EKSTRAKSI MINYAK TINJAUAN PUSTAKA

6 menyebabkan buah berubah warnanya menjadi kuning, orange atau merah. Menurut Anonim 2010, minyak yang mula – mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong – kantong minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah dilapisi dengan kulit yang tebal dan berkilat. Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang maka tanaman tesebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karotein. Setelah penyerbukan kelihatan buah berwarna hitam kehijau-hijauan. Pada saat pembentukan minyak terjadi yaitu trigliserida dengan asam lemak tidak jenuh, tanaman membentuk karotein dan phitol untuk melindungi dari oksidasi, sedangkan klorofil tidak mampu melakukannya sebagai antioksidasi.

2.3. EKSTRAKSI MINYAK

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam – macam, yaitu rendering dry rendering dan wet rendering, mechanical expression, dan solvent extraction. Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak dengan kadar air tinggi Ketaren 1986. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna Ansel 1989. Pengepresan mekanis mechanical expression merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji – bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi 30 – 70 persen. Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut meliputi pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan. Dua cara umum dalam pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidraulik hydraulic pressing dan pengepresan berulir expeller pressing Ketaren 1986. Pada cara pengepresan hidraulik hydraulic pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000 poundinch 2 140,6 kgcm = 136 atm. Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4 sampai 6 persen, tergantung lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik Ketaren 1986. Cara pengepresan berulir expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada remperatur 240 °F 115,5 °C dengan tekanan berkisar sekitar 15 – 20 toninch 2 . Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5 – 3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4 – 5 persen Ketaren 1986 Ekstraksi dengan pelarut solvent extraction adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfide, karbon tetraklorida, benzene dan n – heksan Ketaren 1986. 7 Menurut Voigt 1994, pada proses ekstraksi dengen pelarut pada dasarnya dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi.  Fase Pencucian Washing Out Pada saat penggabungan pelarut dengan simplisia, maka sel – sel yang rusak karena proses pengecilan ukuran langsung kontak dengan bahan pelarut. Komponen sel yang terdapat pada simplisisa tersebut dengan mudah dilarutkan dan dicuci oleh pelarut. Dengan adanya proses tersebut, maka dalam fase pertama ini sebagian bahan aktif telah berpindah ke dalam pelarut. Semakin halus ukuran simpisia, maka semakin optimal jalannya proses pencucian tersebut.  Fase ekstraksi Difusi Pada fase difusi, pelarut menarik senyawa senyawa yang ada di dalam sel dengan cara menembus dinding sel terlebih dahulu. Pelarut dapat masuk ke dalam sel karena adanya perbedaan konsenterasi antara larutan dalam sel dengan pelarut yang mula – mula masih tanpa bahan aktif . proses penarikan ini akan berlangsung sampai terbentuk keseimbangan konsenterasi antara di sebelah dalam dan sebelah luar sel. Tahapan yang harus diperhatikan dalam mengekstraksi jaringan tumbuhan adalah penyiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut dan kondisi proses ektraksi, proses pengambilan pelarut pengawasan mutu, dan pengujian yang dikenal pula sebagai tahappan penyelesaian. Penggunaan pelarut bertitik didih tinggi menyebabkan adanya kemungkinan kerusakan komponen – komponen senyawa penyusun pada saat pemanasan. Pelarut yang digunakan harus bersifat inert terhadap bahan baku, mudah didapat, dan harganya murah Sabel dan Waren 1973. Dalam pemilihan cairan penyari harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, selektif. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan Ketaren 1986. Menurut Ketaren 1986, pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi minyak lemak adalah petroleum eter, gasoline, karbon disulfide, karbon tetraklorida, benzene, dan n – heksana. Menurut Rose et al 1975 dan Jacobs 1953, heksana merupakan pelarut yang mudah menguap, aromanya memusingkan, bobot molekul 86,2, titik didih pada tekanan 760 mmHg 66-71 °C dan banyak digunakan sebagai pelarut. Kelarutan 0,0138g100 ml dalam air pada suhu 15,5 °C, 50 gram100ml dalam air pada 33°C, larut dalam eter, sangat larut dalam kloroform. Heksana merupakan cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah terbakar, titik leleh – 95 °C, larut dalam alkohol, aseton, eter, dan tidak larut dalam air. Menurut Kurnia 2010, ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Cara dingin yaitu metode maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain dengan refluks, soxhlet, digesti, destilasi uap dan infuse. Refluks merupakan ekstraksi pelarut pada suhu didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatasyang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah maserasi kinetik pada suhu lebih tinggi dari suhu kamar 40 – 50 °C. Destilasi uap adalah ekstraksi zat kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilasi air bersama kandungan yang memisah sempurna atau sebagian. Infuse adalah ekstraksi pelarut air pada suhu penangas air 96 – 98 °C selama 15 – 20 menit. Istilah maserasi berasal dari bahasa latin “macerace” yang artinya mengairi, melunakkan, merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Proses pengerjaan dilakukan dengan cara merendam simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang 8 mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsenterasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan akan didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsenterasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan dari metode maserasi adalah peralatannya sederhana. Kerugian metode maserasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, dan tidak dapat digunakan untuk bahan – bahan yang memiliki tekstrur keras seperti benzoin, tiraks, dan lilin. Metode maserasi dapat dilakukan dengan beberapa modifikasi, diantaranya adalah modifikasi maserasi melingkar, modifikasi maserasi digesti, modifikasi maserasi melingkar bertingkat, modifikasi remaserasi dan modifikasi maserasi dengan mesin berpengaduk Sudjadi 1986.

2.4. MINYAK NABATI