Jaringan Sirkulasi Penilaian Lanskap Budaya Rumah Larik di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi
38 lagi baik di Rumah Larik Enam Luhah, Pondok Tinggi, maupun Dusun Baru. Hal
ini disebabkan oleh faktor semakin berkembangnya permukiman yang menghapus batas parit sudut empat ini dan aktivitas masyarakat yang semakin meningkat
sehingga keberadaan parit dianggap dapat mengganggu kebebasan ruang untuk beraktivitas. Selain itu, area di sekitar permukiman Rumah Larik yang sudah
berubah dari ladang atau hutan menjadi area terbangun menyebabkan tidak adanya kekhawatiran lagi terhadap serangan binatang buas.
Selain batas fisik, pada lanskap budaya Rumah Larik juga terdapat batas alam yaitu sungai. Sungai menjadi batas wilayah dalam skala meso yaitu menjadi
batas antara luhah maupun dusun. Sungai Bungkal yang mengalir di tengah- tengah Kota Sungai Penuh ini dahulunya menjadi batas pemisah antara Dusun
Sungai Penuh yang berada di bagian Timur sungai dengan Dusun Empih, Dusun Bernik, dan Dusun Baru yang berada di bagian Barat sungai. Saat ini, Sungai
Bungkal menjadi batas pemisah antara Dusun Enam Luhah dengan Dusun Baru. Sungai ini dimanfaatkan secara bersama oleh masyarakat yang tinggal di dusun-
dusun tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, Sungai ini juga menjadi tanda atau pedoman untuk mengetahui daerah kekuasaan pemerintahan adat
Depati nan Bertujuh yaitu dari hulu hingga ke hilir Sungai Bungkal. Saat ini, kondisi sungai tidak seperti dahulu lagi yang masih sangat alami dan jauh dari
polusi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, daerah sempadan Sungai Bungkal sudah terokupasi oleh jalan dan permukiman penduduk serta alirannya menjadi
tempat pembuangan sampah oleh masyarakat sekitar. Namun, fungsi sungai sebagai sumber pengairan untuk lahan-lahan pertanian masyarakat masih berjalan
hingga saat ini. Sawah-sawah milik masyarakat adat yang berada di bagian hilir atau sebelah Utara dari Rumah Larik Enam Luhah dan Dusun Baru masih
memanfaatkan sungai ini untuk irigasi.
Batas wilayah secara makro didefinisikan sebagai batas yang membedakan atau memisahkan lanskap budaya Rumah Larik yang satu dengan yang lainnya.
Dalam kasus ini, lanskap budaya Rumah Larik di Kota Sungai Penuh yang terdiri atas Rumah Larik Enam Luhah, Pondok Tinggi, dan Dusun Baru tidak memiliki
batas yang jelas untuk digambarkan. Sama halnya dengan batas wilayah adat Depati nan Bertujuh, batas wilayah masing-masing lanskap budaya Rumah Larik
ini tidak memiliki batas secara adat yang jelas. Tidak ditemukan juga bukti-bukti melalui piagam maupun sejarah yang menjelaskan mengenai batas lanskap budaya
ini. Hal ini disebabkan karena masyarakat suku Kerinci terutama yang tinggal di dalam wilayah adat Depati nan Bertujuh menerapkan sistem genealogis teritorial
yaitu kekerabatan yang lebih erat daripada batas wilayah Alimin 14 Maret 2014, komunikasi pribadi. Masyarakat suku Kerinci merasa terikat satu sama lain
karena merasa masih dalam satu keturunan yang sama. Jika di suatu tempat atau area masih terdapat anggota masyarakatnya yang bermukim dan masih berasal
dari satu keturunan yang sama maka daerah tempat tinggalnya tersebut masih dianggap masuk ke dalam teritori atau wilayah adat mereka. Jika dilihat kondisi
saat ini, maka batas wilayah antara lanskap budaya Rumah Larik Enam Luhah, Pondok Tinggi, dan Dusun Baru akan saling overlap karena masyarakat dari
masing-masing dusun ini sudah menyebar dan menetap di berbagai penjuru. Namun, jika dilihat dari karakteristik awal dimana hanya terdapat permukiman
Rumah Larik yang menjadi tempat bermukim masyarakat maka yang menjadi batas wilayah dapat berupa ladang, sawah, sungai, dan hutan.
39