41
8. Bangunan dan Struktur
Bangunan dan struktur yang dapat ditemukan dan memiliki karakteristik yang khas pada lanskap budaya Rumah Larik terdiri atas Rumah Larik, masjid,
bilik padi, tabuh larangan, dan makam nenek moyang. Rumah Larik berfungsi sebagai tempat tinggal dan juga tempat kegiatan budaya masyarakat. Menurut
Lembaga Adat Propinsi Jambi 2003, rumah tradisional suku Kerinci memiliki dua tipe yaitu pertama, tipe rumah panjang larik dan kedua, tipe balairung atau
tipe mandiri. Perbedaannya terletak pada bentuk atap rumah. Tipe larik memiliki atap bubung garis lurus dan dari ujung ke ujung larik dibuat kayu ukiran yang
disebut gumbak atau puncok. Sedangkan tipe mandiri memiliki atap yang berpucuk dua dengan bubungan atapnya sedikit melengkung ke atas, kedua
ujungnya melengkung seperti perahu atau rumah adat minangkabau Gambar 18.
Rumah Larik secara umum memiliki bagian-bagian rumah yang terdiri atas tiang tuo yaitu tiang pondasi rumah, alang dan bandul yaitu penghubung antara
satu tiang dengan tiang lainnya, pintau atau pintu rumah, pintau suhai dan pintau singok yaitu jendela rumah, palasa yaitu teras atau beranda rumah, atak yaitu atap
rumah, tangga rumah, kandang yaitu bagian bawah rumah, pha tempat menyimpan barang dan berbagai peralatan rumah, serta ptaih tempat untuk
menyimpan benda-benda pusaka Zakaria 1984.
Selain itu, Rumah Larik juga dihiasi dengan ornamen-ornamen hias berupa ukiran berbagai motif pada bagian-bagian tertentu. Ornamen atau ragam hias ini
pada umumnya berupa motif tumbuhan. Tidak ditemukan motif binatang atau manusia karena pengaruh agama Islam yang kuat dalam masyarakat. Tidak hanya
pada Rumah Larik, ornamen hias berupa ukiran ini juga dibuat pada bangunan masjid, bilik padi, serta tabuh larangan. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat
suku Kerinci pada masa itu sudah memiliki keterampilan dan jiwa seni yang tinggi. Namun, menurut Zakaria 1984 semua ukiran-ukiran pada bangunan
tersebut tidak ada yang diwarnai karena pada masa itu masyarakat belum mengenal bahan-bahan pewarna untuk kayu. Setiap motif ukiran yang dibuat pada
Gambar 18 Rumah Larik tipe balairung atau tipe mandiri
Sumber: hafifulhadi.blogspot.com 2014
42 Rumah Larik, masjid, bilik padi, dan tabuh memiliki maknanya masing-masing
Tabel 5. Tabel 5 Jenis ragam hias, makna, dan bentuk motifnya
No. Nama ragam hias
Makna Motif
1 Keluk paku kacang
belimbing ditemukan pada tiang
dan alang rumah serta masjid
Anak dipangku
kemenakan dibimbing.
Anak kandung
menjadi tanggungjawab penuh orang
tua, sedangkan
kemenakan juga
harus dibimbing dan dibina.
2 Patah tumbuh hilang
berganti terdapat pada alang
dan sudut masjid serta tiang Rumah Larik
Setiap pekerjaan
harus diselesaikan, semangat tidak
boleh patah, kerja keras tak kenal lelah, generasi berikutnya
harus meneruskan perjuangan dan usaha tersebut.
3 Relung
terdapat dibawah atap masjid
Tidak diketahui
4 Ckhorsnat bil hamz.
terdapat pada ujung dan tengah tiang
rumah dan masjid Tidak diketahui
5 Bunga Teratai
terdapat pada bagian pangkal tabuh
larangan Tidak diketahui
6 Selampit simpea
terdapat pada dinding rumah bagian dalam
dan luar Dalam mendirikan rumah harus
berdasarkan petunjuk Undang yang Empat dan kehidupan
masyarakat Kerinci diikat oleh ketentuan beradat berlembaga.
7 Si matoharai
terdapat pada pintu dan dinding rumah
bagian luar serta dinding masjid
Melambangkan bahwa di dalam rumah terang seperti cahaya
matahari dan kehidupannya berada dalam kedamaian.
Bangunan lainnya yang terdapat pada lanskap budaya Rumah Larik adalah masjid dan surau. Di Dusun Pondok Tinggi terdapat Masjid Agung yang memiliki
43 nilai sejarah dan budaya serta menjadi cagar budaya yang dilindungi. Masjid ini
dibangun pada abad ke-18 tepatnya pada tahun 1874 dan telah berumur sekitar 140 tahun. Masjid ini dibangun secara bergotong royong oleh masyarakat dusun
Pondok Tinggi pada masa itu, mulai dari kegiatan meramu dan mengambil kayu di hutan hingga pendirian masjid yang memakan waktu kurang lebih 56 tahun.
Pada masa pembangunan itu jumlah masyarakat yang tinggal di dusun Pondok Tinggi baru berjumlah 90 KK. Masjid berbentuk persegi empat berukuran 30 x 30
m dan berdiri di atas lahan seluas 1 225 m
2
. Bagian lantai terbuat dari ubin dan dindingnya terbuat dari kayu yang penuh dengan ukiran motif khas Kerinci
terutama pada bagian luarnya. Kayu yang digunakan diambil dari hutan rimba imbo yang banyak tumbuh pada waktu itu seperti kayu Latea, kayu Tuai, dan
kayu Medang Jangkat. Bangunan masjid ini ditopang oleh tiang-tiang yang berjumlah 36 buah dengan ukuran panjang yang beragam mulai dari 5.5 m hingga
15 m. Sementara bagian atap memiliki bentuk yang unik yaitu atap bertumpang atau bersusun tiga Gambar 19. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid
ini juga digunakan oleh masyarakat untuk mengadakan akad nikah serta pengajian. Pada halaman masjid terdapat Tabuh larangan yang memiliki panjang
7.5 m dan tabuh kecil dengan panjang 4.25 m. Saat ini Masjid Agung Pondok Tinggi statusnya sudah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya BCB yang
diakui ditingkat nasional serta dilindungi dan dikelola oleh masyarakat dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala BP3 Jambi.
Pada Rumah Larik Enam Luhah juga terdapat masjid besar yaitu Masjid Raya Sungai Penuh Gambar 20. Tidak diketahui pasti sejarah mengenai Masjid
Raya ini. Namun, menurut masyarakat setempat masjid ini sudah berumur lebih dari 50 tahun. Berbeda dengan Masjid Agung Pondok Tinggi, masjid ini tidak
memiliki gaya arsitektur yang unik karena sudah terpengaruh gaya modern yaitu terbuat dari beton dan beratap kubah. Tetapi, menurut masyarakat dahulu pada
awal masa pembangunannya masjid ini juga menggunakan material kayu dalam konstruksinya. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa apakah masjid ini
memiliki gaya arsitektur tradisional yang unik seperti Masjid Agung Pondok Tinggi atau tidak. Meskipun demikian, masjid ini tetap memiliki fungsi penting
Sumber: Dok. Pribadi 2014
Gambar 19 Masjid Agung Pondok Tinggi