Tabel 2. Keadaan-keadaan yang dapat berhubungan dengan hiperferitinemia pada pasien- pasien PGK
6
2.3 INFLAMASI DAN ANEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIK
Inflamasi dan respon fase akut berkaitan dengan sistem hematopoetik. Selama periode awal respon fase akut, konsentrasi hemoglobin selalu menurun
secara drastis. Hal ini disebabkan oleh pengrusakan eritrosit yang meningkat oleh makrofag retikuloendotelial inflamasi yang teraktivasi yang membersihkan sirkulasi
dari eritrosit yang dilapisi dengan imunoglobulin atau kompleks imun. Pada pasien- pasien dengan fungsi ginjal yang normal, penurunan hemoglobin yang tiba-tiba
merangsang sekresi eritropoetin selama 4-10 hari. Ternyata, sekresi eritropoetin yang meningkat ini dihambat
oleh sitokin-sitokin proinflamasi pada pasien-pasien yang mengalami respon fase akut.
Faktor pertumbuhan seperti eritropoetin dan beberapa sitokin penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi progenitor eritrosit pada sumsum tulang. Pada
konsentrasi rendah, sitokin-sitokin proinflamasi TNF- α dan IL-1 menstimulasi
pertumbuhan awal progenitor. Efek inflamasi yang mensupresi eritropoesis terutama disebabkan oleh peningkatan aktivitas sitokin-sitokin proinflamasi pada sel-sel
prekursor pada berbagai tingkatan eritropoesis. Dikatakan bahwa efek inhibisi pada prekursor eritroid ini terutama disebabkan oleh perubahan sensitivitas terhadap
eritropoetin. Efek inhibisi TNF- α dan IL-1 pada eritropoesis dapat diatasi dengan
pemberian dosis tinggi ESA. Pada pasien-pasien dengan gagal ginjal terminal, resistensi ESA berhubungan dengan respon inflamasi seperti pada pasien dengan
peningkatan CRP atau fibrinogen kurang respon terhadap ESA.
24
20,24,25
Gunell dkk melaporkan bahwa albumin serum yang rendah dan kadar CRP yang meningkat juga
Universitas Sumatera Utara
memprediksi resistensi terhadap ESA pada pasien-pasien hemodialisis dan peritoneal dialisis, yang mendukung konsep bahwa respon inflamasi menyebabkan
hipoalbuminemia dan anemia pada pasien-pasien gagal ginjal terminal.
24
2.4 PENATALAKSANAAN ANEMIA PADA PASIEN-PASIEN GAGAL
GINJAL KRONIK DENGAN INFLAMASI
Sebelumnya telah diketahui bahwa dosis ESA yang digunakan untuk mempertahankan target kadar hemoglobin dapat meningkat 30-70 pada pasien-
pasien dialisis yang inflamasi dibandingkan dengan mereka dengan kadar CRP yang lebih rendah.
15
Tentu saja, pada inflamasi sistemik berat, respon terhadap epoetin dapat terhambat dan transfusi darah mungkin dibutuhkan. Oleh karena inflamasi
mungkin merupakan peyebab utama resistensi ESA, ada benarnya eradikasi terhadap stimulus inflamasi haruslah menjadi tujuan utama dalam penatalaksanaan pasien-
pasien anemia dengan inflamasi. Namun, walaupun terdapat angka prevalensi inflamasi yang tinggi pada pasien-pasien gagal ginjal kronik, masih belum ada
rekomendasi yang valid bagaimana inflamasi kronik harus diterapi pada pasien- pasien ini. Kondisi-kondisi komorbid yang yang dapat berpengaruh terhadap
inflamasi, seperti infeksi persisten, gagal jantung dan penyakit jantung koroner haruslah diterapi secara adekuat.
20,24
Oleh karena stres oksidatif dapat berhubungan dengan inflamasi ataupun anemia, begitu pula dengan resistensi ESA, sehingga dapat diambil hipotesa bahwa
berbagai strategi pengobatan antioksidan mungkin memiliki efek juga terhadap ESA. Sebagai hasil contoh efek protektif melawan peroksidasi lipid, vitamin E tampaknya
dapat menjadi bahan yang ideal untuk menurunkan stres oksidatif pada pasien-pasien dialisis.
Beberapa data terbaru menunjukkan bahwa obat-obat antioksidan juga dapat memodulasi respon inflamasi. Pertama, suplemen vitamin E pada pasien-pasien non
renal berhubungan dengan penurunan kadar CRP dan monosit IL-6. Kedua, efek tidak langsung vitamin E sebagai anti inflamasi dan antioksidan lainnya seperti
vitamin C, melatonin dan glutation ditunjukkan bahwa mereka dapat memberikan respon terapi ESA pada pasien-pasien dialisis. Ketiga, sebelumnya telah ada hipotesa
24
Universitas Sumatera Utara
yang mengatakan bahwa pemberian obat-obat antioksidan mencegah hemolisis oksidatif dari membran eritrosit, sehingga dapat menunjukkan mekanisme lain
bahwa antioksidan dapat memperbaiki respon terhadap ESA.
20,24
2.5 PROTEIN ENERGY MALNUTRITION PADA PASIEN-PASIEN