SIKAP GURU DI SURABAYA TENTANG UJIAN NASIONAL MELALUI PEMBERITAAN DI SURAT KABAR JAWA POS ( Studi Deskriptif Sikap Guru Di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar Jawa Pos).

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur

 

Oleh:

MARIA DELFIANA N NPM. 0543010248  

 

YAYASAN KESEJAHTERAAN, PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


(2)

Disusun Oleh :

MARIA DELFIANA NATASHA NPM. 0543010248

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 19 Februari 2010

Pembimbing Utama, Tim Penguji: 1. Ketua

JUWITO, S Sos, Msi JUWITO, S Sos, Msi NPT. 3 6704 95 00361 NPT. 3 6704 95 00361

2. Sekretaris

Drs. SAIFUDDIN ZUHRI, Msi NPT. 3 7006 94 00351

3. Anggota

Dra. HERLINA SUKSMAWATI, Msi NIP. 030 223 611

Mengetahui, D E K A N

Dra.Hj.SUPARWATI,Msi NIP. 030 175 349


(3)

Disusun Oleh :

MARIA DELFIANA NATASHA NPM. 0543010248

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui, Pembimbing Utama,

JUWITO, S Sos, M.Si NPT. 956 700 036

Mengetahui, D E K A N

Dra.Hj.SUPARWATI,M.Si NIP. 030 175 349


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis tujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena karuniaNya, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Sikap Guru Di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar Jawa Pos ( Studi Deskriptif Kuantitatif Sikap Guru Di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar Jawa Pos ). Tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu selama menyusun penulisan skripsi ini.

Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria. Karena telah melimpahkan segala karuniaNYA, sehingga penulis mendapatkan kemudahan selama proses penulisan skripsi ini.

2. Hj. Dra.Suparwati.Ssos.Msi Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi sekaligus dosen pembimbing penulis.

4. Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi. 5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan

dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih secara khusus kepada: 1. Papa, Mama dan satu-satunya kakakku Riko, yang telah memberikan

dorongan, semangat, dan pengertiannya bagi penulis baik secara moril dan materiil.

2. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada, d’mbulets (Afni, Anggres, Rima, Ntan, Budi, Dewi, Lemot, Tebi, Eche, Ria, Nani, Butet, Iin) dan Gieku yang tak henti memberikan semangat, masukan untuk kelancaran penyusunan skripsi.

3. Teman-teman komunikasi angkatan 2004 dan 2005 yang telah senantiasa mengerahkan bantuan berupa ilmu dan semangat.

4. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah membantu penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Program studi Ilmu Komunikasi

Surabaya, 18 Januari 2010

Penulis


(6)

(7)

KATA PENGANTAR ……….... i

DAFTAR ISI ……….. iii

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR GAMBAR ………. viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... ix

ABSTRAKSI ……….. x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Kegunaan Penelitian ... 12

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 12

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1. Landasan Teori ... 13

2.1.1. Surat Kabar Sebagai Media Massa Cetak ... 13

2.1.2. Pengaruh Media ... 16

2.1.3. Pemberitaan Tentang Ujian Nasional ... 17


(8)

2.1.7. Efek Komunikasi Massa ... 24

2.1.8. Teori S-O-R ... 25

2.2. Kerangka Berpikir ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29

3.1.1. Sikap Guru Di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar Jawa Pos ... 30

3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 34

3.2.1. Populasi ... 34

3.2.2. Penarikan Sampel ... 35

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.4. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 38

4.1.1. Sejarah Berdirinya Surat Kabar JawaPos ... 38

4.1.2. Gambaran Umum Surabaya ... 43

4.2. Penyajian Data dan Analisis Data ... 44

4.2.1. Identitas Responden ... 44


(9)

4.3. Terpaan Tayangan ... 47

4.3.1. Sikap Guru Di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan DiSurat Kabar JawaPos ... 47

4.3.2. Sikap Guru Di Surabaya Tentang Ujian Nasional Di Pemberitaan Surat Kabar Jawa Pos ... 68

4.4. Analisis Data ... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN ... 76


(10)

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 44 Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 45 Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46 Tabel 5. Responden Mengetahui Ujian Nasional Melalui Pemberitaan

Di Surat Kabar Jawapos ... 49 Tabel 6. Responden mengetahui informasi mengenai tetap akan dilaksanakannya oleh Depdiknas melalui pemberitaan surat kabar Jawapos ... 50 Tabel 7. Responden mengetahui informasi mengenai akan dimajukannya Ujian Nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos ... 51 Tabel 8. Responden mengetahui bahwa MA menolak kasasi yang diajukan

Depdiknas melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos ... 52 Tabel 9. Aspek Kognitif Guru di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan di Surat Kabar Jawapos ... 53 Tabel 10. Responden mendukung tindakan Mahkamah Agung untuk menolak kasasi yang diajukan Depdiknas ... 55 Tabel 11. Responden menyatakan bahwa tetap dilaksanakanya Ujian Nasional hanya akan menjadi beban bagi para siswa baik secara materiil maupun psikologis ... 57 Tabel 12. Responden merasa pelaksanaan Ujian Nasional akan memunculkan banyak kecurangan dari berbagai pihak ... 58


(11)

Pemberitaan Di Surat Kabar JawaPos ... 61 Tabel 15. Responden akan mengajak rekannya untuk melakukan aksi penolakan apabila ujian nasional tetap dilaksanakan ... 63 Tabel 16. Responden tidak akan memberikan soal try out kepada siswanya selama berita ujian nasional menjadi polemik ... 64 Tabel 17. Responden akan menolak jika ditunjuk menjadi pengawas dalam

pelaksanaan ujian nasional apabila UNAS tetap diadakan ... 65 Table 18. Responden akan membantu siswa mereka walaupun harus curang demi kelulusan siswanya ... 66 Tabel 19. Aspek Konatif Guru di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar JawaPos ... 68 Tabel 20. Sikap Guru di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan di Surat Kabar Jawapos ... 70


(12)

Gambar 1. Model Komunikasi S-O-R (Effendy, 2003 : 255) ... 26 Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir ... 28


(13)

ix

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Kuesioner ... 76

Lampiran 2. Data Tabulasi 1 ... 81

Lampiran 3. Data Tabulasi 2 ... 84

Lampiran 4. Data Tabulasi 3 ...87

Lampiran 5. Data Tabulasi 4 ...90


(14)

Pemberitaan di Surat Kabar Jawa Pos)

Pada dasarnya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap guru di surabaya tentang berita ujian nasional di surat kabar Jawa Pos. Guru dalam menanggapi adanya pemberitaan tentang berita ujian nasional, dimana berawal dari laporan masyarakat bahwa ujian nasional harus ditiadakan. Namun Depdiknas mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung mengenai tetap dilaksanakan ujian nasional, akan tetapi kasasi tersebut ditolak oleh lembaga tinggi tersebut. Alasannya, pemerintah harus lebih memperhatikan pemerataan pendidikan di negeri ini. Selain itu tidak sedikit pula siswa mengalami stres atau depresi yang diakibatkan oleh pelaksanaan ujian nasional. Terlebih lagi ketika standart kelulusan siswa yang terlalu tinggi semakin membuat lembaga pendidikan, SMA atau SMP di pelosok kesulitan menerapkan kurikulum kepada siswa mereka. Hal ini yang kemudian memicu berbagai elemen masyarakat melakukan demonstrasi penolakan terhadap pelaksanaan ujian nasional yang dinilai merugikan siswa.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah pengertian Sikap, Masyarakat Sebagai Khalayak Pembaca, Pengaruh Media, Surat Kabar Sebagai Media Massa, Berita, Efek Komunikasi Massa, Sikap Dalam Masyarakat, dan Teori S-O-R.

Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu variabel saja variabel sikap. Variabel sikap dalam penelitian ini memiliki tiga komponen yaitu : Komponen Kognitif, Komponen Afektif dan Komponen Konatif. Pengukuran variabel ini diukur melalui pemberian skor dengan menggunakan modifikasi model skala likert (skala sikap). Populasi penelitian adalah guru di surabaya berjumlah 100 orang yang representative dengan menggunakan teknik accidental sampling, dimana peneliti memilih siapa saja, dalam hal ini guru yang kebetulan dijumpai untuk dijadikan sampel. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengolahan data yang diperoleh dari hasil kuisioner selanjutnya akan diedit dan dimasukkan dalam tabulasi data untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif dari setiap pertanyaan yang diajukan.

Hasil akhir dalam penelitian ini diketahui bahwa sikap Guru di Surabaya tentang ujian nasional pasca membaca berita di surat kabar Jawa Pos, yaitu Netral.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah netral. Setelah adanya informasi berupa berita di surat kabar Jawa Pos mengenai ujian nasional yang kontroversial, tetapi guru tetap akan menerima hasil akhir dari keputusan pemerintah terkait ujian nasional tersebut.

Keyword: Sikap Guru, Ujian Nasional, Pengaruh Media Massa, S-O-R (stimulus-organism,respon), Accidental Sampling.


(15)

1.1Latar Belakang Masalah

Media massa adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia akan informasi. Informasi yang disajikan media massa merupakan kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia sehingga antara manusia dan media massa keduanya saling membutuhkan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Manusia membutuhkan media massa untuk memenuhi kebutuhannya akan informasi, sedangkan media massa membutuhkan manusia untuk mendapatkan informasi dan mengkonsumsi berita-berita yang disajikan oleh media tersebut. Berita-berita yang disajikan oleh media massa merupakan hasil seleksi dari berbagai isu yang berkembang di masyarakat. Selain itu berita yang disampaikan kepada khalayak juga harus mengandung nilai berita. Jadi, tidak semua kejadian di masyarakat ditampilkan oleh media massa. Media massa juga memiliki wewenamg untuk menentukan fakta apa yang akan diambil, bagian mana yang akan ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut. Hal ini berkaitan dengan cara pandang atau perspektif yang digunakan oleh masing-masing media. (Sobur, 2002 : 162)

Selain memiliki informasi pendidikan dan hiburan, pers juga alat perjuangan bangsa. Dengan adanya pers, masyarakat dapat mengakses informasi sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Pers juga berfungsi alat kontrol dalam


(16)

membatasi kekuasaan, memperdayakan yang tertindas dari tindakan anarkis (Suroso, 2001:176).

Pers sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak dibidang pengumpulan dan penyebaran informasi mempunyai misi ikut mencerdaskan masyarakat. Selama melaksanakan tugasnya, pers terkait erat dengan tata nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Untuk itulah, pers sebagai lembaga kemasyarakatan dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi masyarakatnya (Djuroto, 2002:8)

Meskipun peranan pers di tengah-tengah masyarakat mempunyai “otonomi”, bukan berarti ia mempunyai eksistensi yang mandiri. Karena kehidupan pers itu ada keterikatan organisatoris dengan lembaga-lembaga atau anggota masyarakat itu sendiri.

Secara fisik, kehidupan pers di Indonesia sekarang ini memang menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Peningkatan jumlah perusahaan penerbitan pers berkembang pesat, baik perusahaan penerbitan media cetak maupun media elektronik kini jumlahnya telah mencapai ribuan. Bahkan setiap industri pers saling bersaing dalam menyajikan tayangan, berita, hiburan yang dapat menarik bagi pembaca atau pemirsanya.

Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Pers dalam pengertian luas meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk media masa elektronik, radio siaran dan televisi. Sedangkan pengertian sempit hanya terbatas pada media massa cetak, yakni surat kabar, majalah dan buletin. Masing-masing bentuk media tersebut memiliki


(17)

kelebihan dan kekurangan dalam menjalankan fungsinya untuk memenuhi masyarakatakan informasi. Media massa cetak termasuk di dalamnya surat kabar, majalah dan tabloid sekarang banayak diterbitkan berbagai macam tema dan untuk berbagai segmen khalayak. (Effendy, 1993:145)

Salah satu bentuk media massa cetak yang saat ini juga menalami perkembangan sangat pesat adalah surata kabar. Djafar Assegaff dalam bukunya “Jurnalistik Massa Kini” menyatakan bahwa surat kabar adalah:

”Surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran-lembaran yang berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan yang di cetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untuk umum (Assegaf, 1991:140).”

Tanpa berita, surat kabar mungkin akan ditinggalkan oleh masyarakat dan berpaling ke media massa lainnya. Muatan berita di surat kabar sekitar 60-70 persen (Koesworo, Margontoro, Viko, 1994: 72). Surat kabar cukup mudah didapatkan dan didokumentasikan sebagai referensi pencarian informasi, sehingga berita menjadi muatan yang sangat penting bagi media cetak.

Surat kabar dalam memuat dan menampilkan berita-berita selain berasal dari wilayah nasional juga dari wilayah lokal, hal ini di sebabkan perkembangan media cetak dalam arus informasi kini telah mengalami kemajuan pesat. Karena surat kabar sendiri berkeinginan mengangkat taraf kehidupan masyarakat dalam menambah wawasan informasi dalam penyajian bentuk berita-berita yang aktual.

Kurniawan Junaedhi dalam Buku Ensiklopedi Pers Indonesia menyebutkan pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbitan pers yang masuk dalam media massa cetak, berupa lembaran-lembaran berisi berita, karangan-karangan dan iklan


(18)

yang diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan, bulanan, serta diedarkan secara umum. (Junaedhi, 1991 : 257)

Seperti yang diketahui, bahwa media massa tidak hanya menyediakan informasi, tetapi dengan informasi itu, media bisa mempengaruhi. Media massa menjadi hal yang penting untuk menentukan suatu bangsa dalam waktu ke depan, karena media bukan sekedar institusi bisnis tempat orang mencari pekerjaan dan keuntungan, tetapi media massa juga merupakan institusi sosial sekaligus politik yang menyentuh alam pikiran masyarakat luas, yang prosesnya potensial mempengaruhi apa yang terjadi pada masyarakat di masa yang akan datang, baik dalam proses politik, kehidupan sosial, atau ekonomi.

Kehadiran media massa merupakan gejala awal yang menandai kehidupan masyarakat modern sekarang ini. Hal ini dapat dilihat melalui meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap berbagai bentuk media massa dan bermunculan media baru yang menawarkan banyak pilihan pada khalayaknya, yang pada akhirnya akan menimbulkan ketergantungan masyarakat pada media itu sendiri. Gejala ini mulai muncul dari setiap kemasan media terhadap isu atau peristiwa yang akan diberitakan kepada khalayak yang kemudian isu yang dianggap penting oleh media otomatis akan dianggap penting pula oleh masyarakat.

Assegaff (1983 : 5) mengemukakan : “Berita adalah laporan tentang suatu kejadian yang dapat menarik perhatian pembaca”. Sedangkan menurut Charnley, berita adalah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting dan menarik bagi sebagian besar pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka. (Romli, 2005 : 5).


(19)

Baru-baru ini media serentak memberitakan tentang polemic rencana ditiadakannya UAN atau UN (ujian nasional) pada tingkat sekolah. UN merupakan salah satu tahap akhir menjelang kelulusan untuk pelajar atau siswa di sekolah menengah tingkat pertama maupun menengah atas. Namun akhir-akhir ini MA berencana untuk meniadakan UN tersebut sampai pemerintah meningkatkan kualitas guru dan sarana prasarana di tiap wilayah di Indonesia.

Sebenarnya dalam dunia pendidikan UNAS merupakan salah satu fase akhir yang harus ditempuh setiap siswa untuk syarat kelulusan. Mulai dari pendidikan tingkat dasar hingga tingkat menengah ke atas. Sehingga pelaksanaan UNAS menjadi sebuah hal yang sangat penting bagi setiap siswa karena ujian inilah yang menentukan mereka melangkah ke jenjang pendidikan berikutnya.

Kalau bicara mengenai pendidikan banyak yang menilai bahwa perkembangan dunia pendidikan di Indonesia sudah maju pesat. Namun realita mencerminkan sebaliknya tentang wajah dunia pendidikan di negeri ini. Apabila kita melihat lembaga pendidikan di kota memang terlihat sudah memadai dalam hal sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan belajar mengajar yang dimiliki oleh setiap lembaga tersebut. Akan tetapi kita tidak bisa melepaskan pandangan dari lembaga pendidikan yang terdapat di pelosok pada setiap wilayah di negeri ini.

Tentunya kita akan melihat sebuah realita yang ironis antara lembaga pendidikan di kota dan desa atau di pelosok. Dari hal sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut yang pastinya akan mempengaruhi kualitas dari SDM yang ada. Masih banyak lembaga pendidikan di desa yang masih tertinggal dibandingkan di perkotaan yang intinya tidak memenuhi standart nasional, apalagi


(20)

internasional. Realita seperti itu selalu mewarnai pemberitaan mengenai wajah pendidikan di Indonesia seakan akan sudah menjadi masalah klasik bagi dunia pendidikan. Bahkan hal ini sering di ekspresikan melalui sebuah karya film tentang dunia pendidikan yang butuh penanganan cepat. Pemerintah harus serius dalam menangani permasalahan ini karena pendidikan sanagat berpengaruh bagi kemajuan bangsa ini.

Dalam hal ini kita berbicara masalah teknis yang dapat mempengaruhi non teknis, yakni kualitas pendidikan. Masih banyaknya kegiatan sosial di dunia pendidikan semakin menguak tingginya tingkat pendidikan yang memprihatinkan. Lembaga sosial masyarakat atau universitas seringkali mengadakan kunjungan ke pelosok desa untuk kepentingan membantu berkembangnya dunia pendidikan. Padahal dalam pelaksanaan soal UNAS yang dikeluarkan berlaku secara nasional.

Soal UN berlaku secara nasional baik itu di pedesaan atau di perkotaan akan mendapatkan soal sama. Hal inilah yang kemudian memunculkan asumsi ketidak merataan sarana dan prasarana yang menjadi masalah. Ketika soal UN mengambil tolak ukur sekolah di perkotaan yang memang mempunyai sarana dan prasarana memadai, maka pasti akan menjadi sulit bagi siswa yang berada di pedesaan dimana sarana dan prasarana tidak mendukung dan begitu pun sebaliknya. Faktanya memang tidak semua sekolah di negeri ini didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.

MA (Mahkamah Agung) menilai pemerintah telah lalai dalam meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta informasi, khususnya di daerah pedesaan. Selain itu, ujian nasional juga dinilai membuka peluang untuk berbuat kecurangan baik yang dilakukan guru maupun siswa agar dapat lulus ujian. Hal ini


(21)

merupakan skandal klasik dalam dunia pendidikan, dimana keterbukaan dan tanggung jawab sudah mulai diabaikan oleh berbagai pihak.

Bukan itu saja, kerugian diadakannya ujian nasional bukan hanya berupa materiil, yaitu biaya pendidikan selama tiga tahun (di tingkat Sekolah Menengah Atas), tapi juga kerugian imateriil, yaitu tekanan psikologis.

Gugatan terhadap penyelenggaraan UN ini bermula dari masyarakat kepada Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dianggap lalai memenuhi kebutuhan HAM di bidang pendidikan. Peradilan pun berlanjut hingga MA mengeluarkan surat putusan dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 tertanggal 14 September 2009 yang melarang ujian nasional yang diselenggarakan Depdiknas. Akhirnya, kemarin MA kemudian menolak kasasi yang diajukan pemerintah. (JawaPos 30/11/09)

Rencana penghapusan Ujian Nasional (Unas) menjadi perhatian kalangan guru. Bagi mereka pelaksanaan unas yang selama ini dilaksanakan Negara itu, berdampak luas pada siswa dan guru dalam mempersiapkan kelulusan siswa. Bagi guru bertanggung jawab atas kelulusan siswanya dengan memberikan porsi latihan yang cukup, sedangkan bagi para siswa merupakan pertaruhan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi.

Sebagian pihak menilai pelaksanaan unas memang perlu dievalusi terus menerus. Baik dari hasil setelah unas dan dampaknya. Karena dengan standar yang ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan nilai 6,0 dalam hasil ujian siswa, sulit untuk dicapai. Selama ini standar kelulusan yang diterapkan 5,1


(22)

saja, berdampak kesemerawutan dan ketidakjujuran dari berbagai pihak. Apalagi ketika harus dinaikkan dengan standar 6,0.

Sebagian siswa dan sekolah mulai agak senang dengan rencana ditiadakannya Ujian Nasional (UN) berdasarkan keputusan Mahkamah Agung. Maklum, UN merupakan salah satu pangkal stres. Mereka harus belajar dengan keras dalam menghadapai ujian penentuan tersebut. Beberapa tahun terakhir ini jumlah siswa yang tidak lulus dalam menghadapai UN ini meningkat pesat, bahkan terdapat d suatu daerah dimana siswanya satu pun tidak lulus ujian tersebut. Tidak sedikit pula dari mereka yang tidak lulus mengalami depresi sampai melakukan bunuh diri.

Namun Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas bersama Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) berkeras tetap menggelar UN. Mereka terus mematangkan ujian nasional (UN) meski putusan MA seputar kasasi penolakan ujian itu masih menimbulkan perdebatan. Bahkan, naskah soal UN sudah jadi dan tinggal dicetak. Hal ini juga dipertegas oleh pernyataan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) RI Muhammad Nuh yang menegaskan Ujian Nasional (UN) pada 2010 tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Penegasan ini diperlukan untuk memberi kepastian kepada masyarakat.

"Itu penting disampaikan, supaya masyarakat tidak masuk ke wilayah ketidakpastian. UN tetap jalan sesuai jadwal. Kami tegaskan ujian nasional tetap akan dilaksanakan," kata Muhammad Nuh seusai mengunjungi SMA Khodijah dan SMKN1 Surabaya, Senin (7/12/2009).


(23)

Upaya pemerintah dalam mempertahankan adanya UN bagi dilakukan mengajukan kasasi ke MA yang kemudian tetap ditolak. Alasannya tetap mengacu pada kerugian yang ditimbulkan oleh diterapkannya ujian nasional tersebut. Walapun begitu isu yang muncul ke permukaan bahwa Unas di majukan pada Maret 2010 yang biasanya diadakan setiap bulan Mei.

Majunya jadwal Unas itu sesuai Permendiknas 75/2009 tentang Unas. Pasal 5 menyebutkan, Unas SMA/MA/SMALB/SMK,digelar minggu ketiga Maret 2010. Sedangkan SMP/MTs/SMPLB minggu ke empat 2010.Unas susulan seminggu setelah Unas utama.

Hal ini akan menambah guru dan siswa panik mengingat masalah UN masih mengambang antara ada dn tiada. Mereka dipaksa harus mempersiapkan diri menghadapi Unas yang telah dijadwalkan Depdiknas. Kepanikan ini terjadi diberbgai daerah di negeri ini karena jadwal pelaksanaan yang semakin dekat dan cepat.

Di Surabaya misalnya, kepanikan terjadi hampir di semua sekolah khususnya sekolah menengah atas (SMU). Majunya pelaksanaan Unas dinilai sejumlah kasek sebagai hal menyulitkan. Kasek SMAN 15 Kasnoko menyatakan seharusnya pengajuan jadwal ini disampaikan sejak awal tahun ajaran baru, sehingga pihak sekolah bisa menyusun rencana pembelajaran dengan baik. “Kalau bisa jangan maju dulu lah tahun ini,” ujarnya.

Seorang kasek RSBI mencemaskan pengajuan jadwal ini bisa mengganggu program kelas akselerasi yang diterapkan di sekolahnya. Selain itu, katanya, juga akan menyulitkan sekolah se Jatim yang selama ini baru menutup semester ganjil pada Januari 2009. “Kalau semester genap dimulai Februari 2009 sedangkan Maret


(24)

2009 sudah Unas, ini kan susah. Meskipun kami bisa mengatur ulang jadwal belajar, hasilnya tetap tidak akan maksimal,” tambah Kasnoko.

Selain di bidang ekonomi, bidang pendidikan juga menjadi suatu hal yang signifikan bagi kemajuan setiap Negara. Perekonomian yang maju akan dapat menunjang kualitas pendidikan yang memadai, namun lebih penting lagi ketika system dan metode pendidikan yang efektif akan dapat menentukan kemajuan perekonomian dalam sebuah Negara itu sendiri, khususnya di Indonesia.

Isu mengenai polemic rencana ditiadakannya UNAS (ujian nasional) dimanfaatkan oleh setiap media untuk dijadikan berita utama. Hampir semua media massa cetak maupun elektronik memberitakan polemic rencana ditiadakannya UNAS dengan kemasan berbeda. Mereka mengemas isi berita mereka sedemikian rupa demi menarik perhatian public dan yang lebih penting mempengaruhi public. Setiap media mempunyai kecenderungan untuk mendramatisir setiap isu yang berbau kontroversi. Sehingga hal itulah yang terkadang menyebabkan terjadinya perpecahan.

Memang tidak dapat dipungkiri media mempunyai peran besar dalam mempengaruhi publik. Maka dari itu setiap media berlomba-lomba dalam menyajikan berita yang seakurat mungkin demi membuat cara pikir public sama dengan pola pikir mereka dalam memandang sebuah isu. Hal tersebut sesuai dengan fungsi media to influence (untuk mempengaruhi) khalayak penontonnya. Begitu pun dalam menyajikan informasi tentang pemberitaan ujian nasional.

Melalui pemberitaan media massa khalayak bisa mengatakan itu salah atau benar, hal itu baik atau buruk dan sebagainya. Melihat efek yang bisa ditimbulkan oleh media massa, dalam hal menyampaikan informasi atau pesan yang bertemakan


(25)

ujian nasional, maka peneliti melihat adanya fenomena yang menarik untuk dibahas, dimana media massa bisa menjadi sumber informasi yang bisa menambah pengetahuan bagi penontonnya dan bukan hal yang tidak mungkin media cetak dapat mempengaruhi sikap pembacanya, yakni masyarakat. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap guru di Surabaya tentang berita ujian nasional di surat kabar Jawa Pos dengan melihat bagaimana berita tersebut dikemas dan disajikan oleh media kepada audience-nya.

Pada penelitian ini sampel yang akan diteliti adalah guru SMP dan SMA, dimana seorang guru mempunyai peranan penting pelaksanaan UN atau UNAS. Selain mempunyai beban dan tanggung jawab atas lulus tidaknya siswa, mereka juga bertugas untuk mengawasi jalannya UN selama ini. Sudah menjadi kewajiban seorang guru dalam mendidik serta memberikan metode belajar mengajar yang mudah diterima oleh siswanya.

Dalam penelitian ini peneliti memilih lokasi di Surabaya, sehingga untuk obyek penelitian disini adalah guru di Surabaya. Pemilihan kota Surabaya ini cukup beralasan, mengingat Surabaya merupakan ibu kota Jawa Timur mempunyai tingkat jumlah remaja terbesar. Hal tersebut didukung dengan banyaknya jumlah sekolah baik sekolah menengah tingkat pertama maupu sekolah menengah tingkat umum. Namun sampel dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar di sekolah menengah tingkat pertama (SMP) dan sekolah menengah tingkat ke atas (SMA). Karena secara konseptual pemerintah menetapkan wajib belajar 9 tahun, yaitu sampai tahap SMP. Jadi, siswa yang lulus di sekolah dasar (SD) belum dinyatakan menyelesaikan pendidikan tingkat pertama.


(26)

Sedangkan alasan peneliti menggunakan surat kabar JawaPos karena JawaPos merupakan media cetak yang paling banyak memiliki pelanggan di Surabaya sebesar 70% atau sekitar 90.000 lebih pelanggan dari koran yang beredar dan memiliki

tingkat kepercayaan di mata masyarakat Surabaya.(http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=173393)

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

Bagaimana sikap guru di Surabaya tentang ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawa Pos?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti ingin mengetahui Bagaimana sikap guru di surabaya tentang ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawa Pos.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis


(27)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu komunikasi yang berhubungan dengan Sikap guru mengenai pemberitaan yang dikemas dan disajikan media massa cetak mengenai sebuah isu.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa menambah pengetahuan masyarakat bahwa media massa merupakan bentuk media yang perlu perhatian, pengertian dan pemikiran yang luas didalam penyajiannya, terutama dalam penyajian informasi tentang sesuatu yang berhubungan dengan polemik.


(28)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. LANDASAN TEORI

2.1.1. Surat Kabar Sebagai Media Massa Cetak

Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Pers dalam pengertian luas meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk media masa elektronik, radio siaran dan televisi. Sedangkan pengertian sempit hanya terbatas pada media massa cetak, yakni surat kabar, majalah dan buletin. Masing-masing bentuk media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menjalankan fungsinya untuk memenuhi masyarakatakan informasi. Media massa cetak termasuk di dalamnya surat kabar, majalah dan tabloid sekarang banayak diterbitkan berbagai macam tema dan untuk berbagai segmen khalayak. (Effendy, 1993:145)

Salah satu bentuk media massa cetak yang saat ini juga menalami perkembangan sangat pesat adalah surata kabar. Djafar Assegaff dalam bukunya “Jurnalistik Massa Kini” menyatakan bahwa surat kabar adalah:

“Surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran-lembaran yang berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan yang di cetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untuk umum (Assegaf, 1991:140).”

       

Tanpa berita, surat kabar mungkin akan ditinggalkan oleh masyarakat dan berpaling ke media massa lainnya. Muatan berita di surat kabar sekitar 60-70 persen (Koesworo, Margontoro, Viko, 1994: 72). Surat kabar cukup mudah didapatkan dan didokumentasikan sebagai referensi pencarian informasi, sehingga berita menjadi muatan yang sangat penting bagi media cetak.


(29)

Surat kabar dalam memuat dan menampilkan berita-berita selain berasal dari wilayah nasional juga dari wilayah lokal, hal ini di sebabkan perkembangan media cetak dalam arus informasi kini telah mengalami kemajuan pesat. Karena surat kabar sendiri berkeinginan mengangkat taraf kehidupan masyarakat dalam menambah wawasan informasi dalam penyajian bentuk berita-berita yang aktual.

Kurniawan Junaedhi dalam Buku Ensiklopedi Pers Indonesia menyebutkan pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbitan pers yang masuk dalam media massa cetak, berupa lembaran-lembaran berisi berita, karangan-karangan dan iklan yang diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan, bulanan, serta diedarkan secara umum. (Junaedhi, 1991 : 257)

Assegaff (1983 : 5) mengemukakan : “Berita adalah laporan tentang suatu kejadian yang dapat menarik perhatian pembaca”. Sedangkan menurut Charnley, berita adalah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting dan menarik bagi sebagian besar pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka. (Romli, 2005 : 5).

Terdapat empat unsur yang dikenal sebagai nilai – nilai berita (Romli, : 2005 : 5).

a. Cepat : berarti ketepatan waktu atau aktual. Berita adalah sesuatu yang baru, yang belum diketahui sebelumnya.

b. Nyata : berarti fakta (bukan karangan ataupun fiksi). Didalamnya terdapat kejadian nyata, pendapat dan pernyataan sumber berita atau sesuai dengan keadaan sebenarnya dan apa adanya.


(30)

c. Penting : berarti menyangkut kepentingan orang banyak (berpengaruh pada kehidupan masyarakat secara luas, dinilai perlu diketahui dan diinformasikan kepada orang banyak).

d. Menarik : berarti mengundang orang untuk membaca berita yang ditulis dan dimuat dalma media cetak. Selain berita yang menarik perhatian pembaca, aktual, dan faktual serta menyangkut kepentingan orang banyak, berita bersifat menghibur atau lucu juga dibutuhkan oleh masyarakat luas atau para pembaca. Berita yang mengandung keganjilan atau keanehan, bahkan berita yang menyentuh emosi atau menggugah perasaan (human interest) juga diperlukan.

Ciri-ciri surat kabar menurut Effendy (2003:91) adalah sebagai berikut : a. Publisitas

Yaitu penyebarannya kepada publik atau khalayak dan bersifat umum. Dengan ciri ini, maka penerbitan yang bentuk dan fisiknya sama dengan surat kabar tidak bisa disebut surat kabar apabila diperuntukkan untuk sekelompok orang atau segolongan orang. Penerbitan yang sifatnya khusus, tidak termasuk surat kabar.

b. Periodesitas

Yaitu keteraturan terbitnya surat kabar, bisa satu kali sehari, dua kali sehari, dapat pula satu kali atau dua kali dalam seminggu. Kalaupun ada yang diterbitkan lebih dari satu kali, terbitnya tidak teratur.


(31)

c. Universalitas

Yaitu kesemastaan isinya, beraneka ragam dari seluruh dunia. Isi surat kabar haruslah berita-berita yang mencakup berita yang ada dari dalam maupun luar negeri, sehingga khalayak (audience) mengetahui segala jenis kejadian atau peristiwa yang sedang terjadi di seluruh dunia.

d. Aktualitas

Yaitu laporan mengenai peristiwa yang terjadi dan dilaporkan harus benar atau bisa juga kecepatan laporan tanpa mengesampingkan pentingnya kebenaran berita.

2.1.2. Pengaruh Media

Menurut Prastyono (Rakhmat 2005 : 23), media exposure dapat diartikan sebagai terpaan media. Sedangkan, Shore mengatakan “Exposure is hearing, seeing, reading, or most genneraly, experiencing, with at least a minimal amount of interest the mass media. The exposure might occure to an individual or group level”, (Rakhmat 2003 : 23). Jadi dapat dikatakan bahwa terpaan merupakan kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan – pesan media ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu maupun kelompok.

Rosengen mengemukakan bahwa penggunaan media terdri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media, media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi


(32)

media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakhmat 2005 : 66).

Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau longerity (Ardianto Erdinaya, 2004). Sedangkan, pengaruh antara khalayak dengan isi media meliputi attention atau perhatian. Kenneth E. Andersen mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Rakhmat, 2005).

2.1.3. Pemberitaan Tentang Ujian Nasional

Rencana penghapusan Ujian Nasional (Unas) menjadi perhatian kalangan guru. Bagi mereka pelaksanaan unas yang selama ini dilaksanakan Negara itu, berdampak luas pada siswa dan guru dalam mempersiapkan kelulusan siswa. Sebagian guru menilai pelaksanaan unas memang perlu dievalusi terus menerus. Baik dari hasil setelah unas dan dampaknya. Karena dengan standar yang ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan nilai 6,0 dalam hasil ujian siswa, sulit untuk dicapai. (http://www.jawapos.co.id/radar)

Namun Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas bersama Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) berkeras tetap menggelar UN. Mereka terus mematangkan ujian nasional (UN) meski putusan MA seputar kasasi penolakan ujian itu masih menimbulkan perdebatan. Bahkan, naskah soal UN sudah jadi dan tinggal dicetak.


(33)

Kepala Balitbang Depdiknas Mansyur Ramli mengatakan, putusan MA tentang UN tidak berpengaruh terhadap penyusunan naskah soal. Soal-soal tersebut sudah selesai disusun. Penyusunan naskah soal dilakukan guru, dosen perguruan tinggi (PT), dan pakar pendidikan. Setelah soal disusun, Balitbang akan menyerahkan kepada BSNP untuk diuji-cobakan.

Mahkamah Agung (MA) kemarin, Rabu (25/11/09) telah menolak kasasi yang diajukan pemerintah terkait pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Dengan demikian, penyelenggaraan UN pada tahun mendatang ditiadakan sampai pemerintah meningkatkan kualitas guru dan sarana prasarana di tiap wilayah di Indonesia.

Putusan MA itu melarang Departemen Pendidikan Nasional menyelenggarakan ujian nasional sebelum ada perubahan sistem pendidikan yang merata. Putusan yang dibacakan majelis kasasi tersebut telah diumumkan pada 14 September 2009 dan sekaligus menguatkan putusan dari pengadilan tingkat pertama dan banding.

Majelis menilai pemerintah telah lalai dalam meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta informasi, khususnya di daerah pedesaan. Selain itu, ujian nasional juga dinilai membuka peluang untuk berbuat kecurangan baik yang dilakukan guru maupun siswa agar dapat lulus ujian.

Kerugian diadakannya ujian nasional bukan hanya berupa materiil, yaitu biaya pendidikan selama tiga tahun (di tingkat Sekolah Menengah Atas), tapi juga kerugian imateriil, yaitu tekanan psikologis.


(34)

Gugatan terhadap penyelenggaraan UN ini bermula dari masyarakat kepada Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dianggap lalai memenuhi kebutuhan HAM di bidang pendidikan. Peradilan pun berlanjut hingga MA mengeluarkan surat putusan dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 tertanggal 14 September 2009 yang melarang ujian nasional yang diselenggarakan Depdiknas. Akhirnya, kemarin MA kemudian menolak kasasi yang diajukan pemerintah. (JawaPos 30/11/09)

Sementara itu dalam sebuah kesempatan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) RI Muhammad Nuh menegaskan Ujian Nasional (UN) pada 2010 tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Penegasan ini diperlukan untuk memberi kepastian kepada masyarakat. Mantan Rektor Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya menjelaskan, sebelumnya terjadi polemik mengenai perlu tidaknya UN digelar. Pasalnya, pada 14 September 2009, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi pemerintah tentang penyelenggaraan ujian nasional. Mahkamah Agung menilai ujian akhir nasional cacat hukum sehingga melarang pemerintah menyelenggarakannya.

Terkait putusan MA tersebut, Mendiknas mengaku tidak akan terfokus pada apakah akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atau tidak. "PK tidak penting lagi. Yang pasti UAN tahun depan masih akan kita laksanakan," tegasnya berulangkali.

Untuk pelaksanaan ujian akhir nasional ini, M Nuh juga telah menggelar rapat bersama dengan seluruh Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia yang hasilnya memutuskan jika UN tetap akan diselenggarakan. Saat ini, yang


(35)

terpenting adalah bagaimana para pelaksana UN bisa menghindari segala bentuk kecurangan.

2.1.4. Guru Sebagai Pembaca Surat Kabar

Khalayak merupakan masyarakat yang menggunakan media massa sebagai sumber pemenuhan kebutuhan bermedianya., menurut Mc Quail (2000) pengertian mengenai khalayak sebagai sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, pemirsa berbagai media atau komponen isinya. (Rachmat, 2006 : 201)

Sedangkan guru merupakan bagian dari masyarakat atau khalayak yang membaca surat kabar. Guru adalah seorang pendidik, pengajar atau bahkan dapat juga menjadi seorang wali bagi muridnya. Sehingga guru mempunyai tanggung jawab atas anak didiknya. Seorang guru menjadi sosok penting dan panutan untuk para anak didik mereka. Sebuah title yang dialamatkan untuk seorang guru , yaitu pahlawan tanpa tanda jasa. Dan dalam penelitian ini adalah guru SMP dan SMA, karena ujian nasional SD masih ada campur tangan dari pihak sekolah masing-masing sehingga siswa SD dapat lulus semua tanpa kawatir tidak lulus.

2.1.5. Surat Kabar Jawa Pos

Alasan peneliti menggunakan surat kabar JawaPos karena JawaPos merupakan media cetak yang paling banyak memiliki pelanggan di Surabaya sebesar 70% atau sekitar 90.000 lebih pelanggan dari koran yang beredar dan memiliki tingkat kepercayaan di mata masyarakat Surabaya.(http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=173393)


(36)

2.1.6. Sikap

Sikap adalah suatu kecenderungan untuk memberikan reaksi yang menyenangkan, tidak menyenangkan atau netral terhadap suatu objek atau sebuah kumpulan objek. Sikap relatif menetap, berbagai studi menunjukkan bahwa sikap kelompok cenderung di pertahankan dan jarang mengalami perubahan. (Rakhmat,2002:39)

Dapat dipahami bahwa setiap manusia dilingkupi dengan masalah-masalah yang mengharuskan untuk memiliki sikap. Sikap dikatakan sebagai respon yang akan timbul bila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individu. Respon yang timbul terjadi sangat evaluatif berarti bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluatif dalam diri individu yang memberikan kesimpulan nilai terhadap stimulus dalm bentuk baik buruk,positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Rakhmat,2001:40).

Sikap dibentuk dengan adanya pengalaman dan melalui proses belajar. Dengan adanya pendapat seperti ini maka mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat tersebut bisa disusun berbagai upaya (pendidikan, komunkasi, dan lain sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang. (Rakhmat2001:42).


(37)

Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut ada tiga (3), yaitu :

1. Komponen Kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimilikiseseorang tentang objek sikapnya.dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu kayakinan tertentu tentang objek sikap tersebut.

2. Komponen Afektif

Yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi, sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif

Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan objek sikapnya.(Mar’at dalm Dayakisni,2003:96). Apabila dikaitkan dengan tujuan komunikasi yang terpenting adalah bagaimana caranya agar suatu pesan (isi atau contents) yang disampaikan oleh komunikator tersebut mampu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Adapun dampak yang ditimbulkan tesebut dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu :

a. Dampak Kognitif b. Dampak Afektif c. Dampak Behavioral


(38)

Dampak kognitif adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan seseorang menjadi tahu. Disini pesan yang disampaikan komunikator ditujukan kepada pikiran si komunikan. Dengan perkataan lain, tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran diri komunikan.

Dampak Afektif disini lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif. Disini tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi juga tergerak hatinya, misalnya perasaan takut, gembira, marah dan lain sebagainya.

Sementara yang terakhir disini adalah dampak behavioral yang mana dampak ini yang kadarnya yang paling tinggi, yaitu dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk prilaku, tindakan atau kegiatan.

Adapun tolak ukur terjadinya pengaruh terhadap sikap seseorang dapat diketahui melalui respon atau tanggapan yang dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu : (a) respon positif, jika seseorang menyatakan setuju; (b) respon negatif, jika seseorang menyatakan tidak setuju ; (c) respon netral, jika seseorang tidak memberikan pendapatnya tentang suatu objek. (Effendy,1993:6-7).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dijelaskan bahwa akan terjadi perubahan sikap komunika apabila komunikasi yang dilakukan antara komunikator dengan komunikan mempunyaim efek,apabila komunukasi yang dilakukan antara komunukator dan komunikan ”gagal” maka akan tidak terjadi perubahan sikap pada komunikan. Dengan demikian, dapat dipertegas bahwa untuk mengetahui sikap komunikan dapat dikethui dari efek komunikasi.


(39)

2.1.7. Efek Komunikasi Massa

Komunikasi massa sedikit banyak akan memberikan efek atau pengaruh pada masyarakat.Efek menerpa seseorang yang menerimanya baik secara sengaja dan terasa atau tidak sengaja dan malah sebaliknya tidak dimengerti (Liliweri, 1991). Lebih lanjut, (Jalludin Rakmat, 2003:219) membagi tiga bagian dari efek yang ditimbulkan oleh media massa, yaitu :

1. Efek Kognitif

Efek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi.

2. Efek Afektif

Efek efektif timbul apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai.

3. Efek Behavioral

Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola – pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku.

Karena penelitian ini meneliti sikap guru surabaya terhadap suatu pemberitaan di salah satu surat kabar

Ketiga komponen tersebut berada dalam suatu hubungan yang konsisten. Sebelum suka atau tidak suka (Efek afektif) terhadap suatu objek, tentu seseorang harus tahu dan yakin lebih dahulu (Efek kognitif). Seseorang membeli suatu


(40)

produk (Efek behavioral), tentu karena suka (Efek afektif), kecuali dalam keadaan terpaksa.

2.1.8. Teori S-O-R

Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus – Organism – Response ini semula berasal dari ilmu psikologi. Kalau kemudian menjadi teori komunikasi, tidak mengherankan, karena objek material dari ilmu psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia dan jiwanya meliputi komponen – komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi (Effendy, 2003). Menurut teori stimulus – organism - response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur – unsur dalam model ini adalah :

1. Pesan (Stimulus, S)

2. Komunikan (Organism, O) 3. Efek (Response, R)

“ Pesan yang disampaikan oleh komunikator ke komunikan akan menimbulkan suatu efek yang kehadirannya terkadang tanpa disadari oleh komunikan” (Effendy, 2003 : 255).”


(41)

Response (Perubahan

Sikap) - Positif - Netral - Negatif Organism

(Komunikan) - Perhatian - Pengertian - Penerimaan Stimulus

(Pesan atau informasi)

Gambar 2.1

Model Komunikasi S-O-R (Effendy, 2003 : 255)

Stimulus atau pesan yang diterima oleh komunikan melalui media, salah satunya yaitu media cetak diterima oleh organism atau komunikan yang kemudian melambaikan response atau efek. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa efek – efek dari penerimaan pesan yang terjadi pada komunikan antara lain mengubah opini, kognisi, afeksi, dan konasi.

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang kemudian melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan komunikan untuk mengubah sikap. (Effendy,2003). Organism dalam penelitian ini adalah guru yang merupakan pelaksana dari UNAS dan mempunyai tanggung jawab besar kelulusan para siswanya. Tentunya dalam sebuah ujian semua guru berharap siswa mereka lulus dan bahkan mendapatkan nilai yang memuaskan.


(42)

2.2. Kerangka berpikir

Dalam penelitian ini yang diteliti adalah sikap guru di Surabaya tentang ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawa Pos.

Guru menerima terpaan mengenai pemberitaan ujian nasional. Sebenarnya polemic ini bermula dari Gugatan terhadap penyelenggaraan UN ini bermula dari masyarakat kepada Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dianggap lalai memenuhi kebutuhan HAM di bidang pendidikan. Peradilan pun berlanjut hingga MA mengeluarkan surat putusan dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 tertanggal 14 September 2009 yang melarang ujian nasional yang diselenggarakan Depdiknas. Majelis menilai pemerintah telah lalai dalam meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta informasi, khususnya di daerah pedesaan. Selain itu, ujian nasional juga dinilai membuka peluang untuk berbuat kecurangan baik yang dilakukan guru maupun siswa agar dapat lulus ujian. Bukan itu saja, kerugian diadakannya ujian nasional bukan hanya berupa materiil, yaitu biaya pendidikan selama tiga tahun (di tingkat Sekolah Menengah Atas), tapi juga kerugian imateriil, yaitu tekanan psikologis.

Namun Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas bersama Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) berkeras tetap menggelar UN. Mereka terus mematangkan ujian nasional (UN) meski putusan MA seputar kasasi penolakan ujian itu masih menimbulkan perdebatan. Bahkan, naskah soal UN sudah jadi dan tinggal dicetak.

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) RI Muhammad Nuh menegaskan Ujian Nasional (UN) pada 2010 tetap dilaksanakan sesuai jadwal.


(43)

Penegasan ini diperlukan untuk memberi kepastian kepada masyarakat. Bahkan informasi yang muncul bahwa pelaksanaan UNAS dimajukan di bulan maret 2010.

Pemberitaan surat kabar Jawa Pos mengenai ujian nasional tersebut bukan tidak mungkin mempengaruhi sikap guru dalam menyikapi permasalahan ini. Terlebih ketika dihadapkan pada ketidakpastian mengenai pelaksanaan UNAS dan informasi yang muncul bahwa pelaksanaan UNAS akan dimajukan dari biasanya.

Secara sistematis, kerangka berpikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Guru di Surabaya yang

mendapat terpaan Pemberitaan

surat kabar JawaPos mengenai ujian

nasional

Sikap guru di Surabaya - Positif - Netral - Negatif

Gambar 2.2

Bagan kerangka berpikir diatas menggambarkan hubungan terpaan pemberitaan media massa cetak (surat kabar) JawaPos dengan sikap guru di Surabaya terkait pemberitaan ujian nasional.


(44)

3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variable

Pengertian variabel adalah sebuah konsep dalam bentuk kongkret atau konsep operasional yang acuannya lebih nyata dan secara relatif akan lebih mudah diidentifikasikan dan diobservasi serta dengan mudah untuk diklarifikasikan (Bungin, 2001:77).

Definisi operasional variabel dilakukan dengan melakukan operasionalisasi konsep yaitu dengan mengubah konsep variabel maka konsep tersebut akan lebih mudah untuk diteliti secara empiris. Dalam konteks definisi operasional variabel akan menjelaskan variabel – variabel yang akan diamati dan menjadi objek penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul pada guru SMP dan SMA yang menjadi obyek penelitian itu, kemudian menarik kepermukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tertentu (Bungin, 2001:48). Penelitian ini dikonsentrasikan untuk mengetahui sikap guru di surabaya tentang ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawa Pos. Untuk dapat lebih mudah pengukurannya, maka dapat dioperasionalkan sebagai berikut :

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif, dimana penelitian ini yang mengambil sample dari suatu populasi dan


(45)

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun, 1995 : 3 ). Selanjutnya dianalisis secara deskriptif, sebagaimana yang dikatakan oleh Atherton & klemmack dalam soehartono (2000 : 35 ) bahwa penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Sedangkan dalam penelitian ini bermaksud menggambarkan pengaruh dari pemberitaan tentang ujian nasional yang dapat mempengaruhi sikap guru di surabaya.

3.1.1. Sikap Guru Di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar Jawa Pos

Putusan MA (Majelis Agung) menegaskan UNAS akan dihapus sampai pemerintah dapat meratakan sarana dan prasarana terkait pendidikan di negeri ini. Namun pemerintah tetap akan mengadakan pelaksanaan UNAS, bahkan pelaksanaannya akan dimajukan dari waktu UNAS biasanya. Alasan pemerintah untuk mengantisipasi adanya ketidakpastian tentang masalah UNAS yang selama ini menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat. Hal ini mungkin akan membuat sebagian besar guru sebagai pelaksana UNAS menjadi panik karena munculnya berita yang simpang siur terkait pelaksanaan UNAS.

Adapun sikap guru di Surabaya dapat dibedakan dalam tiga hal, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif

1. Komponen kognitif yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang pemberitaan ujian nasional.


(46)

2. Komponen afektif yaitu yang berhubungan dengan perasaan seseorang tentang pemberitaan ujian nasional.

3. Komponen konatif yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan tentang pemberitaan ujian nasional. Adapun kriteria dari aspek positif, negatif, netral yaitu:

1. Aspek Positif artinya sikap guru mendukung terhadap pemberitaan Ujian Nasional melalui Kabar JawaPos

2. Aspek Netral artinya guru merasa tidak memihak siapapun, karena disini guru memang bertanggung jawab secara moril terhadap anak didiknya, tetapi guru juga akan mematuhi segal keputusan dari pemerintah sebagai warga negara yang baik.

3. Aspek Negatif artinya responden yang dalam penelitian ini adalah guru tidak mendukung mengenai pemberitaan yang disampaikan oleh JawaPos. Untuk mengetahui sikap guru di surabaya tentang ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawa Pos dengan alternative pilihan yang dinyatakan dalam pertanyaan untuk mengukur komponen kognitif, afektif, dan komponen konatif dinyatakan dalam jumlah skor. Dalam pemberian skor pernyataan sikap yang bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap (azwar 1997:161) sebagai berikut :

Dalam penelitian ini tidak digunakan alternatif jawaban ragu-ragu (undecided), alasannya menurut Hadi (2004 : 20) adalah sebagai berikut :

a. Kategori undecided memilik arti ganda, bisa diartikan belum dapat memberikan jawaban netral dan ragu-ragu. Kategori jawaban yang


(47)

memiliki arti ganda (multi interpretable) ini tidak diharapkan dalam instrument.

b. Tersedianya jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan menjawab ketengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu-ragu akan kecenderungan jawabannya.

c. Disediakan jawaban ditengah akan menghilangkan banyaknya data penelitian hingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring oleh responden.

Pengukuran sikap ini diukur melalui pemberian skor dengan menggunakan modifikasi model skala likert (skala sikap). Metode ini merupakan metode pengukuran skala pernyataan sikap dengan menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan skalanya. Untuk melakukan pengukuran skala dengan model ini, responden diberikan daftar pernyataan mengenai sikap mereka dan setiap pernyataan akan disediakan jawaban yang harus dipilih oleh responden untuk menyatakan ketidaksetujuannya (Singaribumbun, 1995 : 111). Pilihan jawaban masing-masing pernyataan digolongkan dalam empat macam kategori, yaitu "Sangat Tidak Setuju" (STS), "Tidak Setuju" (TS), "Setuju" (S), "Sangat Setuju" (SS).

Pada tahap selanjutnya, empat kategori jawaban diatas akan diberi nilai sesuai dengan jawaban yang dipilih oleh responden. Sedangkan pemberian nilainya sebagai berikut :

Sangat Tidak Setuju (STS) : diberi skor 1 Tidak Setuju (TS) : diberi skor 2


(48)

Setuju (S) : diberi skor 3 Sangat Setuju (SS) : diberi skor 4

Scoring dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari setiap items di tiap-tiap angket, sehingga diperoleh skor total dari setiap pernyataannya untuk masing-masing individu. Selanjutnya, setiap indikator untuk motif diukur melalui pernyataan-pernyataan yang terdapat pada angket. Kemudian jawaban yang telah dipilih, diberi skor dan ditotal. Total skor dari setiap kategori, dikategorikan ke dalam 3 interval, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penentuan interval dilakukan dengan menggunakan Range. Range masing-masing kategori ditentukan dengan : R(Range) = Skor jawaban tertinggi – terendah

Jenjang yang diinginkan Keterangan :

Range : Batasan dari tiap tingkatan.

Skor tertinggi : Perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah item pertanyaan. Skor terendah : Perkalian antara nilai terendah dengan jumlah nilai item

pertanyaan.

Jenjang : 3

Melalui rumus diatas maka diperoleh tingkat interval untuk mengetahui sikap guru di Surabaya, untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Pada efek kognitif terdapat 4 pertanyaan tentang responden yang mengetahui informasi mengenai pemberitaan ujian nasional. Sehingga untuk penentuan intervalnya sebagai berikut.


(49)

3 3 Negatif = 4 – 8

Netral = 9 – 12 Positif = 13 – 16

2. Pada efek afektif, dimana disini responden akan diberikan 4 pertanyaan mengenai perasaan mereka tehadap pemberitaan ujian nasional. Sehingga untuk penentuan intervalnya sebagai berikut.

Efek afektif = (4 x 4) – (1 x 4) = (16 – 4) = 12 3 3

Negatif = 4 – 8 Netral = 9 – 12 Positif = 13 – 16

3. Pada efek konatif, responden akan diberikan 4 pertanyaan tentang kesiapan mereka untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan pemberitaan ujian nasional. Sehingga untuk penentuan intervalnya sebagai berikut.

Efek konatif = (4 x 4) – (1 x 4) = (16 – 4) = 4 3 3

Negative = 4 – 8 Netral = 9 – 12 Positif = 13 – 16


(50)

3.2. Populasi, Sampel dan Penarikan Sampel 3.2.1. Populasi

Dalam penelitian sosial, peneliti memiliki memiliki keterbatasan biaya, waktu dan tenaga yang tidak memungkinkan untuk meneliti keseluruhan dari objek yang dijadikan pengamatan. Peneliti hanya bisa mempelajari, memprediksi, dan menjelaskan sifat-sifat suatu objek atau fenomena hanya dengan mempelajari dan mengamati sebagian dari objek atau fenomena tersebut. Sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati inilah yang disebut sampel. Sedangkan keseluruhan objek atau subjek yang diteliti disebut populasi. (Kriyantono,2006:149)

Populasi dalam penelitian ini adalah guru SMP dan SMA Surabaya dengan jumlah 13.501 guru tersebar dalam 289 SMP yaitu dengan jumlah guru 8.257 dan 145 SMA dengan jumlah 5.244 guru. ( badan pusat statistic Surabaya 2009 ). Kemudian dari populasi tersebut diambil 100 sampel yang representatif sesuai dengan rumus Yamane.

3.2.2. Penarikan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari keseluruhan guru di Surabaya yang membaca berita di surat kabar mengenai ujian nasional. Adapun dalam menentukan jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Yamane, berikut penghitungan sampel menurut rumus Yamane. (Rakhmat, 2001 : 82)

n = N u N.d2 + 1


(51)

13.501.(0,1) 2+1

= 13.501 136,01

= 99,29 (angka ini kemudian dibulatkan menjadi 100) = 100 responden

Maka sample pada penelitian ini sebanyak 100 responden. Setelah menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini kemudian menentukan sampel yang proporsional pada masing-masing strata sekolah.

Penentuan Sampel :

- Guru SMP : 8257 x 100 = 61,158 ( dibulatkan menjasi 61 ) 13501

- Guru SMA : 5244 x 100 = 38,84 ( dibulatkan menjadi 39) 13501

Sehingga dari jumlah populasi tersebut diperoleh sampel dari tiap strata sekolah yaitu guru SMP 61 responden dan guru SMA 39 responden.

Teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampling kebetulan atau .accidental sampling adalah teknik ini memilih siapa saja yang kebetulan dijumpai untuk dijadikan sample. Teknik ini digunakan karena topic yang diteliti tentang ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar JawaPos merupakan topic umum bagi guru di setiap sekolah. Dalam mendukung hal ini pada kuisioner terdapat pertanyaan saringan mengenai profesi sample yang harus berprofesi sebagai guru.


(52)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini, menurut cara perolehannya dilakukan dengan dua pendekatan :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari responden. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara kepada responden dengan berdasarkan kuisioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tertutup dan terbuka.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak dapat langsung diperoleh dari lapangan. Data sekunder dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi kedua, seperti perpustakaan, pusat pengolahan data, pusat penelitian, dan lain sebagainya. Data skunder ini akan digunakan sebagai data penunjang untuk melakukan analisis.

3.4. Metode Analisis Data

Penelitian ini menjelaskan variabel-variabel tanpa mencari korelasi satu sama lainnya. Data yang diperoleh dari hasil kuisioner selanjutkan akan diolah guna mendeskripsikan sikap guru di Surabaya tentang ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawa Pos. Pengolahan data dari hasil kuesioner tersebut terdiri dari mengedit, mengkode dan memasukkan data tersebut ke dalam tabulasi data, kemudian selanjutnya dianalisis secara deskriptif berdasarkan table frekuensi dari setiap pertanyaan yang diajukan.


(53)

(54)

38   

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1. Sejarah Berdirinya Surat Kabar Jawa Pos

Surat kabar Jawa Pos pertama kali diterbitkan pada tanggal 1 Juli 1949 oleh perusahaan bernama PT. Jawa Pos Concern Ltd. berlokasi di Jalan Kembang Jepun 166-169. Pendirinya seorang warga negara Indonesia keturunan, kelahiran Bangka, bernama The Chung Shen (Soeseno Tedjo). Sebagai perintis berdirinya Jawa Pos, Soeseno Tedjo mulanya bekerja di kantor film Surabaya. Soeseno Tedjo bertugas untuk menghubungi surat kabar agar pemuatan iklan filmnya lancar dan dari situ, ia mengetahui bahwa memiliki surat kabar ternyata menguntungkan, maka pada tanggal 1 Juli 1949 surat kabar dengan nama Jawa Pos didirikan. Surat kabar saat itu dikenal sebagai harian Melayu Tionghoa dengan pimpinan redaksi pertama yang bernama Goh Tjing Hok.

Sejak tahun 1951 pemimpin redaksinya adalah Thio Oen Sik. Keduanya dikenal sebagai orang-orang Republikan yang tak pernah goyang. Pada saat itu The Chung Shen dikenal sebagai raja Koran karena memiliki tiga buah surat kabar yang diterbitkan dengan tiga bahasa berbeda. Surat kabar yang berbahasa Indonesia bernama Jawa Post, yang berbahasa Tionghoa bernama Huo Chiau Shin Wan sedangkan De Vrije Pers adalah terbitan bahasa Belanda.

Pada tahun 1962 harian Van Vrije Pers dilarang terbit berkenaan dengan peristiwa Trikora untuk merebut kembali Irian Jaya dari tangan Belanda. Sebagai


(55)

gantinya diterbitkan surat kabar berbahasa Inggris dengan nama Indonesia Daily News pada tahun 1981 terpaksa beerhenti karena minimnya iklan. Sedangkan meletusnya G 30 S/PKI pada tahun 1965 menyebabkan pelarangan terbit pada harian Huo Chiau Shin Wan. Maka pada tahun 1981 hanya Jawa Pos yang tetap bertahan untuk terbit dengan oplah yang sangat minim dan memprihatinkan hanya 10.000 eksemplar.

Pada awal terbitnya Jawa Pos memiliki cirri utama terbit pada pagi hari dengan menampilkan berita-berita umum. Terbitan Jawa Pos pertama kali dicetak di percetakan Aqil di Jalan Kiai Haji Mas Mansyur Surabaya dengan oplah 1000 eksemplar. Sejak 1 April 1954 Jawa Pos dicetak di percetakan De Virje Pers di Jalan Kaliasin 52 Surabaya dan selanjutnya dari tahun ke tahun oplahnya mengalami peningkatan.

Tercatat pada tahun 1954-1957 dengan oplah sebesar 4000 eksemplar dan mulai tahun 1958-1964 oplahnya mencapai 10.000 eksemplar. Karena perubahan ejaan pada tahun 1958 Jawa Pos berganti menjadi Djawa Pos dan mulai tahun 1961 berubah menjadi Jawa Pos. Pada periode tahun 1971-1981 oplah tercatat pada 10.000 eksemplar, namun pada tahun1982 terjadi penurunan oplah ke 6.700 eksemplar dengan jumlah pendistribusian 2.000 eksemplar pada kota Surabaya dan sisanya pada kota lain. Penurunan tersebut terjadi karena sistem manajemen yang semakin kacau, tiadanya penerus yang mengelola usaha tersebut serta kemajuan teknologi percetakan yang tidak terkejar. The Chung Shen alias Soeseno Tedjo sebagai pemilik perusahaan mnerima tawaran untuk menjual mayoritas dari sahamnya pada PT. Grafiti Pers (penerbit TEMPO) pada tanggal 1


(56)

April 1982, pada tanggal itu juga Dahlan Iskan ditunjuk sebagai Pimpinan Utama dan Pimred oleh Dirut PT. Grafiti Pers, Eric Samola, SH untuk membenahi kondisi PT. Jawa Pos Concern Ltd. Hanya dengan waktu dua tahun oplah Jawa Pos mencapai 250.000 eksemplar, dan sejak itulah perkembangan Jawa Pos semakin menakjubkan dan menjadi surat kabar terbesar yang terbit di Surabaya. Pada tahun 1999 oplahnya meningkat lagi menjadi 320.000 eksemplar.

Pada tanggal 29 Mei 1985 sesuai dengan Akta Notaris Lim Shien Hwa, SH No. 8 Pasal 4 menyatakan nama PT. Jawa Pos Concern Ltd. diganti dengan nama PT. Jawa Pos dan sesuai dengan surat Menpen No.I/Per 1/Menpen/84 mengenai SIUPP, khususnya pemilikan saham maka 20 persen dari saham harus dimiliki karyawan untuk menciptakan rasa saling memiliki.

Melejitnya oplah Jawa Pos ini, tidak lepas dari perjuangan dan kepopuleran Jawa Pos mengubah budaya masyarakat Surabaya, pada khususnya dan masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Waktu itu budaya masyarakat membaca Koran adalah sore hari. Koran terbesar yang terbit di Surabaya sore hari. Ketika Jawa Pos mempelopori terbit pagi, banyak warga yang menertawai “Koran kok pagi” banyak diantaranya menolak. Banyak agen dan loper yang menolak. Manajemen memutar otak kalau tidak ada loper dan agen, lewat apa Koran ini dipasarkan?. Akhirnya ditemukan cara lain: istri-istri atau keluarga wartawan diminta menjadi agen atau loper Koran termasuk istri Dahlan Iskan sendiri, sebab kendala utama adalah pemasaran. Kedua, gaji wartawan kala itu masih kecil, dengan cara ini keluarga Jawa Pos akan menambah pendapatan. Ketiga, memberikan kebanggaan kepada keluarga karyawan Koran Jawa Pos atau


(57)

usaha suaminya dan kelak di kemudia hari beberapa istri atau keluarga wartawan ini menjadi agen besar Koran Jawa Pos.

Perjuangan dan kepeloporan ini ternyata membuahkan hasil termasuk perubahan mendasar di keredaksian. Warga Surabaya utamanya lebih memilih Koran Jawa Pos dan pada tahun 1985 oplah Jawa Pos telah menembus angka 250.000 eksemplar per hari. Sampai dengan tahun 1985, harian Jawa Pos terbit 16 halaman setiap harinya dan ditambah suplemen Ronce setiap hari Senin, Rabu, Sabtu.

Pada perkembangan selanjutnya, untuk memenangkan persaingan atas ketatnya kompetisi antara lembaga media maka Jawa Pos melakukan berbagai terobosan, diantaranya terbit 24 halaman setiap harinya. Dengan terbit 24 halaman ini, harian Jawa Pos terbagi dalam tiga sesi.

Salah satu hal yang benar-benar membuat kelompok Jawa Pos menjadi sebuah kelompok media yang sangat besar adalah adanya JPNN (Jawa Pos News Networking). JPNN ini dibentuk sebagai salah satu sarana untuk menampung berita dari seluruh daerah di Indonesia dan untuk keperluan sumber berita berbagai media cetak yang berada dalam satu naungan dengan kelompok Jawa Pos, sehingga berita luar daerah tidak perlu mengerjakan layoutnya di Surabaya dan mengirimkan ke JPNN. Ketika media online sedang berkembang, Jawa Pos juga tidak mau ketinggalan ikut berpartisipasi dengan www.jawapos.co.id.

Ketika dalam waktu singkat Jawa Pos mampu menembus oplah di atas 100.000 eksemplar yang semula dianggap sebagai mimpi, akhirnya Jawa Pos “bermimpi” lagi dengan ambisi menembus oplah 1 juta eksemplar. Berbagai


(58)

upaya dilakukan baik dengan redaksi pemasaran maupun lainnya untuk menembus angka itu ternyata sulit. Jawa Pos tetap bertahan dengan oplah 400.000 eksemplar. Manajemen lantas memutar otak agar sumber daya dan dana yang dimiliki tetap optimal. Lalu muncullah ide ekspansi yakni membuat koran di daerah-daerah di Indonesia. Ide tersebut muncul dari Dahlan Iskan usai studi di Amerika dan negara maju lainnya dimana setiap kota mempunyai satu koran. Ia berasumsi bahwa di kota-kota besar di Indonesia bisa didirikan satu koran dan ini dilakukan. Dikirimlah orang-orang terbaik Jawa Pos untuk mendirikan koran di berbagai daerah di Indonesia. Ada yang menghidupkan usaha koran yang mau gulung tikar atau tinggal SIUPPnya saja. Ada yang kerja sama dan banyak diantaranya yang didirikan Jawa Pos.

Berhasil di satu kota dilakukan, di kota lain gagal, mencoba lagi di kota lain dan April 2001 anak perusahaan Jawa Pos sudah mencapai 99 grup. Koran-koran yang dahulu menjadi anak perusahaan Jawa Pos kini juga mendirikan koran-koran, majalah, atau tabloid-tabloid yang menjadi cucu dari Jawa Pos.

Kini hampir di seluruh propinsi di Indonesia terdapat Jawa Pos Group kecuali di Aceh dan NTT. Bisnisnya tidak hanya koran namun juga percetakan, pabrik kertas, real estate, hotel, bursa sampai travel agen ini semua berada ditangan Dahlan Iskan.

Dicetak diatas 360.000 eksemplar setiap hari, Jawa Pos kini menduduki peringkat kedua dalam urutan sepuluh koran besar di Indonesia. Basis pemasaran terkuat berada di Jawa Timur, menyusul berkembang di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, hingga Papua. Dengan orientasi segmentasi menengah atas, Untuk


(59)

meningkatkan kualitas layanan pembaca, Jawa Pos melakukan cetak jarak jauh dengan sistem cetak jarak jauh (SCJJ) di Bali, Banyuwangi, Nganjuk, Solo, Jakarta, Balikpapan, Banjarmasin, dan dipersiapkan di beberapa kota lain di Indonesia. Jawa Pos mulai diminati warga Indonesia yang tinggal di Malaysia dan Arab Saudi. Kini Jawa Pos terbit 48 halaman.

1. Koran 1 (Bagian utama) memuat liputan-liputan utama mengenai peristiwa nasional maupun internasional.

2. Koran 2 (Olah raga / sportivo) memuat berita seputar olah raga.

3. Koran 3 (Metropolis) memuat berita-berita tentang daerah Surabaya dan seputar Jawa Timur.

4.1.2. Gambaran Umum Surabaya

Kota Surabaya adalah ibukota provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dan sudah tentu mempunyai jumlah lembaga pendidikan yang lebih banyak se jawa timur. Selain itu, Surabaya adalah lokasi dimana surat kabar harian Jawapos melakukan aktivitas produksi kemediaannya.

Yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berprofesi menjadi seorang guru. Guru tersebut yang mengajar di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) yaitu 61 guru SMP dan 39 guru SMA. Karena secara konseptual pemerintah menetapkan wajib belajar 9 tahun, yaitu sampai tahap SMP. Jadi, siswa yang lulus di sekolah dasar (SD) belum dinyatakan menyelesaikan pendidikan tingkat pertama.


(60)

4.2. Penyajian Data dan Analisis Data 4.2.1. Identitas Responden

Data yang ada pada bagian ini adalah data-data yang diperoleh berdasarkan karakteristik responden yang meliputi usia, tingkat pendidikan terakhir dan status responden. Data ini diperlukan untuk dapat menjelaskan secara umum responden yang ada selengkapnya tertera pada tabel-tabel berikut ini :

4.2.2. Usia Responden

Berdasarkan hasil kuesioner, maka dapat diketahui bahwasannya usia dari 100 responden dalam penelitian ini berkisar antara 28 tahun sampai dengan 40 tahun. Uintuk lebih jelasnya disajikan dalam table berikut..

Tabel 1.

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

NO USIA RESPONDEN F %

1 28 – 31 tahun 24 24

2 32 – 35 tahun 30 30

3 36 – 40 tahun 46 46

JUMLAH 100 100

Sumber : kuesioner I.1

Dari hasil tabel 1. dapat dilihat bahwa responden yang diperoleh oleh peneliti berjumlah 100 responden dengan usia yang berbeda-beda.


(61)

Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata responden dalam penelitian ini merupakan guru yang masih aktif mengajar di sekolah. Antara lain pada tabel Nomor 1 menjelaskan bahwa responden yang berusia 28 sampai dengan 31 tahun sebanyak 24 orang atau 24% dari keseluruhan jumlah responden. Responden yang berusia 32 sampai dengan 35 tahun sebanyak 30 orang atau 30% dari total keseluruhan responden. Sedangkan sisanya responden yang berusia 36 sampai dengan 40 tahun berjumlah 46 orang atau 46% dari total keseluruhan jumlah responden.

4.2.3. Pendidikan Terakhir Responden

Berdasarkan tabel 2. dibawah ini menjelaskan tentang identitas responden mengenai pendidikan terakhir yang disandang oleh responden, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

NO PENDIDIKAN F %

1. Akademi/Sederajat 25 25

2. Sarjana/Pasca sarjana 75 75

JUMLAH 100 100

Sumber : kuesioner I.2

Dari hasil tabel 2. diketahui bahwa sebesar 75% responden memiliki pendidikan terakhir Sarjana/Pasca sarjana, 25% responden memilii pendidikan terakhir Akademi/sederajat, 0% responden pendidikan terakhirnya SMA (Sekolah


(62)

Menengah Atas), sedangkan 0% responden pendidikannya terakhirnya SD (Sekolah Menengah Pertama) dan sisanya sebesar 0% mempunyai pendidikan terakhir SD (Sekolah Dasar).

4.2.4. Jenis Kelamin Responden

Identitas responden berikutnya adalah mengenai jenis kelamin responden, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

NO PEKERJAAN F %

1 Laki-laki 56 56

2 Perempuan 44 44

JUMLAH 100 100

Sumber : kuesioner I.3

Dari hasil tabel 3. diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang berprofesi sebagai guru dalam penelitian ini mempunyai jenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 56% responden. Sedangkan selebihnya dari responden dalam penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan, yakni 44% responden.


(63)

4.3. Terpaan Tayangan

4.3.1. Sikap Guru Di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar Jawapos

Berikut ini adalah data yang menunjukkan tentang sikap responden yaitu Sikap Guru di Surabaya tentang Ujian Nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos. Adapun sikap guru di Surabaya tentang pemberitaan ujian nasional di media cetak yang dalam hal ini medianya adalah surat kabar Jawapos sebagai penyalur informasi dapat diukur dari beberapa indikator sebagai berikut : A. Aspek Kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya.dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu kayakinan tertentu tentang objek sikap tersebut. Aspek kognitif dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, pemahaman guru di Surabaya tentang pemberitaan ujian nasional yang menjadi polemik melalui surat kabar Jawapos sehingga dapat membentuk sebuah keyakinan tersendiri. Hal ini diukur dengan 4 pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti dan kemudian diajukan agar responden yaitu dalam bentuk kuisioner dengan beberapa kategori. Kemudian pada masing-masing kategori diberikan skor dari yang tertinggi ke yang terendah secara berurutan. Diperoleh data, bahwa skor tertinggi adalah 16 dan skor terendah adalah 4. Perolehan dari perhitungan tersebut serta pengkategoriannya adalah sebagai berikut :

1. Skor tertinggi diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan skor jawaban tertinggi responden, yaitu 4 x 4 = 16


(64)

2. Skor terendah diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan skor jawaban terendah, yaitu 1 x 4 = 4

Maka perhitungan interval skornya adalah sebagai berikut : Range = Skor tertinggi - Skor terendah

Jenjang yang diinginkan 3

= 16 - 4 = 4

Jadi penentuan kategorinya adalah sebagai berikut : 1. Aspek Kognitif Negatif = 4 - 8

2. Aspek Kognitif Netral = 9 - 12 3. Aspek Kognitif Positif = 13 - 16

Dengan demikian jika dimasukkan kedalam tabel frekuensi dapat dilihat seperti tabel-tabel dibawah ini :

1. Melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos anda menjadi tahu tentang Ujian Nasional.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dapat diketahui bahwa 100 responden mengetahui ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos. Untuk mengetahui Aspek kognitif para responden mengenai pertanyaan ini, dapat dilihat pada tabel 5.:


(65)

Tabel 5.

Responden Mengetahui Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar Jawapos

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Setuju 64 64

2 Setuju 32 32

3 Tidak Setuju 3 3

4 Sangat Tidak Setuju 1 1

Total 100 100

Sumber : Kuesioner III.A.1

Dari hasil tabel 5. diatas dapat diketahui bahwa dari 100 orang responden sebesar 64% responden menyatakan sangat setuju, 32% responden menyatakan setuju, 3% menyatakan tidak setuju dan sisanya 1% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden sangat setuju mereka mengetahui pemberitaan mengenai ujian nasional melalui surat kabar Jawapos, yakni 64% responden dan selebihnya mengetahui dari media lain. Hal ini mencerminkan bahwa sebagian besar dari guru di Surabaya mengetahui pemberitaan ujian nasional dari hasil membaca informasi yang disajikan surat kabar Jawapos. Kantor produksi surat kabar Jawapos berlokasi di Surabaya dan mempunyai tingkat distribusi terbesar bahkan hanya di jawa saja, namun secara nasional. Hampir setiap instansi, yayasan, perusahaan atau bahkan individu berlangganan surat kabar tersebut.


(66)

2. Anda mengetahui bahwasannya Depdiknas menegaskan Ujian Nasional akan tetap dilaksanakan melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner pada 100 orang responden, dapat diketahui frekuensi jawaban mengenai pernyataan responden bahwa melalui pemberitaan surat kabar Jawapos mereka mengetahui Depdiknas akan tetap melaksanakan Ujian Nasional. Untuk mengetahui Aspek kognitif para responden mengenai pertanyaan ini, dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6.

Responden mengetahui informasi mengenai tetap akan dilaksanakannya oleh Depdiknas melalui pemberitaan surat kabar

Jawapos

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Setuju 66 66

2 Setuju 29 29

3 Tidak Setuju 4 4

4 Sangat Tidak Setuju 1 1

Total 100 100

Sumber : Kuesioner III.A.2

Dari hasil tabel 6. diatas dapat diketahui bahwa dari 100 responden, sebesar 66% responden sangat setuju, 29% responden menyatakan setuju, 4% responden menyatakan tidak setuju dan sisanya 1% responden menyatakan tidak setuju. Dari data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden sangat setuju jika mereka mengetahui informasi tentang tetap akan dilaksanakannya ujian nasional oleh Depdiknas melalui pemberitaan yang disajikan oleh surat kabar


(67)

Jawapos. Sedangkan sebagian dari responden yang lain mengetahui pemberitaan tersebut melalui media lain, misalnya televisi atau surat kabar lain atau bahkan internet.

3. Anda mengetahui bahwa pelaksanaan Ujian Nasional akan dimajukan di bulan maret melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner pada 100 responden, dapat diketahui frekuensi jawaban responden mengenai pernyataan bahwa responden mengetahui informasi akan dimajukannya ujian nasional di bulan Maret melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos. Untuk mengetahui Aspek kognitif para responden mengenai pertanyaan ini, dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7.

Responden mengetahui informasi mengenai akan dimajukannya Ujian Nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Setuju 38 38

2 Setuju 48 48

3 Tidak Setuju 13 13

4 Sangat Tidak Setuju 1 1

Total 100 100

Sumber : Kuesioner III.A.3

Dari hasil tabel 7. diatas bahwa dapat diketahui dari 100 responden, sebesar 38% menyatakan sangat setuju, 48% menyatakan setuju, 13% responden menyatakan tidak setuju dan sisanya 1% responden menyatakan sangat tidak


(1)

Tabel 19.

Aspek Konatif Guru di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar JawaPos

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Positif 3 3

2 Netral 36 36

3 Negatif 61 61

Total 100 100

Sumber : Data yang diolah pada tabel tabulasi 3

Tabel diatas menunjukkan bahwa sebesar 3% responden mempunyai aspek konatif yang positif, sebesar 36% responden memiliki aspek konatif yang netral dan 61% responden mempunyai aspek konatif yang negatif. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki aspek konatif yang negatif terhadap pemberitaan ujian nasional yang dalam pemberitaannya menjadi polemik. Kenyataan ini dapat terjadi karena walaupun responden mempunyai pengetahuan (aspek kognitif) yang positif dan menyukai pemberitaan ujian nasional belum tentu responden mempunyai kemauan untuk melakukan tindakan yang berhubungan dengan kasus ujian nasional tersebut.

4.3.2. Sikap Guru di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan di Surat Kabar Jawa Pos

Sikap guru di Surabaya tentang ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawapos diukur dari total nilai masing-masing komponen sikap, yaitu aspek


(2)

69   

kognitif, aspek afektif dan aspek konatif yang telah diolah dari jawaban responden yang berasal dari kuesioner.

Diperoleh data bahwa skor tertinggi adalah 48 dan skor terendah adalah 12. Perolehan dari perhitungan tersebut serta pengkategoriannya adalah sebagai berikut :

1. Skor tertinggi diperoleh dengan menjumlahkan skor tertinggi dari aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif, yaitu: 16 + 16 + 16 = 48.

2. Skor terendah diperoleh dengan menjumlahkan skor terendah dari aspek kognitif, afektif dan konatif, yaitu 4 + 4 + 4 = 12.

Maka perhitungan interval kelasnya adalah sebagai berikut : Skor tertinggi - Skor terendah

Range =

Jenjang yang diinginkan = 48 - 12

3 = 12

Jadi pengkategoriannya adalah :

1. Kategori Negatif jika skor yang diperoleh 12 - 24 2. Kategori Netral jika skor yang diperoleh 25 - 36 3. Kategori Positif jika skor yang diperoleh 37 - 48

Kemudian untuk mengetahui jumlah dan prosentase responden yang mempunyai kategori sikap positif, netral dan negatif dapat dilihat pada tabel 20. berikut ini.


(3)

Tabel 20.

Sikap Guru di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan di Surat Kabar Jawapos

NO Keterangan Jumlah %

1 Positif 28 28

2 Netral 67 67

3 Negatif 5 5

Total 100 100

Sumber : Data yang diolah pada tabulasi 4

Dari tabel 20. diatas menunjukkan bahwa 28% responden mempunyai sikap positif, 67% responden mempunyai sikap netral dan 5% responden mempunyai sikap negatif. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang netral mengenai pemberitaan ujian nasional di surat kabar Jawapos. Ini berarti bahwa responden mempunyai kecenderungan untuk menyatakan netral dalam menyikapi objek sikap yang dalam hal ini yaitu pemberitaan di surat kabar Jawapos dalam menyajikan informasi tentang ujian nasional yang selama ini menjadi polemik.

4.4. Analisis Data

Hasil ini menunjukkan bahwa pada dasarnya guru mendukung atas ditiadakannya ujian nasional. Hal ini dikarenakan sebagai seorang pendidik mereka merasa mempunyai tanggung jawab moral terhadap anak didik mereka. Setiap guru pasti berharap yang terbaik untuk siswanya tak terkecuali lulus dalam ujian nasional. Namun keputusan mengenai ujian nasional berada di tangan


(4)

71   

Depdiknas yang menegaskan bahwa ujian nasional akan tetap dilaksanakan. Sehingga guru sebagai bagian dalam pelaksanaan ujian nasional harus tetap mentaati keputusan tersebut. Yang terpenting bagi mereka adalah menyiapkan anak didik mereka dengan metode belajar mengajar yang efektif efisien untuk menghadapi ujian nasional.


(5)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Hasil penelitian diketahui bahwa sikap guru di Surabaya tentang ujian nasional melalui pemberitaan di surat kabar Jawa Pos adalah netral. Kenyataan ini dapat terjadi disebabkan responden mempunyai aspek kognitif yaitu pengetahuan yang positif mengenai Pemberitaan ujian nasional, pengetahuan ini didapat ketika responden membaca pemberitaan tersebut. Setelah mempunyai pengetahuan (kognitif) yang positif mengenai pemberitaan ujian nasional tahap selanjutnya meningkat pada emosi ataupun penilaian (afektif) responden, karena pengetahuan tentang kasus ujian nasional yang netral maka muncullah perasaan menyukai berita ujian nasional tersebut. Tayangan informasi yang disajikan oleh surat kabar Jawa Pos dalam mengangkat berita ujian nasional mampu mempengaruhi emosi (afektif) responden dalam menilai berita ujian nasional.

Namun ketika meningkat pada kecenderungan bertindak (konatif) maka sebagian besar responden mempunyai konatif yang negatif. Kenyataan ini dapat terjadi mengingat kecenderungan bertindak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal tetapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti lingkungan, orang yang dianggap penting dan kebudayaan. Semakin kompleks situasinya dan


(6)

73  

semakin banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulit memprediksikan perilaku. (Azwar,1997:19)

Pemberitaan tentang ujian nasional mampu memberikan pengetahuan (kognitif) positif pada guru di Surabaya dan menimbulkan perasaan (afektif) netral, tetapi belum tentu mampu membuat responden dalam hal ini guru Surabaya untuk mempunyai tindakan sesuai dengan apa yang dirasakannya atas pemberitaan tentang ujian nasional. Ini membuktikan bahwa seorang individu yang terkena pengaruh komunikasi massa, tidak begitu saja menerima apa saja yang disampaikan oleh komunikator, jadi responden beranggapan bahwa pemberitaan polemik ujian nasional sebagai berita yang berusaha meyakinkan responden akan ujian nasional yang selama ini belum terselesaikan. Namun para guru tetap berpegang teguh janji mereka untuk mengabdi dan mendidik siswa mereka dengan sebaik-baiknya demi kepentingan negara.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat disampaikan ada yaitu :

1. Dalam sebuah penyajian berita yang berhubungan dengan polemik atau kontroversial, informasi seharusnya berimbang (cover bothsite), jadi tidak lebih menonjolkan pada satu sisi saja melainkan kedua sisi.

2. Audiense sebagai khalayak yang seharusnya lebih kritis dalam menerima pemberitaan. Yaitu mengetahui dan memahami serta memilah berita yang provokatif.


Dokumen yang terkait

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TENTANG PEMBERITAAN POLIGAMI DI JAWA POS (Studi Deskriptif Sikap Masyarakat Surabaya Tentang Pemberitaan Poligami Di Jawa Pos).

0 0 105

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP PEMBERITAAN “SEDOT PULSA DENGAN MODUS KONTEN” DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan “Sedot Pulsa Dengan Modus Konten” Di Surat Kabar Jawa Pos).

0 0 105

SIKAP GURU SD SURABAYA PADA PEMBERITAAN CONTEK MASSAL SDN GADEL 2 SURABAYA DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Guru SD Pada Pemberitaan Contek Massal SDN Gadel 2 Surabaya di Surat Kabar Jawa pos).

0 0 101

SIKAP PEMBACA TERHADAP PEMBERITAAN TABUNG ELPIJI RAWAN BOCOR PADA HARIAN SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Sikap Pembaca Terhadap Elpiji Rawan Bocor Pada Harian Surat Kabar Jawa Pos Di Surabaya).

0 0 121

SIKAP KOMUNITAS FILM SURABAYA MENGENAI PENGESAHAN UNDANG UNDANG PERFILMAN MELALUI PEMBERITAAN DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Sikap Komunitas Film Surabaya Mengenai Pengesahan Undang Undang Perfilman di Surat Kabar Jawa Pos).

2 2 85

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP MAKELAR KASUS PAJAK PASCA PEMBERITAAN GAYUS TAMBUNAN DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Sikap Masyarakat Terhadap Makelar Kasus Pajak Pasca Pemberitaan Gayus Tambunan Di Surat Kabar Jawa Pos).

1 2 96

SIKAP GURU DI SURABAYA TENTANG UJIAN NASIONAL MELALUI PEMBERITAAN DI SURAT KABAR JAWA POS ( Studi Deskriptif Sikap Guru Di Surabaya Tentang Ujian Nasional Melalui Pemberitaan Di Surat Kabar Jawa Pos)

0 0 27

SIKAP GURU SD SURABAYA PADA PEMBERITAAN CONTEK MASSAL SDN GADEL 2 SURABAYA DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Guru SD Pada Pemberitaan Contek Massal SDN Gadel 2 Surabaya di Surat Kabar Jawa pos)

0 0 27

SIKAP KOMUNITAS FILM SURABAYA MENGENAI PENGESAHAN UNDANG UNDANG PERFILMAN MELALUI PEMBERITAAN DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Sikap Komunitas Film Surabaya Mengenai Pengesahan Undang Undang Perfilman di Surat Kabar Jawa Pos)

0 0 27

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP PEMBERITAAN “SEDOT PULSA DENGAN MODUS KONTEN” DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan “Sedot Pulsa Dengan Modus Konten” Di Surat Kabar Jawa Pos) SKRIPS

0 0 31