Strategi Komunikasi Sanggar Bapontar dalam Menumbuhkan Minat Angotanya Mempelajari Alat Musik Kolintang di Jakarta

(1)

Alat Musik Kolintang Di Jakarta)

The Communication Strategy Of Sanggar Bapontar In Growing Interest Their Members To Studying Kolintang Music Instrument In Jakarta

By :

Inez Kalamulkhoir NIM. 41811057

This research under the guidance, Dr. H. M. Ali Syamsudin Amin, S.Ag., M.Si

ABSTRACT

This research was conducted with the intention to describe The Communication Strategy of Sanggar Bapontar in Growing Interest Their Members to Studying Kolintang Music Instrument, with indicators studied strategies include: Communicatore, Messaging, Media, Effect for growing interest Sanggar Bapontar members to studying kolintang music instrument.

The method of research used qualitative descriptive method. Data collection tehniques used though library research and field study. The validity test of the data has done by triangulation, memercheck, and documentation. As well, data analysis techniques to perform data collection, data reduction, data display, and concussion drawing.

The research, that the selection made by communicator of Sanggar Bapontar slected according by their owner. Message spoken by the give directly by talking with their members dan indirectly through intermediaries media. The media chosen by Sanggar Bapontar are print media like handout, amd electronic media like handphone. Influence to be hope by Sanggar Bapontar is that all members can be loyal to Sanggar Bapontar, and the final interest is the end of communication, maturity, continuous exercise, and motivation in line with expectations.

Conclusion about the communication strategy of Sanggar Bapontar using print media and electronic media, as well as choosen the communicator by owner of Sanggar Bapontar to influence and growing interest their members.

Researchers suggestion, in order to build innovasion of the songs distribution in Sanggar Bapontar from kolintang music instrument, and develop talents their members so the show more interesting.

Keyword : Communication Strategy, Sanggar Bapontar Jakarta, Kolintang Music Instrument 1. Latar Belakang Masalah

Alat musik kolintang adalah alat musik tradisional yang berasal dari daerah Minahasa Sulawesi Utara. Cara memainkan alat musik ini persis dengan cara memainkan alat musik gamelan di daerah Jawa yaitu dengan cara dipukul berdasarkan not angka sehingga menghasilkan irama musik yang senada. Perbedaan alat musik tradisional kolintang dengan alat musik tradisional gamelan yaitu dari bahan dasar dan jumlah alat pukul pada musik tradisional tersebut, alat musik


(2)

pertunjukan orkestra. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi alat musik tradisional kolintang karena permainan alat musik kolintang ini tidak monoton seperti alat musik tradisional pada umumnya dan dapat dikembangkan lagi instrumennya sehingga menciptakan alunan musik yang indah. Keseriusan untuk menggarap musik kolintang yang timbul dalam diri setiap pemain alat musik kolintang yang menjadikan pertunjukan alat musik tradisional ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi penoton yang melihatnya. Hal ini disebabkan karena totalitas yang ditunjukan setiap anggota dalam memainkan alat musik kolintang. Totalitas ini tidak didapatkan begitu saja, akan tetapi didapatkan dari ketekunan dan kenyamanan yang didapatkan pemain alat musik kolintang ketika berlatih.

Selain berlatih dengan tekun, banyak hal yang dapat memberikan pengaruh akan rasa memiliki yang timbul dari seseorang terhadap sebuah alat musik tradisional. Hal ini tergantung latar belakang apa yang membuat ia ingin mempelajari alat musik tersebut. Minat seseorang untuk mempelajari sebuah alat musik tradisional menjadi hal yang sangat langka pada era globalisasi saat ini. Keberagaman alat musik modern yang masuk pada Indonesia, membuat tergesernya minat generasi muda terhadap alat musik tradisional. Oleh karena itu berbagai cara harus ditempuh agar generasi muda saat ini menjadi tertarik dan berminat mempelajari alat musik tradisional, demi tercapainya pelestarian budaya yang ada di Indonesia.

Untuk menumbuhkan suatu minat generasi muda dalam mempelajari alat musik tradisional diperlukan beberapa faktor yang membuat seseorang tertarik untuk belajar hingga menekuninya. Selain minat yang timbul dari dalam diri mereka sendiri, minat belajar juga bisa diperoleh dari pengalaman-pengalaman orang yang sudah menekuni alat musik tradisional tersebut. Dengan adanya suatu pengalaman, seorang individu bisa mengukur ketertarikannya dalam mempelajari alat musik tradisional yang ada. Apabila sudah memliki minat untuk mempelajarinya, minat yang telah ada bisa dikembangkan menjadi minat-minat yang baru pada diri individu tersebut. Oleh karena itu diperlukan peran seorang pelatih yang mampu memberikan informasi mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu dan menguraikan kegunaannya bagi anggotanya di masa yang akan datang.

Setiap sanggar kesenian memiliki cara tersendiri untuk menumbuhkan minat anggotanya. Seorang pelatih memiliki peran yang besar dalam menumbuhkan dan mengolah minat seorang anggota untuk tetap mempelajari dan menekuni alat musik tradisional. Tidak mudah mengolah suatu minat hingga bertahan dan menjadi suatu kebiasaan bagi seorang individu. Nilai-nilai yang terkandung di dalam budaya suatu sanggar seni juga bisa mempengaruhi terhadap kelangsungan minat seorang anggota untuk belajat alat musik tradisional.

Salah satu sanggar yang menarik peneliti untuk dijadikan objek penelitian adalah sanggar seni yang terletak di Jakarta, yaitu sanggar Bapontar. Sanggar Bapontar merupakan salah satu sanggar seni yang ada di kota Jakarta yang sangat melestarikan budaya dan kesenian minahasa. Sanggar Bapontar ini sendiri didirikan oleh seorang perempuan yang konsen dengan perkembangan musik tradisional asal minahasa yang bernama Beiby Luana Sumanti. Beliau merupakan wanita keturunan asli minahasa yang sangat peduli akan sesama. Sanggar Bapontar bergerak dalam bidang kesenian khas minahasa, yaitu kolintang, dan sebagai wadah aktifitas belajar-mengajar bagi anak-anak yang ingin belajar. Dimana tenaga pengajar kelompok ini adalah orang-orang yang ahli di kesenian minahasa ini. Disamping itu, sanggar ini juga sering mengadakan acara-acara yang berkaitan dengan kesenian manado yang dilakoni oleh masyarakat sekitar, anak-anak jalanan, dan anak-anak yang bergabung di dalam sanggar itu sendiri.

Menarik untuk diteliti karena orang-orang yang tergabung di dalam sanggar ini memiliki latar belakang yang berbeda. Ada orang asli Minahasa, bahkan sampai non Minahasa, sedangkan sanggar ini mengajari alat musik asal Manado yaitu kolintang. Menarik pula lokasi sanggar Bapontar ini berada di Jakarta dan bukan di Manado. Sanggar ini selain menjadi wadah mereka


(3)

yang bukan dari kebudayaannya sendiri.

Sanggar Bapontar sendiri dikenal sebagai sanggar yang sangat terbuka dan memiliki anggota-anggota yang ramah dan welcome terhadap orang asing maupun dari berbagai suku bangsa yang ingin belajar kesenian Minahasa, dan bahkan untuk orang perantauan yang belum memilki tempat tinggal saat merantau ke Jakarta. Hal yang membedakan juga sanggar Bapontar dengan sanggar seni lainnya, yaitu selain bertujuan untuk menjaga kelestarian budaya minahasa juga sebagai wadah yang peduli akan keadaan sosial terhadap orang yang belum memiliki tempat tinggal.

Dalam sebuah sanggar seni, untuk bisa mempertahankan eksistensinya dalam jangka waktu yang lama dan dapat terus berkarya selama berpuluh-puluh tahun, tentulah tidak semudah membalikan telapak tangan. Melalui perjalanan panjang dalam membangun solidaritas yang tinggi, tentu diperlukan strategi-strategi dalam menghadapi segala bentuk tantangan yang akan dihadapinya. Tanpa adanya strategi-strategi tersebut, tentunya semua masalah yang dihadapi oleh sebuah sanggar akan sulit untuk dilewati.

Sanggar seni adalah sebuah sarana untuk melakukan aktivitas berkesenian oleh sekelompok orang yang meliputi pelestarian, penelitian, dan kerjasama. Sanggar seni sangat diperlukan kehadirannya oleh masyarakat, seniman, dan pemerintah sebagai sarana untuk menumbuh kembangkan kesenian di Indonesia (Hartono, 1984: 132). Tidak mudah mempertahankan sebuah sanggar kesenian selama berpuluh-puluh tahun. Apalagi sampai go international, dan diakui oleh dunia. Kita ketahui banyak sanggar kesenian yang sudah lama terbentuk, dan sampai saat ini masih aktif dalam berbagai event kesenian di mancanegara, contohnya seperti Saung Udjo di Bandung, Sekehe Gong Sadya di Bali, dan masih banyak lagi. Sanggar-sanggar tersebut, merupakan beberapa contoh sanggar yang berhasil menerapkan strategi komunikasi kelompoknya dengan baik. Tentunya selain keberhasilan tersebut, banyak pula sanggar yang sudah lama terbentuk tetapi belum bisa menunjukan keeksistensiannya di mancanegara bahkan di Indonesia.

Berangkat dari hal tersebut sehingga anggota dari sanggar Bapontar mempunyai keseriusan dalam belajar memainkan alat musik kolintang, ditambah alat musik kolintang merupakan alat musik tradisional yang memiliki instrument yang lebih lengkap dibandingkan alat musik pada umumnya. Sehingga, instrument dari alat musik kolintang lebih berwarna yang membuat para penikmat musik menikmati pertunjukan alat musik kolintang.

Strategi dalam sebuah kelompok sangat diperlukan untuk memenuhi tujuan kelompok yang ingin dicapai. Sebuah kelompok yang baik, berarti di dalamnya terdapat sebuah sistem komunikasi yang baik pula. Komunikasi yang terjalin dengan baik dapat mempengaruhi perilaku-perilaku anggota kelompok atau memotivasi anggota kelompok sesuai dengan apa yang menjadi visi dan misi kelompok tersebut. Komunikasi yang terjalin di dalam kelompok merupakan wadah yang tepat untuk melahirkan gagasan-gagasan yang kreatif dan juga merupakan sebuah metode pendidikan yang efektif.

Apabila berbicara mengenai strategi komunikasi, maka tidak terlepas dengan bagaimana sebuah perubahan terjadi secara mudah dan tepat. Dalam penelitian ini khususnya adalah kelompok. Sebuah komunikasi pada dasarnya dapat merubah citra individu atau kelompok untuk mengenal dirinya sendiri atau lingkungan di sekitarnya. Perubahan yang dimaksud disini adalah sebuah perubahan sosial yang terjadi tanpa henti mau itu yang terjadi secara spontan ataupun dengan disengaja. Dalam konteks ini ide-ide baru atau gagasan-gagasan baru disebarkan dan dianjurkan penerimaannya atau penggunaannya kepada sesama anggota kelompok melalui proses komunikasi. Untuk membentuk suatu perubahan sosial dengan penyebaran ide dan gagasan baru tersebut


(4)

oleh sanggar Bapontar dalam menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang, karena strategi komunikasi merupakan kunci keberhasilan sanggar Bapontar menumbuhkan minat belajar setiap anggotanya terhadap alat musik kolintang itu sendiri. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok ini bertujuan untuk menunjukan rasa kecintaan dan pelestarian yang dapat dilakukan sanggar Bapontar dalam menjaga budaya minahasa, yang mana budaya minahasa sendiri tidak hanya ada di Sulawesi Utara melainkan juga dilestarikan di Ibu Kota, yaitu di Jakarta yang terletak di Karet Sawah 212 Karet Semanggi daerah khusus Ibu Kota Jakarta.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti dapat menarik rumusan masalah penelitian, yaitu :

1. Bagaimana cara menetapkan komunikator Sanggar Bapontar dalam menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang di Jakarta?

2. Bagaimana penyampaian pesan Sanggar bapontar dalam menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang di Jakarta?

3. Bagaimana pemilihan media di Sanggar Bapontar dalam menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang di Jakarta?

4. Bagaimana pengaruh kegiatan Sanggar Bapontar dalam menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang di Jakarta?

3. Metode Penelitian

Pada metode penelitian ini, peneliti melakukan suatu penelitian dengan pendekatan secara kualitatif dimana untuk mengetahui dan mengamati segala hal yang menjadi ciri sesuatu hal. Menurut David Williams (1995) dalam buku Lexy Meleong menyatakan:

“Bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah” (Meleong, 2007:5).

Adapun menurut penulis pada buku kualitatif lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Dezin dan Lincoln (1987) dalam buku Lexy Meleong, menyatakan: “bahwa penelitian Kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada” (Moleong, 2007:5).

Metode deskriptif-kualitatif sangat berguna untuk melahirkan teori-teori tentatif. Itu perbedaan esensial anatara metode deskriptif-kualitatif dengan metode-metode yang lain. Metode deskriptif-kualitatif mencari teori, bukan menguji teori; hypothesis-generating, bukan hypothesis testing dan heuristic, bukan verifikasi. Ciri lain metode deskriptif kualitatif ialah menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (natural setting). Peneliti terjun langsung ke lapangan, bertindak sebagai pengamat. Ia membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasi (instrumennya adalah pedoman observasi). Ia tidak berusaha untuk memanipulasi variabel.

Metode deskriptif-kualitatif sering disebut penelitian yang insightmulating, yakni peneliti terjun langsung ke lapangan tanpa dibebani atau diarahkan oleh teori. Ia tidak bermaksud menguji teori sehingga perspektifnya tidak tersaring. Ia bebas mengamati objeknya, menjelajah, dan menemukan wawasan-wawasan baru sepanjang penelitian. Penelitiannya terus-menerus mengalami reformulasi dan redireksi ketika informasi-informasi baru ditemukan. Hipotesis tidak datang sebelum penelitian, tetapi baru muncul dalam penelitian.

Menurut Creswell (2010), metode deskriptif-kualitatif termasuk paradigma penelitian post-positivistik. Asumsi dasar yang menjadi inti paradigma penelitian post-positivisme adalah:


(5)

2. Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian menyaring sebagian klai tersebut menjadi klaim-klaim lain yang kebenarannya jauh lebih kuat.

3. Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti dan pertimbangan logis. Dalam praktiknya, peneliti mengumpulkan informasi dengan menggunakan instrument pengukuran tertentu yang diisi oleh partisipan atau dengan melakukan observasi mendalam di lokasi penelitian. 4. Penelitian harus mampu mengembangkan pernyataan yang relevan dan benar, pernyataan

yang dapat menjelaskan situasi yang sebenarnya atau mendeskripsikan relasi kausalitas dari suatu persoalan.

5. Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif. Para peneliti harus menguji kembali metode dan kesimpulan yang sekiranya mengandung bias.

4. Hasil Penelitian

Komunikator merupakan ujung tombak keberhasilan suatu pesan yang ingin disampaikan suatu kelompok sanggar seni kepada anggotanya. Begitu pula yang terjadi di Sanggar Bapontar, komunikator memiliki peranan yang sangat penting demi terciptanya persamaan pikiran antara anggota-anggotanya. Selain memiliki peranan untuk tercapainya persamaan tersebut, komunikator di Sanggar Bapontar juga memiliki peranan untuk menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang. Mengingat alat musik kolintang merupakan alat musik yang bukan berasal dari pulau Jawa, sehingga diperlukan banyak strategi agar anggota yang bukan berasal dari Minahasa dapat meningkatkan minatnya dalam mempelajari alat musik kolintang. Oleh karena itu penetapan seorang komunikator harus dianggap serius, demi tercapainya misi yang ada di Sanggar Bapontar.

Kewenangan untuk menetapkan seorang komunikator di Sanggar Bapontar diperankan oleh pemilik Sanggar Bapontar itu sendiri. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan penambahan anggota yang terus menerus meningkat, penetapan komunikator dibantu oleh komunikator itu sendiri. Komunikator di Sanggar Bapontar merupakan pelatih alat musik kolintang, sehingga para pelatih tersebut terkadang memilih anggota yang memiliki pemahaman lebih mengenai alat musik kolintang dibandingkan dengan anggota lainnya untuk menjadi komunikator.

Hal ini dianggap efektif, karena ada beberapa anggota yang malu atau lebih segan bertanya kepada pelatih dibandingkan kepada anggota lainnya. Seperti yang telah diamati peneliti melalui teknik triangulasi pada setiap latihannya, seorang komunikator di ruang tersebut memilih langsung anggota yang lebih cepat memahami pesan yang disampaikan, untuk membantu menjelaskan kepada anggota lain yang belum memahami. Peneliti tidak hanya mengamati pada saat proses belajar berlangsung, namun diluar proses belajar di dalam ruangan pun berlaku bagi anggota yang ditunjuk komunikator untuk menjadi komunikator diantara anggota-anggota yang lainnya.

Dilihat dari syarat yang harus dimiliki seorang komunikator yaitu meliputi daya tarik, keahlian (kompetensi), sikap, kredibilitas, pendekatan, dan cara penyampaian, terdapat kesamaan aspek yang Sanggar Bapontar cari untuk menetapkan komunikatornya. Saat komunikator berbicara terhadap komunikannya terkadang daya tarik komunikator menjadi faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan perubahan pola pikir ataupun sikap komunikannya. Hal itu didapat ketika peneliti melakukan observasi lapangan dan wawancara mendalam mengenai komunikator yang ada di Sanggar Bapontar. Hasil observasi lapangan yang peneliti dapat mengenai komunikator adalah dalam proses mempelajari alat musik kolintang, pemilihan komunikator dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Komunikator yang ada di Sanggar Bapontar merupakan orang-orang yang memiliki kompeten di bidang alat musik kolintang, sehingga pesan yang disampaikan dapat mudah dipahami oleh anggota Sanggar Bapontar yang akan mempelajari alat musik kolintang.

Dalam proses mengajak orang agar tertarik mempelajari alat musik kolintang, diperlukan daya tarik yang dimiliki oleh seorang komunikator. Misalnya dengan berbagi pengalaman tentang


(6)

mengajar cenderung lebih berhasil melakukan proses penyampaian pesan kepada anggota Sanggar Bapontar. Apalagi jika komunikator tersebut ditunjang dengan keahlian mengaransemen lagu, proses mengajar alat musik kolintang menjadi tidak monoton yang mengakibatkan anggota tertarik lebih dan termotivasi untuk mencapai target aransemen yang diberikan komunikator. Keahlian mengaransemen lagu didapat dari jam terbang yang panajng dalam bidang alat musik kolintang, komunikator memiliki pengalaman yang lebih sehingga bisa di salurkan kepada anggota yang mempelajari alat musik kolintang.

Sikap dari komunikator juga bisa menumbuhkan minat seorang anggota untuk mempelajari alat musik kolintang. Ketika proses mengajar alat musik kolintang, ada sikap yang harus komunikator miliki misalnya sikap tegas dan sikap toleran. Kedua sikap tersebut dimiliki oleh komunikator di Sanggar Bapontar. Pada saat proses belajar alat musik kolintang, anggota Sanggar Bapontar menilai Danny Mustafa merupakan pelatih yang tegas, karena beliau mengajarkan sesuai kebiasan yang beliau terapkan saat mengajar. Sedang Hendrik Sumual memilki sikap yang toleran, karena beliau mengikuti apa yang anggota inginkan pada saat proses mempelajari alat musik kolintang namun tetap diarahkan sesuai dengan koridor yang tepat. Namun sikap yang dimiliki para komunikator tersebut berbeda ketika diluar jam belajar alat musik kolintang. Ketika di luar proses belajar peneliti mengamati Danny Mustafa merupakan sosok santai dan humoris juga dalam berinteraksi dengan anggotanya.

Komunikator yang memiliki kredibilitas dimata komunikannya, jauh lebih dipercaya oleh komunikannya dibandingkan yang tidak memiliki kredibilitas. Hal itu dibuktikan oleh para pelatih alat musik kolintang di Sanggar Bapontar yang memiliki kredibilitas yang terbukti dari jam terbang mereka yang panjang dalam menggeluti alat musik tradisional Minahasa ini. Kedua informan pendukung yang peneliti wawancara juga menyetujui orang yang diberi kewenangan untuk melatih alat musik kointang di Sanggar Bapontar oleh Beiby Luana Sumanti ini, memiliki kredibilitas yang tidak diragukan lagi.

Selain faktor kredibilitas yang tinggi, faktor pendekatan yang tepat juga dapat menumbuhkan minat anggota mempelajari alat musik kolintang. Ketika dalam proses komunikasi komunikator dan komunikan saling terbuka pikirannya. Biasanya kedekatan antara komunikator dan komunikan pun terjalin. Seperti yang dialami oleh pelatih Sanggar Bapontar Hendrik Sumual dengan muridnya Fatli Stenli, memiliki kedekatan yang lebih besar dibandingkan dengan anggota yang lain. Hal itu karena keduanya memiliki pikiran yang terbuka satu sama lain.

Dari cara penyampaian komunikator kepada komunikannya, proses komunikasi pun bisa diukur keberhasilannya. Seorang komunikator yang cara penyampaiannya hangat dan bersahabat memiliki faktor lebih tinggi menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang dibandingkan dengan yang tidak. Karena cara penyampaian yang hangat dan bersahabat bisa memberikan perasaan nyaman, dan meningkatkan loyalitas anggota Sanggar Bapontar tersebut.

Pada awal terbentuknya Sanggar Bapontar selain faktor diatas, ketentuan untuk menjadi seorang komunikator diantaranya harus berasal dari Minahasa. Karena alat musik kolintang merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Minahasa, sehingga terdengar asing di daerah Jawa ini. Oleh karena itu panetapan komunikator harus orang yang memiliki latar belakang keturunan Minahasa, hal itu cukup membantu dalam proses pengenalan alat musik kolintang itu sendiri kepada anggotanya. Penetapan komunikator langsung dipilih oleh pemilik Sanggar Bapontar yaitu Beiby Luana Sumanti. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan seiring bertambahnya jumlah anggota di Sanggar Bapontar secara terus-menerus, penetapan komunikator dibantu oleh komunikator itu sendiri. Komunikator memilih langsung anggota yang memiliki pemahaman lebih cepat dibandingkan dengan anggota lainnya untuk menjelaskan sekaligus menjadi tutor untuk anggota yang belum paham. Setelah peneliti amati di luar jam belajar alat musik kolintang,


(7)

minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang yaitu Dilakukan oleh pemilik Sanggar Bapontar, namun seiring berjalannya waktu penetapan komunikator dibantu oleh komunikator itu sendiri dengan memilih anggota yang memiliki pemahaman lebih cepat dibandingkan dengan anggota lainnya. Selain itu selain ada pertimbangan lain saat menetapkan seorang komunikator di Sanggar Bapontar, dengan berpedoman pada beberapa aspek yang harus dimiliki seorang komunikator diantaranya memiliki daya tarik, keahlian, sikap, kredibilitas, pendekatan, dan cara penyampaian yang tepat kepada anggotanya. Pemilik Sanggar Bapontar membebaskan setiap komunikator untuk mengatur masa kerja dan jadwal mereka dalam melatih anggota Sanggar Bapontar, seperti yang peneliti lihat di lapangan keadaan di Sanggar Bapontar begitu bersahabat baik di dalam ruang belajar maupun di luar, karena ada beberapa komunikator yang memiliki sikap tidak begitu tegas seperti di dalam ruang belajar ketika berada di luar ruangan terhadap anggotanya. Pada sub bahasan ini, peneliti membagi tiga komponen penting dalam penyusunan pesan Sanggar Bapontar yang bertujuan untuk menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang. Ketiga komponen pesan tersebut meliputi: Penyampaian pesan, bentuk pesan, dan gaya pesan.

Penyampaian pesan di Sanggar Bapontar berisikan berbagai pesan yang akan diajarkan kepada anggota mengenai alat musik kolintang. Pesan yang pertama kali disampaikan yaitu pengenalan terhadap alat musik kolintang yang memiliki 10 buah alat untuk mencapai irama seperti musik orchestra, dan pengenalan sejarah alat musik kolintang. Pesan selanjutnya yang disampaikan adalah bagaimana cara menggunakan tiga alat pukul sekaligus dan bagaimana cara mengoperasikan alat musik kolintang secara benar. Kemudian penyampaian pesan mengenai bermain alat musik kolintang sesuai not sebuah lagu. Terakhir penyampaian pesan mengenai bagaimana membaca not balok dan menulis not balok sehingga memudahkan setiap anggota mengaransemen sebuah lagu.

Tahapan diatas merupakan tahapan dasar penyampaian pesan yang dilakukan komunikator Sanggar Bapontar kepada anggotanya. Tahapan terakhir yaitu mengaransemen lagu merupakan tahapan yang sangat penting, karena apabila materi yang disampaikan tidak menarik, maka anggota akan cepat merasa bosan dan menyerah. Tapi apabila dikemas semenarik mungkin akan menumbuhkan minat anggotanya untuk mempelajari alat musik kolintang lebih dalam lagi. Seperti yang peneliti amati ketika salah satu komunikator Sanggar Bapontar Hendrik Sumual memberi pengarahan bagaimana cara mengaransemen lagu kepada salah satu anggota Sanngar Bapontar yaitu Fatli Stenli. Beliau selalu memberi tantangan kepada Fatli untuk memecahkan aransemen sebuh lagu, sehingga Falti semakin tertarik menggali permainan alat musik kolintang lebih dalam lagi. Di ruang belajar ataupun di luar jam belajar alat musik kolintang, Hendrik Sumual sangat terbuka untuk berdiskusi dengan anggota Sanggar Bapontar, sehingga anggota bebas bertanya kapan saja apabila ada yang tidak dipahami pada proses belajar di ruangan. Selain itu hal tersebut bisa membangun kedekatan interpersonal antara komunikator dengan anggotanya.

Bentuk pesan yang disampaikan di Sanggar Bapontar dibagi menjadi dua yaitu pesan persuasif dan pesan edukatif. Pesan persuasif yaitu pesan yang digunakan Sanggar Bapontar untuk menarik minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang, pesan edukatif yaitu pesan yang disampaikan komunikator Sanggar Bapontar dalam proses pembelajaran alat musik kolintang, dan gaya bahasa yaitu bahasa yang digunakan pada saat pesan disampaikan komunkator kepada komunikannya. Hal tersebut di dapatkan peneliti ketika melakukan observasi lapangan dan wawancara mendalam kepada informan, data yang peneliti dapatkan yaitu dalam pemilihan pesan yang dilakukan Sanggar Bapontar dalam menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang dibuat seringan mungkin sehingga anggota tersebut mudah memahami apa yang komunikator sampaikan.


(8)

penyusunan pesan yang penuh dorongan.

Penyusunan pesan yang penuh dorongan adalah teknik penyusunan pesan yang mengutamakan pengaruh internal psikologis komunikan agar mengikuti pesan yang diberikan komunikator. Misalnya yang dilakukan Sanggar Bapontar ketika menumbuhkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang yaitu dengan memberikan motivasi dan pandanga bahwa setiap anggota bisa memainkan alat musik kolintang asal memiliki suatu kemauan yang kuat dan ditunjang dengan latihan yang intensif.

Pengaruh internal psikologis yang ada didalam pesan secara tidak langsung bisa didapatkan ketika anggota Sanggar Bapontar mengikuti teman-temannya mempelajari alat musik kolintang. Hal ini disebabkan oleh lokasi sanggar yang merangkap sebagai rumah singgah, sehingga orang yang tadinya tidak berminat mempelajari alat musik kolintang menjadi tertarik karena sebagian penghuni singgah mempelajari alat musik kolintang. Ketertarikan itu muncul ketika melihat teman-temannya bermain alat musik kolintang dengan indah.

Rayuan untuk mempelajari alat musik kolintang juga dilakukan Sanggar Bapontar demi melestarikan salah satu kebudayaan Minahasa tersebut. Karena kebiasaan pemuda Minahasa itu meminum minuman keras, maka salah satu komunikator merayu para pemuda tersebut dengan membelikan minuman keras sehingga mereka mau mempelajari alat musik kolintang. Hal tersebut memang terkesan negatif, karena merayu dengan cara yang salah. Namun ketika para pemuda tersebut sudah bisa memetik hasil yang ia dapatkan dari bermain alat musik kolintang, rayuan dengan menggunakan minuman keras sudah tidak diperlukan lagi, bahkan mereka kini lebih serius dalam mempelajari alat musik kolintang.

Pesan mendidik yaitu pesan yang tidak hanya berisi pengetahuan yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, namun pesan mendidik berisi pesan yang disertai referensi atau pengalaman yang dilalui komunikator untuk disebarkan kepada komunikannya. Karena sebagian anggota Sanggar Bapontar adalah anak jalanan, pemilihan pesan mendidik yang paling sering dilakukan oleh Sanggar Bapontar yaitu pesan moral. Banyak anak jalanan yang dibekali pesan moral terutama oleh pemilik Sanggar Bapontar Beiby Luana Sumanti. Misalnya tidak boleh meludah sembarangan, harus menghormati orang yang lebih tua, dan sopan santun yang harus dijaga. Ketika melakukan observasi lapangan, peneliti melihat bagaimana pemilik Sanggar Bapontar imengajarkan pesan moral secara langsung kepada anggota Sanggar Bapontar, yaitu dengan cara memberi contoh terlebih dahulu kepada anggota tersebut. Menurut yang peneliti amati, dengan memberi contoh terlebih dahulu etiket yang baik, dapat menumbuhkan perasaan tidak enak ketika seorang anggota keluar dari koridor yang sudah dicontohkan. Hal ini cukup berhasil dalam pemberian pesan moral yang diberikan oleh pemilik Sanggar Bapontar tersebut.

Pesan mendidik berikutnya dilakukan ketika proses mengajar alat musik kolintang, komunikator memberikan kebebasan berekspresi. Kebebasan ini tidak semata-mata diberikan komunikator kepada anggota Sanggar Bapontar, tetapi mereka bebas berekspresi ketika membuat sebuah aransemen lagu namun tetap dipantau dan diarahkan sehingga tetap berada di dalam koridor yang tepat. Selain itu salah satu komunikator selalu menekankan untuk menggunakan feeling ketika bermain alat musik kolintang, sehingga proses belajar memainkan sebuah lagu berlangsung lebih cepat jika disatukan dengan pemainan alat musik kolintang yang lain.

Gaya bahasa dalam proses penyampaian pesan sangat dibutuhkan, karena bahasa dapat membantu penyusunan pesan menjadi logis dan mudah dimengerti oleh orang lain. Keragaman kebudayaan di Indonesia membuat Negara ini memiliki bahasa yang sangat beragam. Melihat keberagaman bahasa yang ada di Indonesia dan melihat latar belakang Sanggar Bapontar yang memperkenalkan alat musik kolintang di daerah non Minahasa, membuat peneliti menambahkan


(9)

hari sudah masuk sasaran, karena dalam suatu praktek penggunaan bahasa yang formal dinilai kaku dan sulit untuk membangun pendekatan yang relatif singkat.

Media merupakan alat yang bisa menjadi penunjang proses komunikasi yang dilakukan di Sanggar Bapontar dalam Menumbuhkan Minat Anggotanya Mempelajari Alat Musik Kolintang. Pada hakikatnya seseorang akan lebih tertarik dan merasa bangga apabila hal yang ditekuninya tersebut mendapat respon positif apalagi sampai oleh masyarakat. Begitu pula strategi dalam pemilihan media yang dilakukan Sanggar Bapontar untuk memperkenalkan alat musik kolintang dan kegiatan yang dilakukan oleh Sanggar Bapontar. Apabila alat musik kolintang sudah diakui keberadaannya di masyarakat sekitar, diharapkan anggota Sanggar Bapontar lebih terpacu untuk melakukan yang terbaik di setiap kegiatannya. Oleh karena itu mempromosikan Sanggar Bapontar khususnya alat musik kolintang di Indonesia merupakan hal yang wajib dilakukan Sanggar Bapontar untuk mengembangkan minat anggotanya mempelajari alat musik kolintang. Namun pemilihan media harus di seleksi lebih dalam, agar tidak terjadi pemborosan biaya yang tidak tepat terhadap sasaran.

Seperti yang diamati peneliti langsung pada saat observasi lapangan dan wawancara mendalam kepada informan, media yang dipilih Sanggar Bapontar kebanyakan media baru seperti memanfaatkan media internet khususnya media sosial karena praktis dan tidak mengeluarkan biaya secara besar. Adapun peliputan dari media masa seperti televisi dan radio didapatkan tanpa harus mengeluarkan biaya, karena pihak media masa tertarik terhadap banyaknya kegiatan yang dilakukan Sanggar Bapontar. Hal tersebut menurut peneliti sangat menguntungkan pihak Sanggar Bapontar dalam mempromosikan kebudayaan Minahasa khususnya permainan alat musik kolintang.

Selain memanfaatkan media diatas, Sanggar Bapontar juga memiliki sarana yang memadai untuk belajar di luar alat musik kolintang. Diantaranya studio band, alat-alat rekaman untuk membuat lagu, dan ruangan multimedia. Sarana tersebut dilengkapi Sanggar Bapontar untuk menarik anggota agar mau bergabung dengan Sanggar Bapontar. Selain bisa mempejari alat musik tradisional kolintang para anggota bisa bertukar ilmu dengan alat musik modern lainnya.

Pada tahun 2011 Sanggar Bapontar membuat suatu film dokumenter berjudul „Kolintang Never die’ yang diperankan oleh Nadia Vega, Abdee Slank dan Gideon Tengker Ayah dari Nagita Slavina. Beberapa anggota Sanggar Bapontar yang memiliki bakat akting juga ikut memerankan bagian di film tersebut. Sanggar Bapontar memikirkan secara matang bagaimana cara memberikan sarana yang baik bagi anggotanya yang ingin belajar apapun, dari memainkan alat musik tradisional kolintang, belajar merekam sebuah lagu, sampai belajar mengedit video dan foto semua disediakan media yang lengkap demi memajukan Sanggar. Dari banyaknya kegiatan dan hasil kegiatan yang dilakukan Sanggar Bapontar membuat pihak media masa tertarik untuk mengundang di acara talkshow terutama yang bertemakan kebudayaan. Ini merupakan keuntungan yang sangat besar bagi Sanggar Bapontar untuk mempromosikan Sanggar Bapontar ke seluruh Indonesia dan diharapkan dapat menumbuhkan minat anggotanya terhadap alat musik kolintang.

Sedangkan pemilihan media untuk proses mengajarkan alat musik kolintang masih menggunakan media cetak seperti handout yang berisikan not angka sebuah lagu. Hal ini dianggap sebagai media yang paling tepat bagi pemula, apalagi orang yang tidak bisa membaca not balok dan belum terasah feeling nya dalam memainkan alat musik. Media cetak juga sangat membantu ketika proses membaca dan menulis sebuah not, apalagi dalam proses mengaransemen lagu, dibutuhkan kemampuan menulis dan membaca not dengan baik sehingga dapat menghasilkan instrument musik yang optimal. Namun media baru seperti internet dan handphone tetap dibutuhkan dalam proses mengajar, karena ketika anggota Sanggar Bapontar tidak mengetahui lagu yang akan di gunakan pada proses latihan, bisa mendengarkan gambaran lagu pada handphone tersebut.


(10)

hambatan yang dirasakan yaitu hambatan dari anggota Sanggar Bapontar itu sendiri, seperti ketika proses belajar ada beberapa anggota yang kurang serius dalam menerima pesan yang disampaikan komunikator. Hal tersebut menjadikan hambatan bagi komunikator, karena proses penyampaian pesan belum tentu dapat tersampaikan dengan benar.

Setiap program komunikasi yang dilakukan pasti memiliki tujuan, yakni mempengaruhi target sasaran. Pengaruh atau efek ialah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima pesan sesudah atau sebelumnya. Di dalam proses komunikasi pengaruh memiliki peranan sangat penting, karena kita bisa mengetahui keberhasilan atau kegiatan komunikasi yang kita lakukan. Pengaruh yang kita berikan bisa berbentuk perubahan pengetahuan, sikap, maupun perilaku.

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti amati ketika peneliti melakukan observasi lapangan dan wawancara mendalam terhadap informan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang diharapkan Sanggar Bapontar yaitu pengaruh yang diharapkan dari anggota Sanggar Bapontar dan tolak ukur keberhasilan kegiatan yang dilakukan Sanggar Bapontar.

Pengaruh kegiatan yang diharapkan tentu saja setiap komunikator atau orang yang memiliki peran dalam pembentukan Sanggar Bapontar menginginkan agar Sanggar Bapontar bisa terus eksis, dan musik kolintang bisa menjadi salah satu identitas Negara kita Indonesia dimata dunia. Dan Sanggar Bapontar selalu solid sampai akhir hayatnya sehingga apa yang saya cita-citakan melestarikan kebudayaan minahasa khususnya di musik kolintang ini bisa tercapai.

Pengaruh kegiatan yang diterima Sanggar Bapontar, dilihat dari sudut pengetahuan dan perilaku anggota Sanggar Bapontar. Apabila dilihat dari segi pengetahuannya, komunikator memiliki gambaran tentang materi apa yang akan diberikan selanjutnya. Apabila dilihat dari segi perilaku bisa dilihat dari ke arah mana perilaku yang ditunjukan anggota Sanggar Bapontar tertuju, ke arah positif atau ke arah negatif. Setiap komunikator pasti menginginkan perubahan sikap tersebut ke arah yang positif, namun apabila hal yang terjadi sebaliknya maka langkah yang diambil selanjutnya harus lebih baik dari sebebelumnya, sehingga hal tersebut tidak terjadi lagi.

Selain dari perubahan sikap, prestasi yan diraih oleh anggota Sanggar Bapontar bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan kegiatan yang dilakukan Sanggar Bapontar dalam menumbuhkan minat anggota mempelajari alat musik kolintang. Prestasi tersebut tidak didapatkan dengan mudah, namun dibutuhkan kreatifitas yang ada dalam diri anggota Sanggar Bapontar untuk dapat meraih prestasi yang banyak. Terakhir apabila semua hal diatas sudah ada dalam diri anggota Sanggar Bapontar, maka loyalitas terhadap Sanggar Bapontar akan muncul dengan sendirinya.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di uraikan dan dinalisa pada bab sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penetapan Komunikator Sanggar Bapontar Jakarta dalam Menumbuhkan Minat Anggotanya Mempelajari Alat Musik Kolintang dilakukan oleh pemilik Sanggar Bapontar, namun seiring berjalannya waktu penetapan komunikator dibantu oleh komunikator itu sendiri dengan memilih anggota yang memiliki pemahaman lebih cepat dibandingkan dengan anggota lainnya. Selain itu selain ada pertimbangan lain saat menetapkan seorang komunikator di Sanggar Bapontar, dengan berpedoman pada beberapa aspek yang harus dimiliki seorang komunikator diantaranya memiliki daya tarik, keahlian, sikap, kredibilitas, pendekatan, dan cara penyampaian yang tepat kepada anggotanya. Pemilik Sanggar Bapontar membebaskan setiap komunikator untuk mengatur masa kerja dan jadwal mereka dalam melatih anggota Sanggar Bapontar, seperti yang peneliti lihat di lapangan keadaan di Sanggar Bapontar begitu bersahabat baik di dalam ruang belajar maupun di luar, karena ada beberapa komunikator yang


(11)

orchestra, dan pengenalan sejarah alat musik kolintang. Bagaimana cara menggunakan tiga alat pukul sekaligus dan bagaimana cara mengoperasikan alat musik kolintang secara benar. Penyampaian pesan mengenai bermain alat musik kolintang sesuai not sebuah lagu. Penyampaian pesan mengenai bagaimana membaca not balok dan menulis not balok sehingga memudahkan setiap anggota mengaransemen sebuah lagu.

3. Pemilihan Media Sanggar Bapontar Jakarta dalam Menumbuhkan Minat Anggotanya Mempelajari Alat Musik Kolintang adalah media cetak handout yang berisikan not-not angka yang ditujukan bagi pemula. Hal ini karena dalam bermain sebuah alat musik, diperlukan dasar not angka agar bisa memainkan suatu lagu secara tepat dan serentak. Media yang digunakan dalam proses pengenalan alat musik kolintang diluar Minahasa adalah media elektronik. Pada media baru atau internet berisikan informasi dan kegiatan yang dilakukan Sanggar Bapontar, sehingga orang dengan mudah mengaksesnya, dan dengan banyaknya kegiatan yang Sanggar Bapontar unggah di media sosial, membuat media yang lainnya ikut menyiarkan dan meliput kegiatan yang Sanggar Bapontar lakukan.

4. Pengaruh Kegiatan yang Diharapkan Sanggar Bapontar dalam Menumbuhkan Minat Anggotanya Mempelajari Alat Musik Kolintang dilihat dari perubahan sikap dan prestasi yang diraih anggota Sanggar Bapontar. Apabila belum maksimal proses penyampaian pesan lebih dimaksimalkan dengan memberikan contoh yang dapat membuat anggota tersebut lebih memahami apa yang disampaikan, sehingga dapat memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap perubahan anggota Sanggar Bapontar dan Sanggar Bapontar mendapatkan hasil dari perubahan tersebut. Apalagi dalam proses penyampaian pesan edukasi umpan balik yang diterima Sanggar Bapontar berlangsung cepat, sehingga proses evaluasi akan mudah dilakukan demi terciptanya perubahan kea rah yang lebih baik.

5. Strategi Komunikasi Sanggar Bapontar Jakarta dalam Menumbuhkan Minat Anggotanya Mempelajari Alat Musik Kolintang ada pada setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh Sanggar Bapontar, dari mulai proses pembelajaran alat musik kolintang tersebut maupun pada kehidupan sehari-hari. Komunikator yang bisa memenuhi segala keingintahuan anggota, pesan yang menarik, media yang lengkap akan menghasilkan pengaruh yang baik bagi minat anggotanya lebih tekun mempelajari alat musik kolintang.

6. Daftar Pustaka A. Daftar Buku :

Abidin, Zaenal. 2002. Filsafat manusia. Bandung: PT.Remaja Rosada Karya

Ardianto, Elvinaro., Komala, Lukiati., Karlinah, Siti. 2007. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Ardianto, Elvinaro. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandug : Simbiosa Rekatama Media.

Cangara, Hafied. 2013. Perencanaan & Strategi Komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., 2005. Komunikasi Bisnis dan Profesional.

Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Cragan F. John. 2004. Communication in Small Groups. Boston: Wadsworth Cengage Learning. Effendy, Onong Uchjana. 1997. Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hadiwijono, Harun. 2011. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius


(12)

Mulyana, Deddy. 2005. Jurnal Komunikasi dan Informasi. Bandung: Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran.

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Pace, R. Wayne., dan Faules, Don F. 2010. Komunikasi Orfabisasi. Bandung : PT Remaja

Rosdakraya.

Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaludin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi dengan contoh Analisis Statistik. Bandung : Rosdakarya.

Sendjaja, Djuarsa. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sugiyono, 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.


(13)

v By :

Inez Kalamulkhoir NIM. 41811057

This research under the guidance, Dr. H. M. Ali Syamsudin Amin, S.Ag., M.Si

This research was conducted with the intention to describe The Communication Strategy of Sanggar Bapontar in Growing Interest Their Members to Studying Kolintang Music Instrument, with indicators studied strategies include: Communicatore, Messaging, Media, Effect for growing interest Sanggar Bapontar members to studying kolintang music instrument.

The method of research used qualitative descriptive method. Data collection tehniques used though library research and field study. The validity test of the data has done by triangulation, memercheck, and documentation. As well, data analysis techniques to perform data collection, data reduction, data display, and concussion drawing.

The research, that the selection made by communicator of Sanggar Bapontar slected according by their owner. Message spoken by the give directly by talking with their members dan indirectly through intermediaries media. The media chosen by Sanggar Bapontar are print media like handout, amd electronic media like handphone. Influence to be hope by Sanggar Bapontar is that all members can be loyal to Sanggar Bapontar, and the final interest is the end of communication, maturity, continuous exercise, and motivation in line with expectations.

Conclusion about the communication strategy of Sanggar Bapontar using print media and electronic media, as well as choosen the communicator by owner of Sanggar Bapontar to influence and growing interest their members.

Researchers suggestion, in order to build innovasion of the songs distribution in Sanggar Bapontar from kolintang music instrument, and develop talents their members so the show more interesting.

Keyword : Communication Strategy, Sanggar Bapontar Jakarta, Kolintang Music Instrument


(14)

iv Oleh:

Inez Kalamulkhoir NIM. 41811057

Skripsi ini dibawah bimbingan, Dr. H. M. Ali Syamsudin Amin, S.Ag., M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai Strategi Komunikasi Sanggar Bapontar Dalam Menumbuhkan Minat Anggotanya Mempelajari Alat Musik Kolintang, dengan indikator strategi yang diteliti antara lain: Komunikator, Pesan, Media, dan Pengaruh dengan tujuan untuk menumbuhkan minat anggota Sanggar Bapontar mempelajari alat musik kolintang.

Metode Penelitian ini adalah Metode Deskriptif Kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui studi pustaka dan studi lapangan. Uji keabsahan data dilakukan dengan Triangulasi, Membercheck, dan Dokumentasi. Serta teknik analisa data dengan melakukan Pengumpulan data, Reduksi data, Penyajian data, dan Penarikan kesimpulan

Hasil penelitian yang diperoleh, bahwa penetapan komunikator dipilih langsung oleh pemilik Sanggar Bapontar. Pesan yang dipilih oleh Sanggar Bapontar pesan yang diberikan secara langsung kepada anggota, dan tidak langsung menggunakan perantara media. Media yang dipilih adalah media cetak seperti handout, serta menggunakan media elektrotik seperti handphone. Pengaruh yang diharapkan Sanggar Bapontar adalah loyalitas anggota terhadap Sanggar Bapontar, dan yang terakhir Minat merupakan hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni kematangan, latihan terus menerus, dan motivasi yang sesuai dengan harapan.

Kesimpulan mengenai Strategi Komunikasi Sanggar Bapontar menggunakan media cetak dan media elektronik, serta penetapan komunikator dipilih langsung oleh pemilik Sanggar Bapontar untuk memeberikan pengaruh dan menumbuhkan minat anggotanya.

Saran Peneliti, agar Sanggar Bapontar lebih kreatif lagi dalam menciptakan inovasi persebaran lagu menggunakan alat musik kolintang dan mengembangkan bakat anggota sehingga pertunjukan semakin menarik.

Kata Kunci : Strategi Komunikasi, Sanggar Bapontar Jakarta, Alat Musik Kolintang


(15)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Studi penelitian terdahulu sangat penting bagi peneliti sebagai bahan acuan yang membantu penulis dalam merumuskan asumsi dasar untuk pengembangan kajian. Tentunya studi terdahulu tersebut harus relevans baik dari konteks penelitian maupun metode penelitian yang digunakan. Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti penulis yaitu :

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode yang Digunakan Hasil Penelitian Perbedaan

dengan Penelitian yang diteliti 1 Strategi

Komunikasi

World Wide

Fund For Nature (WWF) (Studi Deskriptif

Yudha Adi Purnama, 2015 (Skripsi). Universitas Komputer Pendekatan Penelitian Kualitatif dengan metode deskriptif.

Hasil Penelitian : Perencanaan Komunikasi yang dilakukan oleh (WWF) Bumi Panda

Penelitian Yudha mengambil objek penelitian strategi komunikasi pada World Wide Fund


(16)

Tentang Strategi Komunikasi

World Wide

Fund For Nature (WWF) Dalam Mensosialisasikan Pelestarian

Lingkungan Kepada Peserta Sosialisasi di

Bumi Panda

Bandung.

Indonesia Bandung adalah

dengan menyusun

kegiatan dalam jangka panjang, melakukan meeting untuk membahas

materi yang

akan di

publikasikan dan melakukan 5 tahap step. Manajemen Komunikasi yang telah dilakukan WWF Bumi Panda Bandung dengan menggunakan beberapa

sumber daya komunikasi

(WWF), sedangkan peneliti

mengambil objek penelitian strategi komunikasi

Sanggar Bapontar.


(17)

diantaranya : majalah, website dan twitter sebagai sarana publikasi dan informasi

mengenai kegiatan WWF. 2 Strategi

Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan

Murid PAUD

(Studi Deskriptif Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan

Murid Paud

Tunas Bahari Dalam Kegiatan Belajar Mengajar) Dwiyan Asgarwijaya, 2015 (Skripsi). Universitas Telkom Bandung Pendekatan Penelitian Kualitatif dengan metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan perencanaan komunikasi, isi pesan, metode penyampaian

pesan dan

hambatan

komunikasi yang digunakan dan ditemui oleh para guru atau pengajar PAUD Tunas Bahari kepada anak

Penelitian yang diteliti oleh Dwiyan bertujuan untuk mengetahui strategi

komunikasi interpersonal, sedangkan yang peneliti teliti bertujuan untuk mengetahui

strategi komunikasi kelompok.


(18)

didiknya dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. 3 Strategi

Komunikasi Organisasi antara

Atasan dan

Bawahan Pasca Restrukturisasi Manajemen (Studi Kasus pada DetEksi Jawa Pos) Wisyesa Syasyikirana, 2013 (Skripsi). Universitas Airlangga Pendekatan Penelitian Kualitatif dengan metode studi kasus.

Hasil dari penelitian ini adalah bentuk-bentuk strategi komunikasi organisasi

DetEksi Jawa

Pos pasca

restrukturisasi.

Perbedaan

dengan yang peneliti teliti adalah Wisyesa menggunakan desain penelitian studi kasus. Sedangkan

peneliti dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian studi deskriptif. Sumber: Peneliti 2015

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Ilmu Komunikasi

Setiap orang yang hidup dalam masyarakat, sejak bangun tidur hingga tidur lagi, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi.


(19)

Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekwensi hubungan sosial (social relations). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain, dengan hubungan itu akan menimbulkan interaksi sosial. Interaksi sosial tersebut di sebabkan inter komunikasi.

Deddy Mulyana (2008: 46) menyatakan bahwa: kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari bahasa latin communis yang berarti sama, communico, communicatio atau comunicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebutkan sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin yang mirip.

Harold Lasswel sebagaimana dikutip oleh Mulyana juga mengatakan, cara yang terbaik untuk menggambarkan komunikasi adalah: Menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. Who Says What In Which Chanel To Whom With What Effect?, artinya Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?. Dalam (Mulyana, 2008: 69).

Berdasarkan definisi dari Lasswel di atas dapat diturunkan bahwa komunikasi itu tediri dari lima unsur komunikasi yang saling bergantung antara satu dengan yang lain. Kelima unsur itu adalah sumber (source), pesan (massage), saluran atau media (chanel), penerima (receiver) dan efek (effect). Sumber (source) sering juga di sebut pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator (communicator) pembicara atau originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk


(20)

berkomunikasi. Sumber bisa dalam bentuk individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Pesan (massage) yaitu apa yang dikomunikasikan sumber kepada penerima. Pesan merupakan perangkat simbol verbal atau non verbal yang memiliki perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber pesan. Saluran atau media yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran atau media bisa saja merujuk pada bentuk pesan yang di sampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal. Penerima (receiver) sering disebut sebagai sasaran atau tujuan (destination), komunikate (communicate), pendengar (listener), penafsir (interpreter) yaitu orang yang menerima pesan dari sumber. Dan yang terakhir adalah efek apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, seperti bertambahnya pengetahuan, terhibur, timbulnya perubahan sikap atau perilaku dan sebagainya.

Deddy Mulyana (2001: 37) menyatakan bahwa:

“….setidaknya terdapat tiga pandangan yang dapat dipertahankan. Pertama, komunikasi harus terbatas pada pesan yang secara sengaja diarahkan kepada orang lain dan diterima oleh mereka. Kedua komunikasi harus mencakup semua prilaku yang bermakna bagi penerima, apakah disengaja ataupun tidak. Ketiga komunikasi harus mancakup pesan-pesan dikirimkan secara sengaja, namun sengaja ini sulit untuk ditentukan. (Mulyana, 2001:37)”

Dari paparan diatas dapat penulis artikan bahwa definisi komuniasi tidak memiliki batasan yang mutlak atau pasti, terdapat banyak sekali arti dari komunikasi yang dapat kita jumpai baik dari percakapan sehari-hari ataupun mendengar atau membaca dari berbagai media. Akan tetapi


(21)

keberagaman definisi-definisi yang kita temukan, tidak ada definisi yang benar ataupun salah. Sama halnya dengan model atau teori, pengertian atau definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang yang didefinisikan dan mengevaluasinya.

2.1.2.2 Tujuan Komunikasi

Membangun atau mennciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui tetapi mungkin dengan komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara sosial.

1. Perubahan sikap (attitude change)

Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah, baik positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain bersikap positif sesuai keinginan kita.

2. Perubahan pendapat (opinion change)

Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman, ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Setelah memahami apa yang dimaksud komunikator maka akan tercipta pendapat yang berbeda-beda bagi komunikan.

3. Perubahan perilaku (behavior change)

Komunikasi bertujuan untuk mengubah perlaku maupun tindakan seseorang


(22)

4. Perubahan sosial (social change)

Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang lain sehingga menjadi hubungan yangmakin baik. Dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal.

Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy, tujuan dari komunikasi adalah:

1. Perubahan sikap (attitude change) 2. Perubahan pendapat (opinion change) 3. Perubahan perilaku (behavior change)

4. Perubahan sosial (social change). (Effendy, 2003: 8)

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi

Fungsi adalah potensi yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu. Komunikasi sebagai ilmu, seni, dan lapangan kerja sudah tentu memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. (Cangara, 2005:55)

Menurut Harold D. Laswell, secara terperinci fungsi-fungsi komunikasi adalah sebagai berikut:

1) Penjagaan atau pengawasan lingkungan (surveilance of the environtment), fungsi ini dijalankan oleh para diplomat, atase dan koresponden luar negeri sebagai usaha menjaga lingkungan.

2) Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari (masyarakat untuk menanggapi lingkungannya (correlation of the part of society in rerspond


(23)

in to the environment), fungsi ini lebih diperankan oleh editor, wartawan dan juru bicara sebagai penghubung respon internal.

3) Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya (transmission of the social heritage), fungsi ini dijalankan oleh para pendidik di dalam pendidikan formal atau informal karena terlibat mewariskan adat kebiasaan, nilai dari generasi ke generasi.

Charles R. Wright (1988) menambahkan satu fungsi, yaitu entertainment (hiburan) yang menunjukkan pada tindakan-tindakan komunikatif yang terutama sekali dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek instrumental yang dimilikinya. (Nurudin, 2007:16)

2.1.2.4 Unsur-unsur Komunikasi

Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, jelas bahwa komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima dan efek. Unsur-unsur ini juga bisa disebut komponen atau elemen komunikasi.

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa proses tejadinya komunikasi. Cukup di dukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain lima unsur


(24)

yang telah disebutkan. Arestoteles, ahli filsafat Yunani Kono dalam bukunya Rhetorica menyebut bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan. Pandangan Arestoteles ini oleh besar pakar komunikasi dinilai lebih tepat untuk mendukung suatu proses komunikasi publik dalam bentuk pidato atau retorika. Hal ini bisa dimengerti, karena pada zaman Arestoteles retorika menjadi bentuk komunikasi yang sangat popoler bagi masyarakat Yunani.

a. Sumber

Semua pristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunkasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya, partai, organisasi atau lembaga. Sumber sering disebut pengiri, komunikator atau dalam bahasa inggrisnya Source, sencer atau encoder.

b. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunkasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalu media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasehat atau propaganada. Dalam bahasa inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message, content atau information.


(25)

c. Media

Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindra dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram, yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.

Dalam komunkasi massa, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surat kaba, majalah, buku, leaflet , brosur, stiker, bulletin hand out, poster, spanduk, dan sebagainya. Sementara itu media elektronik antara lain: radio, film, televisi, video recording, computer, electronic board, audio cassette dan semacamnya.

Berikut perkembangan teknologi komunikasi khusunya di bidang komunikasi massa elektronik yang begitu cepat, media massa elektronik makin banyak bentuknya, dan makin mengaburkan batas-batas untuk membedakan antara media komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi. Hal ini disebabkan karena makin canggihnya media


(26)

komunikasi iru sendiri yang bisa dikombinasikan (multimedia) antar satu sama lainnya.

Media komunikasi seperti diatas, kegiatan dan tempat-tempat yang banyak ditemui dalam masyarakat pedesaan, bisa juga dipandang sebagai media komunikasi sosial, misalnya rumah-rumah ibadah, balai desa, srisan, panggung kesenian, dan pesta rakyat.

a. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau Negara.

Penerima bisa disebut dengan berbagai macam istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa inggris disebut audience atau receiver. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber.

Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dalam komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang sering kali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau saluran. Kenalilah khalayakmu adalah prinsip dasar dalam berkomunikasi. Karena mengetahui dan memahami karakteristik penerima (khalayak), berarti suatu peluang untuk mencapai keberhasilan komunikasi.


(27)

b. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang (De Fleur, 1982). Oleh karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.

c. Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasala dari penerima. Akan tetapi tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsure yang lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan-perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan. Hal-hal seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber.

d. Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat memengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.


(28)

2.1.2.5Proses Komunikasi

Komunikasi tidak bisa terlepas dari proses. Oleh karena itu apakah suatu komunikasi dapat berlangsung dengan baik atau tidak tergantung dari proses yang berlangsung tersebut. Menurut Rusady Ruslan proses komunikasi adalah:

“Diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan-pesan (message) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan, dalam proses komunikasi tersebut bertujuan (feed back) untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) atau antar kedua belah pihak.” (Ruslan 1999: 69).

Sementara itu menurut Onong Uchjana Effendy proses komunikasi terbagi dua tahap, berikut uraiannya:

1. Proses komunikasi secara primer

Proses pencapaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara langsung dapat menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa.

2. Proses komunikasi secara sekunder

Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Media kedua yang sering digunakan


(29)

diantaranya adalah surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan lain lain. (Effendy, 1999: 11-16). Pentingnya peranan media yakni media sekunder dalam proses komunikasi, disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Jelas efisien karena dengan menyiarkan sebuah pesan satu kali saja, sudah dapat tersebar luas kepada khalayak yang begitu banyak jumlahnya, bukan satu jutaan, melainkan puluhan juta, bahkan ratusan juta, seperti misalnya pidato kepala negara yang disiarkan melalui radio atau televisi.

Media massa yang digunakan seperti surat kabar, radio, televisi, film, dan lain-lain memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain massif (massive) atau massal (massal), yakni tertuju kepada sejumlah orang yang relatif banyak. Sedangkan media nirmassa atau media nonmassa seperti, telepon, surat, telegram, spanduk, papan pengumuman, dan lain-lain tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif sedikit. Sedangkan proses komunikasi Menurut Harold Laswell dalam buku Onong Uchjana Effendy terdapat 4 komponen dalam proses komunikasi yaitu :

1. Adanya pesan yang disampaikan

2. Adanya pemberian pesan (komunikator) 3. Adanya penerimaan pesan (komunikan)


(30)

2.1.2.6 Konteks Komunikasi A. Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi intrapersonal yaitu komunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi intrapersonal ini merupakan landasan dari komunikasi antarpersonal karena sebelum kita berkomunikasi dengan orang lain kita telah terlebih dahulu berkomunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi ini bisa terjadi karena kita mempresepsi dan memastikan makna pesan dari orang lain. (Mulyana, 80)

B. Komunikasi Antarpersonal

Komunikasi antarpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang yang saling bertatap muka sehingga memungkinkan terjadinya umpan balik baik secara verbal maupun nonverbal. Dalam komunikasi sering kali indra penglihatan dan pedengaran adalah sebagai indra primer, padahal sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan yang bersifat intim. Komunikasi antarpribadi dinilai sebagai komunikasi paling efektif karena adanya tatap muka secara langsung sehingga memungkinkan untuk menggunakan kelima panca indra untuk mempertinggi daya bujuk kita dalam berkomunikasi. (Mulyana, 81)

C. Komunikasi kelompok

Komunikasi kelompok merupakan komunikasi diantara sejumlah orang (kalau kelompok kecil berjumlah 4-20 orang, kelompok besar 20-50 orang). Dalam kontinum diperaga diatas terlihat bahwa telah terjadi


(31)

perubahan atas jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi, jumlah partisipan komunikasi makin bertambah kalau dibandingkan dengan komunikasi antarpribadi, umpan balik masih berlangsung cepat (jika kelompok kecil), adaptasi pesan masih bersifat khusus, tujuan/maksud komunikasi masih tidak berstruktur. (Liliweri, 2011)

D. Komunikasi Organisasi

Dalam kontinum pada peraga diatas terlihat bahwa komunikasi organisasi terletak ditengah-tengah skala antara komunikasi antarpribadi dan komunikasi massa; oleh karena itu telah terjadi perubahan atas jumlah orang terlibat dalam komunikasi yang besaran jumlahnya sangat relatif (bisa banyak dan/atau sedikit), umpan balik komunikasi organisasi dapat berlangsung cepat atau lamban (kadang-kadang delayed feedback), adaptasi pesan bisa bersifat khusus atau umum, serta tujuan/maksud komunikasi bisa bersifat terstruktur dan tidak terstruktur. Praktik komunikasi organisasi melibatkan didalamnya komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok yang bersifat impersonal (atau komunikasi yang berstruktur) yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok/ unit kerja dalam suatu organisasi. Jalur komunikasi organisasi adalah jalur vertikal (atas-bawah, bawah-atas), horizontal (antara unit/satuan kerja yang sama derajat/ level), dan diagonal (komunikasi lintas unit/satuan kerja). (Liliweri, 2011)

Menurut Redding dan Sanborn mengatakan bahwa, “Komunikasi Organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi


(32)

yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi Downward atau komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi Upward atau komunikasi dari bawahan, kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program”. (Masmuh,2010 : 5)

E. Komuniksi Massa

Komunikasi massa adalah proses komunikasi dengan massa yang dilakukan melalui media, yakni media massa seperti surat kabar, majalah, buku, radio, dan televisi. Seluruh proses komunikasi massa melibatkan-sangat tinggi didalamnya pelbagai aspek perbedaan latar belakang budaya, mulai dari pengelola (organisasi media), saluran atau media massa, pesan-pesan, hingga kepada khalayak sasaran maupun dampak. Khalayak dalam komunikasi massa merupakan orang atau sekelompok orang yang berbeda latar belakang budaya dan tersebar secara geografis dianeka ruang yang luas mulai dari lokal, regional, nasional, maupun internasional. Setiap hari khalayak ini mengonsumsi pesan (iklan, berita, opini) yang berasal dari para penulis dan pembawa acara radio dan televisi, bahkan kehadiran media itu sendiri (menurut McLuhan “medium is a message”) yang berbeda budaya dengan mereka. Dampak kehadiran lembaga, pesan, media


(33)

yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda sangat terhadap perubahan sikap khalayak. (Liliweri, 2011)

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok 2.1.3.1 Definisi Komunikasi Kelompok

Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.

Komunikasi kelompok merupakan hubungan antara manusia dengan masyarakat secara dialektis dalam eksternalisasi, obyektifitas, dan internalisasi. Ekternalisasi adalah pencurahan kehadiran manusia, baik dalam aktifitas maupun mentalitas. Melalui eksternalisasi, manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Obyektifitas adalah disandangnya produk-produk aktifitas suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya (manusia) dalam suatu kefaktaan yang eksternal terhadap yang lain, dari pada podusennya sendiri. Internalisasi adalah peresapan kembali realitas oleh manusia dan mentranformasikannya sekali lagi struktur-struktur dunia objektif ke dalam


(34)

struktur-struktur kesadaran subjektif. Komunikasi kelompok dapat dikatakan sebagai disiplin karena komunikasi kelompok ini mempunyai ruang lingkup, menunjukkan kemajuan dalam pengembangan teori serta mempunyai metodologi riset, kritik, dan penerapan.

Terdapat empat elemen yang tercakup dalam beberapa definisi tentang komunikasi kelompok di atas, yaitu interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya, berikut penjelasannya:

1. Terminologi tatap muka (face-to face) mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari setiap anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu yang sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan baru. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua anggota kelompok.

2. Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar antara 3 sampai 20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan melebihi 20 orang, kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi di mana setiap anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan karenannya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.


(35)

3. Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi di atas, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahun (to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan diri (self-maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan kolektif/kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

4. Elemen terakhir adalah kemampuan anggota kelompok untuk menumbuhkan karateristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari


(36)

kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan mengatur sirkulasi komunikasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan di antara mereka.

Kelompok dalam perspektif interaksional yang dikemukakan Marvin Shaw sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dengan suatu cara tertentu, di mana masing masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lainnya (Sendjaja, 2004: 3.27). Clovis Sheperd juga menjelaskan, bahwa kelompok merupakan suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber utama dari tatanan sosial (Sendjaja, 2004: 3.27).

Ada 4 (empat) elemen yang tercakup dalam defenisi yang disampaikan oleh Michael burgoon tersebut :

1. Interaksi Tatap Muka

2. Jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi 3. Maksud dan tujuan yang dikehendaki.


(37)

4. Kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya.

2.1.3.2 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasi Kelompok

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.

A. Kelompok primer dan sekunder.

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.


(38)

2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.

3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.

4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.

5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.

B. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku


(39)

saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.

C. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai


(40)

tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

2.1.3.3 Fungsi-Fungsi Komunikasi Kelompok

Keberadaan suatu kelompok dalam suatu masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah, fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuat keputusan, serta terapi. Semua fungsi ini di manfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.

1. Fungsi pertama adalah menjalin hubungan sosial dalam artian bagaimana kelompok tersebut dapat membentuk dan memelihara hubungan antara para anggotanya dengan memberikan kesempatan melakukan berbagai aktivitas rutin yang informal, santai, dan menghibur.

2. Fungsi kedua adalah pendidikan yang mana mempunyai makna bagaimana sebuah kelompok baik secara formal maupun informal


(1)

vi

KATA PENGANTAR

Assalam’ualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada hadirat Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Strategi Komunikasi Sanggar Bapontar Dalam Menumbuhkan Minat Anggotanya Mempelajari Alat Musik Kolintang Di Jakarta.”

Peneliti juga ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak drh. Didi Syamsulhadi dan Ibu Meiderni yang telah melahirkan dan membesarkan peneliti. Terimakasih atas semua kasih sayang yang telah diberikan serta dorongan dan semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan penelitian ini tepat pada waktunya.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian ini tidak luput dari segala macam kesulitan dan hambatan. Namun kesulitan dan hambatan tersebut dapat diminimalkan karena banyaknya pihak-pihak yang banyak memberikan bantuan. Dalam kesempatan kali ini perkenankanlah peneliti dengan segala kerendahan hati untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini kepada Yang Terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo. Drs., M.A selaku Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia yang telah mengeluarkan surat pengantar.


(2)

vii

2. Ibu Melly Maulin P. S.Sos., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi serta selaku Ketua Sidang Skripsi yang memimpin siding peneliti dengan kebijaksanaannya.

3. Bapak Sangra Juliano P., M.I.Kom selaku penguji Sidang Skripsi yang memberikan kritik dan saran yang membangun pada peneliti.

4. Bapak DR. H. M. Ali Syamsudin, S.Ag., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, petunjuk serta membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Tine A. Wulandari M.I.Kom selaku Dosen Wali penulis yang telah

memberikan nasihat, saran, motivasi kepada peneliti.

6. Bapak serta Ibu Dosen Ilmu Komunikasi Unikom yang telah

memberikan segala ilmunya selama peneliti menempuh studi hingga saat ini.

7. Ibu Astri Ikawati Amd.kom dan Seluruh staf Sekertariat Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations Universitas Komputer Indonesia yang telah banyak membantu memberikan informasi dan memberikan pelayanan untuk penulis demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

8. Ibu Beiby Luana Sumanti selaku pimpinan Sanggar Bapontar yang telah

memberikan banyak informasi, serta data Sanggar Bapontar kepada penulis demi kelancaran penyusunan penelitian ini.

9. Sahabat penulis : Edward Daniel Bogia, Patricia Indriana, Isti Meirina, Rama Nugraha, Afni Pratiwi, Panji Banidia, Dapit Saputra, Andri Nurdiansyah, Agung Raharja, Risma Safitri, Rangga Gita Gunawan,


(3)

viii

Yudha DJ Putra, Ayubi Ray Tiara, Idam Mahmud, Muhammad Ridwan Absyar, Distri, Indra Firman Maulana, Anggie Arizona, dan Windrawan Yoga yang telah banyak membantu peneliti dalam proses pembuatan skripsi ini.

10. Teman-teman Progam Studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas dan Jurnalistik Unikom angkatan tahun 2011.

11. Semua pihak yang mohon maaf tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan serta saran-sarannya kepada penulis.

Berdasarkan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya, penulis juga mengharapkan segala bentuk saran dan petunjuk serta bimbingan dari berbagai pihak yang akan membantu dalam penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Terima Kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandung, Agustus 2015

Inez Kalamulhoir NIM 41811057


(4)

(5)

(6)