14
3.2.1.
Penelitian Pendahuluan
Persiapan bahan untuk ekstraksi minyak meliputi sortasi pemilihan buah bintaro berdasarkan tingkat kematangan, pemisahan biji buah dengan serat dan kulit buah, pengeringan biji buah selama
48 jam pada suhu 55 °C, dan analisis proksimat pada biji yang telah dikeringkan. Pengeringan
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat di dalam biji. Menurut Norris 1982, minyak yang diperoleh dengan pengempaan mekanis dipengaruhi oleh kandungan air, metode pemanasan, dan
komposisi kimia biji. Menurut Hartanti 1995, pengeringan dimaksudkan untuk memudakan pengeluaran minyak pada waktu ekstraksi sehingga waktu ekstraksi menjadi lebih singkat. Dengan
adanya pemanasan, butiran – butiran lemak minyak dapat membentuk butiran – butiran yang lebih
besar dan protein yang mengikat lemak akan terkoagulasi sehingga butiran ini akan lebih mudah keluar dari biji. Pemanasan juga dapat menurunkan afinitas minyak terhadap permukaan biji, sehingga
minyak dapat diekstrak dengan pengepresan. Menurut Swern 1979, pemanasan dapat memberikan sifat plastis biji, mengurangi kelarutan fosfatida, destruksi kapang dan bakteri, serta dapat
meningkatkan fluiditas minyak. Pemanasan yang terlalu lama pada suhu yang tinggi akan menurunkan mutu organoleptik minyak. Suhu oven yang digunakan pada penelitian ini adalah 55
°C. Suhu tersebut didasarkan atas pernyataan oleh Whiteley et al. 1949 bahwa suhu yang baik untuk ekstraksi minyak
secara mekanis adalah 50 – 60
°C, karena pada suhu tersebut lemak sudah mencair sekaligus dapat menggumpalkan protein yang terdapat pada dinding sel dan memecahkan emulsi protein dengan
lemak. Prosedur analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2.2. Penelitian Utama
Penelitian yang dilakukan meliputi kajian proses ekstraksi minyak biji bintaro dengan tingkat kematangan buah yang berbeda. Faktor
– faktor yang dipelajari adalah pengaruh tingkat kematangan buah dan metode ekstraksi yang digunakan. Biji bintaro yang telah dikeringkan, dikecilkan ukurannya
sampai sekitar 40 mesh dengan menggunakan blender untuk selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksana melalui maserasi, hydraulic presser, dan hot press hydraulic. Ukuran
partikel akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan semakin kecil ukuran partikel, maka rendemen minyak yang didapat akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran
partikel maka luas permukaan biji yang bereaksi dengan pelarut akan semakin besar sehingga kontak antara biji bintaro dengan pelarut akan semakin besar. Ekstraksi dengan pelarut n-heksana dilakukan
dengan metode maserasi pada suhu ruang selama ±15 jam dan suhu 40 °C selama 6 jam, dengan perbandingan pelarut adalah 1:3wv.
Ekstraksi dengan alat hydraulic presser dilakukan pada tekanan 20 ton pada suhu ruang Gambar 7. Sementara itu, ekstraksi dengan menggunakan alat hot press hydraulic dilakukan dengan
mengepress minyak pada tekanan 20 ton pada suhu 60 – 70
C Gambar 8. Pada ekstraksi minyak dengan menggunakan hydraulic presser dan hot press hydraulic, biji yang telah dikecilkan ukurannya
dibungkus terlebih dahulu di dalam kain saring. Biji bintaro yang akan dikempa dibungkus dengan kain atau cages agar bungkil dapat tertahan. Jumlah minyak yang diperoleh dengan cara ini
dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berkaitan dengan afinitas minyak dalam biji, lama pengempaan, tekanan maksimum, dan viskositas minyak dalam biji Bailey 1950. Tekanan yang
digunakan pada pengepresan mekanis dengan mesin hot press adalah sekitar 2000 lbin
2
140,6 kgcm
2
dan suhunya berkisar antara 50 – 60 °C Ketaren 1986. Menurut Jamieson 1943,
pengempaan sebaiknya dilakukan dengan jalan menaikkan tekanan perlahan – lahan sampai mencapai
tekanan optimum yaitu sebesar 1800 – 2000 psi dan lama pengempaan 20 – 30 menit. Suhu hot
hydraulic pressing yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60-70 °C karena didasarkan atas
15
penelitian yang dilakukan oleh Vitriani 2003. Pada penelitian tersebut minyak diekstraksi dengan alat hot hydraulic presser menggunakan tiga jenis perlakuan suhu yaitu 30
– 40 °C, 50-60 °C, dan 70
– 80 °C. Dari hasil penelitian, didapat hasil bahwa rendemen minyak terbesr terdapat pada ekstraksi
dengan suhu 70 – 80
°C dan 50- 60 °C sehingga digunakan gabungan suhu diantara keduanya yaitu 60-70 °C.
Pada ekstraksi minyak dengan pelarut n-heksana dengan metode maserasi dengan digesti dilakukan dengan merendam biji dalam pelarut n
– heksana selama 15 jam selanjutnya dilakukan proses ekstraksi pada suhu 40 °C dalam waktu 6 jam. Setelah dilakukan ekstraksi, minyak yang
terdapat di dalam pelarut n – heksana dipisahkan dengan bungkil dengan menggunakan penyaring
vakum untuk selanjutnya dilakukan pemisahan larutan n-heksana dengan minyak dengan menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu 70 °C Gambar 9. Menurut Kurnia 2010, digesti
adalah maserasi kinetik pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar yaitu 40 – 50 °C. Maserasi
dengan pengadukan merupakan metode ekstraksi dengan maserasi yang dapat mempercepat waktu menjadi 6 sampai 24 jam Ahmad 2006. Pada ekstraksi dengan metode ini, biji bintaro direndam di
dalam pelarut n-heksan selama ± 15 jam. Hal tersebut dimaksudkan agar terjadi proses pencucian washing out dan fase ekstraksi difusi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa proses
ekstraksi dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian washing out dan fase ekstraksi difusi. Fase washing out merupakan proses pencucian atau penarikan minyak yang terdapat di luar
sel oleh pelarut. Fase berikutnya adalah fase ekstraksi dimana pelarut heksana menarik senyawa –
senyawa yang ada di dalam sel dengan menembus dinding sel terlebih dahulu. Pelarut masuk ke dalam sel karena adanya perbedaan konsenterasi antara larutan dalam sel dengan pelarut yang mula
– mula masih tanpa bahan aktif. Proses penarikan ini akan berlangsung sampai terbentuk keseimbangan
konsentersai antara larutan di sebelah dalam dan sebelah luar sel. Fase ekstraksi ini akan dioptimalkan dengan menaikkan suhu ekstraksi menjadi 40°C dan menggunakan alat pengaduk
selama 6 jam. Menurut Moestafa 1981 ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi hal ini akan mengakibatkan beberapa komponen rusak. Menurut Suryandari 1981, semakin lama
waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dengan pelarut semakin besar sehingga rendemen juga akan bertambah sampai titik jenuh larutan. Pada penelitian ini digunakan
pelarut n – heksana karena sifatnya yang stabil, mudah menguap, dan selektif dalam melarutkan zat.
Gambar 7. Alat hydraulic presser
Gambar 8. Alat hot presser hydraulic
16
a b Gambar 9. a maserator dengan pengaduk, b penyaring vakum
Setelah dilakukan ekstraksi, dilakukan analisa minyak biji bintaro yang dihasilkan, diantaranya adalah rendemen, bobot jenis, transmisi, kejernihan, FFA, bilanagan iod, bilangan
penyabunan, bilangan peroksida, kadar abu minyak, dan viskositas minyak. Prosedur analisis sifat fisiko kimia minyak dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil yang terbaik yang diperoleh pada tahap ini
selanjutnya dilakukan pengujian Gas Chromatography Spectrofotometry Mass untuk menentukan komponen asam
– asam lemak yang terkandung di dalam minyak.
3.3. Rancangan Percobaan