Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Dekubitus

friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat dikeringkan atau jika ekstremitasnya bengkak. Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada pengobatan klien yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Dekubitus merupakan potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini. Sebuah studi yang dilakukan Plaiser dkk 1994 mengukur jumlah tekanan pada tulang tengkorak dan wajah yang diberikan oleh empat jenis penyangga leher yang beda dengan subjek berada posisi telentang dan upright bagian atas lebih tinggi. Hasilnya menunjukkan bahwa pada beberapa penyangga leher, terhadap tekanan yang menutup kapiler. Perawat perlu waspada terhadap risiko kerusakan kulit pada klien yang menggunakan penyangga leher ini. Perawat harus mengkaji kulit yang berada di bawah penyangga leher, alat penopang braces atau alat ortotik lain untuk mengobservasi tanda-tanda kerusakan kulit. Semua peralatan yang memberikan tekanan pada kulit klien menyebabkan terjadi dekubitus. Selang oksigen dan NGT juga merupakan dua contoh umum peralatam yang menyebabkan dekubitus Potter Perry, 2006.

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Dekubitus

Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat utama tekanan. Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan risiko terjadi dekubitus yang lebih lanjut pada klien. Termasuk di antaranya gaya Universitas Sumatera Utara gesek dan friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakeksia dan usia Potter Perry, 2006. 1. Gaya Gesek Friksi Gaya gesek adalah tekanan yang diberikan pada kulit dengan arah parallel terhadap permukaan tubuh AHCPR, 1994 dalam Potter Perry, 2006. Gaya ini terjadi saat klien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya di atas tempat tidur dengan cara didorong atau digeser ke bawah saat berada pada posisi fowler yang tinggi. Jika terjadi gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel pada permukaan tempat tidur dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang klien bergeser ke arah kulit dan memberi gaya pada kulit. Kapiler jaringan yang ada di bawahnya tertekan dan terbebani oleh tekanan tersebut. Akibatnya, tidak lama setelah itu akan terjadi perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu terdapat penurunan aliran darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit. Lemak subkutan lebih rentan terhadap efek gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang yang berada di bawahnya. Akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran sebagai ruang drainase dari area nekrotik. Perlu diingat bahwa cedera akibat gaya gesek biasa terjadi diatas tonjolan tulang seperti daerah sacral dan koksigeal. Cedera ini melibatkan lapisan jaringan bagian dalam dan paling sering dimulai dari rangka tulang yang berada di bawah jaringan rusak. Dengan mempertahankan tinggi bagian kepala tempat tidur dibawah 30 derajat dapat menghindarkan cedera yang diakibatkan gaya gesek AHCPR, 1992, 1994 Universitas Sumatera Utara dalam Potter Perry, 2006. Bryant, dkk 1992 dalam Potter Perry 2006 mengatakan gaya gesek tidak mungkin tanpa disertai friksi. Dimana friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan saat kulit digeser pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur AHCPR, 1994. Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi mempengaruhi epidermis atau lapisan kulit bagian atas, yang akan terkelupas ketika klien mengubah posisinya. Sering kali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit Wysocki dan Bryant, 1992 dalam Potter Perry, 2006. Karena cara terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut “luka bakar seprei sheet burns” Bryant dkk, 1992 dalam Potter Perry, 2006. Cedera ini dapat terjadi pada pasien gelisah, klien yang pergerakanya tidak terkontrol, seperti kondisi kejang dan klien yang kulitnya diseret tidak diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan posisi Maklebust dan Sieggreen, 1991 dalam Potter Perry, 2006. Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai berikut: memindahkan klien secara tepat dengan menggunakan teknik mengangkat yang benar, meletakkan benda-benda dibawah siku dan tumit seperti pelindung dari kulit domba, penutup kulit dan membran transparan atau balutan hidrkoloid untuk melindungi kulit dan menggunakan pelembab untuk mempertahankan hidrasi epidermis. Universitas Sumatera Utara 2. Kelembaban Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan risiko terjadi ulkus. Adanya kelembaban meningkatkan risiko pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat Reuler Cooney, 1981 dalam Potter Perry, 2006. Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekanan atau gaya gesek. Klien immobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan higienisnya sendiri, tergantung perawat untuk menjaga kulit klien tetap kering dan utuh. Untuk itu perawat harus memasukkan higienis ke dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari system yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah dan inkontinensia. Beberapa cairan tubuh seperti urin, feses, dan drainase luka menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan risiko terjadi luka akibat tekanan pada klien. 3. Nutrisi Buruk Klien yang kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan penurunan jaringan subkutan yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan di antara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis dan dekubitus yang tidak sembuh. Klien yang mengalami malnutrisi mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen negative dan tidak adekuat asupan vitamin C. status nutrisi buruk dapat diabaikan jika klien Universitas Sumatera Utara mempunyai berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal. Klien dengan status nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminemia level albumin serum di bawah 3g100 ml dan anemia. Albumin adalah ukuran variabel yang biasa digunakan untuk mengevaluasi status protein klien. Klien yang level albumin serumnya dibawah 3g100 ml lebih berisiko tinggi mengalami luka daripada klien yang level albumin tinggi. Selain itu level albumin rendah sering dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka Hanan Scheele, 1991 dalam Potter Perry, 2006. Walaupun kadar albumin kurang cepat memperlihatkan perubahan protein viseral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua kelompok usia Hanan Scheele, 1991 dalam Potter Perry, 2006. Level total protein juga mempunyai korelasi dengan dekubitus. Level total protein di bawah 5.4 g100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang akan menyebabkan edema intertisial dan penurunan oksigen ke jaringan Hanan Scheele, 1991 dalam Potter Perry, 2006. Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap tekanan, friksi dan gaya gesek. Selain itu penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera jaringan. Nutrisi buruk juga menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Pada klien yang mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminemia menyebabkan berpindahnya volume cairan ekstarsel ke dalam jaringan, sehingga terjadi edema. Edema dapat meninngkatkan risiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada jaringan edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena Universitas Sumatera Utara terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler Shekleton Litwack, 1991 dalam Potter Perry, 2006. 4. Anemia Klien aniemia berisiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa oksigen dan mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka. 5. Kakeksia Kakeksia adalah penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai dengan kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan risiko dekubitus pada klien. Pada dasarnya klien kakeksia mengalami kehilangan jaringan adipose yang berguna melindungi tonjolan tulang dari tekanan. 6. Obesitas Obesitas dapat mempercepat terjadinya dekubitus. Jaringan adiposa pada jumlah kecil berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adiposa memperoleh vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adiposa dan jaringan lain yang berada di bawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi. Universitas Sumatera Utara 7. Infeksi Infeksi disebabkan adanya pathogen di dalam tubuh. Klien infeksi biasa mengalami demam. Infeksi dan demam meningkatkan kebutuhan metabolic tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia penurnan oksigen semakin rentan mengalami cedera akibat iskemi Shekleton dan Litwack, 1991. Selain itu demam menyebabkan diaporesis keringatan dan meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya menjadi predisposisi kerusakan kulit klien. 8. Gangguan Sirkulasi Perifer Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi terjadi pada klien yang menderita penyakit vascular perifer, klien syok atau yang mendapatkan pengobatan jenis vasopresor. 9. Usia Lansia lebih sering terjadi dekubitus. Beberapa perubahan normal karena proses penuaan juga meningkatkan risiko terjadinya dekubitus pada lansia. Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain: a. Berkurangnya jaringan lemak subkutan. b. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. c. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh. Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Patogenesis Luka Dekubitus