Nemathelminthes KERBAU .1 Klasifikasi Kerbau

6 Gambar 3 Siklus hidup cacing kelas Cestoidea, Taenia sp.Sumber: CDC 2012 Gambar 4 Siklus hidup cacing kelas Nematoda Sumber : Scheuerle 2009 7

2.2.3 Telur Cacing

Morfologi telur cacing sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit kecacingan secara spesifik. Masing-masing kelas memiliki morfologi yang berbeda. Trematoda digenea memiliki telur bulat, kerabang yang tipis, dan sebuah operculum yang akan terbuka jika larva mirasidium keluar serta knob Kremer Chaker 1983; Krejci Fried 1994. Kelas Cestoda subkelas Pseudophyllidea s ama seperti telur digenea yang memiliki kerabang yang tipis dan sebuah Gambar 6 Beberapa jenis telur cacing yang sering ditemukan pada ruminansia Perbesaran 400× kiri-kanan: 1 Telur Toxocara 2 Telur Fasciola hepatica F; Telur Paramphistomum cervi P 3 Telur Trichostrongylid kiri; Telur Moniezia kanan 4 Telur Fasciola gigantica 5 Telur Nematodirus 6 Telur Strongyloides kecil dan Strongylid besar Sumber: RVC 2012; De Waal 2010; Scheuerle 2009; Goral 2011; Peebles 2008; Miller Gipson 2003 8 operkulum, akan tetapi telur tersebut berisi larva coracidium. Sedangkan subkelas Cyclophyllidea memiliki ciri kerabang yang tebal dan berisi larva oncosphere yang dilengkapi dengan tiga pasang kait. Telur nematoda sangat berbeda baik ukuran dan bentuknya. Ketebalan kulit telur nematoda bervariasi dan terdiri dari tiga lapisan. Lapisan dari kulit telur nematoda yaitu inner membran, middle layer dan outer membran Taylor et al. 2007. Berdasarkan keterangan The Royal Veterinary College RVC 2012, ada beberapa jenis telur yang biasa ditemukan pada ruminansia yaitu telur Toxocara, Nematodirus, Fasciola, Paramphistomum, Strongyloides, Trichostrongyloid, dan Moniezia Gambar 6. 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari 12 Juli 2011 sampai dengan 14 Juli 2012. Pengumpulan sampel dilakukan selama empat minggu dari tanggal 14 Juli 2011-11 Agustus 2011 di Unit Rehabilitasi dan Reproduksi URR, sedangkan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Helminthologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah plastik sampel, saringan, cawan petri bergaris, saringan bertingkat, kamar hitung McMaster, mikroskop Nikkon YS100 dan Nikkon Eclipse E600 dan monitor. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinja kerbau sebanyak 248 sampel, dan larutan gula-garam jenuh. Sampel tinja diambil dari kerbau lumpur yang berasal dari kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Sampel Kerbau yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah empat ekor yaitu kerbau 1, 2, 3 dan 4. Kerbau-kerbau tersebut diberi albendazol peroral dengan dosis pemberian 20 ml pada dua hari sebelum pengambilan sampel. Sampel diambil dari tinja kerbau melalui palpasi perektal atau yang sudah jatuh dalam kondisi baru jatuh ke tanah jika tinja sudah keluar. Pengambilan sampel dilakukan setiap dua hari sekali. Masing-masing kerbau dilakukan pengambilan pada lima titik yaitu bagian atas, bawah, tengah, kanan dan kiri dari tinja Gambar 7. Pengambilan sampel pada lima titik ini bertujuan untuk memperkecil terjadinya kesalahan. Pengumpulan sampel dilakukan dengan mempersiapkan sebanyak 248 buah plastik sampel yang telah ditandai dengan nomor kerbau, tanggal pengambilan dan titik pengambilan sampel. Masing-masing titik dilakukan pengambilan tinja sekitar 7-10 gram. Tinja disimpan di dalam plastik yang tertutup rapat, lalu disimpan sementara dalam coolbox dan selanjutnya disimpan di dalam refrigerator.