Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

25 Sunda yang merupakan perairan teritorial dengan kedalaman maksimal 70 meter. Kegiatan penangkapan terutama terpusat di pantai utara Jawa, padatnya penduduk di Pulau Jawa serta dekatnya dengan tempat pemasaran menjadi penyebab tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan ini. Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan Gambar 3 Pembagian wilayah perairan laut Indonesia menjadi 11 WPP. Keberhasilan motorisasi perikanan tradisionil yang didukung oleh peningkatan kemampuan tangkap dan daya jelajah perahu motor tempel di pesisir utara Pulau Jawa telah menyebabkan tidak jelasnya batas-batas daerah penangkapan antar konsentrasi desa-desa nelayan. Tumpang tindih daerah penangkapan tidak dapat dihindari mengingat beberapa alat tangkap yang dioperasikan dengan perahu motor tempel dan kapal GT 20 secara acak melakukan aktifitasnya tersebar di jalur I 0 sampai 3 mil laut, jalur II 3 sampai dengan 7 mil laut, dan jalur III 7 sampai dengan 12 mil laut. Perkembangan terkini menunjukkan bahwa perubahan dan peningkatan efisiensi teknik penangkapan yang dilakukan secara inovatif melalui modifikasi secara bertahap merupakan fenomena yang banyak ditemukan di perairan ini Nurhakim, 2007. Selanjutnya dinyatakan bahwa Alat tangkap yang dioperasikan di perairan Laut Jawa dapat dibagi menjadi 5 kategori yaitu, 1 pukat tarik arad dan cotok atau garuk; 2 pukat kantong cantrang dan payang; 3 pukat cincin purse seine; 26 4 Jaring insang jaring kejer, jaring rampus atau kletek, jaring insang tetap, dan trammel net; dan 5 perangkap bubu. WPP Laut Jawa bagian selatan, dari pulau Karimata ditarik garis ke perbatasan Kabupaten Situbondo dengan Banyuwangi, provinsi Jawa Timur. Batas selanjutnya mengikuti garis pantai utara Jawa sampai Kabupaten Serang, Jawa Barat Wirasantosa, 2007. Berdasarkan batas-batas dari WPP Laut Jawa maka perairan Selat Madura berada dalam WPP Laut Jawa di sisi selatan paling timur. Pembentukan WPP perlu diikuti dengan penetapan batas-batas, serta penetapan PropinsiKabupatenKota yang diperkirakan sebagai pusat pendaratan ikan hasil tangkap masing-masing wilayah pengelolaan.

2.5 Pengelolaan Sumberdaya

Perikanan Dahuri 1996 menyatakan bahwa meningkatnya kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut oleh berbagai pihak, mendorong adanya kompetisi di antara pelaku penangkapan dan industri perikanan tangkap. Kompetisi ini menyebabkan adanya konflik dan tumpang tindih perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan dari berbagai kegiatan sektoral, pemerintah daerah, masyarakat setempat dan swasta, disebabkan adanya perbedaan kepentingan masing-masing pihak yang merasa berhak atas suatu wilayah pesisir dan lautan. Konflik ini berakar dari masalah berikut: 1 Pihak yang berkepentingan cenderung menyusun rencana kerja secara sendiri-sendiri, dan perencanaan secara sektoral sering berbeda dengan kepentingan pemerintah daerah atau masyarakat setempat, terutama nelayan tradisional yang merupakan obyek dari perencanaan dan pengelolaan tersebut; 2 Belum ada pembagian wewenang dan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya laut; 3 Belum ada instansi tersendiri atau instansi koordinasi yang secara khusus menangani pengelolaan wilayah pesisir dan lautan; 4 Belum tersedianya data dan informasi mengenai sumberdaya wilayah lautan secara akurat; 5 Lemahnya kemampuan aparatur dan kelembagaan dalam mengelola sumberdaya lautan secara lestari; 6 Jumlah dan tingkat laju kegiatan pembangunan di kawasan pesisir dan lautan belum ditetapkan atas dasar 27 pertimbangan daya dukung lingkungan, dan kemungkinan timbulnya dampak negatif suatu sektor pembangunan terhadap sektor lainnya; 7 Pesatnya laju degradasi dan depresi sumberdaya laut, dimana 60 ekosistem telah punah; 8 Belum ada batas pengelolaan yang tegas dan jelas tentang kawasan wilayah pesisir yang menjadi kewenangan setiap propinsi dan juga batas antar negara. Kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang intinya merupakan komponen pengelolaan sumberdaya perikanan sebagai berikut : 1 Pengumpulan dan analisis data, meliputi seluruh variable atau komponen yang berkaitan dengan sumberdaya perikanan, meliputi data biologi, produksi dan penangkapan ikan, data sosial ekonomi nelayan dan aspek legal perikanan; 2 Penetapan cara-cara pemanfaatan sumberdaya perikanan, meliputi perizinan, waktu serta lokasi penangkapan ikan; 3 Penetapan alokasi penangkapan ikan berapa banyak ikan yang boleh ditangkap antar nelayan dalam satu kelompok, antara kelompok nelayan yang berbeda, antara nelayan lokal dengan nelayan pendatang dari tempat lain, atau antara nelayan yang berbeda alat tangkap dan metode penangkapan ikan; 4 Perlindungan terhadap sumberdaya ikan yang memang telah mengalami tekanan ekologis akibat penangkapan ikan atau kejadian-kejadian alam, perlindungan terhadap habitat ikan, serta perlindungan yang diarahkan untuk menjaga kualitas perairan supaya tetap dalam kondisi baik; 5 Penegakan hukum dan perundang-undangan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan, sekaligus merupakan umpan balik yang digunakan untuk meningkatkan kualitas hukum dan perundang-undangan; 6 Pengembangan dan perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dalam jangka panjang yang ditempuh melalui evaluasi terhadap program kerja jangka pendek atau yang saat ini sedang diimplementasikan. Pengambilan keputusan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi sumberdaya ikan itu sendiri maupun sumberdaya ikan beserta seluruh aspek yang berpengaruh atau dipengaruhi sumberdaya ikan tersebut. Vasconcellos 2003 menyatakan bahwa, ada tiga kriteria yang digunakan dalam pengelolaan ikan Sardine di Brazilia, yaitu tangkapan rata-rata, tangkapan yang bervariasi, dan kemungkinan pada stok pengalami penurunan drastis. Kriteria pengelolaan penangkapan ini dipilih karena memberikan gambaran tiga tujuan pengelolaan perikanan yaitu : 1 memaksimumkan hasil tangkapan,