2.2 Perbanyakan Suweg
2.2.1 Perbanyakan konvensional
Perbanyakan suweg dapat dilakukan dari lima macam benih yaitu mata tunas pada kulit umbi, mata tunas utama dari umbi, umbi seutuhnya, anakan dari
umbi, dan tanaman muda suweg Pitojo 2007. Perbanyakan dari mata tunas umbi lebih mudah daripada bagian lainnya karena mudah penanganannya, mudah
dipindahkan tempatnya, mudah dikemas, dan relatif tidak memerlukan waktu lama untuk dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman. Perbanyakan
dari benih mengalami kendala karena benih mengalami masa dormansi pada periode 5-6 bulan dan benih tidak mudah didapatkan.
Tanah yang kompak diperlukan untuk pertumbuhan suweg dengan pengairan atau kadar air yang baik. Ukuran lubang tanam yang diperlukan yaitu
60 cm × 60 cm × 45 cm dengan didasar lubang diberi campuran tanah dan pupuk kandang Flach Rumawas 1996. Jarak tanam disesuaikan dengan jenis
perbanyakannya seperti untuk benih jarak tanam 10 cm dan umbi 35-90 cm. Suweg memerlukan naungan untuk hidup, jenis tanaman yang menaungi
diantaranya pinus, pisang, cokelat atau kopi.
2.2.2 Kultur jaringan
Kultur jaringan merupakan cara pemuliaan konvensional guna menghasilkan varietas-varietas baru melalui haploidisasi, penggabungan
protoplasma protoplasmatic fusion dan kejenteraan genetik genetic engineering Wattimena 1988. Kultur jaringan adalah istilah umum yang
ditujukan untuk budi daya secara in vitro terhadap berbagai bagian tumbuhan. Menurut Zulkarnain 2009 teknik kultur jaringan dikemukakan oleh Schwan dan
Schleiden dengan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat
otonom dan mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
Kultur jaringan dapat dilakukan pada setiap bagian tanaman termasuk pada kalus hasil kultur sebelumnya. Kultur kalus memerlukan suatu lingkungan yang
terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme Santoso Nursandi 2001. Kultur kalus memerlukan pH asam pada media tanam, pH awal
yang optimum antara 5.5-5.8 hal ini diperuntukan dalam morfogenesis kalus.
Adapun tujuan yang diperoleh dari kultur kalus menurut Santoso dan Nursandi 2001, yaitu:
1. Menjamin kesinambungan kerja kultur
2. Sebagai upaya konservasi penyedia bank plasma nutfah yang efisien
3. Memproduksi senyawa metabolit sekunder.
2.2.3 Manfaat kultur jaringan