2.2. Insidensi Diare Pada Bayi 0-6 Bulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa 26 responden 65 dalam kategori tidak pernah mengalami diare, 14 orang responden 35 pernah mengalami
diare, dimana 10 orang responden 25 pernah mengalami diare 1 kali, 3 orang responden 7,5 pernah mengalami diare 2 kali, dan hanya 1 orang responden
2,5 pernah mengalami diare lebih dari 2 kali. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamalia 2005 yang menyatakan bahwa
kejadian diare yang dikategorikan berdasarkan frekuensi buang air besar BAB diperoleh bahwa persentase tertinggi sampel tidak mengalami diare sebanyak 64
32 sampel, dan 36 18 sampel lainnya mengalami kejadian diare. Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan
bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya 3 kali dalam sehari Masri, 2004. Lebih jauh Masri menjelaskan
bahwa diare merupakan mekanisme perlindungan tubuh untuk mengeluarkan sesuatu yang merugikan atau racun dari dalam tubuh. Namun, banyaknya cairan
tubuh yang dikeluarkan bersama tinja akan mengakibatkan dehidrasi yang dapat berakibat kematian.
Sedangkan diare menurut Prabu 2002 merupakan simtom, jadi bukan penyakit, sama halnya dengan demam panas, bukan suatu penyakit tetapi
merupakan gejala dari suatu penyakit tertentu, contoh: malaria, radang, paru, influinza, dan lain-lain. Lebih jauh Prabu menyatakan ada dua jenis diare menurut
lama hari terjadinya yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat serta
Universitas Sumatera Utara
berlangsung antara 3-5 hari. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlanjut lebih dari 2 minggu, disertai kehilangan berat badan atau tidak bertambahnya
berat badan.
2.3. Hubungan Antara Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini
Dengan Insiden Diare Pada Bayi 0-6 Bulan di Puskesmas Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhan Batu Selatan
Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI dini berhubungan secara positif denan
insiden diare r= 0,287. Hasil analisa hubungan kedua variabel tersebut tidak memiliki nilai signifikansi yang dapat diterima dimana p 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesa penelitian ditolak, artinya bahwa pernyataan hipotesa adanya hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI dini dengan
insidensi diare tidak dapat diterima. Hasil penelitian ini berolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fatmawati 2003 yang menyatakan bahwa ada hubungan pemberian MPASI dengan kejadian diare bayi 4-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Purwosari
Kudus p=0.011, α =0.329.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Mutiara Roslianti 2007 tubuh anak membutuhkan zat gizi yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Asupan zat gizi yang baik dapat diupayakan dengan memberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan. Setelah itu, periode pemberian makanan pendamping Air
Universitas Sumatera Utara
Susu Ibu MP-ASI. MP-ASI adalah makanan tambahan selain ASI yang diberikan pada bayi sampai usia 24 bulan, sehingga MP-ASI diberikan tepat
waktu pada usia 6-12 bulan, karena pada usia tersebut merupakan waktu yang sangat rawan terjadi malnutrisi Suhardjo, 1999.
Lebih jauh Suhardjo 1999 mengatakan bahwa pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal
ini disebabkan sistem imun bayi berumur kurang dari 6 bulan belum sempurna. Pemberian makanan pendamping ASI MPASI dini sama saja dengan membuka
pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan secara higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa
bayi yang mendapatkan MPASI sebelum bayi berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan bayi yang hanya
mendapat ASI eksklusif Suhardjo, 1999.
Dari hasil penelitian peneliti menemukan beberapa hal yang berkenaan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini, dimana mayoritas ibu
memberikan makanan selain ASI kepada bayi berupa nasi tim saring yaitu sebanyak 22 orang responden 55, 10 orang responden 25 diberikan pisang
papaya saring, dan 8 orang responden 20 diberikan biskuit. Dimana 27 orang ibu responden 67,5 beralasan memberikan makanan selain ASI pada bayi
karena pekerjaan, 10 orang ibu responden 25 beralasan ASI tidak cukup, dan 3 orang ibu responden 7,5 beralasan karena bayi menangis. Mayoritas ibu
menyatakan syarat pemberian makanan selain asi yaitu mudah dimakan oleh bayi
Universitas Sumatera Utara
72,5, 9 orang ibu mengatakan makanan bersih dan sehat 22,5, dan hanya 2 orang ibu mengatakan banyak mengandung vitamin 5.
Selain itu mayoritas ibu responden mengatakan tanda-tanda diare pada bayi yaitu tinja bayi sangat bau 72,5, dan 11 orang ibu mengatakan tinja bentuknya
cair 27,5. 16 orang ibu mengatakan keadaan umum pada bayi yang mengalami diare nafsu makan bayi berkurang 40, 16 orang ibu mengatakan berat badan
bayi menurun 40, 7 orang ibu mengatakan suhu tubuh meningkat demam 17,5, dan hanya 1 orang ibu mengatakan bayi gelisah dan menangis 2,5.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan