Saran Infestasi Telur Cacing Parasitik pada Tinja Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis)

15 Estuningsih SE. 2006. Diagnosis of Fasciola gigantica infection in cattle using capture-ELISA assay for detecting antigen in faeces. JITV 113: 229-234. Fahimuddin M. 1975. Domestic Water Buffalo. New Delhi: Oxford IBH Publishing Co. Foreyt WJ. 2001. Veterinay Parasitology: Reference Manual. Fifth Ed. Iowa: Iowa State University Press. Goral V, Senem S, Omer M, Mutallib C, Berat E, Besir K . 2011. Biliary Fasciola gigantica case report from Turkey. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 423: 509-512. Herianti I, Pawarti MDM. 2009. Penampilan reproduksi kerbau pada kondisi peternakan rakyat di Pringsurat, Kabupaten Temanggung. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2009 . Temanggung: BPTP Jawa Tengah. [Kementan-BPS]. Kementerian Pertanian-Badan Pusat Statistik. 2011. Hasil Rilis Akhir Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau PSPK 2011. [internet] [diacu 2012Desember 4]. Tersedia pada: http:ditjennak.deptan.go.id. Khan MK, MS Sajid, MN Khan, Z Iqbal and MU Iqbal. 2008. Bovine fasciolosis: Prevalence, effects of treatment on productivity and cost benefit analysis in five districts of Punjab, Pakistan. Res Vet Sci 87: 70–75. doi: 10.1016j.rvsc.2008.12.013 Krejci KG, Fried B.1994. Light and scanning electron microscopic observations of the eggs, rediae, cercariae, and encysted metacercariae of Echinostoma trivolvis and E. caproni. Parasitol. Res. 80: 42–47. Kremer M, Chaker E. 1983. Operculated eggs of plathelminths: description of a typical forms and attempt of explanation. Ann.Parasitol. Hum. Comp. 58: 337– 345. Lapage G. 1962. Veterinary Helminthology and Entomology. 5 th Ed. London: Balliere, Tindal ancox, Inc. Lendhanie UU. 2005. Karakteristik reproduksi kerbau lumpur dalam kondisi lingkungan peternakan rakyat. Kalimantan Selatan. Bioscientiae. Vol. 2 No 1.Januari:43-48. Levine ND. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gatut Ashadi, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Textbook of Veterinary Parasitology . USA: Burgess Publishing Company. Lloyd J, Joe B, Stephen L. 2007. Stomach fluke paramphistomes in ruminants. Primefact 452: 1-4. Miller D, T Gipson. 2003. Results of a Dewormer Resistance Survey in Oklahoma Goat Herds. Proc. 18th Ann. Goat Field Day. Langston University: Langston, OK. Hlm 34-41. Mukhlis A. 1985. Identitas Cacing Hati Fasciola sp dan Daur Hidupnya di Indonesia. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Murtidjo BA. 1993. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah. Yogyakarta: Kanisius. Palmer D, Lyon J. 2011. Detection of Trematode Eggs and Eimeria Leuck – Sedimentation Methode – Faecal Sample. PAM-26: 1-10. Peebles K. 2008. Understanding The Life Cycle of Ruminant Parasites. Moredun Research Institut: United Kingdom. Hlm 1-30. 16 Petheram RJ, C Liem, Y Priyatman dan Mathuridi. 1982. Studi kesuburan kerbau di pedesaan Kabupaten Serang, Jawa Barat. Laporan No. 1. Balitnak. Ciawi, Bogor. Purwanta, Ismaya NRP, Burhan. 2006. Penyakit cacing hati Fascioliasis pada Sapi Bali di perusahaan daerah rumah potong hewan RPH kota Makassar. J Agrisistem 22: 63-69. Putri DPE. 2008. Studi Kasus Fasciolosis yang Dipantau pada Pemeriksaan Daging Qurban Idul Adha 1427 H di Wilayah Jabodeta [skripsi]. Bogor: Fakultas kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Reksohadiprodjo S. 1984. Produksi Tanaman Hijauan Tropik. Yogyakarta : Gadjah Mada Univ. Press. Rohaeni ES, Eko H, M. Najib. 2008. Kerbau lumpur, Alternatif Ternak Potong Mendukung Program Swasembada Daging di Kalimantan Selatan. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008. Bogor. hlm 76-80. [RVC] The Royal Veterinary College. 2012. FAO Guide to Veterinary Diagnostic Parasitology. [Internet] . [diacu 2012 September 10]. Tersedia pada: http:www.rvc.ac.ukreviewParasitologyRuminantEggsCommon.htm Sastroamidjojo SM. 1991. Ternak Potong dan Ternak Kerja. Jakarta: CV. Yasaguna. Sayuti L. 2007. Kejadian Infeksi Cacing hati Fasciola spp pada Sapi Kabupaten Karangasem, Bali [skripsi]. Bogor: Fakultas kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Scheuerle MC. 2009. Anthelminthic Resistance of Haemoncus contortus and the Famacha©-Method as a Tool to Delay the Development of Anthelminthic Resistance. [disertasi]. Munchen: Universitat Munchen. Setyono B. 2009. Upaya Peningkatan Produktivitas dalam Rangka Meningkatan Kesejahteraan Peternak [abstrak]. Di dalam: Seminar dan Lokakarya Kerbau 2009 . Bogor: hlm 178-188. Sitorus AJ dan A Anggraeni. 2008. Karakterisasi Morfologi Estimasi dan Jarak Genetik Kerbau lumpur, Sungai Murrah dan Silangannya di Sumatera Utara. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Bogor. Hal 38-54. Soulsby EJL, Monnig H Otto. 1986. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals . London: Baillière, Tindall Cassell. Suhardono. 2000. Beberapa masalah kesehatan ternak kerbau yang dipelihara di lahan rawa Kalimantan Selatan. Wartazoa 102: 64-71. Suryana. 2007. Pengembangan integrasi ternak ruminasia pada perkebunan kelapa sawit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26 1: 35-40. Taylor MA, RL Coop, RL Wall . 2007. Veterinary Parasitology. UK: Blackwell Publishing. Tuasikal BJ, Suhardono. 2006. Pengaruh Infeksi Fasciola gigantica Cacing Hati Iradiasi terhadap Gambaran Darah Kambing Capra hircus Linn.. JITV 114: 317-323. Widjajanti S. 2004. Fasciolosis pada manusia: mungkinkah terjadi di Indonesia. Bul Ilmu Peter Indones 142: 65-72. Withlock JH. 1960. Diagnosis of Veterinary Parasitisms. Piladelphia: Lea Febriger. Yurleni. 2000. Produktivitas dan peluang pengembangan ternak kerbau di provinsi Jambi [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 17 Zhang WY, Moreau E, Yang BZ, Li ZQ, Hope JC, Howard CJ, Huang WY, Chauvin A. 2006. Humoral and cellular immune responses to Fasciola gigantica experimental infection in buffaloes. Res Vet Sci 80: 299-307. doi: 10.1016j.rvsc.2005.07.003. 18 Lampiran 1 Perhitungan Uji ANOVA UNIANOVA Skor BY Kerbau Titik METHOD=SSTYPE3 INTERCEPT=EXCLUDE CRITERIA=ALPHA0.05 DESIGN=Kerbau Titik. Between-Subjects Factors Value Label N Kerbau 1 5 2 5 3 5 4 5 Titik 1 Atas 4 2 Bawah 4 3 Tengah 4 4 Kanan 4 5 Kiri 4 Dependent Variable:Skor Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Model 978.548 a 8 122.319 68.37 6 .000 Kerbau 317.614 3 105.871 59.18 2 .000 Titik 5.308 4 1.327 .742 .582 Error 21.467 12 1.789 Total 1000.015 20 a. R Squared = .979 Adjusted R Squared = .964 19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 3 Maret 1990. Penulis merupakan anak pertama dari ayahanda Jamhari dan ibunda Sholihah. Seusai menamatkan pendidikan dasar di SDN 1 Cirebon Girang, penulis melanjutkan studinya di SMPN 1 Talun. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah menengah di Madrasah Aliyah Negeri MAN Ciwaringin, Cirebon. Melalui jalur BUD Kementerian Agama, penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor FKH IPB. Selama studi di FKH IPB penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi baik intra kampus maupun ekstra kampus. Penulis pernah menjabat pengurus sekaligus ketua DKM An Nahl FKH IPB dan menjadi anggota Himpro Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik HKSA FKH IPB. Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi ekstra kampus seperti Community of Satri Scholar of Religious Affairs CSS MORA, Ikatan Santri Al Ihya ISMA Dramaga, serta OMDA Ikatan Kekeluargaan Cirebon IKC. 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerbau adalah salah satu hewan ternak domestik yang mempunyai banyak manfaat bagi masyarakat. Manfaat kerbau terutama dari daging, susu, kulit serta tenaganya Bamualim Muhammad 2007. Daging kerbau merupakan sumber protein hewani bagi masyarakat. Tenaga kerbau sering dimanfaatkan untuk membantu membajak sawah atau lahan pertanian. Di samping itu, kerbau juga menjadi investasi petani yang sewaktu-waktu dapat dijual ke pasar Petheram et al. 1982. Sebagaimana ternak lainnya, kerbau tidak terlepas dari berbagai penyakit. Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh virus, bakteri, cendawan, maupun agen parasitik seperti cacing. Kasus kecacingan pada kerbau membawa kerugian pada kerbau secara langsung dan secara tidak langsung merugikan peternak. Populasi kerbau di Indonesia cenderung menurun dalam beberapa dasawarsa terakhir Setyono 2009. Menurut Khan et al. 2008 parasit merupakan masalah utama dalam penurunan produktivitas ternak di dunia. Penurunan produktivitas ternak diantaranya terjadinya penurunan bobot badan, pertumbuhan yang lambat dan kematian. Hal ini terjadi karena parasit tersebut mengambil nutrisi yang dibutuhkan, memakan jaringan tubuh, dan menghisap darah inangnya. Gejala- gejala umum yang disebabkan oleh infeksi cacing antara lain: Pertama, anemia karena infeksi cacing haematophagous misalnya Haemonchus, Mecistocirrus, Bunostomum, Fasciola dan Paramphistomum . Kedua, diare karena efek gangguan pencernaan atau penyerapan oleh infeksi Trichostrongylus, Cooperia, Oesophagostomum dan Paramphistomum . Ketiga, penurunan bobot badan dan kelemahan kronis akibat penurunan nafsu makan dan penurunan kecernaan pakan Dorny et al 2011. Penurunan produktivitas ternak dapat memberikan dampak negatif bagi peternak. Ternak yang terinfeksi secara kronis biasanya mengalami kekurusan, dan sebagai akibatnya ternak akan mempunyai nilai jual yang rendah. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka perlu diketahui secara lebih dalam tentang jenis-jenis cacing parasitik yang menginfeksi kerbau. Oleh karena itu, penelitian tentang identifikasi cacing parasitik merupakan salah satu langkah yang tepat.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis telur cacing yang ada pada tinja kerbau, mengukur dan membandingkan derajat infeksi cacing parasitik pada kerbau, dan menganalisis infestasi telur cacing di lima titik pada sampel tinja.

1.3 Manfaat Penelitian

Pasca penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, dunia pendidikan dan masyarakat. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini bisa dijadikan acuan untuk pencegahan atau diagnosis awal 2 Gambar 1 Kerbau lumpur Sumber: Bustami Susilawati 2007 kejadian kecacingan pada kerbau. Namun, yang tidak kalah penting adalah informasi yang didapat dan pencegahan yang dilakukan, akan meningkatkan produktivitas ternak serta kesejahteraan peternak khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KERBAU 2.1.1 Klasifikasi Kerbau Menurut Reksohadiprodjo 1984 ada dua tipe kerbau Asia yang tergolong dalam spesies yang sama dengan taksonomi sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Mamalia Subkelas : Theria Ordo : Artiodactyla Subordo : Ruminantia Famili : Bovidae Subfamili : Bovinae Genus : Bubalus Spesies : Bubalus bubalis

2.1.2 Jenis Kerbau

Kerbau Bubalus bubalis domestik Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu kerbau lumpur swamp buffalo dan kerbau sungai riverine buffalo. Populasi kerbau terbanyak di dunia terdapat di Asia. Di Indonesia populasi kerbau sebesar 1,3 juta ekor Kementan-BPS 2011. Mayoritas 95 populasi kerbau adalah kerbau lumpur, sisanya dalam jumlah kecil sekitar 2 adalah kerbau sungai yang terdapat di Sumatera Utara. Kedua jenis kerbau ini memiliki karakteristik dan kebiasaan yang berbeda. Kerbau lumpur memiliki kebiasaan berendam dalam lumpur, kubangan ataupun air yang