Kadar Karbohidrat Sifat Kimia Proksimat

23 100 Sampel Berat 25 , 6 14 NaOH titar y x z Kasar Protein d. Kadar Lemak Penentuan kadar lemak dapat dilakukan dengan metode sochlet. pertama- tama sebuah labu lemak dengan beberapa butir batu didih di dalamnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 – 110 °C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang sebagai x gram. Sampel ditimbang kira-kira 1 gram dan dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Selongsong kemudian dimasukkan dalam alat FATEX S dan ditambahkan larutan petroleum Ether sebagai larutan pengekstrak. Suhu diatur pada alat FATEX S pada suhu 60 °C dan waktu 25 menit. Proses ekstraksi dilakukan sampai alat berbunyi, kemudian larutan petroleum ether diturunkan bersama lemak yang telah larut dan dilakukan proses evaporasi dengan mengubah suhu pada 105 °C sampai alat FATEX Z berbunyi. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali proses ekstraksi dan evaporasi. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C selama 1 jam. Setelah itu didinginkan di dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang sebagai berat b gram. Penentuan kadar lemak kasar adalah: 100 x b x a Kasar Lemak

e. Kadar Karbohidrat

Penentuan karbohidrat dilakukan secara by different dihitung sebagai selisih 100 dikurangi kadar air, abu, protein, dan lemak. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan pada penelitian yang dilakukan adalah perbedaan genotipe gen calpastatin. Perlakuan terdiri atas dua macam genotipe yaitu MM dan MN dengan ulangan sebanyak lima dan empat kali. Data hasil penelitian diuji dengan menggunakan uji Tukey. Gasper 1994 menyatakan model uji Tukey adalah sebagai berikut : 24 Keterangan : t = nilai uji Tukey X i = rataan taraf ke-i X j = rataan taraf ke-j n i = jumlah sampel taraf ke-i n j = jumlah sampel taraf ke-j S i = ragam taraf ke-i S j = ragam taraf ke-j 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil, Laboratorium IPT Ruminansia Besar, dan Laboratorium Ilmu dan Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang berlokasi di kecamatan Darmaga. Penelitian dilakukan di kandang penggemukan yang terdiri atas tiga blok dengan kapasitas tampung 15 ekor per blok untuk ternak besar. Kandang individu yang digunakan untuk penelitian terletak di bagian pinggir kanan kandang dari pintu utama kandang. Tipe kandang yang digunakan merupakan tipe dinding tertutup dan tipe atap gravitasi gable type. Satu kandang individu diisi dengan dua ekor ternak karena ukuran ternak tidak terlalu besar dan untuk memudahkan dalam pemberian pakan. a b Gambar 5 : a Kandang Domba Penelitian, b Domba Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Unit Penelitian, Pendidikan, dan Pengembangan Jonggol UP3J dengan jenis domba ekor tipis sebanyak sembilan ekor. Pakan yang diberikan selama empat bulan pertama periode pemeliharaan adalah rumput Brachiaria humidicola dan kulit ubi jalar. Namun pertambahan bobot badan PBB domba hanya sedikit sekali, jadi pada 3 bulan terkahir masa pemeliharaan dilakukan pergantian pakan dari kulit ubi jalar ke konsentrat. Hal ini dimaksudkan agar pertambahan bobot badan PBB domba dapat maksimal karena kandungan protein dari konsentrat lebih tinggi daripada kulit ubi 26 jalar. Namun hasil pengukuran pertambahan bobot badan PBB yang dihasilkan selama tujuh bulan pemeliharaan hanya sebesar 1,33±0,05 kg bobot awal domba adalah 20.08±2.30 kg dan bobot akhir 21.41±2.35 kg Satriawan, 2011. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pakan yang diberikan hanya dapat mencukupi kebutuhan hidup pokoknya saja, sehingga cadangan energi yang seharusnya tersimpan dalam daging dan lemak menjadi tidak optimal. Faktor lain juga bisa menjadi penyebab tidak optimalnya pertambahan bobot badan PBB domba, yaitu tidak diberikannya pakan yang cukup oleh petugas kandang yang diberi tugas untuk member pakan ke domba penelitian. Pada Tabel 2 dapat dilihat kandungan nutrisi dari rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar, dan konsentrat. Tabel 2. Kandungan Nutrisi Rumput Brachiaria Humidicola, Umbi Ubi Jalar dan Konsentrat Pakan BK PK SK LK abu BETN TDN B. humidicola 1 100 8,94 27,28 2,34 7,65 53,79 43,88 Kulit ubi jalar 2 100 1,65 24,28 0,4 - - - Konsentrat 3 100 16 - 17 14 - 15 6 - 7 - - 60 - 65 Keterangan: 1 Alwi, 2009 dalam persen BK 2 Kotecha dan Kadam, 1998 dalam persen BK 3 Tillman et al., 1991 dalam persen BK PK = Protein Kasar TDN = Total Digestible Nutrient SK = Serat Kasar Ca = Calcium LK = Lemak Kasar BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Gangguan kesehatan yang terjadi selama penelitian adalah penyakit cacingan. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, penyakit cacingan ditandai dengan nafsu makan yang normal tetapi tidak diikuti dengan pertambahan bobot badan. Hal ini dimungkinkan penyebabnya adalah pemberian rumput yang masih basah dan diduga terdapat larva cacing yang ikut masuk ke dalam saluran pencernaan. Pengobatan dilakukan dengan pemberian obat cacing merk Apridazol yang berbentuk cair. Pemberian dilakukan melalui mulut domba dengan menggunakan suntikan. Selain itu, ternak juga diberikan vitamin B kompleks yang diberikan dengan cara dicampurkan ke dalam air minum. Sifat Fisik Daging Faktor yang ikut menentukan kelezatan dan daya terima daging yang dikonsumsi antara lain adalah pH daging, daya ikat air oleh protein daging DMA, 27 keempukan, bau, dan kadar jus atau cairan daging. Dalam penelitian yang telah dilakukan, sifat fisik yang diteliti adalah daya mengikat air DMA, keempukan, pH, dan susut masak. Hasil rataan sifat fisik domba penelitian yang telah diolah dengan uji Tukey dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Hasil Sifat Fisik Domba Penelitian Peubah Genotipe Rata-rata MM MN pH 5,444 ± 0,153 5,471 ± 0,145 5,4575 ± 0,149 DMA 40 ± 5,28 37 ± 2,23 38,5 ± 3,755 Keempukan kgcm 2 2,642 ± 0,625 3,210 ± 0,7 2,926 ± 0,6625 Susut Masak 46,10 ± 3,49 45,49 ± 3,87 45,795 ± 3,68 Hasil rataan sifat fisik domba penelitian yang diperoleh dengan uji Tukey adalah tidak berbeda pada pH, DMA, keempukan, dan susut masak. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe MM dan MN tidak menunjukkan penampakan yang berbeda. Genotipe MM adalah gen calpastatin yang bisa terpotong sempurna oleh enzim Msp1 menjadi dua fragmen dengan ukuran 336 dan 286 panjang basa pb. Genotipe MN adalah gen calpastatin yang ditunjukkan dengan tiga fragmen yaitu 622, 336, dan 286 panjang basa pb, sedangkan genotipe NN ditunjukkan dengan satu pita fragmen berukuran 622 panjang basa pb Sumantri et al., 2008. Gen calpastatin domba lokal bersifat polimorfik pada semua populasi domba lokal, kecuali domba Rote. Tipe genotipe calpastatin pada domba Rote semuanya adalah NN atau monomorfik. Rataan hasil uji fisik domba penelitian pada daya mengikat air tidak berbeda dengan hasil penelitian dari Sarjito 2010 37,52±1,33, yaitu 38,5 ± 3,755. Daging dengan DMA lebih tinggi mempunyai kualitas relatif lebih baik dibandingkan dengan DMA yang rendah. Tingginya DMA pada daging menyebabkan keempukan daging meningkat dan menurunkan susut masak daging, sehingga kehilangan nutrisi lebih rendah Arnim, 1996. Daya Mengikat air sangat dipengaruhi oleh pH daging. Menurut Soeparno 2005, apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging 5,0 - 5,1 maka nilai DMA daging akan tinggi. 28 Menuurt Soeparno 2005, pH ultimat adalah pH yang tercapai setelah glikogen menjadi habis atau setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada pH rendah atau setelah glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan-serangan enzim glikolitik. Perubahan pH daging akan mempengaruhi daya mengikat air DMA, kesan jus, keempukan, warna, dan susut masak daging. Forrest et al., 2001 menyatakan laju penurunan pH daging secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1 Nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai berkisar 5,6 – 5,7 dalam waktu 6 – 8 jam setelah pemotongan dan mencapai pH akhir umumnya setelah 24 jam pemotongan sekitar 5,3 – 5,7. Pola pH ini adalah normal. 2 Nilai pH menuurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan tetap relatif tinggi, serta mencapai pH akhir sekitar 6,5 – 6,8. Sifat daging yang dihasilkan gelap dark, keras firm, dan kering dry, sehingga disebut daging DFD. 3 Nilai pH menurun relatif cepat sampai berkisar 5,4 – 5,5 pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5,4 – 5,6. Sifat daging yang dihasilkan pucat pale, lembek soft, dan berair exudative, sehingga disebut daging PSE. Rataan hasil uji fisik pada pH terdapat perbedaan, yaitu hasil dari Sarjito 2010 adalah 5,99±0,11 dan hasil penelitian 5,4575±0,149. Nilai pH yang diperoleh pada hasil penelitian masuk ke dalam pH normal. Sedangkan hasil dari Sarjito 2010 sedikit di atas normal. Rataan hasil uji fisik pada keempukan berbeda dengan hasil dari penelitian Sarjito 2010, yaitu 5,44±0,28. Aberle et al., 1981 menyatakan bahwa pengaturan ransum sebelum ternak dipotong mempengaruhi secara langsung variasi sifat urat daging setelah pemotongan. Ternak-ternak yang digemukkan dalam kandang akan menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan ternak yang digembalakan. Hasil penelitian Duldjaman 1989 menunjukkan bahwa domba lokal yang diberi pakan tambahan ampas tahu menghasilkan daging yang lebih empuk daripada domba yang diberi rumput. Nilai shear force otot Longisimus Dorsi domba yang diberi pakan tambahan ampas tahu adalah 2,48 sedangkan domba yang diberi pakan rumput adalah 3,83. Kriteria keempukan menurut Suryati et al., 2008 berdasarkan panelis yang terlatih menyebutkan bahwa daging sangat empuk memiliki daya putus WB Warner Blatzler 3,30 kgcm 2 , daging empuk 3,30 - 5 kgcm 2 , daging agak empuk 5 - 6,71 29 kgcm 2 , daging agak a lot 6,71 - 8,42 kgcm 2 , daging alot 8,42 - 10,12 kgcm 2 , dan daging sangat alot 10,12 kgcm 2 . Jika melihat batasan-batasannya, maka hasil penelitian menunjukkan daging domba sangat empuk dengan nilai keempukan 2,926±0,6625. Hasil dari Sarjito 2010 adalah 5,44±0,28 dan jika melihat batasan- batasannya maka daging domba penelitian Sarjito termasuk dalam daging agak empuk. Rataan hasil uji fisik pada susut masak adalah 45,79533 ±3,68, sedangkan hasil dari Sarjito 2010 adalah 31,8633 ±0,28. Nilai susut masak yang tinggi mencerminkan jumlah air yang hilang dari daging selama proses perebusan. Menurut Ranken 2000, proses pemanasan dengan suhu 50 - 60°C dapat menyebabkan kehilangan air sampai 80 dan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi akan mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi juga. Widiati et al. 2002 menambahkan bahwa pengeluaran cairan daging disebabkan terjadinya pengerutan otot Selama proses pemasakan dan pemanasan. Pengerutan otot yang terjadi selama proses pemanasan inilah yang mengakibatkan nilai putus Warner Blatzler WB semakin tinggi, yang berarti daging semakin alot dan semakin banyak gaya yang diperlukan untuk memutus serabut daging. Berdasarkan Widiati et al. 2002, dengan susut masak yang lebih besar seharusnya nilai putus WB hasil penelitian lebih besar dibandingkan dengan hasil dari Sarjito 2010 dengan susut masak yang lebih kecil. Hal yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan hasil adalah perbedaan otot yang digunakan sebagai sampel pengujian, dimana Sarjito 2010 menggunakan otot longisimus dorsi LD sedangkan pada penelitian menggunakan otot biceps femoris BF. Sifat Kimia Daging Sifat kimia adalah sifat yang terkandung dalam daging dan untuk mengetahuinya perlu dilakukan pengujian di laboratorium. Pengujian ini berbeda- beda tergantung kandungan apa yang ingin diketahui. Dalam penelitian dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat. Hasil rataan sifat kimia domba penelitian yang telah diolah dengan uji Tukey dapat dilihat pada Tabel 4. 30 Tabel 4. Rataan Hasil Sifat Kimia Domba Penelitian Peubah Genotipe Rata-rata MM MN Kadar Air 73,33 ± 7,36 78,08 ± 0,778 75,705 ± 4,069 Protein 24,09 ± 7,55 17,53 ± 1,17 20,81 ± 4,36 Lemak 1,260 ± 0.943 0,80 ± 0,763 1,03 ± 0,853 Abu 1,010 ± 0,142 0,905 ± 0,182 0,9575 ± 0,162 Karbohidrat 0,714 ± 0,412 2,68 ± 1,45 1,697 ± 0,931 Sumber : Lab. Ilmu dan Nutrisi Ternak Hasil rataan sifat kimia domba penelitian yang diperoleh dengan uji Tukey adalah tidak berbeda pada kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat. Air merupakan bahan penting untuk kehidupan manusia. Selain itu, air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampilan, tekstur, dan citarasa dari makanan yang kita makan. Kadar air dalam makanan juga ikut menentukan daya terima konsumen, kesegaran, dan daya tahan dari suatu bahan pangan Winarno, 1997. Kandungan air dalam bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan water activity Winarno, 1995. Rataan hasil uji kimia pada kadar air adalah 75,705± 4,069, sedangkan pada hasil penelitian Astuti 2006 adalah 64,38. Hasil yang diperoleh pada penelitian tidak berbeda dengan hasil menurut Fennema 1985, yaitu 73. Protein merupakan bahan pembentuk jaringan dan juga mempertahankan jaringan tubuh yang telah ada. Protein juga dapat digunakan sebagai penghasil energi apabila kebutuhan energi tubuh belum terpenuhi oleh karohidrat dan lemak. Kekurangan protein dalam jangka panjang dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh yang menyebabkan penyakit Nasoetion, 1995. Rataan hasil uji kimia pada kadar protein adalah 20,81±4,36, sedangkan hasil dari Astuti 2006 adalah 21,29. Kedua hasil tersebut tidak berbeda dengan hasil menurut Fennema 1985 yang menyatakan kadar protein daging domba adalah 20. Lemak merupakan zat gizi yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak merupakan sumber energi yang efisien karena menghasilkan kalori 31 lebih tinggi dibanding protein dan karbohidrat. Selain itu, lemak juga berfungsi untuk memberi rasa gurih, pelarut vitamin A, D, E, dan K serta memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan. Lemak merupakan senyawa yang terbentuk dari asam lemak dan gliserol yang tersusun oleh unsur C, H, dan O Nasoetion, 1995. Lemak dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi bagi sel, sedangkan lemak di dalam bahan pangan merupakan unsur pokok yang mampu meningkatkan keempukan pangan, memperbaiki tekstur, dan citarasa dalam pangan Aberle et al., 2001. Rataan hasil uji kimia pada kadar lemak adalah 1,03±0,853, sedangkan hasil dari Astuti 2006 adalah 9,27. Hasil yang diperoleh Astuti 2006 lebih tinggi dibandingkan hasil dari Fennema 1985. Kadar lemak dalam daging juga berbanding lurus dengan umur. Artinya semakin tua ternak domba maka kadar lemaknya dapat diperkirakan lebih tinggi dan apabila umurnya lebih rendah maka kadar lemaknya juga diperkirakan lebih rendah. Hasil yang diperoleh pada penelitian sangat kecil apabila dibandingkan dengan hasil yang dinyatakan Fennema 1985, yaitu 5 – 6. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan pada penelitian adalah otot yang telah dipisahkan dari lemak intermuscular atau lemak yang memisahkan satu otot dengan otot yang lain. Lemak yang terkandung dalam sampel penelitian hanya lemak intramuscular atau lemak dalam daging yang biasa disebut marbling. Kadar abu dalam daging pada umumnya terdiri atas kalsium, fosfor, sulfur, sodium, klorin, magnesium, dan besi Price dan Schweigert, 1971. Kadar abu dalam daging umumnya bervariasi yang dipengaruhi oleh kandungan protein dan lemak Aberle et al., 2001. Rataan hasil uji kimia pada kadar abu adalah 0,9575±0,162, sedangkan hasil dari Astuti 2006 adalah 1,81. Fennema 1985 menyatakan bahwa kadar abu pada domba adalah 1,6. Hasil dari penelitian lebih rendah dibandingkan dengan hasil Fennema 1985 dan hasil dari Astuti 2006 lebih tinggi dari hasil Fennema 1985. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hampir seluruh penduduk dunia. Karbohidrat terdiri dari unsur-unsur C, H, dan O yang pada umumnya mempunyai rumus kimia CnH 2 On. Kurang lebih 80 energi yang diperoleh tubuh menusia berasal dari karbohidrat Nasoetion et al., 1995. Karbohidrat pada daging umumnya terdapat dalam bentuk glikogen dengan jumlah yang sangat kecil dan biasanya terdiri dari kompleks polisakarida serta banyak diantaranya yang berkaitan 32 dengan protein Price dan Schweigert, 1971. Rataan hasil uji kimia pada karbohidrat adalah 1.697±0.931, sedangkan hasil dari Astuti 2006 adalah 3,25. Fennema 1985 menyatakan bahwa kadar karbohidrat domba adalah 0,4. Hasil penelitian dan Astuti 2006 lebih besar dibandingkan hasil Fennema 1985. Menurut Soeparno 2005, kadar karbohidrat pada domba adalah 1. 33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sifat fisik dan kimia daging domba lokal asal Unit Pendidikan dan Penelitian Jonggol UP3J pada genotipe calpastatin MM dan MN adalah tidak berbeda. Rataan nilai hasil uji pH adalah 5,4575±0,149, daya mengikat air 38,5±3,755, keempukan 2,926±0,6625, dan susut masak 45,795±3,68. Rataan nilai hasil uji kadar air adalah 75,705±4,069, protein 20,81±4,36, lemak 1,03±0,853, abu 0,9575±0,162, dan karbohidrat 1,697±0,931. Saran Penelitian mengenai gen calpastatin ini perlu dilakukan lebih lanjut dengan menggunakan domba dengan umur yang berbeda sehingga pengaruh gen calpastatin akan terlihat. Kandungan nutrisi dari pakan yang diberikan juga harus lebih diperhatikan agar sesuai dengan kebutuhan nutrisi domba sehingga ekspresi gen calpastatin yang dihasilkan juga menjadi optimal. 34 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas semua limpahan kasih sayang dan anugerah yang telah tercurahkan dalam setiap desiran nafas yang dihembuskan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap selalu dijunjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulallah akhirulzaman. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan Ayah penulis Ibu Julaeha dan Bapak Suhari yang selalu memberi dukungan , do’a, motivasi, dan materi, serta kakak penulis Yanti yang selalu mengingatkan agar tetap semangat dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada ayah dah ibu penulis karena terlalu lama dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Sri Rahayu, M.Si sebagai pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc sebagai pembimbing anggota. Terima kasih atas perhatian, bimbingan, nasehat, dan kesabaran yang diberikan selama penyusunan proposal, seminar, penelitian, hingga penyelesaian penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Ujian Lisan yaitu Muhammad Baihaqi, S.Pt.M.Sc dari departemen IPTP, Ir. Lilis Khotijah, M.S dari departemen INTP, dan Zakiah Wulandari, S.TP.M.Si sebagai panitia ujian siding. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada rekan-rekan satu penelitian, Wida Satriawan, Bapak Ihsan dan Bapak Bramada. Teman-teman IPTP 43, semoga Allah SWT meridhoi pertemuan dan perpisahan kita. Selanjutnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini, semoga dicatat sebagai amal baik di sisi Allah SWT, amin. Terakhir terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan pada Amelia Puspita Anggraeni yang senantiasa mengingatkan, memberi semangat, dan mendo ’akan penulis, sehingga dapat mendorong semangat penulis untuk menyelesaikan skripsinya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Terimakasih. Bogor, Januari 2012 Penulis 35 DAFTAR PUSTAKA Aberle, E. D., J. C. Forrest, D. E. Gerrad, E. W. Mills, H. B. Hendrick, M. D. Judge R. A. Merkel. 2001. Principles of Meat Science. 4 th Ed. KendallHunt Publishing Company, Iowa. Alwi, M. 2009. Bobot potong, bobot karkas dan non karkas domba ekor tipis jantan pada berbagai level penambahan kulit singkong dalam ransum. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arnim. 1996. Daging : sifat fisik, komposisi kimia dan kualitas. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. 2: 48 – 53. Blakely, J. D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Bouton, P. E., P. V. Harris., W. R. Shorthose, R. I. Baxter. 1978. A comparison of a effects of aging, conditioning and skeletal restraint on the tenderness of mutton. J. Food Sci. 38: 932 - 937. Chung, H. Y., M. E. Davis, H. C. Hines, D. M. Wulf. 1999. Effect of the calpain proteolysis and calpain genotype on meat tenderness of Angus bulls. J. Anim. Sci. 77: 31 - 38. Devendra, C. G. B. McLeroy. 1982. Sheep Breeds. In: C. Devendra dan G. B. McLeroy Eds. Goat and Sheep Production in the Tropic. ELBS Longman Group Ltd., London. Devendra, C. M. Burns. 1994. Produksi Kambing didaerah Tropis. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Dewan Standarisasi Indonesia. 1995. Daging SapiKerbau SNI 01-3947. Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Populasi ternak domba x1000 ekor 2005 – 2010. http:www.ditjennak .go.id [22 Januari 2012]. Duldjaman, M. 1989. Pengaruh suplemen ampas tahu dalam pakan hijauan terhadap mutu karkas dan daging domba jantan. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. 2 nd edition. Marcell Dekker Inc, New York. Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. 4 th Ed. Terjemahan: B. Srigandono dan Koen Praseno. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gaili, E. S. E. O. Mahgoub, 1983. Sex differences in body composition of Sudan. Desert Sheep. Wld. Rev Anim. Prod. 17: 27 - 30. Gaman, P. M. K. B. Sherrington. 1981. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Terjemahan Gardjito, S. Naruki, A. Murdiati, dan Sarjono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gasper, V. 1994. Metode Rancangan Percobaan. CV Armico, Bandung. Gatenby, R. M. 1991. Sheep. The Tropical Agriculturalist. Mc Millan Education Ltd., London. 36 Goll, D. E., V. F. Thompson, R. G. Taylor, J. A. Christiansen. 1992. Role of the calpain system in muscle growth. Biochimie. 74: 225 - 237. Hediger, R., H. A. Ansari, G. F. Stranzinger. 1991. Chromosome banding and gene localizations support extensive conservation of chromosome structure between cattle and sheep. Cytogenet. Cell Genet. 57: 127 - 134. Hossner, K. L. 2005. Hormonal Regulation of Farm Animal Growth. http:www.cabi-publishing.org [27 Januari 2010]. Kappes, S. M., J. W. Keele, R. T. Stone, T. S. Sonstegard, T. P. L. Smith, R. A. Mcgraw, N. L. Lopezcorrales, C. W.Beattie. 1997. A second-generation linkage map of the bovine genome. Genome Res. 7:235 - 249. Killefer, J. M. Koohmaraie. 1993. Restriction fragment length polymorphisms of the bovine calpastatin gene. J. Anim. Sci. 71:2277 - 2284. Koohmaraie, M., S. D. Shackelford, T. L. Wheeler, S. M. Lonergan, M. E. doumit. 1995. A muscle hypertrophy condition in lamb callipyge : characterization of effect on muscle growth and meat quality traits. J. Anim. Sci. 73: 3596 – 3607. Kotecha, P.M., S.S. Kadam. 1998. Sweet Potato, in Handbook of Vegetable Science and Technology. Marcell Dekker Inc, New York. Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Lonergan, S. M., C. W. Ernst, M. D. Bishop, C. R. Calkins, M. Koohmaraie. 1995. Relationship of restriction fragment length polymorphisms at the bovine calpaststin locus to calpastatin activity and meat tenderness. J. Anim. Sci. 73: 3608 - 3612. Margawati, E. T. 2005. Pemetaan quantitative traits loci QTL sifat pertumbuhan pada populasi domba silang balik ekor tipis dan merino. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mason, I. L. 1980. Prolific Trophical Sheep. Food and Agriculture Organization of The United Nation, Roma. Morgan, J. B., T. L.Wheeler, M. Koohmaraie, J. W. Savell, J. D. Crouse. 1993. Meat tenderness and the calpain proteolytic system in the longissimus muscle of young bulls and steers. J. Anim. Sci. 71: 1471 - 1476. Nasoetion, A., H. Riyadi, E. S. Mudjajanto. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta. Palmer, B. R., N. Roberts, J. G. H. Hickford, R. Bickerstaffe. 1998. Rapid communication : PCR- RFLP for Msp1 and Nco1 in the ovine calpastatin gene. J. Anim. Sci. 76: 1499 - 1500. Permana, A. S. 2003. Pengaruh infeksi cacing kawat Haemoncus contortus terhadap pertumbuhan domba ekor tipis, domba merino, dan persilangannya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 37 Price, J. F. B. S. Schweigert. 1971. The Science of Meat and Meat Products 3 rd Edition. W. H. Freeman and Company, San Fransisco. Ramada, A. S., 2009. Daging Kambing atau Daging Domba?. http:www.saung- domba.comartikel-domba-garut101-daging-kambing-atau-daging-domba . [9 –Desember 2011]. Ranken, M. D. 2000. Handbook and Meat Product Technology. Blackwell Science Ltd., Oxford. Raynaud, P., Chantal Jayat-Vignoles, Marie-Pierre Laforet, H. Leveziel, V. Mararger. 2005. Four promoters direct expression of the calpastatin gene. Archives of Biochemistry and Biophysics. 437: 117 – 122. Rismaniah, I., Amsar, Soebadi, Priyono, 1989. Studi Karkas Murni Kambing Lokal. Prosiding Penelitian Ruminansia Kecil. Ciawi, Bogor. Salim, R., 1988. Pengaruh pemberian ampas tahu terhadap potongan karkas komersial domba jantan lokal lepas sapih. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sarjito. 2009. Sifat fisik daging sapi, kerbau, dan domba pada lama postmortem yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Satriawan, W. 2011. Bobot karkas, non karkas, potongan komersial karkas, dan komponen karkas domba ekor tipis jantan pada genotipe gen calpastatin yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sitorus, P. Subandriyo, 1982. Penampilan Domba Ekor Gemuk dan Turunan Silangnya dengan Pejantan Peranakan Suffolk dan Peranakan Dormon. Proceedings Seminar Penelitian Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Subandriyo A. Djajanegara. 1996. Potensi produktivitas ternak domba di Indonesia. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian Bogor, Bogor. Sudarmadji, S., H. Bambang, Sukardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dalam Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Sumantri, C., A. Einstiana, J.F. Salamena, I. Inounu. 2007. Keragaman dan hubungan phylogenik antar domba lokal di indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV. 12: 42 - 54. Sumantri, C., R. Diyono, A. Farajallah, I. Inounu. 2008. Polimorfisme gen calpastatin CAST-Msp1 dan pengaruhnya terhadap bobot hidup domba lokal. JITV 13: 117 - 126. Suryati , T., I. I. Arief, B. N. Polii. 2008. Korelasi dan kategori keempukan daging berdasarkan hasil pengujian menggunakan alat dan panelis. Rev. Anim. Prod. 10: 188 – 193. Syarief, R. A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Pangan untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. 38 Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo. 1991. Konsentrat. http:ilmuternakkita.blogspot.com2010- 01konsentrat.html . [18 Januari 2012]. USDA United States Department of Agriculture. 2007. USDA National Nutrient Database for Standard Reference. http:www.elkusa.comGoat_meat_- nutrition.html . [8 Desember 2011]. Widiati, A. S., H. Purnomo, A. Luxiawan. 2002. Kualitas empal daging sapi ditinjau dari kadar protein, aktifitas air, dan mutu organoleptik pada sistem pemasakan dan lama perebusan yang berbeda. Jurnal Mitra Akademika 10: 28 – 29. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta. Yufdy, M. P. 2006. Keragaman produksi beberapa varietas ubi jalar pada dataran tinggi Kara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatra Utara, Medan. 39 LAMPIRAN 40

1. Hasil Uji Tukey Kualitas Fisik Daging dengan Minitab 14