2
Gambar 1 Kerbau lumpur Sumber: Bustami Susilawati 2007 kejadian kecacingan pada kerbau. Namun, yang tidak kalah penting adalah
informasi yang didapat dan pencegahan yang dilakukan, akan meningkatkan produktivitas ternak serta kesejahteraan peternak khususnya dan masyarakat luas
pada umumnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KERBAU 2.1.1 Klasifikasi Kerbau
Menurut Reksohadiprodjo 1984 ada dua tipe kerbau Asia yang tergolong dalam spesies yang sama dengan taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas :
Mamalia Subkelas
: Theria Ordo
: Artiodactyla
Subordo : Ruminantia
Famili :
Bovidae Subfamili : Bovinae
Genus :
Bubalus Spesies
: Bubalus bubalis
2.1.2 Jenis Kerbau
Kerbau Bubalus bubalis domestik Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
kerbau lumpur swamp buffalo dan kerbau sungai
riverine buffalo. Populasi kerbau terbanyak di dunia terdapat di Asia. Di
Indonesia populasi kerbau sebesar 1,3 juta ekor Kementan-BPS 2011. Mayoritas 95 populasi kerbau adalah kerbau lumpur, sisanya dalam jumlah
kecil sekitar 2 adalah kerbau sungai yang terdapat di Sumatera Utara. Kedua jenis kerbau ini memiliki karakteristik dan kebiasaan yang berbeda. Kerbau
lumpur memiliki kebiasaan berendam dalam lumpur, kubangan ataupun air yang
2
Gambar 1 Kerbau lumpur Sumber: Bustami Susilawati 2007 kejadian kecacingan pada kerbau. Namun, yang tidak kalah penting adalah
informasi yang didapat dan pencegahan yang dilakukan, akan meningkatkan produktivitas ternak serta kesejahteraan peternak khususnya dan masyarakat luas
pada umumnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KERBAU 2.1.1 Klasifikasi Kerbau
Menurut Reksohadiprodjo 1984 ada dua tipe kerbau Asia yang tergolong dalam spesies yang sama dengan taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas :
Mamalia Subkelas
: Theria Ordo
: Artiodactyla
Subordo : Ruminantia
Famili :
Bovidae Subfamili : Bovinae
Genus :
Bubalus Spesies
: Bubalus bubalis
2.1.2 Jenis Kerbau
Kerbau Bubalus bubalis domestik Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
kerbau lumpur swamp buffalo dan kerbau sungai
riverine buffalo. Populasi kerbau terbanyak di dunia terdapat di Asia. Di
Indonesia populasi kerbau sebesar 1,3 juta ekor Kementan-BPS 2011. Mayoritas 95 populasi kerbau adalah kerbau lumpur, sisanya dalam jumlah
kecil sekitar 2 adalah kerbau sungai yang terdapat di Sumatera Utara. Kedua jenis kerbau ini memiliki karakteristik dan kebiasaan yang berbeda. Kerbau
lumpur memiliki kebiasaan berendam dalam lumpur, kubangan ataupun air yang
3 menggenang. Kerbau lumpur lebih banyak digunakan sebagai ternak kerja dan
penghasil daging Sitorus Anggraeni 2008. K
erbau sungai memiliki ciri tanduk melingkar ke bawah dan kerbau lumpur mempunyai tanduk melengkung ke
belakang . Kerbau lumpur mempunyai 24 pasang kromosom 48 kromosom, sedangkan kerbau sungai 25 pasang 50 kromosom Hasinah Handirawan
2006. Kerbau sungai memiliki kebiasaan berendam dalam air jernih seperti sungai dan danau. Kerbau ini biasa digunakan sebagai ternak penghasil susu dan
umumnya berwarna hitam pekat Hasinah Handirawan 2006. Sebagian besar kerbau lumpur memiliki warna abu-abu, dengan garis kalung chevron berwarna
putih pada leher, serta warna kaki stocking abu-abu muda atau abu-abu Sitorus Anggraeni 2008
2.1.3 Pertumbuhan Kerbau Lumpur
Kerbau merupakan ternak yang pertumbuhannya lambat. Kerbau baru mencapai dewasa tubuh setelah umur 3 tahun Fahimmudin 1975. Akan tetapi,
pendapat yang lain menyatakan kerbau mencapai dewasa pada umur 5-6 tahun Sastroamidjojo 1991. Dewasa kelamin sangat mempengaruhi laju pertumbuhan.
Lendhanie 2005 menyatakan dewasa kelamin kerbau lumpur dicapai pada umur 2-3 tahun. Yurleni 2000 juga menyatakan hal serupa yaitu bahwa kerbau jantan
dan betina mencapai dewasa kelamin sekitar umur 2.5-3 tahun.
2.1.4 Sistem Pemeliharaan Kerbau Lumpur
Pemeliharaan kerbau di Indonesia dilakukan secara ekstensif, semi intensif dan intensif. Pemeliharaan secara intensif yaitu pemeliharaan ternak hampir
sepanjang hari berada dalam kandang. Kerbau diberikan pakan hijauan melebihi kebutuhannya dari segi kualitas maupun kuantitas agar bobot badan cepat
bertambah Murtidjo
1993. Pemeliharaan ekstensif yaitu pemeliharaan ternak yang dilepas di padang penggembalaan sepanjang hari mulai dari pagi sampai sore.
Padang penggembalaan dapat berupa rawa seperti yang diterapkan di Kalimantan Selatan Suryana 2007. Pemeliharaan semi intensif yaitu menyediakan padang
penggembalaan terbatas dengan memanfaatkan lahan tidak produktif, ternak dilepas pada siang hari dan sore atau malam hari dikandangkan.
2.1.5 Bobot Badan
Menurut Lendhanie 2005 kerbau lumpur pada umur 1 tahun beratnya mencapai 195-200 kg, sedangkan ketika berumur 3 tahun mencapai berat badan
400-500 kg. Menurut Herianti dan Pawarti 2009 bobot kerbau yang baru lahir yaitu 30-40 kg, sedangkan bobot umur 1.5-3 tahun berkisar antara 250-350 kg.
2. 2 CACING PARASITIK 2.2.1 Plathyhelminthes
2.2.2.1 Pembagian Plathyhelminthes
Platyhelminthes memiliki badan yang pipih, tidak memiliki rongga tubuh, dan biasanya bersifat hermaprodit. Plathyhelminthes terbagi dalam kelas
Trematoda, Cestoidea, dan Turbellaria Cheng 1973.
4
2.2.1.2 Kelas Trematoda
Cacing dewasa biasanya ovipar dan meletakkan telurnya pada uterus. Saat perkembangan telur, embrio cacing terdapat dalam suatu pyriform bersilia yang
disebut mirasidium. Mirasidium dibantu oleh silia menuju air. Kemudian mirasidium mencari siput yang cocok untuk melakukan perkembangan
selanjutnya. Mirasidium berkembang menjadi sporokista dalam jaringan lunak siput. Sporokista mengandung sejumlah sel germinal. Sel-sel tersebut berkembang
menjadi redia dan bermigrasi ke hepato-pankreas siput. Redia berkembang dari sel germinal menjadi serkaria Taylor et al. 2007. Serkaria merupakan cacing pipih
yang muda dengan ekor yang panjang. Serkaria berkembang menjadi metaserkaria dengan melepaskan ekornya dalam waktu satu jam. Kista metaserkaria berfungsi
memperpanjang kelangsungan hidupnya. Sewaktu diingesti oleh inang definitif, bagian luar dinding kista dipecah secara mekanik selama inang mengunyah.
Pecahnya kista menghasilkan larva dan langsung berpenetrasi pada usus dan bermigrasi pada tempat yang disukainya kemudian menjadi dewasa dalam
beberapa minggu Taylor et al. 2007. Siklus tersebut diilustrasikan secara jelas pada Gambar 2. Menurut keterangan Withlock 1960, cacing memiliki siklus
hidup yang bervariasi. Secara umum ada dua macam siklus yaitu siklus langsung dan tidak langsung. Siklus hidup langsung dilalui tanpa inang antara. Siklus tidak
langsung berarti parasit membutuhkan inang antara sebelum menginfeksi inang definitif. Trematoda memiliki siklus hidup tidak langsung.
2.2.1.3 Kelas Cestoidea
Kelas ini terdiri atas dua subkelas yaitu cestodaria dan cestoda. Subkelas cestoda merupakan cacing parasit pada hewan berdarah dingin, ternak domestik
bahkan manusia. Cacing ini terdiri atas dua ordo penting yaitu Pseudophyllidea dan Cyclophyllidea. Ordo Cyclophyllidea sebagian besar bersifat parasitik pada
hewan berdarah panas. Cyclophillidea mempunyai siklus hidup tidak langsung sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3 Lapage 1962. Cestoda tidak memiliki
rongga badan dan semua organ tersimpan di dalam jaringan parenkim Lapage 1962. Selain itu, cestoda tidak memiliki saluran pencernaan, sehingga
makanannya akan langsung diserap oleh dinding tubuhnya. Cestoda memiliki bentuk tubuh seperti pita dan panjang tubuh mulai dari ukuran sentimeter sampai
beberapa meter. Tubuhnya bersegmen dan setiap segmen berisi satu atau dua set organ reproduksi jantan dan betina. Tubuhnya panjang, pipih, dan terdiri dari tiga
daerah, yaitu skoleks kepala, leher, dan badan atau strobila Taylor et al. 2007.
Bagian kepala memiliki 2 sampai 4 alat penghisap yang memiliki rostelum. Rostelum merupakan penonjolan yang berada pada kepala dan dilengkapi kait
untuk menempel pada dinding usus inang. Tepat di belakang skoleks terdapat leher pendek dari jaringan yang tidak mengalami diferensiasi, kemudian diikuti
strobila yang bersegmen Levine 1994.
5
2.2.2 Nemathelminthes
Phylum Nemathelminthes terdiri atas tiga kelas utama yaitu kelas Nematomorpha, Acantocephala, dan Nematoda Cheng 1973. Penulis tidak
melakukan peninjauan pustaka terhadap kelas Nematomorpha dan Acantocephala karena keduanya tidak bersifat parasit pada ternak ruminansia domestik.
2.2.2.1 Kelas Nematoda
Nematoda mempunyai jumlah spesies terbesar di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Secara umum nematoda memiliki bentuk silinder, lonjong
pada kedua ujung tubuh, tidak memiliki warna, dan memiliki lapisan kutikula. Sistem pencernaan nematoda berupa tabung sederhana, tapi lebih lengkap
dibandingkan kelas lainnya. Mulut nematoda dikelilingi oleh dua atau tiga bibir yang berhubungan dengan esophagus Taylor et al. 2007. Sistem reproduksi
pada jantan dan betina terpisah Lapage 1962. Sebagian Nematoda mengalami siklus langsung dan sebagian lain mengalami siklus tidak langsung Withlock
1960. Siklus hidup langsung Nematoda diilustrasikan secara jelas pada Gambar 4.
Gambar 2 Siklus hidup cacing kelas Trematoda, Paramphistomum cervi Sumber: LIoyd et al. 2007
6
Gambar 3 Siklus hidup cacing kelas Cestoidea, Taenia sp.Sumber: CDC 2012
Gambar 4 Siklus hidup cacing kelas Nematoda Sumber : Scheuerle 2009
7
2.2.3 Telur Cacing
Morfologi telur cacing sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit kecacingan secara spesifik. Masing-masing kelas memiliki morfologi yang
berbeda. Trematoda digenea memiliki telur bulat, kerabang yang tipis, dan sebuah operculum
yang akan terbuka jika larva mirasidium keluar serta knob Kremer
Chaker 1983; Krejci Fried 1994. Kelas Cestoda subkelas Pseudophyllidea s
ama seperti telur digenea yang memiliki kerabang yang tipis dan sebuah Gambar 6 Beberapa jenis telur cacing yang sering ditemukan pada ruminansia
Perbesaran 400× kiri-kanan: 1 Telur Toxocara 2 Telur Fasciola hepatica
F; Telur Paramphistomum cervi P 3 Telur
Trichostrongylid kiri; Telur Moniezia kanan 4 Telur Fasciola
gigantica 5 Telur Nematodirus 6 Telur Strongyloides kecil dan
Strongylid besar Sumber: RVC 2012; De Waal 2010; Scheuerle 2009; Goral 2011; Peebles 2008; Miller Gipson 2003
8 operkulum, akan tetapi telur tersebut berisi larva coracidium. Sedangkan subkelas
Cyclophyllidea memiliki ciri kerabang yang tebal dan berisi larva oncosphere yang dilengkapi dengan tiga pasang kait. Telur nematoda sangat berbeda baik
ukuran dan bentuknya. Ketebalan kulit telur nematoda bervariasi dan terdiri dari tiga lapisan. Lapisan dari kulit telur nematoda yaitu inner membran, middle layer
dan outer membran Taylor et al. 2007. Berdasarkan keterangan The Royal Veterinary College RVC 2012, ada beberapa jenis telur yang biasa ditemukan
pada ruminansia yaitu telur Toxocara, Nematodirus, Fasciola, Paramphistomum, Strongyloides, Trichostrongyloid, dan Moniezia
Gambar 6.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari 12 Juli 2011 sampai dengan 14 Juli 2012. Pengumpulan sampel dilakukan selama empat minggu dari tanggal 14 Juli
2011-11 Agustus 2011 di Unit Rehabilitasi dan Reproduksi URR, sedangkan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Helminthologi Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah plastik sampel, saringan, cawan petri bergaris, saringan bertingkat, kamar hitung McMaster, mikroskop Nikkon YS100
dan Nikkon Eclipse E600 dan monitor. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinja kerbau sebanyak 248 sampel, dan larutan gula-garam jenuh.
Sampel tinja diambil dari kerbau lumpur yang berasal dari kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Sampel
Kerbau yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah empat ekor yaitu kerbau 1, 2, 3 dan 4. Kerbau-kerbau tersebut diberi albendazol peroral dengan
dosis pemberian 20 ml pada dua hari sebelum pengambilan sampel. Sampel diambil dari tinja kerbau melalui palpasi perektal atau yang sudah jatuh dalam
kondisi baru jatuh ke tanah jika tinja sudah keluar. Pengambilan sampel dilakukan setiap dua hari sekali. Masing-masing kerbau dilakukan pengambilan
pada lima titik yaitu bagian atas, bawah, tengah, kanan dan kiri dari tinja Gambar 7. Pengambilan sampel pada lima titik ini bertujuan untuk memperkecil
terjadinya kesalahan. Pengumpulan sampel dilakukan dengan mempersiapkan sebanyak 248 buah plastik sampel yang telah ditandai dengan nomor kerbau,
tanggal pengambilan dan titik pengambilan sampel. Masing-masing titik dilakukan pengambilan tinja sekitar 7-10 gram. Tinja disimpan di dalam plastik
yang tertutup rapat, lalu disimpan sementara dalam coolbox dan selanjutnya disimpan di dalam refrigerator.
8 operkulum, akan tetapi telur tersebut berisi larva coracidium. Sedangkan subkelas
Cyclophyllidea memiliki ciri kerabang yang tebal dan berisi larva oncosphere yang dilengkapi dengan tiga pasang kait. Telur nematoda sangat berbeda baik
ukuran dan bentuknya. Ketebalan kulit telur nematoda bervariasi dan terdiri dari tiga lapisan. Lapisan dari kulit telur nematoda yaitu inner membran, middle layer
dan outer membran Taylor et al. 2007. Berdasarkan keterangan The Royal Veterinary College RVC 2012, ada beberapa jenis telur yang biasa ditemukan
pada ruminansia yaitu telur Toxocara, Nematodirus, Fasciola, Paramphistomum, Strongyloides, Trichostrongyloid, dan Moniezia
Gambar 6.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari 12 Juli 2011 sampai dengan 14 Juli 2012. Pengumpulan sampel dilakukan selama empat minggu dari tanggal 14 Juli
2011-11 Agustus 2011 di Unit Rehabilitasi dan Reproduksi URR, sedangkan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Helminthologi Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah plastik sampel, saringan, cawan petri bergaris, saringan bertingkat, kamar hitung McMaster, mikroskop Nikkon YS100
dan Nikkon Eclipse E600 dan monitor. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinja kerbau sebanyak 248 sampel, dan larutan gula-garam jenuh.
Sampel tinja diambil dari kerbau lumpur yang berasal dari kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Sampel