menghindari pengaruh ion Al. Pada melastoma, gen-gen ini diduga tidak hanya berperan dalam mendetoksifikasi Al, tetapi juga menginduksi hormon
pertumbuhan. Watanabe dan Osaki 2003 menyatakan bahwa Al mampu menembus
jaringan endodermis dan masuk ke dalam pembuluh xilem dan ditimbun di dalam daun. Penelitian Mutiasari 2008 menunjukkan adanya akumulasi Al sebesar 8,81
mggr daun tua tanaman M. affine L. yang diberi cekaman 3,2 mM Al pada pH 4 selama 2 bulan. Akumulasi Al tersebut dapat ditemui pada jaringan mesofil daun
Mutiasari 2008. Penelitian lain yang dilakukan oleh Watanabe dan Osaki 2002 menyatakan bahwa akumulasi Al terjadi terutama pada bagian vakuola daun.
Selain itu juga terjadi akumulasi pada jaringan periderm sampai xilem pada akar dan pada jaringan korteks, xilem sekunder dan empulur batang Mutiasari 2008.
Didalam jaringan melastoma, Al ditemukan dalam bentuk Al monomerik, Al- oksalat, Al-oksalat
2
, dan Al-oksalat
3
Watanabe et al. 1998. Karena kemampuan Melastoma untuk mengakumulasi Al dalam jumlah yang tinggi,
maka melastoma dapat dijadikan sebagai tanaman model bagi ketahanan Al terutama bagi tanaman dikotil.
2.4 Real Time Polimerase Chain Reaction Real Time PCR
Kemampuan sel untuk tumbuh, melakukan aktifitas, dan pertahanan terhadap cekaman merupakan refleksi dari ekspresi gen. Oleh karena itu, tingkat
transkripsi dari gen spesifik dapat digunakan untuk mengetahui fungsi dari gen. Terdapat empat metode yang biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat
transkripsi yaitu northern blotting, in situ hybridization, Rnase protection assay, dan quantitatif reverse transcriptase. Dengan menggunakan analisis Northern,
bisa diketahui ukuran dari mRNA dan integritas RNA sampel. Rnase protection assay
memungkinkan untuk melakukan pemetaan daerah inisiasi pada transkripsi, daerah terminasi, batas ekson atau intron, dan membedakan mRNA yang memiliki
ukuran yang sama, yang akan ditampilkan sebagai satu pita pada analisis Northern. In situ hybridization
merupakan satu-satunya metode yang dapat digunakan untuk menunjukkan transkripsi lokal pada sel spesifik suatu jaringan.
Kekurangan dari ketiga metode tersebut adalah kurang akurat Bustin 2000.
Untuk mengetahui kuantitas ekspresi dari suatu gen, biasanya digunakan northern blotting
atau PCR biasa yang menggunakan produk akhir sebagai dasar perhitungan. Penggunaan northern blotting untuk mengetahui ekspresi gen
memerlukan jumlah RNA yang cukup banyak Hunt 2006. Selain itu, pengukuran kuantitas ekspresi suatu gen dengan menggunakan hasil akhir dari
proses PCR mempunyai kelemahan yaitu presisi yang kurang, tidak sensitif, resolusi rendah, tidak otomatis, diskriminasi hanya dari ukuran saja, hasil tidak
diekspresikan secara kuantitatif Applied Biosystem 2007. Pada proses PCR, terdapat tiga fase utama yaitu eksponensial, linier, dan
plateu datar Gambar 1. Pada fase eksponensial, terjadi penggandaan dari jumlah sesungguhnya DNA atau RNA yang digunakan sebagai cetakan, sehingga
perhitungan kuantitas DNA pada fase ini memiliki akurasi 100 . Pada fase linier sudah terjadi penggunaan bahan reaksi, reaksi penggandaan terjadi pelan dan
produk mulai terdegradasi. Dan saat plateu, tidak terjadi lagi proses penggandaan DNA dan pada saat ini juga terjadi degradasi DNA produk, oleh sebab itu deteksi
ekspresi gen berdasarkan hasil akhir PCR memiliki akuransi yang rendah Applied Biosystem 2007.
Gambar 1. Tiga fase utama pada proses PCR: 1 fase eksponensial dimana
terjadi penggandaan jumlah DNA cetakan yang sebenarnya, 2 fase linier dimana proses penggandaan cetakan mulai menurun, 3 fase
plateu dimana tidak terjadi lagi proses penggandaan cetakan dan DNA mulai terdegradasi. Deteksi untuk Real Time PCR terjadi pada
fase eksponensial, sedangkan deteksi pada PCR biasa terjadi pada fase plateu yang digambarkan dalam bentuk kurva linier A dan
kurva log B Applied Biosystem 2007
Real Time PCR adalah metode kuantifikasi PCR yang memungkinkan
untuk mengamati pertambahan amplikon selama proses amplifikasi. Pada Real Time PCR
, perhitungan amplikon dilakukan pada saat fase eksponensial Gambar 1. Sistem Real Time PCR menggunakan dasar pada deteksi dan kuantifikasi
fluorescence reporter . Signal akan meningkat sesuai dengan jumlah produk PCR
pada setiap siklus Dorak 2006. Ada dua macam fluorescence reporter yang biasanya digunakan dalam Real Time PCR, yaitu SYBR Green Gambar 2 dan
TaqMan Gambar 3. SYBR Green merupakan senyawa kimia yang akan mendeteksi semua utas ganda DNA, biasa digunakan untuk perhitungan kuantitas
DNA dengan tujuan yang tidak spesifik. Sedangkan TaqMan lebih spesifik daripada SYBR Green karena menggunakan TaqMan probe, yaitu probe yang
komplemen dengan utas DNA spesifik yang berada diantara primer forward dan primer reverse dan didesain sedemikian rupa sehingga bila probe tersebut rusak
akibat proses perpanjangan DNA pada proses PCR maka akan melepaskan energi yang dapat ditangkap oleh mesin Real Time PCR dengan dasar teknologi FRET
Fluorescent Resonance Energy Transfer. Teknologi FRET didasari oleh transfer Rn
SIKLUS eksponensial
Linier Plateu
eksponensial Linier
Plateu
A. B.
energi dari pelacak berenergi tinggi reporter dye yang diletakkan didekat pelacak berenergi rendah quencer dye, transfer energi tersebut akan terjadi bila
pelacak berenergi tinggi rusak Applied Biosystem 2007.
Gambar 2. Proses deteksi pada Real Time PCR dengan menggunakan SYBR Green. SYBR Green
akan terdeteksi bila terikat pada utas ganda DNA saat fase perpanjangan DNA extention Dorak 2006
Gambar 3. Proses deteksi pada Real Time PCR dengan menggunakan TaqMan. Deteksi akan terjadi bila TaqMan probe yang menempel diantara
primer forward dan primer reverse rusak selama fase perpanjangan DNA extention Dorak 2006
Fluorescence reporter akan meningkat sampai pada jumlah yang bisa
terdeteksi oleh Real Time PCR dan digambarkan dalam bentuk kurva amplifikasi Gambar 4. Kurva amplifikasi mengandung beberapa informasi penting:
1 threshold yaitu daerah deteksi yang terjadi pada saat jumlah fluorescence reporter
bisa dideteksi oleh mesin Real Time PCR, agar hasil perhitungan lebih akurat threshold berada pada fase eksponensial; 2 Cycle Threshold Ct yaitu
siklus pada proses PCR saat jumlah fluorescence reporter berpotongan dengan garis threshold yang ditetapkan untuk perhitungan pada Real Time PCR; 3 Rn
yaitu jumlah fluorescence reporter yang terdeteksi; dan 4 Cycle yaitu jumlah siklus yang digunakan dalam proses PCR Applied Biosystem 2007.
Gambar 4. Kurva amplifikasi pada Real Time PCR. Threshold adalah daerah deteksi yang digunakan dalam analisis. Cycle Threshold Ct adalah
siklus pada saat fluorescence reporter berpotongan dengan threshold
. Rn adalah jumlah fluorescence reporter yang terdeteksi selama proses PCR. Cycle adalah banyaknya siklus yang digunakan
dalam proses PCR Applied Biosystem 2007
Terdapat dua macam perhitungan yang bisa dilakukan dengan Real Time PCR
, yaitu 1 absolute quantitation yang digunakan untuk mengetahui jumlah molekul DNA yang tidak diketahui dengan menggunakan kurva standar yang
sudah diketahui jumlah molekul DNA-nya. 2 Relative quantitation yang digunakan untuk mengetahui jumlah molekul DNA yang tidak diketahui dengan
membandingkannya dengan sampel DNA yang lain yang digunakan sebagai pembanding Applied Biosystem 2004.
Relative quantitation banyak digunakan untuk mengetahui tingkat ekspresi
suatu gen pada suatu perlakuan dibandingkan dengan ekspresi gen yang sama pada perlakuan yang lain. Untuk mengetahui ekspresi suatu gen maka dibutuhkan
gen referensi sebagai pembanding internal endogenous control jumlah DNA agar tidak terjadi kesalahan interpretasi akibat jumlah sel yang berbeda. Gen
referensi adalah gen yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Gen referensi yang paling banyak digunakan adalah β-aktin dan Glyceraldehyde-3-phosphat-
dehydrogenase GAPDH Bustin 2000. Ada dua metode yang bisa digunakan untuk mengetahui tingkat ekspresi
gen dengan menggunakan relative quantitation, yaitu metode kurva standar relatif relative standard curve method dan metode comparative Ct comparative Ct
method ∆∆Ct. Metode kurva standar relatif menggunakan kurva standar relatif
yang akan digunakan untuk menghitung kuantitas sampel. Kurva standar yang digunakan dapat dibuat dari DNA apapun yang sudah diketahui kuantitasnya
dengan pengenceran berseri. Oleh karena itu metode ini membutuhkan tingkat akurasi yang tinggi dalam pemipetan sampel DNA yang akan digunakan untuk
kurva standar dan tidak membutuhkan validasi PCR sebelumnya. Namun metode ini membutuhkan lebih banyak bahan reaksi kimia dan membutuhkan banyak
tempat reaksi PCR. Selanjutnya kuantitas gen target dan gen referensi dapat diketahui dengan memasukkan nilai Ct gen target dan gen referensi ke dalam
kurva standar log ng DNA dibanding nilai Ct. Ekspresi gen target pada suatu perlakuan dilakukan dengan menormalisasi kuantitas gen target dengan gen
referensi dan membandingkan hasil normalisasi gen target pada perlakuan dengan hasil normalisasi gen target pada perlakuan kontrol kalibrator Applied
Biosystem 2004. Gen target yang dinormalisasi perlakuankalibrator
referensi gen
ng et
t gen
ng arg
= Ekspresi gen target pada perlakuan relatif terhadap kalibrator Relative
Quantification RQ
kalibrator pada
asi dinormalis
yang et
t gen
perlakuan pada
asi dinormalis
yang et
t gen
arg arg
=
Metode ∆∆Ct banyak digunakan untuk menghitung ekspresi gen dari sampel yang banyak. Karena tidak perlu menggunakan kurva standar, metode ini
lebih menghemat bahan reaksi PCR dan tidak membutuhkan akuransi dalam pemipetan. Dalam metode ∆∆Ct, dibutuhkan validitas efisiensi reaksi PCR yang
biasa dilakukan dengan merancang primer yang menghasilkan amplikon berukuran lebih kecil daripada 150 pb, dimana pada ukuran amplikon tersebut
maka efisiensi PCR yang terjadi adalah 100. Metode ∆∆Ct menggunakan rumus aritmatika 2
-∆∆CT
untuk mengetahui ekspresi gen target yang telah dinormalisasi gen referensi, dan relatif terhadap
kalibrator Relative QuantificationRQ. Rumus aritmatika tersebut diperoleh dari rumus eksponensial amplifikasi proses PCR yaitu:
X
n
= X0 x 1 + E
X Ct
= K dimana K= konstanta
1
Dimana : Xn = jumlah DNA pada siklus ke n X0 = jumlah DNA mula-mula
E
X
= efisiensi PCR Ct = adalah siklus yang diinginkan atau Cycle threshold
Bila gen target disimbolkan dengan X dan gen referensi disimbolkan dengan R, maka rumus tersebut diatas dapat digunakan untuk mencari K
X
maupun K
R
. Sehingga ekspresi gen X dinormalisasikan dengan gen referensi R, adalah
R X
CTR R
CTX X
T T
K K
E x
R E
x X
R X
= +
+ =
1 1
2 Nilai efisiensi gen X E
X
dan gen R E
R
sama, sehingga K
E x
R X
CTR CTX
= +
−
1 3
Nilai ekspresi suatu gen yang sesungguhnya adalah jumlah DNA awal yang digunakan sebagai cetakan, sehingga rumus 4 dapat diturunkan menjadi
X
N
= K x 1+E
-∆CT
4
Dimana : X
N
=
R X
∆CT = CTX-CTR
Dan untuk mengetahui ekspresi gen target X pada perlakuan relatif terhadap kalibrator, maka ekspresi gen X pada perlakuan X
NP
dibagi dengan ekspresi gen X pada kalibrator X
NK
CT CTK
CTP NK
NP
E E
x K
E x
K X
X
∆∆ −
∆ −
∆ −
+ =
+ +
= 1
1 1
5
Dimana : -∆∆CT = -∆CTP - ∆CTK
Bila amplikon yang dihasilkan berukuran kurang dari 150 pb, maka nilai effisiensi PCR adalah 100 yang nilainya sama dengan 1, sehingga jumlah gen X pada
suatu perlakuan yang telah dinormalisasi dengan gen referensi, dibandingkan dengan kalibrator adalah
2
-∆∆CT
6 Livak Schmittgen 2001
Real Time PCR sudah digunakan secara luas, yaitu untuk deteksi patogen,
kuantifikasi virus, kuantifikasi ekspresi gen, efisiensi terapi pada obat-obatan baru, dan memastikan kerusakan DNA Applied Biosystem 2007. Untuk ekspresi
gen metallothionein MT, beberapa peneliti juga menggunakan Real Time PCR antara lain van Hoof et al 2001 yang menggunakan metode ini untuk
mengetahui perbedaan ekspresi MT pada tanaman yang sensitif terhadap tembaga Cu dan tanaman yang toleran terhadap Cu yang ditumbuhkan pada konsentrasi
CuSO
4
0,1 M dan Moyle et al 2005 yang menggunakan kuantitatif Real Time PCR
untuk mengetahui ekspresi gen MT pada saat pematangan buah nanas.
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat