap tahunnya.

2. Kategori ABC dikelompokkan menjadi kelompok A merupakan kelompok

obat yang menyerap biaya sebesar 80% dari total biaya persediaan, kelompok

B merupakan kelompok obat yang menyerap biaya sebesar 15% dari total

biaya persediaan, sedangkan kelompok C merupakan kelompok obat yang

menyerap biaya sebesar 5% dari total biaya persediaan.

3. Analisis VEN adalah metode yang digunakan untuk mengelompokkan obat

berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan. Untuk mengetahui alasan

kriteria VEN dilakukan wawancara terhadap Kepala Pengelola Obat

Puskesmas Sleman, dokter umum Puskesmas Sleman dan Kepala UPT POAK

dari kelompok A hasil analisis ABC.

4. Pengadaan obat di Puskesmas adalah jumlah obat yang digunakan atau

pemakaian obat di Puskesmas yang tertulis di LPLPO.

5. Jumlah obat yang diminta dan diterima oleh Puskesmas diperoleh dari data

obat dalam LPLPO yang didapatkan dari UPT POAK Kabupaten Sleman


(45)

6. Wawancara dilakukan dengan Kepala Pengelola Obat Puskesmas Sleman,

dokter umum Puskesmas Sleman dan Kepala UPT POAK Kabupaten Sleman

Yogyakarta untuk mengetahui alasan kategori VEN dari kelompok A hasil

analisa ABC pada tahun 2013-2014 agar bisa diprioritaskan pengadaannya.

D. Subyek Penelitian

Data obat dalam LPLPO dari Puskesmas Sleman dan Tempel I yang

diperoleh dari UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta merupakan subjek

penelitian ini. Kriteria inklusi yang digunakan oleh peneliti adalah seluruh obat

yang digunakan di Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I selama tahun

2013-2014 dan kriteria eksklusi yang digunakan oleh peneliti adalah sediaan obat

yang tidak diketahui harga satuannya.

E. Bahan Atau Materi Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pemakaian

obat dalam LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) dari

Puskesmas ke UPT POAK dan hasil wawancara yang dilakukan terhadap Kepala

Pengelola Ruang Obat Puskesmas Sleman, dokter umum Puskesmas Sleman dan


(46)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalahpenyimpan data

berupa flash untuk memuat data daftar seluruh obat selama tahun 2013 dan

2014untuk menentukan Vital, Essensial, dan Non-Essensial. Tabel pencatatan data

yang berisi tentangdata yang diambil dari perhitungan dengan metode ABC yang

kemudian diambil data dari kategori A untuk menentukan VEN karena jumlah

penggunaannya terbanyak yaitu sebesar 80% di Puskesmas Sleman maupun di

Puskesmas Tempel I dengan cara pengisian tabel data yg diisi oleh Kepala UPT

POAK Kabupaten Sleman, dokter umum Puskesmas Sleman dan Tempel I, dan

pengelola ruang obat Puskesmas Sleman Yogyakarta yang ditunjang dengan

wawancara secara terstruktur terkait hal mengenai metode ABC dan VEN,

pengelolaan obat di Puskesmas, dan 10 penyakit terbanyak yang ada di Puskesmas

Sleman dan Tempel I Kabupaten Sleman Yogyakarta.

G. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta,

Jl. Candi Jonggrang No.6 Beran Tridadi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta,

Puskesmas Sleman, Jl. Kapten Haryadi No. 6 Desa Triharjo, Kabupaten Sleman,

Yogyakarta dan Puskesmas Tempel I, Jl. Magelang KM 17,5, Kecamatan Tempel,


(47)

H. Tata Cara Penelitian

1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan dengan menentukan Puskesmas di Kabupaten

Sleman Yogyakarta sebagai tempat untuk diteliti. Berdasarkan observasi

ditetapkan Puskesmas Sleman sebagai lokasi penelitian dikarenakan jumlah

permintaan obatnya paling banyak dan dilakukan perbandingan terhadap data

Puskesmas Tempel I dengan jumlah permintaan obat paling sedikit di Kabupaten

Sleman Yogyakarta sebagai tolak ukur untuk melihat pengadaan obat yang

dilakukan sudah sesuai dengan yang direncanakan.

2. Permohonan izin dan kerjasama

Perizinan dilakukan dengan mengusulkan atau memasukkan surat

permohonan izin penelitian ke Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I

Kabupaten Yogyakarta.

3. Pembuatan pedoman wawancara

Pembuatan pedoman wawancara dilakukan dengan cara menyusun

pertanyaan dan melampirkan data terkait kriteria VEN untuk kategori A oleh

Kepala UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta, dokter umum Puskesmas

Sleman dan Tempel I, dan kepala pengelola ruang obat Puskesmas Sleman

Kabupaten Sleman Yogyakarta.

4. Pengambilan data

Pengambilan data diambil melalui proses perizinan dari rekomendasi


(48)

didapatkan data retrospektif yang meliputi data pemakaian sediaan obat serta

harga obat pada tahun 2013 dan 2014 serta data LPLPO yang diambil dari

Puskesmas Sleman dan Tempel I terkait jumlah permintaan dan jumlah yang

diterima dari UPT POAK ke Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I

Kabupaten Yogyakarta.

5. Pengolahan dan analisis data

Tahapan berikutnya adalah pengolahan data dan analisis data yang dapat

digunakan sebagai acuan dalam penarikan kesimpulan dan pemberian saran yang

dapat berguna dalam pengadaan sediaan obat.

1. Analisis ABC

Proses pengumpulan data diambil berdasarkan analisis ABC.

Pengambilan data dilakukan terhadap besarnya jumlah pemakaian obat per satu

bulan kemudian dikumulatifkan menjadi satu tahun lalu diurutkan dari pemakaian

tertinggi sampai terendah, selanjutnya dibuat persentasenya dan diurutkan dari

persentase tertinggi hingga terendah, dan dikumulatifkan lalu dilakukan penetapan

klasifikasi menjadi kelompok A, B, dan C berdasarkan persentase kumulatif 80%,

15%, dan 5%. Kelompok A merupakan kelompok obat yang menyerap biaya

sebesar 80% dari total biaya persediaan, kelompok B merupakan kelompok obat

yang menyerap biaya sebesar 15% dari total biaya persediaan, sedangkan

kelompok C merupakan kelompok obat yang menyerap biaya sebesar 5% dari

total biaya persediaan. Diawali dengan cara mengidentifikasi obat dengan

mengurutkan pemakaian biaya dari yang terbesar ke yang terkecil. Cara


(49)

= n x h

Keterangan :

x : jumlah investasi dari obat

n : jumlah pemakaian obat

h : harga satuan obat

y = x/∑x x 100%

Keterangan :

y : % investasi

x : jumlah investasi dari obat

x : jumlah seluruh investasi dalam periode tertentu

2. Analisis VEN

Kategori VEN didapatkan dari data pengelompokkan obat dengan

metode ABC yang kemudian diambil dari kategori A karena persentase

kumulatifnya paling besar. Analisis VEN dilakukan dengan melakukan

wawancara kepada dokter umum Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I

serta Kepala UPT POAK Sleman Yogyakarta yang bertujuan untuk menetapkan

obat-obat yang masuk dalam kategori obat vital, esensial, dan non esensial.

Ketiganya dipilih untuk menjadi narasumber dikarenakan sama-sama memiliki

peranan penting dan saling berkontribusi satu sama lain dalam bidang kesehatan


(50)

I. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan obat yang diketahui harganya, dengan demikian evaluasi

pengadaan obat di Puskesmas Sleman maupun Tempel I hanya terbatas pada data


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis ABC

Penelitian Evaluasi Pengadaan Obat Dengan Metode ABC di Puskesmas

Sleman Kabupaten Yogyakarta tahun 2013-2014 menggunakan data pemakaian

obat-obat selama periode tahun 2013-2014 yang diambil di UPT POAK

Kabupaten Sleman Yogyakarta dan data yang diambil dari Puskesmas Sleman

Kabupaten Yogyakarta kemudian dilakukan evaluasi ABC. Analisis ABC

dilakukan dengan perhitungan menggunakan metode ABC dan kemudian

dilakukan wawancara dengan dokter umum dan kepala pengelola ruang obat

Puskesmas Sleman Yogyakarta terkait pengadaan obat di Puskesmas Sleman

Yogyakarta dan penjelasan mengenai VEN (Vital, Esensial, dan Non Esensial).

Analisis ABC bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

penggunaan dana dengan pengelompokkan obat berdasarkan penggunaannya.

Pemrosesan data dimulai dengan pengambilan data obat secara retrospektif berupa

data pemakaian obat serta harga obat tahun 2013 dan 2014 di UPT POAK

Kabupaten Sleman Yogyakarta yang kemudian dipilih Puskesmas Sleman untuk

diambil datanya lalu dianalisis untuk bisa dievaluasi.

Pengambilan obat di UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta dibuat

untuk setiap bulannya. Pemesanan obat yang dilakukan ke UPT POAK Sleman


(52)

menghindari obat yang tersisa dari jumlah yang dipesan. Apabila jumlah obat

yang dipesan masih tersisa, maka dari pihak UPT POAK Sleman Yogyakarta

tidak bertanggung jawab untuk menampung pengembalian obat yang sudah

dipesan, karena setiap Puskesmas sudah seharusnya memperkirakan berapa

banyak obat-obatan yang ingin dipesan untuk setiap bulannya. Berikut hasil

analisis ABC yang didapatkan dari data LPLPO tahun 2013 dan 2014 :

Tabel I. Pengelompokkan Pemakaian Obat Berdasarkan Analisis ABC Pada Tahun 2013 dan 2014 di Puskesmas Sleman

Tabel I menjelaskan analisis ABC di Puskesmas Sleman Yogyakarta pada

tahun 2013. Data yang didapatkan pada tahun 2013, jumlah total item obat

sebanyak 144. Analisis ABC dilakukan dengan mengurutkan nilai pemakaian obat

dari terbesar hingga terkecil lalu dibuat persentase dan dibuat persen kumulatif

sehingga didapatkan mana yang masuk dalam kategori A dengan persen kumulatif

mencapai 80%, kelompok B 15%, maupun C dengan persen kumulatif sebesar

5%. Pada tahun 2013 obat yang masuk dalam kelompok A sebesar 24 item atau

16,7% dari total item dengan jumlah pemakaian Rp317,998,075,00 atau 79,6%

Kel.

2013 2014

Juml ah it em oba t

% Jumlah pemakaian (Rp)

Persentase jumlah pemakaian

(%) Juml

ah

it

em

oba

t

% Jumlah pemakaian (Rp)

Persentase jumlah pemakaian

(%)

A 24 16,7 Rp

317,998,075.00 79,6 20 11,3

Rp

425,892,725.00 79,2 B 39 27,1 Rp

61,153,115.00 15,3 45 25,4

Rp

84,622,515.00 15,7 C 81 56,2 Rp

20,281,180.00 5,1 112 63,3

Rp

26,940,150.00 5,1 Total 144 100 Rp

399,432,370.00 100 177 100

Rp


(53)

dari total pemakaian. Kelompok B sebesar 39 item atau 27,1% dari total item

dengan jumlah pemakaian Rp 61,153,115,00 atau 15,3% dari total pemakaian.

Kelompok C sebesar 81 item atau 56,2% dari total item dengan jumlah pemakaian

Rp 20,281,180.00 atau 5,1% dari total pemakaian.

Data yang didapatkan pada tahun 2014, jumlah total item obat sebanyak

177. Pada tahun 2014 obat yang masuk dalam kelompok A sebesar 20 item atau

11,3% dari total item dengan jumlah pemakaian Rp 425,892,725,00 atau 79,2%

dari total pemakaian. Kelompok B sebesar 45 item atau 25,4% dari total item

dengan jumlah pemakaian Rp 84,622,515.00 atau 15,7% dari total pemakaian.

Kelompok C sebesar 112 item atau 63,3% dari total item dengan jumlah

pemakaian Rp 26,940,150.00 atau 5,1% dari total pemakaian.

Dilihat dari kedua tabel pada tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat bahwa

kelompok A memiliki jumlah item obat terendah dari pada kelompok B dan C tiap

tahunnya, sedangkan kelompok C dari tahun 2013 hingga tahun 2014 memiliki

jumlah item obat terbesar dibandingkan kelompok A dan B. Jika pada tabel 1 dan

2 dikaitkan maka dapat dilihat bahwa kelompok A memiliki jumlah item obat

yang paling sedikit tetapi memiliki jumlah pemakaian yang besar, sedangkan

kelompok C memiliki jumlah item obat yang paling banyak tetapi memiliki


(54)

B. Analisis VEN

Analisis VEN (Vital, Esesnsial, dan Non Esensial) diperoleh berdasarkan

hasil wawancara dengan dokter umum Puskesmas dan kepala UPT POAK, dan

data ini ditentukan dari pendapat dan pengamatan masing-masing terhadap semua

item obat yang ada di Puskesmas selama tahun 2013-2014. Analisis VEN ini

digunakan untuk menetapkan prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat

stok yang aman dan harga penjualan obat dengan mengklasifikasikannya ke dalam

kelompok obat vital, esensial, dan non esensial.

Analisis VEN didapatkan dari obat yang masuk dalam kategori A pada

tahun 2013 maupun 2014 yang kemudian dilakukan wawancara kepada informan

yang berbeda dapat menyebabkan obat yang sama masuk ke dalam kelompok

yang berbeda.

Pada penelitian ini dilakukan juga pengambilan data dari Puskesmas

Tempel I yang merupakan Puskesmas yang paling sedikit mengambil obat ke

UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta. Hal ini dilakukan karena untuk

menjadi tolak ukur dan membuktikan bahwa semua Puskesmas yang ada di

Kabupaten Sleman Yogyakarta pengelolaan obat terkait pengadaan obatnya sudah

berjalan baik atau belum dengan menggunakan metode ABC. Pengambilan data

yang diambil dilakukan dengan cara yang sama, yaitu dengan

mengelompokkannya ke dalam kelompok ABC kemudian dikategorikan yang


(55)

Pemilihan obat ke dalam kelompok vital, esensial dan non esensial

dilihat berdasarkan pertimbangan akan kebutuhan pelayanan kesehatan terhadap

masyarakat dengan penyediaan obat-obat yang dibutuhkan untuk pasien dengan

menimbang resiko yang mungkin terjadi apabila sampai terjadi kekosongan stok

obat. Selain itu pengelompokkan obat dengan mempertimbangkan suatu obat

berdasarkan kebutuhan akan obat tersebut, tentunya sangat tergantung pengisi

kuisioner yaitu dokter umum dan Kepala UPT POAK yang melakukan

pengelompokkan obat sehingga apabila informannya berbeda kemungkinan untuk

item obat yang sama penilaian kelompok obatnya menjadi berbeda.

Menurut dokter umum di Puskesmas Sleman melihat 24 jenis obat pada

tahun 2013 dan 20 jenis obat pada tahun 2014 yang termasuk dalam kategori obat

vital yaitu Serum ATS inj. 1500 IU/amp dan Hyosine N Butilbromide tab 10 mg,

selebihnya termasuk dalam kategori esensial (Vaksin Polio, Vaksin BCG,

Parasetamol 500 mg, dan lain-lain) dan non esensial yaitu Tablet Kalium dan

Vaksin-ADS 0,5 ml (lihat lampiran 5). Sedangkan menurut Kepala UPT POAK

Sleman mempunyai pendapat yang berbeda pada tahun 2013 dengan 24 jenis obat

yang sama, Vaksin HB Uniject dan Serum ATS inj. 1500 IU/amp termasuk dalam

kategori obat vital dan selebihnya masuk dalam kategori esensial (Hemafort tablet

salut, Ibuprofen 400 mg, Amoksisilin 500 mg, dan lain-lain) dan non esensial

yaitu Hyosine N Butilbromide tab 10 mg. Pada tahun 2014 hanya Serum ATS inj.

1500 IU/amp saja yang termasuk dalam kategori obat vital (lihat lampiran 6 dan

7). Dari pengisian kategori VEN keduanya didapatkan VEN dari kategori A tahun


(56)

19 dan 16 item obat pada tahun 2013 dan 2014, sedangkan non esensial sebanyak

1 item obat tahun 2013 maupun 2014 (lihat lampiran 5, 6, dan 7).

Dari hasil wawancara menurut dokter umum Puskesmas Tempel I melihat

16 jenis obat pada tahun 2013 yang termasuk kategori vital adalah OAT FDC Kat.

I dan selebihnya masuk dalam kategori esensial dan non esensial (lihat lampiran

9). Sedangkan pada tahun 2014 dengan 20 jenis obat yang ada terdapat 7 obat

yang termasuk dalam kategori vital diantaranya Vaksin Polio, Vaksin

DPT-HB-HIB (Pentavalen), Vaksin-ADS 0,5 ml, Vaksin Campak, dan lainnyadan

selebihnya masuk dalam kategori esensial dan non esensial (lihat lampiran 10).

C. Analisis Kesediaan Obat

Pengadaan obat di Puskesmas Sleman Kabupaten Sleman Yogyakarta

diadakan menggunakan LPLPO dari Puskesmas Sleman ke UPT POAK setiap

satu bulan sekali. Dalam penelitian ini pengadaan obat dilakukan selama dua

tahun yaitu tahun 2013 dan 2014. Selain dari wawancara, dilakukan kesesuaian

obat dari kelompok A yang menjadi sasaran pengelompokkan VEN dengan

melihat jumlah yang diminta dari Puskesmas Sleman dengan jumlah obat yang

diberikan dari UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta yaitu dengan melihat

lembar LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) dari


(57)

Kesesuaian jumlah permintaan obat ke UPT POAK dan jumlah obat yang

diterima oleh Puskesmas Sleman dari data LPLPO didapatkan persentase rata-rata

tahun 2013 sebesar 93,2% dan tahun 2014 sebesar 91,8% (lihat lampiran 8).

Sedangkan melihat kesesuaian jumlah permintaan obat ke UPT POAK

dan jumlah obat yang diterima oleh Puskesmas Tempel I dari data LPLPO

didapatkan persentase rata-rata tahun 2013 sebesar 89,1% dan tahun 2014 sebesar

91,8% (lihat lampiran 11).

Dari kedua Puskesmas tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

Puskesmas Sleman dengan pengambilan obat paling banyak dan Puskesmas

Tempel I dengan pengambilan obat paling sedikit pada tahun 2013 dan 2014,

keduanya belum 100% melakukan pengelolaan obat terkait pengadaan obat secara

efisien dan efektif dengan melihat dari persentase pemesanan obat dan yang

diterima. Sehingga obat yang termasuk kategori VEN seharusnya pengadaan

obatnya lebih diprioritaskan khususnya obat vital yang merupakan obat yang

mengancam jiwa dan beresiko bagi pasien jika terjadi kekosongan stok obat.

Menurut data pemakaian obat Puskesmas Sleman yang telah dianalisis

menggunakan metode ABC, adanya peningkatan ataupun penurunan dalam

jumlah pemakaian obat ditiap tahunnya itu dipengaruhi oleh tingkat kejadian

penyakit. Apabila terdapat kasus tertentu yang memiliki tingkat kejadian tinggi

maka akan memerlukan obat yang banyak juga dan apabila tingkat kejadian kasus

tersebut turun maka obat yang digunakan akan semakin berkurang. Dengan

adanya perubahan-perubahan ditiap tahunnya maka diperlukan pengelolaan obat


(58)

1. Ketersediaan Obat Sesuai Dengan Pola Penyakit

Dalam perencanaan kebutuhan obat dapat menggunakan pencatatan

penggunaan total semua jenis obat pada pasien di Puskesmas, sisa stok obat, dan

pola penyakit. Perencanaan kebutuhan obat dengan melihat pola penyakit

merupakan pendekatan secara epidemiologi. Pendekatan secara epidemiologi ini

memiliki keunggulan yang lebih tepat dan sesuai dengan realitas, dimana obat

yang keluar atau terdistribusi disebabkan oleh penggunaan yang riil.

Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) merupakan penyakit yang sering

terjadi di Puskesmas Sleman Yogyakarta dari tahun 2013 hingga 2014 dan selalu

berada pada peringkat pertama dari 10 besar penyakit yang terjadi di Puskesmas.

Pada tahun 2013 persentase penyakit ISPA dari 10 besar penyakit sebesar 20,4%

dari 27.751 pasien dan pada tahun 2014 sebesar 21,4% dari 30.077 pasien (lihat

lampiran 12).

Berdasarkan data yang didapatkan dari analisis ABC dari kategori A

obat-obatan yang merupakan obat-obatan yang digunakan untuk penyakit ISPA

telah dibuktikan diantaranya adalah Amoksisilin, Parasetamol, dan Ibuprofen

sebagai obat antibiotik maupun analgesik. Ini membuktikan bahwa ketersediaan

obat di Puskesmas Sleman telah sesuai dengan pola penyakit yang masuk dalam

10 besar penyakit tersebut. Namun, pengadaan obatnya yang terpenuhi hanya

sekitar 80-90%.

Semua obat yang banyak dipakai dari 10 penyakit terbesar di Puskesmas

Sleman Yogyakarta tersebut, pengadaannya perlu diperhatikan yaitu dalam


(59)

tersebut diharapkan dapat selalu tersedia di Puskesmas Sleman Yogyakarta dan

diharapkan tidak terjadi kekosongan atau kekurangan. Hal ini nantinya akan

mempengaruhi pelayanan obat di Puskesmas.

2. Obat Yang Dikembalikan

Untuk meningkatkan pengelolaan obat dalam mengurangi adanya obat

yang dikembalikan sebaiknya dilakukan monitoring yang lebih baik dalam

pengelolaan obat dari mulai perencanaan hingga pemakaian obat. Obat mengalami

kerusakan dapat dikarenakan oleh faktor penyimpanan yang kurang baik. Dalam

penyimpanan obat diharapkan ruang penyimpanan dan proses penyimpanan

memiliki persyaratan yang sesuai dengan pedoman pengelolaan obat di

Puskesmas. Penyimpanan obat juga harus sedemikian rupa sehingga memudahkan

distribusi obat secara FIFO (first in first out) yaitu sisa stok tahun yang lalu

digunakan terlebih dahulu daripada pengadaan baru, sehingga akan mencegah

terjadinya obat rusak atau kadaluwarsa.

D. Hasil Wawancara

Analisis VEN didapatkan dari obat yang masuk dalam kategori A pada

tahun 2013 maupun 2014 yang kemudian dilakukan wawancara kepada informan

yang berbeda dapat menyebabkan obat yang sama masuk ke dalam kelompok

yang berbeda.

Dari hasil wawancara terdapat perbedaan dalam pengisian kategori VEN.


(60)

bahwa pengertian obat vital adalah obat-obatan yang menyelamatkan nyawa, obat

yang seharusnya ada dan tidak boleh terjadi kekosongan. Obat esensial merupakan

obat yang wajib ada karena banyak paling banyak dipergunakan di Puskesmas.

Dan obat non esensial merupakan obat yang diperlukan di Puskesmas tetapi jarang

dipergunakan untuk tindak lanjut terapi atau pengobatan. Sedangkan hasil

wawancara yang dilakukan kepada Kepala UPT POAK Sleman Yogyakarta

menyatakan bahwa obat vital merupakan obat untuk menyelamatkan nyawa, obat

yang harus ada, penyerapannya tinggi karena tidak ada penggantinya. Yang

dimaksud dengan obat esensial merupakan obat yang mirip dengan vital yaitu

sebagai pencegahan maupun pengobatan. Dan obat non esensial diartikan sebagai

obat penunjang saja, karena tidak terlalu banyak manfaatnya, contohnya vitamin.

Vitamin masuk ke dalam kategori non esensial, tetapi dapat dilihat kembali dari

efek penggunaannya, ada vitamin-vitamin tertentu yang masuk dalam kategori

vital penggunaannya, contoh vitamin penambah darah.

Menurut dokter umum di Puskesmas Tempel I yang dikatakan obat vital

adalah obat yang wajib disediakan di pelayanan kesehatan karena untuk pasien

yang mengancam jiwa, sedangkan obat esensial adalah obat yang wajib

disediakan di pelayanan kesehatan, dan obat non esensial tidak disediakan di

pelayanan kesehatan tidak menjadi masalah karena itu hanya menjadi pelengkap

saja.

Dengan narasumber berbeda maka akan didapatkan pendapat yang

berbeda juga. Dari semua narasumber yang telah diwawancarai pengertian obat


(61)

kebutuhan pasiennya dengan kondisi kesehatan yang dialami dengan segala

pertimbangan.

Adapun hasil wawancara mengenai obat-obatan yang dikembalikan oleh

Puskesmas ke UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta yaitu obat yang tidak

digunakan, obat yang rusak, dan obat yang telah kadaluwarsa. Puskesmas wajib

melaporkan dan mengirim kembali jenis obat yang rusak atau kadaluwarsa kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota. Obat yang tidak digunakan juga harus

dikembalikan sebelum kadaluwarsa karena obat tersebut dapat diberikan atau

direlokasi kepada Puskesmas lain yang lebih membutuhkan. Hal ini bertujuan


(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengadaan obat di Puskemas Sleman Kabupaten Sleman Yogyakarta

dilakukan berdasarkan hasil Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan

Obat (LPLPO) dari Puskesmas ke UPT POAK Kabupaten Sleman

Yogyakarta setiap satu bulan sekali.

2. Evaluasi pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta berdasarkan

metode ABC didapatkan bahwa kelompok C memiliki item obat terbanyak

yaitu sebanyak 81 item obat (56,2%) di tahun 2013 dan 112 item obat

(63,3%) di tahun 2014. Sedangkan dari hasil analisa VEN yang didapatkan

dalam kelompok A yang menyerap 80% pemakaian obat terbanyak tiap

tahunnya terdapat 1item obat yang termasuk dalam kategori vital dengan

narasumber berbeda yaitu Serum ATS Inj. 1500U/Amp. Pengadaan obat yang

diadakan selama dua tahun (2013 dan 2014) dari kelompok A di kedua


(63)

B. Saran

1. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan peneliti mampu mendapatkan data

permintaan obat lengkap beserta harga obatnya umtuk meminimalkan

kesalahan dalam perhitungan dalam pengelompokkan ABC.

2. Diadakan data relokasi obat antar Puskesmas sehingga penilaian pemenuhan


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Athijah, Umi et al., 2010, Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas

Surabaya Timur dan Selatan, Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1, pp. 16.

Ansel, C. Howard., 1985, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, Terjemahan : Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.

Anshari, M., 2009, Aplikasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Makanan, Nuha Medika, Yogyakarta, pp. 3.

Arief, 2007, Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat, UGM Press University, Yogyakarta, pp. 131-140.

Departemen Kesehatan RI, 2003, Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan di Puskesmas, Direktorat Jenderal Palayanan

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2006, Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III/2006 Tentang Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2008, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi

di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2000, Keputusan Menteri Kesehatan RI

No:633/Menkes/SK/IV/2000 Tentang Pembentukan Gudang Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi di Kabupaten/Kota Tertentu, Departemen

Kesehatan RI, Jakarta.

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2007, Pedoman

Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Perbatasan, Depkes RI, Jakarta.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Pengelolaan Obat di

Tingkat Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Kusnadi, E., 2009, Analisis Produktivitas Terhadap Penyeimbangan Lintasan

Unpublished Undergraduate Thesis, Program Studi Teknik Industri,

Universitas Mercu Buana, Jakarta.

Lestari, Maria Murnian, 2010, Evaluasi Pengelolaan Obat di Puskesmas Depok II

Sleman Periode Tahun 2007-2009 Dengan Metode ABC Indeks Kritis,

Program Studi Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Mayawati, Dwi Md, Y., 2010, Evaluasi Pengelolaan Sediaan Farmasi di

Puskesmas Kuta I Periode Tahun 2007-2009 (Dengan Metode ABC Indeks Kritis), Program Studi Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.


(65)

di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo Tahun 2011, Program Studi D-III Farmasi,

Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

Nurwulandari, Ancelmatini, Prima Rosa, Paulina H., 2013, Sistem Pendukung

Pengambilan Keputusan Pengadaan Obat Menggunakan Model Pareto ABC dan Optimasi Kualitatif, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi

Informasi, Yogyakarta, ISSN : 1907-15022.

Pratama Sari, Mikha, 2011, Evaluasi Pengelolaan Obat Dengan Metode ABC di

Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2008-2010, Program Studi Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Pratiknya, A. W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan, Edisi I, Cetakan II, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Pratiwi, F., I. Dwiprahasto., dan E. Budiarti, 2011, Evaluasi Perencanaan dan

Pengadaan Obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang,

Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 01: 238-239. Rahim Ali, Arsad., 2008, Pengelolaan Obat, Alat dan Bahan Habis

Pakai Puskesmas.

https://arali2008.wordpress.com/2009/09/10/gambaran-pengelolaan-obat-dan-bahan-habis-pakai-serta-alat-puskesmas-di- polewali-mandar/, diakses tanggal 6 Februari 2016.

Reddy V. V., 2008, Hospital Material Management, In A. V. Srinivasan (Ed), Managing a Modern Hospital (2nd ed), New Delhi : Sage Publications, pp. 126-143.

Sari, Mikha Pratama, 2011, Evaluasi Pengelolaan Obat Dengan Metode ABC di

Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2008-2010, Program Studi

Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Susi, Suciati, Adisasmito, Wiku B., 2006, Analisis Perencanaan Obat

Berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi, Jurnal Manajemen Kesehatan, Volume 9, pp. 20-21.

Sutarman, 2003, Perencanaan Persediaan Bahan Baku Dengan Model

Backorder, Infomatek, 5(3), pp. 141–152.

Syamsuni, 2005, Farmasetika Dasar dan Perhitungan Farmasi, EGC, Jakarta, pp. 47-49.

Syifa, 2011, Analisis ABC dan Analisis VEN,

https://syifa.blogspot.com/2011/analisis-abc-dan-analisis-ven/, diakses tanggal 12 Agustus 2016.

Quick, J.D., Hume, M.L., Rankin J, R., O’Connor, R. W., 1997, Managing Drug

Supply, Management Sciences for Health, 7th printing, Boston,

Massachussets.

Quick, J.D., Rankin, J.R., Dias, Vimal, 2012, Inventory Management in Managing

Drug Supply, Third Edition, Managing access to medicines and health technologies, Management Sciences for Health, Arlington.


(66)

(1)

Lampiran 11. Kesesuaian jumlah permintaan obat yang diminta dan jumlah yang diterima dari Puskesmas Tempel I ke UPT POAK Sleman tahun 2013

No Nama Obat Satuan 2013 %

Permintaan Pemberian

1 Hemafort tab salut tablet 37600 33100 87,1

2 Vaksin Polio (IPV) dosis 1670 1050 75,1

3 Amoksisilin 500 mg kaplet 37000 33500 90,6

4 Parasetamol 500 mg tablet 105000 91900 87,2

5 Vaksin BCG dosis 1300 1300 100

6 Vaksin DPT-HB-HIB (Pentavalen) dosis 550 650 120

7 OAT FDC Kat. I paket 10 10 100

8 Medroksi progesteron asetat inj

depo 150 mg vial 300 300 100

9 Zinc tab. 20 mg tablet 6800 5400 74,6

10 Ibuprofen 400 mg. tablet 21200 17000 80,4

11 Captopril 25 mg tablet 20700 16500 77,8

12 Retinol 200.000 IU kapsul 4000 4000 100

13 Obat Batuk Hitam cairan botol 1420 1165 80,9

14 Metformin HCl 500 mg tablet 12400 10800 97,2

15 Antasida DOEN tablet 21700 16200 76,1

16 Garam Oralit 200 ml sak 5000 4000 77,9

Rata-rata % 89,1

Kesesuaian jumlah permintaan obat yang diminta dan jumlah yang diterima dari Puskesmas Tempel I ke UPT POAK Sleman

tahun 2014

No Nama Obat Satuan 2014 %

Permintaan Pemberian

1 Vaksin Polio (IPV) dosis 1400 1000 73,8

2 Hemafort tab salut tablet 31600 28400 89,5

3 Vaksin DPT-HB-HIB (Pentavalen) dosis 750 750 100

4 Amoksisilin 500 mg kaplet 39700 36200 91,1

5 Parasetamol 500 mg tablet 92000 87200 97,7

6 Vaksin - ADS 0.5 ml pcs 2500 2400 96,3

7 Vaksin Campak dosis 500 500 100

8 OAT FDC Kat. I paket 9 9 100


(2)

10 Vaksin HB Uniject dosis 130 130 100

11 Retinol 200.000 IU kapsul 4700 4700 100

12 Ibuprofen 400 mg. tablet 18400 14400 76,6

13 Zinc tab. 20 mg tablet 5200 4500 86,7

14 Vitamin B komplek tablet 23000 17400 78,1

15 Vaksin - Td dosis 1100 1100 100

16 Metformin HCl 500 mg tablet 17100 15200 91,3 17 Natrium diklofenak 50 mg tab tablet 8400 8150 96,8 18 Medroksi progesteron asetat inj

depo 150 mg vial 300 300 100

19 Captopril 25 mg tablet 21100 18300 86,9

20 Antasida DOEN tablet 21300 17800 88,5


(3)

Lampiran 12. Daftar 10 Penyakit Terbesar Tahun 2013 di Puskesmas Sleman

No. Kode Nama Penyakit Jumlah pasien %

1 J00 Commond cold 6088 20,24

2 I10 Hipertensi 4698 15,62

3 M62 Gangguan lain pada jaringan otot 4369 14,53 4 J06 Infeksi Saluran Pernafasan Akut 3131 10,41 5 K04 Penyakit jaringan pulpa dan periapikal 2887 9,599

6 K30 Dispepsia 2110 7,015

7 R51 Sakit Kepala 1817 6,041

8 E11 Diabetes Melitus 1765 5,868

9 J02 Faringitis akut 1761 5,855

10 R50 Demam tanpa sebab 1451 4,824

30077 100

Daftar 10 Penyakit Terbesar Tahun 2014 di Puskesmas Sleman

No. Kode Nama Penyakit Jumlah pasien %

1 J00 Commond cold 5950 21,441

2 I10 Hipertensi 4054 14,608

3 M62 Myalgia 3790 13,657

4 J06 Infeksi Saluran Pernafasan Akut 3245 11,693 5 K04 Penyakit jaringan pulpa dan periapikal 2652 9,5564

6 J02 Faringitis akut 1842 6,6376

7 K30 Dispepsia 1621 5,8412

8 R51 Sakit Kepala 1607 5,7908

9 R50 Demam tanpa sebab 1532 5,5205

10 E11 Diabetes Melitus 1458 5,2539


(4)

(5)

Lampiran. 14

PANDUAN PERTANYAAN

1. Dari daftar tersebut, dapatkah Ibu/Bapak menggolongkan mana obat vital, esensial, dan non esensial?


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Megasari Delfia, dilahirkan di Kota Cirebon pada tanggal 13 Agustus 1993. Anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ferdiyanto dan Ibu Lina Herlina. Penulis menempuh pendidikan di SDN Kartini I Cirebon (1999-2005), SMPN 5 Cirebon (2005-2008), SMAN 6 Cirebon (2008-2011) dan saat ini sedang melanjutkan jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan perguruan tinggi, penulis terlibat dalam beberapa Kepanitiaan dalam kegiatan Desa Mitra, Kepanitian ISMAFARSI dalam kegiatan Kampanye Informasi Obat “Healthy For Beauty” dan beberapa seminar yang diadakan di Universitas Sanata Dharma. Pengalaman kerja yang pernah dilakukan selama berjalannya perkuliahan diantaranya sebagai Shopkeeper di Slackers selama dua tahun (2012-2014), SPG Rown di The Parade 5 dan Kickfest Yogyakarta (2015), SPG Throox di Showcase JEC Yogyakarta (2015), SPG Rown di Showcase JEC Yogyakarta (2016), dan sampai sekarang Admin Basicleaner (2015-2016).