Bobot Jenis Minyak Densitas Bilangan Iod Minyak

23

4.2.2. Bobot Jenis Minyak Densitas

Bobot jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Alat yang digunakan dalam pengukuran densitas minyak adalah piknometer Ketaren,1986. Bobot jenis yang terdapat di dalam minyak ditentukan oleh jumlah komponen yang terdapat di dalam minyak. Semakin banyak komponen yang terdapat dalam minyak maka bobot jenis akan semakin besar. Penelitian besarnya bobot jenis densitas minyak biji bintaro dengan variasi perlakuan tingkat kematangan buah dan jenis ekstraksi disajikan seperti pada Gambar 14. Gambar 14. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap bobot jenis minyak biji bintaro. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bobot jenis tertinggi terdapat pada minyak yang berasal dari buah bintaro yang berkecambah dengan menggunakan metode ekstraksi hydraulic pressing sebesar 0,9062 gml dan yang paling rendah adalah minyak yang berasal dari buah bintaro yang berkecambah dengan menggunakan metode ekstraksi hot hydraulic pressing sebesar 0,8984 gml. Sementara itu, hasil analisis keragaman Lampiran 4 menunjukkan bahwa faktor tingkat kematangan buah bintaro dengan faktor metode ekstraksi minyak tidak berpengaruh secara nyata terhadap bobot jenis minyak bintaro yang dihasilkan. Hal tersebut dapat disebabkan karena bobot jenis merupakan sifat fisis minyak sehingga setiap minyak memiliki bobot jenis yang berbeda pada rentang tertentu. Bobot jenis semakin besar dengan semakin tingginya ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak biji bintaro memiliki bobot jenis minyak pada rentang 0,8984 gml dan 0,9062 gml.

4.2.3. Bilangan Iod Minyak

Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menujukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak Ketaren, 1986. Bilangan iod merupakan parameter penting dalam menentukan mutu minyak. Semakin tinggi bilangan iod menunjukkan jumlah ikatan rangkap di dalam minyak semakin banyak. 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 Kecambah Muda Matang Densi ta s g rm l Tingkat Kematangan Buah Hidraulic Pressing Hot Hydraulic Pressing Maserasi dengan pelarut heksana 24 Menurut Ketaren 1986, bilangan iod dapat digunakan untuk menggolongkan minyak sebagai minyak mengering dan bukan mengering. Minyak yang mempunyai bilangan iod lebih dari 130 digolongkan sebagai minyak mengering, sedangkan minyak yang mempunyai bilangan iod antara 100 sampai 130 bersifat setengah mengering dan bilangan iod kurang dari 100 bersifat tidak mongering. Jenis minyak mengering drying oil adalah minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental, dan membentuk sejenis selaput bila dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak “setengah mengering” berupa minyak yang memiliki daya mengering lebih lambat. Penelitian nilai bilangan iod minyak biji bintaro dengan variasi perlakuan tingkat kematangan buah dan jenis ekstraksi disajikan seperti pada Gambar 15. Gambar 15. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap bilangan iod minyak biji bintaro. Berdasarkan data yang diperoleh dari grafik, bilangan iod tertinggi terdapat pada minyak yang berasal dari buah bintaro berkecambah dengan metode ekstraksi maserasi dengan pelarut n- heksana sebesar 85,19 I 2 100 gram minyak dan bilangan iod terendah terdapat pada minyak yang berasal dari buah bintaro matang dengan metode ekstraksi hydraulic pressing sebesar 51,08 I 2 100 gram. Berdasarkan bilangan iod yang diperoleh maka minyak biji bintaro termasuk ke dalam minyak yang tidak mengering dimana kandungan bilangan iod yang dihasilkan cukup rendah. Nilai bilangan iod minyak biji bintaro lebih rendah dibanding dengan minyak jarak pagar sebesar 92 – 112 I 2 100 gram Achten et al. 2008 dan minyak biji nyamplung sebesar 86,42 I 2 100 gram SNI 2006. Sementara itu minyak biji bintaro memiliki bilangan iod yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa sawit sebesar 45 – 56 I 2 100 gram Ketaren, 1986. Berdasarkan hasil analisa keragaman Lampiran 5, tingkat kematangan buah memiliki pengaruh yang nyata terhadap bilangan iod minyak biji bintaro yang dihasilkan. Dari hasil uji Duncan didapatkan bahwa buah bintaro yang matang memiliki minyak dengan rata – rata bilangan iod sebesar 57,67 I 2 100 gram yang berbeda nyata dengan rata – rata bilangan iod minyak yang dihasilkan dari buah bintaro yang muda sebesar 67,89 I 2 100 gram dan rata – rata bilangan iod minyak buah bitaro berkecambah sebesar 74,09 I 2 100 gram. Berdasarkan hasil yang didapat, minyak bintaro dari buah berkecambah rentan terhadap terjadinya oksidasi minyak dibandingkan dengan minyak yang berasal dari buah bintaro muda dan minyak bintaro dari buah yang sudah matang. Menurut Ketaren 1986, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh dapat bereaksi secara adisi dengan hidrogen, oksigen, halogen, dan sulfur yang dapat menurunkan bilangan iod minyak. Reaksi adisi tersebut mengakibatkan ikatan rangkap pada minyak berkurang sehingga bilangan iod menurun. 20 40 60 80 100 Kecambah Muda Matang B ila ng a n Io d I 2 1 g r m iny a k Tingkat Kematangan Buah Hydraulic Pressing Hot Hydraulic Pressing Maserasi dengan pelarut hekasana 25 Hasil analisa keragaman juga menunjukkan bahwa metode esktraksi minyak biji bintaro berpengaruh secara nyata terhadap bilangan iod minyak yang dihasilkan. Dari hasil uji Duncan didapatkan bahwa rata – rata bilangan iod terbesar terdapat pada minyak biji bintaro dengan metode ekstraksi dengan pelarut n-heksana sebesar 70,87 I 2 100 gram dilanjutkan dengan minyak biji bintaro dengan metode ekstraksi hydraulic pressing sebesar 65,30 I 2 100 gram, dan metode ekstraksi hot hydraulic pressing menghasilkan minyak biji bintaro dengan rata – rata bilangan iod terkecil yaitu 63,49 I 2 100 gram. Rendahnya bilangan iod minyak biji bintaro hasil hot hydraulic pressing dapat disebabkan karena telah terjadi sejumlah reaksi oksidasi pada ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ketaren 1986 bahwa kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara terbuka akan bertambah dengan kenaikkan suhu. Suhu yang tinggi selama pengempaan mendorong terjadinya reaksi kimia pada komponen – komponen minyak sehingga terjadi perubahan pada komponen – komponen minyak tersebut. Sementara itu, pada ekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksana menghasilkan bilangan iod yang tinggi karena suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi dan ekstraksi dilakukan pada tempat yang tertutup rapat sehingga kecil kemungkinan oksigen dapat masuk. Berdasarkan hasil analisa keragaman, faktor tingkat kematangan buah dengan metode ekstraksi minyak memiliki interaksi secara nyata baik pada tingkat 5 persen dan 1 persen. Hal tersebut dapat disebabkan karena semakin tinggi tingkat kematangan buah menyebabkan semakin banyaknya jumlah asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam minyak sehingga apabila masing – masing biji bintaro akan menghasilkan bilangan iod yang berbeda tergantung dari metode ekstraksi yang dilakukan. Dari hasil uji Duncan didapatkan bahwa kombinasi perlakuan A1B2 tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap kombinasi perlakuan A3B2 pada tingkat 1 persen. Berdasarkan bilangan iod yang dihasilkan dari penelitian ini, untuk mendapatkan minyak biji bintaro yang memiliki asam lemak tidak jenuh paling banyak berasal dari minyak biji bintaro dari buah yang berkecambah dengan ekstraksi menggunakan pelarut n-heksana.

4.2.4. Bilangan Penyabunan Minyak