Industri RT 3,960,000
0.30 40,000
0.30 833
Jasa 58,920,000
4.43 595,152
4.43 12,399
Kiriman 6,000,000
0.45 60,606
0.45 1,263
UpahGaji 247,494,000
18.61 2,499,939
18.61 52,082
Ternak 3,900,000
0.29 39,394
0.29 821
Lain-lain 6,000,000
0.45 60,606
0.45 1,263
TOTAL 1,330,028,750
100 13,434,634
100 279,762
5.4. Persepsi Responden
Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  responden  menyadari  bahwa  sungai memiliki banyak arti penting di dalam kehidupan mereka. Hal tersebut tergambar
melalui  jawaban  yang  beragam  yang  disampaikan.  Sebanyak  68  responden berpendapat  bahwa  peran  penting  sungai  bagi  kehidupan  mereka  adalah  untuk
pengairan bagi pertanian kentang mereka Gambar 16. Hal ini disebabkan karena tanaman kentang sangat bergantung kepada pasokan air sepanjang tahun, terutama
pada  saat  musim  kemaraukering.  Sebanyak  14  berpendapat  bahwa  air  sungai juga  dapat  digunakan  sebagai  campuran  untuk  pestisida  yang  mereka  gunakan
sedangkan hanya 10 responden yang berpendapat bahwa air sungai bermanfaat untuk  pemenuhan  kebutuhan  rumah  tangga  mereka  sehari-hari.  Hanya  sebagian
kecil  responden  7  yang  beranggapan  bahwa  sungai  merupakan  tempat pembuatan  berbagai  sampah  dari  kehidupan  mereka.  Hal  ini  perlu  mendapat
perhatian  serius  agar  pemahaman-pemahaman  seperti  ini  tidak  muncul  secara lebih luas di kalangan masyarakat Desa Igir Mranak.
Gambar 16. Peran penting sungai menurut responden
Masyarakat  menyadari  bahwa  lingkungan  mereka  saat  ini  sudah mengalami  penurunan  kualitas  apabila  dibandingkan  dengan  satu  dekade  yang
lalu. Hal tersebut ditunjukkan dengan data yang menggambarkan bahwa sebanyak 77  responden  berpendapat  demikian.  Beberapa  bentuk  kerusakan  alam  yang
paling  banyak  disampaikan  oleh  responden  selama  penelitian  adalah  longsor, banjir,  erosi,  perubahan  profil  sungai,  panen  menurun  serta  kualitas  tanah  yang
semakin rendah. Sedangkan sisanya sebanyak 20 responden berpendapat bahwa kondisi lingkungan mereka saat ini lebih baik dibandingkan dengan kondisi pada
beberapa tahun yang lalu Gambar 17a. Berbagai  pendapat  dari  reponden  menyebutkan  bahwa  penyebab
kerusakan  tersebut  bersumber  dari  manusia  dan  kondisi  alam  itu  sendiri.  Hal  ini ditunjukkan  dengan  jumlah  jawaban  sebesar  60  Gambar  17b.  Sementara  itu,
sebagian  responden  berpendapat  bahwa  penyebab  kerusakan  yang  terjadi  murni semata-mata  adalah  karena  ulah  manusia  saja  18  dan  murni  karena  kondisi
alamtopografi  18.  Beberapa  bentuk  dan  contoh  kerusakan  yang  ditimbulkan oleh  manusia  diantaranya  adalah  penebangan  hutan  secara  tidak  terkendali,
penggunaan  bahan  kimia  yang  berlebihan  serta  pola  pengolahan  lahan  pertanian yang  cenderung  tidak  mengikuti  kaidah  konservasi  yang  baik  dan  benar.
Sedangkan  kerusakan  yang  disebabkan  karena  alam  digambar  dengan  contoh tingginya curah hujan dan topografi yang curam yang dianggap sebagai penyebab
utama terjadi kerusakan lingkungan seperti banjir dan longsor.
a
b c
Gambar 17.  a Kondisi lingkungan saat ini b Faktor-faktor penyebab kerusakan c Beban tanggung jawab atas kerusakan lingkungan
Meskipun  demikian,  masyarakat  menyadari  bahwa  yang  harus bertanggung  jawab  atas  terjadinya  penurunan  kualitas  di  daerah  tempat  tinggal
dan  lahan  pertanian  mereka  adalah  mereka  sendiri  serta  masyarakat  sekitar.  Hal ini  cukup  jelas  digambarkan  dari  hasil  penelitian  yang  menunjukkan  bahwa
sebanyak 48  responden menjawab bahwa yang seharusnya bertanggung jawab terhadap  kerusakan  yang  ada  adalah  mereka  sendiri,  dan  sebanyak  33
berpendapat  bahwa  masyarakat  umum  juga  memiliki  tanggung  jawab  serupa. Hanya  sebagian  kecil  saja,  yaitu  19  rerponden  yang  berpendapat  bahwa
pemerintahlah  yang  sepenuhnya  harus  bertanggung  jawab  atas  semua  kerusakan lingkungan yang ada Gambar 17c.
Sebagaimana  telah  dijelaskan  pada  bab  sebelumnya,  hampir  seluruh masyarakat di Desa Igir Mranak melakukan bercocok tanam kentang sebagai mata
pencaharian utama dari  sektor pertanian.  Berdasarkan hasil  FGD  yang dilakukan dengan  beberapa  orang  tokoh  masyarakat  dari  desa  lokasi,  diperoleh  keterangan
bahwa  sejarah  masuk  dan  diperkenalkannya  tanaman  kentang  ke  desa  mereka sudah  berlangsung  semenjak  tahun  1982.  Sebelumnya,  masyarakat  setempat
mengusahakan tembakau sebagai komoditas utama mereka. Dari hasil wawancara diperoleh  hasil  bahwa  alasan  mereka  menanam  kentang  adalah  karena  faktor
tradisi  yang  cukup  kuat  yang  terjadi  secara  turun  temurun  71.  Sedangkan sebagian  kecil  responden  berpendapat  bahwa  tanaman  kentang  memiliki  masa
panen yang relatif lebih cepat dan menguntungkan Gambar 18.
Gambar 18. Alasan menanam kentang menurut responden
Walaupun  demikian,  masyarakat  tidak  menampik  bahwa  tanaman kentang yang mereka usahakan hingga saat ini memiliki berbagai dampak negatif
terhadap  lingkungan  tempat  tinggal  dan  lahan  pertanian  mereka.  Sebanyak  37 responden  menyatakan  bahwa  dampak  negatif  tanaman  kentang  adalah  dapat
menimbulkan  erosi  dan  longsor,  sedangkan  36  responden  menyatakan  bahwa tanaman  kentang  dapat  menyebabkan  lahan  yang  ditanami  lama-kelamaan  akan
menjadi  tidak  subur  dan  produktif  lagi  Gambar  19a.  Dampak  negatif  ini ditimbulkan  akibat  pola  pengolahan  lahan  yang  tidak  memenuhi  kaidah
konservasi  serta  dilakukan  hingga  pada  lahan-lahan  yang  memiliki  kemiringan ekstrem  diatas  90.  Selain  itu,  penggunaan  pupuk  kimia  serta  berbagai  obat-
obatan  kimia  juga  dianggap  oleh  responden  sebagai  penyebab  semakin menurunnya  kualitas  dan  produktifitas  lahan  pertanian  mereka.  Hal  tersebut
diperburuk  dengan  banyaknya  lapisan  subur  yang  sudah  tergerus  oleh  erosi sehingga  tanah  yang  tersisa  hanyalah  bagian  yang  kurang  subur.  Yang  cukup
menarik,  sebagian  kecil  responden  16  menyatakan  bahwa  tanaman  kentang tidak  menimbulkan  dampak  negatif  terhadap  lingkungan.  Hal  ini  disebabkan
karena  lahan  pertanian  kentang  mereka  berada  pada  lahan  yang  relatif  datar sehingga  tidak  mengalami  berbagai  dampak  yang  disebutkan  diatas  secara
langsung.
a b
c
Gambar  19.  a Dampak Negatif Kentang b Pendapat dari menanam kentang c Alasan petani tetap menanam kentang
Berbanding  lurus  dengan  dampak  yang  dihasilkan,  pendapatan  dari pertanian  kentang  juga  memberikan  hasil  yang  baik  kepada  para  responden.  Hal
ini sesuai dengan hasil wawancara yang menunjukkan bahwa lebih dari setengah 52  dari  responden  menyatakan  bahwa  mereka  mengalami  kerugian  dari
mengusahakan komoditi ini, setidaknya untuk  10 tahun terakhir. Selain  itu, 36 responden  menyatakan  bahwa  menanam  kentang  justru  menguntungkan  serta  12
responden  lainnya  menyatakan  bahwa  tidak  ada  perbedaan  antara  untung  dan rugi  Gambar  19b.  Untuk  menutupi  kerugian  tersebut,  pada  umumnya  mereka
meminjam  uang  kepada  para  tengkulak,  tetangga  dan  bank.  Bentuk  usaha  ―gali loban
g  tutup  lobang‖  ini  berlangsung  hampir  setiap  tahun  dimana  para  petani biasanya  membayar  utang  mereka  dari  hasil  panen  yang  mereka  dapatkan
sebelumnya. Namun  demikian,  responden  tetap  memilih  kentang  sebagai  komoditas
utama  pertanian  mereka.  Hal  ini  disebabkan  karena  mereka  mengaku  tidak memiliki pilihan 61 untuk mengganti tanaman kentang dengan jenis komoditi
yang  lain.  Selain  itu,  faktor  kebiasaan  tradisi  juga  merupakan  salah  satu  faktor yang  membuat  mereka  tetap  pada  usaha  tanaman  kentang.  Hal  ini  mengingat
bahwa pengetahuan yang mereka miliki hanyalah bercocok tanaman kentang yang sudah berlangsung turun temurun sehingga mereka merasa tidak nyaman apabila
harus melakukan alih komoditi dengan komoditas yang lain Gambar 19c. Berdasarkan  kondisi  diatas,  sebagian  besar  responden  sudah  berpikir
untuk melakukan alih komoditi, mengingat usaha pertanian kentang yang mereka jalani  sekarang  sudah  tidak  memberikan  hasil  keuntungan  kepada  mereka  lagi.
Hal  ini  terlihat  dari  hasil  wawancara  yang  menunjukkan  bahwa  56  responden mau  melakukan  alih  komoditi  sedangkan  44  responden  lainnya  tetap  memilih
kentang sebagai usaha utama mereka Gambar 20a. Hanya saja ketika pertanyaan mengenai  jenis  tanaman  yang  mereka  inginkan  sebagai  pengganti  tanaman
kentang  disampaikan,  jawaban  yang  diberikan  sangat  beragam  seperti  cabai, tembakau,  karika  dan  lain-lain.  Beragamnya  jawaban  mereka  ini  menunjukkan
bahwa  mereka  masih  belum  memiliki  keinginan  yang  jelas  mengenai  jenis tanaman pertanian yang mereka inginkan. Jawaban yang diberikan masih terkesan
ragu-ragu  dan  tidak  meyakinkan.  Hal  ini  dirasa  wajar  mengingat  bahwa  mereka
sekian lama sudah melakukan pertanian kentang sehingga ketika diberikan pilihan untuk mengusahakan tanaman jenis lain, mereka terlihat ragu dan bingung.
a b
Gambar 20.  a Keinginan alih komoditi  b Alasan menolak alih komoditi
Bagi  responden  yang  menyatakan  menolak  untuk  melakukan  alih komoditi,  terdapat  beberapa  alasan  yang  mereka  kemukakan.  Sebanyak  52
responden menyatakan bahwa tanaman kentang masih merupakan komoditi yang terbaik  apabila  dibandingkan  dengan  jenis-jenis  tanaman  lain  yang  biasa
dibudidayakan oleh para petani di  daerah  Dieng  seperti sayur-sayuran dan buah- buahan. Hal ini disebabkan karena pasar kentang yang memang sudah jelas serta
pengetahuan  yang mereka kuasai akibat sudah terbiasa semenjak lama menanam kentang  5.  Selain  itu  mereka  juga  terjebak  dengan  kondisi  yang  ada,  dimana
mereka  tidak  memiliki  dan  tidak  meilhat  pilihan  lain  yang  lebih  baik  selain menanam  kentang  25  sehingga  mereka  tidak  berani  untuk  mengambil
keputusan untuk melakukan alih komoditi 18 Gambar 20b. Tidak  banyak  responden  yang  memahami  pembuatan  teknik  konservasi
yang  sesuai  dengan  kaidah  yang  benar.  Berdasarkan  hasil  wawancara,  diketahui bahwa  sebanyak  89    petani  melakukan  teknik  konservasi  terasering  searah
lereng  dalam  usaha  pertanian  kentang,  sedangkan  11    responden  lainnya mengaku  telah  menerapkan  teknik  konservasi  terasering  searah  kontur  dalam
menanam  kentang  Gambar  21.  Berbagai  pendapat  dan  alasan  membuat  teras searah  lereng  dikemukakan  oleh  responden,  diantaranya  adalah  teras  searah
kontur akan mengurangi bidang tanam,  biaya pembuatan mahal,  perawatan  yang relatif  sulit,  aliran  air  menjadi  tidak  lancar  sehingga  membuat  kentang  menjadi
busuk,  pengetahuan  serta  waktu  yang  tidak  cukup  serta  berbagai  alasan  lainnya. Hal  ini  memang  cukup  wajar,  dimana  persepi  yang  terbangun  selama  ini  di
masyarakat adalah membuat teras serah lereng yang menurut mereka lebih praktis, ekonomis dan baik untuk pertumbuhan kentang.
Gambar 21.  Jenis terasering yang diterapkan oleh responden
Secara  lebih  jauh,  wawancara  juga  menggali  berbagai  jawaban  untuk melihat  perbandingan  antara  teras  searah  lereng  dengan  teras  searah  kontor
nyabuk  gunung.    Berdasarkan  hasil  wawancara,  responden  berpendapat  bahwa pembuatan  teras  searah  lereng  akan  menguntungkan  secara  ekonomi  mengingat
biayanya  yang  cenderung  lebih  murah  60.  Selain  itu,  kebutuhan  bibit  yang diperlukan  juga  cukup  banyak  58,  sehingga  jumlah  tanaman  kentang  yang
dapat  ditanam  dan  hasil  panen  nantinyapun  akan  lebih  banyak  58  Gambar 22.
Gambar  22.    Grafik  perbandingan  teras  searah  lereng  dan  teras  searah  kontur nyabuk gunung
Sedangkan  pembuatan  teras  searah  kontur  nyabuk  gunung  memiliki keunggulan  dari  sisi  konservasi,  dimana  sebanyak  81  responden  setuju  bahwa
pembuatan teras serah kontur akan dapat mengawetkan tanah dari ancaman erosi dan  longsor.  Selain  itu,  responden  juga  berpendapat  bahwa  teras  searah  kontur
memiliki  fungsi  perlindungan  yang  sangat  tinggi  84  dan  mempermudah mereka dalam melakukan perawatan lahan dan tanaman kentang karena cederung
lebih  datar  67.  Yang  menarik  adalah  sebanyak  40  responden  berpendapat bahwa  pembuatan  teras  searah  kontur  maupun  serah  lereng  tidak  akan
mempengaruhi  dari  kualitas  kentang  yang  dihasilkan.  Hal  ini  berbeda  dengan paradigma yang ad adi masyarakat Dieng secara umum, dimana pembuatan teras
serah  kontur  akan  menyebabkan  hasil  tanaman  kentang  menjadi  lebih  buruk  dan busuk sebagai akibat adanya pengendapan air di tanah.
5.5. Nilai Tingkat Diskonto Discount Rate
Banyak  para  peneliti  ekonomi  lingkungan  yang  menunjukkan  bagaimana kemiskinan berhubungan erat dengan degradasi lingkungan Holden et al., 1998;
Leimona  et  al,  2010.  Holden  et  al,  1998  menunjukkan  bagaimana  kemiskinan dapat ditunjukkan melalui penerapan Rate of Time Preferences RTP bagi petani
di  negara-negara  berkembang.  Menurut  Barbier  1996  dalam  Suyanto  2002, salah  satu  faktor  yang  menentukan  kecenderungan  petani  untuk  melakukan
pertanian  sehat  dengan  menerapkan  teknik  konservasi  adalah  faktor  tingkat diskonto.  Petani  yang  memiliki  tingkat  diskonto  rendah  cenderung  akan  mau
menerima  teknik  konservasi  yang  ditawarkan,  dan  begitu  juga  sebaliknya. Di dalam penelitian ini, nilai RTP digali dengan mengumpulkan informasi tingkat
diskonto  perseorangan  melalui  serangkaian  pertanyaan  yang  diajukan.  Reponden diminta  untuk  membuat  pilihan  dari  dua  pilihan  yang  diberikan,  seperti  ―dalam
waktu  6  bulan,  ada  akan  memiliki  Rp.  100.000,  -  saat  ini  ataukah  Rp.100.000  + Rp. X dalam waktu 6 bulan mendatang ?‖.
Berdasarkan  hasil  wawancara  dan  simulasi  yang  dilakukan  dengan  para responden, didapat hasil bahwa lebih dari setengah responden yaitu 60 memiliki
tingkat  diskonto  yang  sangat  tinggi  yaitu  di  atas  100,  22    memiliki  tingkat diskonto  yang  tinggi  51-100  serta  18    lainnya  memiliki  tingkat  diskonto
yang  rendah    50.  Hasil  ini  menunjukkan  bahwa  responden  cenderung  sulit untuk  menerima  teknik  konservasi  yang  ditawarkan  karena  memiliki  tingkat
diskonto yang tinggi.  Tabel 18 dan Gambar 23.
Tabel 18. Tingkat Diskonto Discount Rate Responden Discount Rate
Total Rendah
Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
10 8
22 60
100
Tingginya  tingkat  diskonto  responden  ini  tidak  terlepas  dari  kondisi ekonomi  mereka  yang  mayoritas  rendah.  Hal  ini  mndorong  mereka  untuk
cenderung  mengejar  hasil  pertanian  setinggi-tingginya  guna  pemenuhan kebutuhan  hidup  mereka  dalam  waktu  singkat  tanpa  memikirkan  inventasi  lahan
dalam  jangka  panjang  sehingga  prinsip-prinsip  konservasi  yang  baik  dan  benar pun diabaikan.
Gambar 23.  Grafik Tingkat Diskonto Discount Rate Responden
5.5. Nilai Willingness to Accept WTA 5.5.1. Membangun Pasar Hipotesis Setting up the Hypothetical Market
Pada  saat  pengumpulan  data  WTA,  seluruh  responden  diberi  informasi mengenai  beberapa  bentuk  kerusakan  dan  bencana  yang  ditimbulkan  sebagai
akibat  dari  pengelolaan  DAS  yang  serampangan.  Oleh  karena  itu,  dalam  rangka perbaikan fungsi DAS untuk mencegah terjadinya kejadian-kejadian tersebut pada
masa  mendatang,  maka  pemerintah  membuat  program  baru  untuk  dapat meningkatkan  kualitas  DAS.  Program  ini  merupakan  suatu  skenario  yang
mendorong  para  petani  agar  mau  melakukan  usaha  pertanian  ramah  lingkungan dengan  menerapkan  beberapa  teknik  konservasi  yang  telah  ditentukan.  Agar
petani  mau  melakukan  program  pemerintah  tersebut,  maka  pemerintah menawarkan  sejumlah  insentif  berupa  uang  kepada  mereka  sebagai  bentuk
kompensasi dan penghargaan atas keinginan masyarakat berpartisipasi. Kebijakan ini  pada  dasarnya  bertujuan  untuk  memberikan  insentif  serta  meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam usaha konservasi pada daerah hulu DAS Serayu.
5.5.2. Memperoleh Wilai WTA Obtaining Bids
Besaran nilai WTA diperoleh dari hasil wawancara dengan para responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang tertera di dalam kuisioner. Dari 100
responden  yang  diwawancara,  sebanyak  51  menerima  skenario  yang  diajukan, sementara  49    diantaranya  menolak.  Jumlah  responden  yang  tidak  bersedia
menerima  skenario  yang  diajukan  cukup  besar  dimana  hampir  setengah  dari jumlah  total  responden  yang  diwawancara.  Hal  ini  disebabkan  oleh  beberapa
alasan,  diantaranya  adalah  responden  merasa  bahwa  nilai  yang  diberikan  tidak mencukupi  untuk  menutupi  biaya  kerugian  yang  akan  diderita  apabila  mereka
menerapkan system konservasi yang akan mengorbankan jumlah tanaman kentang mereka. Selain itu mereka juga berpendapat bahwa kondisi lahan yang ada saat ini
tidak  memungkinkan  untuk  diterapkan  teknik  konservasi  karena  luasan  lahan pengelolaan mereka yang relatif sempit dan curam.
Sedangkan  bagi  responden  yang  bersedia  untuk  menerima  skenario konservasi  yang  diajukan,  secara  umum  menyatakan  bahwa  kesediaan  mereka
tersebut  merupakan  bagian  bentuk  partisipasi  mereka  untuk  menjaga  lingkungan DAS  Serayu  agar  dapat  terpelihara  dengan  baik  guna  mencegah  kemungkinan
terjadinya  kerusakan  yang  lebih  parah.  Tentunya  mereka  sangat  mengharapkan agar  upaya  tersebut  tidak  menjadi  tanggung  jawab  mereka  semata,  akan  tetapi
juga menjadi tanggung jawab semua pihak yang berkepentingan di Dieng.
5.5.3. Menduga Kurva Penawaran WTA
Kurva  WTA  responden  dibentuk  berdasarkan  nilai  WTA  responden terhadap  dana  kompensasi  atau  nilai  pembayaran  jasa  lingkungan  yang
dikehendaki.  Kurva  ini  menunjukkan  hubungan  antara  tingkat  WTA  yang diinginkan dalam Rphatahun dengan jumlah responden yang bersedia menerima
pada  tingkat  WTA  tersebut.  Berdasarkan  jawaban  yang  diperoleh  dari  hasil wawancara,  maka  nilai  WTA  digolongkan  menjadi  10  kelompok  seperti  yang
dijelaskan pada Tabel 19 dan kurva WTA pada Gambar 24 berikut:
Tabel 19. Tabel Dugaan Tawaran WTA Responden No
Nilai WTA YA
Tidak Jumlah
Frekuensi Relatif
1 1,000,000
1 4
5 0.20
2 2,000,000
3 6
9 0.33
3 3,000,000
4 1
5 0.80
4 4,000,000
7 13
20 0.35
5 5,000,000
10 3
13 0.77
6 6,000,000
5 9
14 0.36
7 7,000,000
10 6
16 0.63
8 8,000,000
6 3
9 0.67
9 9,000,000
4 2
6 0.67
10 10,000,000
1 2
3 0.33
Gambar 24. Dugaan kurva tawaran WTA responden
5.6. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Willingness to Accept WTA dengan metode Regresi Logit
Untuk mengetahui peubah-peubah yang mempengaruhi terhadap kesediaan menerima  WTA  skenario  konservasi  yang  ditawarkan  serta  apakah  secara
statistik  nilai  WTA  tersebut  mempunyai  pengaruh  yang  signifikan  atau  tidak,
maka dilakukan analisis faktor-faktor  yang mempengaruhi nilai  WTA responden dengan  teknik  Logistic  Regression.  Variabel  dependen  yang  digunakan  serta
hipotesis  hubungannya  dengan  WTA  responden  dijelaskan  dalam  Tabel  20 berikut:
Tabel 20. Tabel Dugaan Variabel  yang mempengaruhi WTA Responden No
Variabel Penjelasan
Dugaan Hubungan
1 Nilai WTA
Besaran nilai WTA yang diajukan untuk melakukan konservasi
Semakin besar, kecenderungan menerima WTA akan semakin
besar
2 Usia
Usia responden pada saat diwawancara Semakin tua, kecenderungan
menerima WTA akan semakin besar
3 Pendidikan
Jumlah tahun responden mengeyam pendidikan formal
Semakin tinggi, kecenderungan menerima WTA akan semakin
besar
4 Jumlah Tanggungan
Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan responden
Semakin besar, kecenderungan menerima WTA akan semakin
besar
5 Luas area
Luas areal lahan pertanian kentang yang dimiliki
Semakin luas lahan, kecenderungan menerima WTA
semakin besar
6 Lama Memiliki Lahan
Jangka waktu memiliki lahan Semakin lama, kecenderungan
menerima WTA akan semakin besar
7 Pendapatan Rumah
Tangga Total pendapatan rumah tangga respoden
selama satu tahun Semakin besar, kecenderungan
menerima WTA akan semakin besar
8 Jumlah Kepemilikan
Lahan Total jumlah petak lahan yang dimiliki
Semakin banyak, kecenderungan menerima WTA akan semakin
besar
9 Kemiringan Lahan
Kondisi kemiringan lahan berdasarkan pengamatan responden;1 datar,2
miring, 3 curam Semakin miring, kecenderungan
menerima WTA akan semakin besar
10 Persepsi respoden
mengenai pendapatan dari kentang
Persepsi bahwa usaha tani kentang menghasilkan 1 keuntungan,
2kerugian atau 3sama saja Responden yang menjawab
pendapatan kentang membuat rugi, kecenderungan menerima
WTA akan semakin besar
11  Time Preferrence Tingkat diskonto responden yang diukur
dengan kritera: 1 rendah 2sedang, 3tinggi 4 sangat tinggi
Semakin tinggi, kecenderungan menerima WTA akan semakin
kecil
Sedangkan hasil pengolahan data untuk model diatas disajikan pada Tabel 21 berikut:
Tabel 21. Hasil Nilai Koefisien pada Peubah Kesediaan Masyarakat untuk Menerima Pembayaran atas Jasa Lingkungan dengan Regresi Logit Logistic
Regression
Peubah Koefisien
Std Err t
P|t| [95 Conf. Interval]
Pembayaran Rp .0002585
.0001126 2.30
0.022 .0000379   .0004791
Usia USIA -.0159152
.026321 -0.60
0.545 -.0675033
.035673 Pendidikan PDDK
-.1302222 .1280966
-1.02 0.309
-.3812869   .1208425
Jumlah Tanggungan TANG
.0227114 .2203571
0.10 0.918
-.4091807   .4546034 Lama Memiliki
LMLK -.0094735
.0231384 -0.41
0.682 -.0548239   .0358769
Pendapatan PDPT -1.17e-08
1.49e-08 -0.78
0.433 -4.08e-08
1.75e-08 Luas Lahan AREA
-.9634299 1.633429
-0.59 0.555
-4.164893   2.238033 Jumlah Plot JMPL
-.3585383 .3239138
-1.11 0.268
-.9933977 .276321
Kemiringan Lahan SLOP_2
.5401554 .5061928
1.07 0.286
-.4519642   1.532275 Pendapatan Kentang
PKTG_2 .449642
.5429313 0.83
0.408 -.6144838   1.513768
Pendapatan Kentang PKTG_3
1.652398 .8747175
1.89 0.059
-.0620171   3.366812
Time Preferrence TIME_2
-1.647929 1.096595
-1.50 0.133
-3.797215   .5013564 Time Preferrence
TIME_3 -1.04055
.8875156 -1.17
0.241 -2.780048   .6989488
Time Preferrence TIME_4
-.9192055 .7985244
-1.15 0.250
-2.484285   .6458735 Konstanta
1.294394 1.705635
0.76 0.448
-2.04859   4.637378
Log likelihood: 60.483892 N
yata p0.05  Nyata p0,1
LR chi2 14: 17.62 Prob  chi2: 0.2246
P Value as a whole Pseudo R2: 0.1272
Berdasarkan  hasil  analisis  dengan  variable-variabel  sosial  ekonomi  yang diperkirakan  dapat  mempengaruhi  responden  untuk  menerima  pembayaran
sebagaimana  yang  disajikan  pada  Tabel  21  di  atas,  menunjukkan  bahwa berdasarkan  nilai  multiple  R  r  dapat  dilihat  bahwa  hubungan  antar  variabel
input-input  yang  digunakan  tersebut  dengan  output  yang  dihasilkan  memiliki hubungan yang kurang erat. Berdasarkan nilai R square R2 dapat dilihat bahwa
nilai  koefisien  determinasi  R
2
yang  dihasilkan  adalah  sebesar  12.72    yang mana  berarti  bahwa  model  regresi  tersebut  hanya  bisa  menjelaskan  sebesar
12.72  dari  nilai  WTA  konservasi  yang  ditawarkan,  sedangkan  sisanya  sebesar 87,28  dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
Hasil  uji  t  t-test  terhadap  peubah-peubah  tersebut  terdapat  dua  peubah yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden, yaitu besaran Nilai WTA
X1  yang  berbeda  pada  taraf  nyata  95,  dan  Persepsi  pendapatan  dari  kentang X10 yang berbeda pada taraf nyata 90.
Variabel nilai WTA memiliki nilai Sig sebesar  0,022  yang  berarti  bahwa  variabel  ini  berpengaruh  nyata  terhadap  peluang
responden  bersedia  menerima  pembayaran  untuk  m elakukan teknik konservasi α 5
persen.  Sedangkan  nilai  koefisien  bertanda  positif  +  pada  variabel  tersebut  berarti bahwa  semakin  tinggi  nilai  tawaran  yang  diberikan  maka  semakin  besar  pula
kecenderungan  peluang  responden  untuk  bersedia  menerima  pembayaran  jasa lingkungan.  Hal  ini  sesuai  dengan  hukum  penawaran  yang  menyatakan  bahwa
semakin  tinggi  nilai  imbal  jasa  lingkungan  yang  ditawarkan  kepada  petani,  maka semakin  besar  pula  peluang  para  petani  tersebut  untuk  menerima  nilai  yang
ditawarkan.
Variabel  X10  merupakan  variabel  dummy  yang  menyatakan  persepsi responden  mengenai  pendapatan  dari  pertanian  kentang.  Variabel  X10  memiliki
nilai Sig sebesar 0,059 yang berarti bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang  responden  bersedia  menerima  pembayaran  untuk  melakukan  teknik
konservasi pada taraf α 10 persen. Sedangkan nilai koefisien bertanda positif + memiliki  arti  bahwa  responden  yang  berpendapat  bahwa  pendapatan  dari
menanam  kentang  tidak  memberikan  keuntungan  maupun  kerugian  secara ekonomi  sama  saja  memiliki  peluang  bersedia  membayar  lebih  besar  1.556224
kali dibandingkan dengan responden  yang berpendapat bahwa menanam kentang
malah memberikan kerugian secara ekonomi bagi mereka. Variabel  penjelas  lainnya  yang  diduga  memiliki  pengaruh  terhadap
kesediaan  melakukan  konservasi  pada  pertanian  kentang  seperti  variabel  Usia, Pendidikan, Jumlah tanggungan, Pendapatan,  Lama memiliki lahan,  Luas Lahan,
Jumlah  Plot,  Kemiringan  dan  Time  Preferrence  memiliki  nilai  Sig  yang  lebih besar  dari  taraf  kepercayaan  α  20  persen,  hal  tersebut  menunjukkan  bahwa
variabel-variabel respon tersebut tidak berpengaruh nyata. Dari  nilai  koeefisien  yang  dihasilkan,  terdapat  beberapa  variable  lainnya
yang  sesuai  dengan  hipotesis  yang  dibuat,  diantaranya  adalah  Jumlah Tanggungan,  Kemiringan  Lahan  serta  Time  Preferrence.  Semakin  besar  jumlah
tanggungan,  semakin  miring  lahan  yang  dimiliki  dan  semakin  rendah  tingkat diskonto  maka  kecenderungan  petani  untuk  menerima  WTA  juga  akan  semakin
besar.  Hanya  saja  karena  variable-variabel  tersebut  memiliki  nilai    signifikansi yang  besar    10,  hubungan  tersebut  menjadi  tidak  nyata.  Berdasarkan  model
di  atas,  dapat  dihitung  nilai  rata-rata  WTA  responden  untuk  melakukan  teknik konservasi  di  lahan  pertanian  kentang.  Nilai  tersebut  didapat  dengan  membagi
nilai alpha α dan beta β seperti perhitungan dibawah:
WTA = α β
= 1.294394 0.0002585 = 5.007.326,-  Rp. 5.000.000
Berdasarkan  hasil  perhitungan  nilai  WTA  dengan  menggunakan  model regresi logistik dapat dilihat bahwa rata-rata besaran nilai WTA responden adalah
sebesar  Rp.  5.000.000hapanen.  Nilai  ini  mendekati  nilai  opportunity  cost  yaitu sebesar  Rp.  5.905.021hapanen.  Walaupun  banyak  kritik  terhadap  penggunaan
metode  CVM  dalam  menduga  nilai  WTA,  akan  tetapi  hasil  perhitungan  WTA pada  penelitian  ini  tidak  terlalu  jauh  dari  nilai  opportunity  cost  yang  diperoleh
melalui analisis usaha tani. Kelemahan penggunaan CVM ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya.
5.7. Evaluasi Penggunaan CVM
Berdasarkan  hasil  analisis  regresi  logistik  yang  dilakukan,  diperoleh  nilai Pseudo  R
2
sebesar  12.87  .  Menurut  Mitchell  dan  Carson  1989  dalam  Hanley dan Spash 1993 penelitian yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat
mentolerir  nilai  Pseudo  R
2
sampai  dengan  15  persen,  hal  ini  dikarenakan penelitian  tentang  lingkungan  berhubungan  dengan  perilaku  manusia  yang
memiliki nilai bias yang cukup tinggi. Meskipun demikian, nilai  Pseudo R
2
yang kecil tidak membuat suatu model dianggap tidak bagus. Hal ini dikarenakan nilai
Pseudo  R
2
yang  bernilai  0  sampai  dengan  1  bukan  merupakan  interpretasi  alami melainkan  tiruan  untuk  mengganti  R  square  OLS  pada  model  logit  Greene,
2000. Hal tersebut juga didukung oleh Gujarati 2003 yang berpendapat  bahwa dalam model regresi logistik, hal utama yang harus diperhatikan adalah indikator
signifikansi  model,  signifikansi  variable-variabel  independen  dan  arah  koefisien dari variable tersebut. Sedangkan besar nilai  Pseudo R
2
tidak diutamakan. Selain itu penggunaan data cross section pada penelitian ini membawa implikasi nilai R
square  yang  rendah  belum  tentu  menandakan  model  yang  digunakan  tidak  baik Hakim, 2009. Apabila hasil pengujian t-stat menunjukkan hasil yang signifikan
serta  sesuai  dengan  arah  dari  teori  ekonomi,  model  tersebut  masih  dapat digolongkan  sebagai  model  yang  layak  untuk  statistik  Gujarati,  2003.  Oleh
karena itu, hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya.
Rendahnya  nilai  Pseudo  R
2
dalam  penelitian  ini  tidak  terlepas  dari beberapa  kelemahan  yang  terdapat  dalam  teknik  CVM.  Menurut  Fauzi  2006,
meskipun  CVM  diakui  sebagai  pendekatan  yang  cukup  baik  untuk  mengukur WTAWTP,  namun  terdapat  beberapa  kelemahan  yang  perlu  diperhatikan  dalam
pelaksanaannya.  Kelemahan  yang  utama  dari  pendekatan  ini  adalah  timbulnya bias.  Bias  dalam  pengumpulan  data  dengan  mengunakan  teknik  CVM  menurut
Hanley dan Spash 1993 dalam Fauzi 2006 terdiri dari: 1  Bias Strategi Strategic Bias
Adanya  responden  yang  meminta  suatu  nilai  WTA  yang  relatif  besar karena  alasan  bahwa  ada  responden  lain  yang  akan  membayar  upaya
peningkatan  kualitas  lingkungan  dengan  harga  yang  lebih  tinggi kemungkinan  dapat  terjadi.  Alternatif  untuk  mengurangi  bias  strategi  ini
adalah  melalui  penjelasan  bahwa  semua  orang  akan  membayar  nilai tawaran  rata-rata  atau  penekanan  sifat  hipotetis  dari  perlakuan.  Hal  ini
akan  mendorong  responden  untuk  mengajukan  nilai  WTA  yang  benar. Hoehn dan Randall 1987 dalam Hanley dan Spash 1993 menyarankan
bahwa  bias  strategi  dapat  dihilangkan  dengan  menggunakan  format referendum terhadap nilai WTA yang terlalu tinggi
2  Bias Rancangan Design Bias Beberapa  hal  dalam  rencangan  survei  yang  dapat  mempengaruhi
responden adalah: a.  Pemilihan  jenis  tawaran  bid  vehicle.  Jenis  tawaran  yang  diberikan
dapat mempengaruhi nilai-nilai rata-rata tawaran. b.  Bias titik awal  starting point bias. Pada metode  bidding game, titik
awal  yang  diberikan  kepada  responden  dapat  mempengaruhi  nilai tawaran  bid  yang  ditawarkan.  Hal  ini  dapat  dikarenakan  responden
yang  ditanyai  merasa  kurang  sabar  atau  karena  titik  awal  yang mengemukakan  besarnya  nilai  tawaran  adalah  tepat  dengan  selera
responden  disukai  responden  karena  responden  tidak  memiliki
pengalaman  tentang  nilai  perdagangan  benda  lingkungan  yang dipermasalahkan.
c.  Sifat  informasi  yang  ditawarkan  nature  of  information  provided. Dalam  sebuah  pasar  hipotesis,  responden  mengkombinasikan
informasi benda lingkungan yang diberikan kepadanya dan bagaimana pasar  akan  bekerja.  Tanggapan  responden  dapat  dipengaruhi  oleh
pasar hipotesis maupun komoditas spesifik  yang diinformasikan pada saat survei.
3  Bias yang Berhubungan dengan Kondisi Kejiwaan Responden Mental Account Bias
Bias  ini  terkait  dengan  langkah  proses  pembuatan  keputusan  seorang individu  dalam  memutuskan  seberapa  besar  pendapatan,  kekayaan,  dan
waktunya  yang  dapat  dihabiskan  untuk  benda  lingkungan  tertentu  dalam
periode waktu tertentu.
4  Kesalahan Pasar Hipotetik Hypotetical Market Error Kesalahan  pasar  hipotetik  terjadi  jika  fakta  yang  ditanyakan  kepada
responden di dalam pasar hipotetik membuat tanggapan responden berbeda dengan  konsep  yang  diinginkan  peneliti  sehingga  nilai  WTA  yang
dihasilkan  menjadi  berbeda  dengan  nilai  yang  sesungguhnya.  Hal  ini dikarenakan  studi  CVM  tidak  berhadapan  dengan  perdagangan  aktual,
melainkan  suatu  perdagangan  atau  pasar  yang  murni  hipotetik  yang didapatkan dari pertemuan antara kondisi  psikologi  dan sosiologi  prilaku.
Terjadinya bias pasar hipotetik bergantung pada: a.  Bagaimana pertanyaan disampaikan ketika melaksanakan survei.
b.  Seberapa realitistik responden merasakan pasar hipotetik akan terjadi. c.  Bagaimana format WTA yang digunakan.
Solusi  untuk  menghilangkan  bias  ini  salah  satunya  yaitu  desain  dari  alat survei  sedemikian  rupa  sehingga  maksimisasi  realitas  dari  situasi  yang
akan diuji  dan melakukan pengulangan kembali  untuk  kekonsistenan dari responden.
5.8. Potensi Pengembangan Jasa Lingkungan di Dieng
Ide atau gagasan mengembangkan konsep jasa lingkungan oleh Tim Kerja Pemulihan  Dieng  TKPD  sebagai  kelompok  kerja  sukalera  berbasis  lokal
bersama para pihak terkait diawali dengan pemikiran bahwa laju kerusakan DAS Serayu  semakin  tinggi.  Kenyataannya  DAS  Serayu  hanya  dipandang  sebagai
tempat yang ideal untuk bercocok tanam tanaman holtikultura terutama kentang saja. Namun apabila diteliti sebetulnya masih banyak komponen yang lebih besar
nilainya selain pertanian seperti potensi air, ekowisata, panorama  alam, dan lain- lain yang menyangkut air, keanekaragaman hayati dan wisata. Tantangannya saat
ini  bagaimana  memberikan  penjelasan  kepada  masyarakat  petani  yang  berada  di hulu  DAS  mengenai  pentingnya  fungsi  konservasi  melalui  penerapan  pertanian
ramah  lingkungan  sebagai  sistem  pengendali  dan  antisipasi  terhadap  kerusakan DAS  yang  ada.  Desakan  ekonomi  dan  idealisme  masyarakat  dalam  bertani
kentang sampai saat ini masih sangat kuat, dan menurut mereka hingga kini belum ada alternatif komoditi lain yang bisa menyaingi kentang. Membanjirnya kentang
impor  Cina  yang  menawarkan  harga  yang  jauh  lebih  murah  akan  membuat  daya saing kentang lokal di tingkat petani akan semakin turun. Kondisi ini di satu sisi
akan  membuat  posisi  ekonomi  para  petani  kentang  semakin  terjepit,  akan  tetapi kondisi  ini  juga  membuka  peluang  untuk  intervensi  konservasi  yang  semakin
tinggi  sebagai  akibat  nilai  profitabilitas  kentang  yang  semakin  rendah.  Hal  ini tentu saja manjadi suatu dilema.
Adanya  skema  imbal  jasa  lingkungan  dimana  penggantian  komoditas kentang  dengan  tanaman  yang  mampu  menjadi  penyangga  tanah  dan  air,
diharapkan  pendapatan  masyarakat  dapat  sebanding  dengan  yang  mereka dapatkan  dari  kentang.  Cukup  banyak  kisah  sukses  yang  menunjukkan
keberhasilan  alih  komoditi  dari  sayuran  intensif  menjadi  tanaman  keras  dengan pola  agroforestry  yang  bisa  dijadikan  model  bagi  para  petani  kentang  di  Dieng,
seperti di  daerah Pengalengan dan  Lembang, Kabupaten  Bandung  Barat.  Namun kembali  melihat  kondisi  dimana  tingkat  ketergantungan  petani  Dieng  terhadap
komoditi  kentang  ini  yang  masih  tinggi,  maka  perlu  dilakukan  peningkatan kesadaran  masyarakat  melalui  kegiatan-kegiatan  lingkungan  yang  bersifat
partisipatif sebelum melangkah ke skema imbal jasa.
Di  Kabupaten  Wonosobo  sendiri  konsep  pengembangan  jasa  lingkungan sudah  sampai  pada  tahap  penyamaan  persepsi  pada  tataran  pengambil  kebijakan
maupun pada tahap melakukan penilaian assessment potensi jasa lingkungan dan pelatihan  pada  tingkat  lapang  pada  tataran  masyarakat  dan  penggiat  lingkungan.
Salah  satu  strategi  yang  ditempuh  TKPD  adalah  melalui  raising  awareness  atau peningkatan kepedulian masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan.
Nugroho  2010  menyatakan  bahwa  terdapat  beberapa  aspek  yang  perlu dinilai  dalam  kajian  valuasi  ekonomi  kawasan  Dieng.  Aspek-aspek  tersebut
memiliki  maksud  dan  kegunaan  yang  berbeda,  yang  secara  sinergis  diharapkan dapat menjawab persoalan-persoalan pengelolaanpemanfaatan sumberdaya lahan
dan  hutan  di  kawasan  Dieng,  khususnya  pada  persoalan  yang  disebabkan  oleh penyebab-penyebab  yang  terkait  dengan  ekonomi  usaha  tani  budidaya  tanaman
semusim  bernilai  tinggi  kentang.  Salah  satu  aspek  yang  dimaksud  adalah kebijakan penetapan insentif dan dis-insentif pemanfaatan sumberdaya lahan dan
hutan di kawasan Dieng melalui skema jasa lingkungan. Insentif  merupakan  instrumen  yang  secara  langsung  maupun  tidak
langsung  mempengaruhi  keputusan  produsenkonsumen  baik  berdasarkan pertimbangan  finansial  maupun  non-finansial.  Dalam  kasus  pemulihan  kawasan
Dieng,  insentif  perlu  diberikan  untuk  mendorong  petani  dan  pihak  pemanfaat sumberdaya  lahan  dan  hutan  lainnya  dalam  penerapan  teknik  budidaya  ramah
lingkungan.  Sebaliknya  dis-insentif,  perlu  dikembangkan  untuk  menghambat penerapan  teknik-teknik  pemanfaatan  sumberdaya  lahan  dan  hutan  yang  tidak
ramah  lingkungan.  Nugroho  2010  menyatakan  bahwa  terdapat  banyak  model regime  insentif  dan  dis-insentif  yang  dapat  diterapkan,  misalnya  1  insentif
yang  berorientasi  pada  kebendaanfinansial  remunerative  incentives  or  financial incentives,  2  insentif  yang  berorientasi  moral  moral  incentives  dengan
mengajakmengkapanyekan  hal-hal  baik  dan  terpuji  untuk  dilakukan,  dan  3 insentif paksaan coercive incentives dengan memberikan hukuman, pengucilan,
dsb  dis-insentif.  Sasaran  insentifdis-insentif  dapat  diberikan  kepada  individu personal incentives dan insentif untuk masyarakat luas social incentives.
Berdasarkan  paparan  di  atas,  alternatif-alternatif  insentif  yang  paling mungkin adalah sebagai berikut:
a.  Insentif untuk penerapan teknik budidaya ramah lingkungan, terdiri dari: •  Kompensasi,  misalnya  dengan  mekanisme  pembayaran  jasa
lingkungan payment for environmental services danatau REDD. •  Subsidi, misalnya keringan pajak PBB atau subsidi input teknologi.
•  Fasilitasi  perolehan  harga  premium  premium  price  atas komoditas hasil pertanian  yang dilakukan dengan teknik budidaya
yang  ramah  lingkungan.  Hal  ini  sejalan  dengan  maraknya kampanye
–  kampanye  yang  dilakukan  oleh  berbagai  instansi mengenai isu green product.
b.  Dis-insentif  untuk  penerapan  teknik  budidaya  konvensional  tidak  ramah lingkungan dengan pengenaan pajak berlipat misal: PBB, penggunaan air
dalam dan telaga, dls van Noordwijk dan Leimona 2010 juga menyatakan bahwa skema Imbal
Jasa Lingkungan IJL yang berfokus bahwa ―insentifpembayaran‖ bagi penyedia jasa  lingkungan  tidak  hanya  berupa  uang  tunai  tetapi  dapat  berupa  imbalan  non-
tunai,  seperti  peningkatan  kapasitas  masyarakat,  fasilitas  umum  untuk  kesehatan dan pendidikan, akses pasar untuk komoditas pertanian dan pekebunan setempat,
dan  sebagainya.  Salah  satu  contoh  insentif  berupa  uang  adalah  aplikasi  IJL  di Cidanau  dimana  masyarakat  petani  mendapatkan  pembayaran  tunai  jika  mereka
berhasil  menanam  sejumlah  pohon  berkayu  dan  memeliharanya  dalam  jangka waktu tertentu Leimona, Pasha, and Rahadian 2010. Hasil penelitian di sejumlah
negara  Asia  Indonesia,  Filipina,  dan  Nepal  menunjukkan  bahwa  imbalan  non- tunai lebih diharapkan oleh masyarakat penyedia jasa lingkungan Leimona, Joshi,
and  Van  Noordwijk  2009.  Penganut  paham  PJL  berpendapat  bahwa  pemberian imbalan  non-tunai  dapat  mengurangi  efektivitas  dari  skema  karena  non-peserta
dianggap  penunggan  bebas  free  rider  dan  peserta  tidak  menerima  pembayaran utuh  sebagai  pengganti  biaya  kesempatannya  opportunity  cost  yang  hilang
Pagiola,  Arcenas,  and  Platais  2005;  Grieg-Gran,  Porras,  and  Wunder  2005. Kurangnya  pembayaran  tunai  bagi  penyedia  jasa  lingkungan  dianggap  sebagai
salah  satu  akibat  lunturnya  performa  mereka  dalam  melaksanakan  kontrak konservasi.  Namun,  perlu  pula  dipertimbangkan  bahwa  pemberian  uang  tunai
terutama bagi masyarakat pedesaan, dipandang merendahkan norma sosial mereka dalam melestarikan lingkungan.
Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  kawasan  Dieng  memiliki  banyak potensi  untuk  pengembangan  imbal  jasa  lingkungan.  Jasa  lingkungan  tersebut
tidak hanya dari aspek sumber air, tetapi juga ekowisata, keanekaragaman hayati, sumber tenaga listrik, potensi karbon stok dan keindahan bentang alam.  Sehingga
pengembangan imbal jasa lingkungan bisa berupa kombinasi dari aspek jasa-jasa lingkungan  yang  tersedia  tersebut  bundle  ES.  Pada  akhirnya,  dengan
menerapkan  mekanisme  imbal  jasa  lingkungan  di  Dieng  adalah  terpeliharanya jasa-jasa  lingkungan  dengan  memperhatikan  tradeoff  antara  produktivitas  suatu
lahan  dalam  menyediakan  produk  yang  tangible  dan  berkontribusi  langsung terhadap  penghidupan  dengan  jasa  lingkungan  yang  akan  mendukung
keberlanjutan potensi sumber daya alam di Dieng. Selain  mendorong  upaya  penerapan  IJL  sebagai  salah  satu  cara  untuk
mengatasi permasalahan yang ada, penetapan wilayah untuk kawasan lindung dan kawasan  budidaya  juga  harus  semakin  diperjelas  lagi  agar  tidak  terjadi  tumpang
tindih pengelolaan dan kebijakan di lapangan. Kondisi ini biasanya muncul pada wilayah-wilayah  pedesaan  atau  wilayah  yang  dihuni  oleh  masyarakat  tradisional
seperti  kawasan  Dieng,  dimana  perlindungan  tidak  bisa  terlepas  dengan pemanfaatan  wilayah.  Pada  wilayah  ini  konsep  pembagian  wilayah  lindung  dan
wilayah  budidaya  perlu  dikaji  lagi  dengan  mengedepankan  kedua  aspek  ini sekaligus.  Ini  terkait  dengan  budaya  masyarakat,  pada  masyarakat  pedesaan
terutama  masyarakat  tradisional,  dimana  sistem  perlindungan  dan  pemanfaatan menyatu  dalam  satu  ritme  kehidupan.  Ketergantungan  masyarakat  pada  alam
secara otomatis akan membentuk budaya  yang juga ikut melestarikan alam. Pola masyarakat yang seperti ini disebut dengan masyarakat ekosentris.
Penataan ruang di Indonesia seharusnya sudah mampu mengadopsi sistem yang  membagi  wilayah  secara  lebih  detail.  Bahwa  blok  Taman  Nasional  atau
Cagar Alam misalnya harus juga memperhatikan kelompok-kelompok masyarakat yang  sudah  hidup  jauh  sebelum  wilayah  tersebut  dijadikan  wilayah  lindung.
Pertanyaan  yang  paling  sulit  adalah  bagaimana  mengelola  wilayah  tersebut  agar fungsi kawasan lindung dan kawasan budidaya tidak saling merugikan.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah 1.  Teknik konservasi terbukti mampu menurunkan nilai limpasan permukaan
run  off  sebesar  33,90    dan  erosi  18,38    jika  dibandingkan  dengan
pengolahan  tanah  searah  lereng.  Teknik  konservasi  juga  terbukti  tidak menyebabkan  terjadinya  penyimpanan  air  di  dalam  tanah  yang
menyebabkan kebusukan pada kentang 2.  Teknik  konservasi  yang  diterapkan  memang  terbukti  menurunkan  jumlah
produksi  hasil  panen  secara  keseluruhan  sebesar    37    lebih  rendah,
akan tetapi terbukti dapat meningkatkan produktifitas per tanaman sebesar
26 .  Hal  ini  diduga  karena  teknik  konservasi  mampu  menahan  laju
kehilangan zat-zat hara dan pupuk yang dibutuhkan oleh tanaman kentang 3.  Besarnya  biaya  yang  harus  diinternalisasi  oleh  petani  dalam  penerapan
konservasi  lahan  tanaman  kentang  adalah:  Rp.  5.000.000,-  hapanen dengan pendekatan WTA atau sebesar Rp. 5.905.021 hapanen atau Rp.
5.272.340  Ton erosi dengan pendekatan Opportunity Cost.. Faktor-faktor
yang diduga mempengaruhi  WTA petani adalah Nilai Tawaran Bid dan persepsi responden tentang keuntungan dari petanian kentang.
4.  Apabila  ditinjau  dari  besarnya  erosi  dan  produksi  Kentang,  maka pengolahan  tanah  yang  paling  menguntungkan  petani  untuk  jangka
panjang adalah searah kontur yang dimodifikasi dengan SPA dan tanaman penguat  teras  karena  nilai  erosi  pada  perlakuan  ini  jauh  lebih  kecil
dibandingkan dengan pengolahan tanah searah lereng dan produksinyapun tidak jauh beda dengan pengolahan tanah searah lereng.
5.2. Saran
1.  Untuk  mendapatkan  hasil  yang  lebih  komprehensif,  penelitian  ini hendaknya  juga  dilengkapi  dengan  melihat  aspek  kesediaan  membayar
Willingness  to  PayWTP  dari  para  pemanfaat  DAS,    aspek  sejarah  dan budaya  masyarakat  petani  kentang  serta  pengambilan  data  erosi  dan
limpasan  permukaan  yang  dilakukan  dalam  kurun  waktu  yang  lebih panjang dan ulangan yang lebih banyak.
2.  Dukungan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk dapat memfasilitasi permasalahan  di  Dieng  dengan  mencoba  meningkatkan  kesadaran  akan
pentingnya  pertanian  ramah  lingkungan  untuk  manfaat  dalam  jangka panjang
3.  Penyediaan insentif bagi usaha pertanian ramah lingkungan harus bersifat terpadu dan tidak terbatas hanya berupa pembayaran jasa lingkungan saja.
Perlu  ada  tambahan  inisiatif  lain  seperti  misalnya  peternakan,  perikanan yang dapat memberikan manfaat sampingan bagi petani kentang
4.  Perlu  dilakukan  penelitian  lanjutan  untuk  melihat  alternatif  bentuk pengelolaan  lahan  yang  memiliki  nilai  ekonomis  dan  konservasi  seperti
penggantian  kentang  menjadi  penanaman  tanaman  keras  dengan  pola agroforestry ataupun komoditas lain yang lebih ramah lingkungan.