BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variable
Definisi operasional dimaksudkan untuk menjelaskan indikator-indikator dari variabel-variabel penelitian. Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah menggunakan metode deskriptif dengan tujuan melukiskan secara sistematis fakta dan karakteristik populasi secara faktual dan cermat. Rakhmat,
1999:22
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif, dimana penelitian ini yang mengambil sample dari suatu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokoksingarimbun, 1995 : 3 . Selanjutnya dianalisis secara deskriptif, sebagaimana yang dikatakan
oleh Atherton klemmack dalam soehartono 2000 : 35 bahwa penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu
kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Sedangkan dalam penelitian ini bermaksud menggambarkan
terpaan dari pemberitaan mengenai pengesahan undang undang perfilman di Jawa Pos yang dapat mempengaruhi sikap komunitas film di surabaya.
31
3.1.1 Sikap komunitas film di Surabaya terhadap pengesahan undang undang perfilman melalui pemberitaan di Jawa Pos
Sikap komunitas film di Surabaya terhadap pengesahan undang undang perfilman. Dalam proses pengesahannya undang undang tersebut banyak di protes
oleh insan film karena mereka menganggap pengesahannya terkesan terburu-buru, padahal masih banyak pasal yang harus digali lagi. Namun DPR komisi X tetap
mengesahkan undang undang perfilman dengan alasan sudah digodok secara matang dan karena akhir masa jabatan DPR periode 2004-2009 akan segera habis.
Hal ini kemudian diberitakan secara serentak oleh berbagai media massa nasional, khususnya surat kabar Jawa Pos.
Adapun sikap komunitas film di Surabaya dapat dibedakan dalam tiga hal, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif
1. Komponen kognitif yang tersusun atas dasar pengetahuan atau
informasi yang dimiliki seseorang mengenai proses pengesahan undang undang perfilman.
2. Komponen afektif yaitu yang berhubungan dengan perasaan seseorang
terhadap pengesahan undang undang perfilman. 3.
Komponen konatif yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan proses pengesahan undang
undang perfilman. Untuk mengetahui sikap komunitas film di Surabaya tentang pengesahan
undang undang perfilman diukur dengan alternative pilihan yang dinyatakan dalam pertanyaan untuk mengukur komponen kognitif, afektif, dan komponen
konatif dinyatakan dalam jumlah skor. Dalam pemberian skor pernyataan sikap yang bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap azwar 1997:161
sebagai berikut : Dalam penelitian ini tidak digunakan alternatif jawaban ragu-ragu
undecided, alasannya menurut Hadi 2004 : 20 adalah sebagai berikut : a.
Kategori undecided memilik arti ganda, bias diartikan belum dapat memberikan jawaban netral dan ragu-ragu. Kategori jawaban yang
memiliki arti ganda multi interpretable ini tidak diharapkan dalam instrument.
b. Tersedianya jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan menjawab
ketengah central tendency effect, terutama bagi mereka yang ragu-ragu akan kecenderungan jawabannya.
c. Disediakan jawaban ditengah akan menghilangkan banyaknya data
penelitian hingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring oleh responden.
Pengukuran sikap ini diukur melalui pemberian skor dengan menggunakan modifikasi model skala likert skala sikap. Metode ini merupakan
metode pengukuran skala pernyataan sikap dengan menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan skalanya. Untuk melakukan pengukuran skala
dengan model ini, responden diberikan daftar pernyataan mengenai motif dan setiap pernyataan akan disediakan jawaban yang harus dipilih oleh responden
untuk menyatakan ketidaksetujuannya Singaribumbun, 1995 : 111. Pilihan jawaban masing-masing pernyataan digolongkan dalam empat macam kategori,
yaitu Sangat Tidak Setuju STS, Tidak Setuju TS, Setuju S, Sangat Setuju SS.
Pada tahap selanjutnya, empat kategori jawaban diatas akan diberi nilai sesuai dengan jawaban yang dipilih oleh responden. Sedangkan pemberian
nilainya sebagai berikut : Sangat Tidak Setuju STS
: diberi skor 1 Tidak Setuju
: diberi skor 2 Setuju
: diberi skor 3 Sangat Setuju
: diberi skor 4 Scoring dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari setiap items di
tiap-tiap angket, sehingga diperoleh skor total dari setiap pernyataannya untuk masing-masing individu. Selanjutnya, setiap indikator untuk motif diukur melalui
pernyataan-pernyataan yang terdapat pada angket. Kemudian jawaban yang telah dipilih, diberi skor dan ditotal. Total skor dari setiap kategori, dikategorikan ke
dalam 3 interval, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penentuan interval dilakukan dengan menggunakan Range. Range masing-masing kategori ditentukan dengan :
RRange = diinginkan
yang Jenjang
terendah tertinggi
jawaban Skor
Keterangan :
Range : Batasan dari tiap tingkatan.
Skor tertinggi : Perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah item pertanyaan. Skor terendah : Perkalian antara nilai terendah dengan jumlah nilai item
pertanyaan. Jenjang :
3
Melalui rumus diatas maka diperoleh tingkat interval untuk mengetahui sikap komunitas film di Surabaya, untuk lebih jelasnya dapat digambarkan
sebagai berikut: 1.
Pada efek kognitif terdapat 4 pertanyaan tentang responden yang mengetahui informasi mengenai proses pengesahan undang undang
perfilman melalui pemberitaan di Jawa Pos. Beberapa pertanyaan tersebut diantaranya adalah Melalui pemberitaan di Jawa Pos anda mengetahui
bahwa pengesahan undang undang perfilman diwarnai oleh penolakan insane film. Kedua, Anda mengetahui dari pemberitaan di Jawa Pos
bahwa banyak pasal yang masih masih bias dan harus dikaji lagi dalam undang undang perfilman. Kemudian ketiga, Pemberitaan di Jawa Pos
membuat anda mengetahui bahwa alasan pengesahan undang undang perfilman oleh DPR untuk mengejar deadline akhir masa jabatan 2004-
2009. Dan untuk yang terakhir, Menurut pemberitaan di Jawa Pos DPR mengesahkan undang undang perfilman demi melestarikan film local.
Efek kognitif = 3
4 1
4 4
x x
=
3 4
16
= 4 Negatif
= 4 – 8 Netral
= 9 – 12 Positif
= 13 – 16 2.
Pada efek afektif, dimana disini responden akan diberikan 4 pertanyaan mengenai perasaan mereka tehadap pengesahan undang undang perfilman.
Beberapa pertanyaan diatas diantaranya adalah Pengesahan undang undang perfilman hanya akan membunuh ide kreatif dari para pekerja film
serta menghambat perkembangan film Indonesia. Kedua, Pengesahan undang undang perfilman akan dapat melestarikan dan melindungi film
local. Ketiga, Anda mendukung tindakan sineas film yang menolak pengesahan undang undang perfilman. Keempat, Anda kecewa karena
karena sikap DPR yang terburu buru mengesahkan undang undang perfilman demi deadline akhir masa jabatan 2004-2009.
Efek afektif =
3 4
1 4
4 x
x
= 3
4 16
= 4
Negatif = 4 – 8
Netral = 9 – 12
Positif = 13 – 16
3. Pada efek konatif, responden akan diberikan 3 pertanyaan tentang
kesiapan mereka untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan pengesahan undang undang perfilman. Beberapa pertanyaan diatas adalah
Anda akan melakukan demonstrasi untuk memperjuangkan supaya undang undang perfilman digodok kembali. Kedua, Sebagai orang yang terjun
didunia film, anda akan melakukan apa pun yang anda inginkan dan mengabaikan undang uandang perfilman. Ketiga, Anda akan melaporkan
ke pihak berwajib atau bahkan akan mengadukan permasalahan pengesahan undang undang perfilman ke Mahkamah Agung.
Efek konatif = 3
3 1
3 4
x x
=
3 3
12
Negative = 3 – 6
Netral = 7 – 9
Positif = 10 – 12
Untuk hasil dalam penelitian ini sikap responden dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu positif, netral dan negative disesuaikan dengan isu yang
diberitakan mengenai pengesahan undang undang perfilman di surat kabar Jawa Pos. Positif disini adalah dimana responden mendukung atas tindakan insane film
dalam menentang pengesahan undang undang. Sedangkan netral, responden mendukung terhadap tindakan insane film, tetapi mereka juga tidak menolak
terhadap pengesahan undang undang tersebut. Dan untuk negative, responden tidak membenarkan tindakan insane film yang menolak pengesahan undang
undang perfilman.
3.2 Populasi, Sampel dan Penarikan Sampel