Sosial, budaya, dan ekonomi Lingkungan Pengalaman Usia

30

c. Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan tanpa melalui penalaran akan menambah pengetahuan seseorang walaupun tidak dilakukan. Status ekonomi akan menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu.

d. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman akan memberikan pengetahuan dan keterampilan serta mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata.

f. Usia

Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia, daya tangkap dan pola pikir akan makin berkembang karena banyaknya informasi yang ditemui sehingga akan meningkatkan pengetahuan seseorang. Pada usia madya, individu akan lebih banyak Universitas Sumatera Utara 31 membaca, berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta mempersiapkankan diri untuk masa tua. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal hampir tidak ada penurunan pada usia ini. 4. Kepatuhan 4.1. Definisi kepatuhan Kepatuhan atau ketaatan merupakan perluasan perilaku individu yang berhubungan dengan minum obat, mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis WHO, 2003. Sacket 1976 dalam Niven 2000 mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Terdapat beberapa terminologi yang menyakut kepatuhan pasien yaitu compliance, adherence, concordance, dan persistance. Perbedaan terminologi ini berkaitan dengan perbedaan cara pandang tenaga kesehatan dan pasien termasuk penggunaan bahasa untuk menggambarkan perilaku pasien untuk mengikuti regimen terapi atau pengobatan National Council on Patient Education and Educations, 2007. Adherence merupakan perilaku pasien untuk berperan aktif mengkonsumsi obat sesuai dengan dosis yang telah diresepkan dalam jangka waktu tertentu Horne, 2006. Adherence juga didefinisikan sebagai perilaku pasien setelah keputusan tentang pengobatan telah dibentuk meliputi waktu, dosis, dan frekuensi program pengobatan NIVEL, 2006. Sedangkan compliance menunjukkan posisi pasien yang cenderung lemah pasif karena kurangnya Universitas Sumatera Utara 32 keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan mengenai program pengobatan Centers for Disease Control and Prevention, 2013. Istilah concordance menunjukkan proses pembuatan keputusan antara pasien dan penyedia pelayanan kesehatan NIVEL, 2006 dan persistence menunjukkan durasi waktu pasien mengikuti program pengobatan Centers for Disease Control and Prevention, 2013 Horne 2006 merekomendasikan pengertian kepatuhan dengan istilah adherence karena adanya keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang pasien inginkan atau pasien harapkan terhadap program pengobatan. Pasien juga berperan aktif dengan kesadaran sendiri dalam perencanaan dan implementasi pengobatan Meichenbaum dan Turk, 1987 dalam Bassett, 2003. Kalogianni 2011 membagi tingkat kepatuhan menjadi dua yaitu patuh adherence berarti berperan aktif untuk bekerja sama dengan pemberi resepterapi. Sedangkan tidak patuh non-adherence meliputi alasan-alasan pasien tidak mengikuti anjuran terapi yang direkomendasikan. 4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Kepatuhan merupakan fenomena multidimensional yang terbentuk dari lima faktor yang berinteraksi WHO, 2003 dalam Kalogianni, 2011. Dimensi tersebut yaitu: a. Sosial-ekonomi Pasien yang memiliki dukungan sosial dari keluarga, teman, atau pemberi perawatan caregiver untuk mendampingi menjalani regimen Universitas Sumatera Utara 33 pengobatan mempunyai kepatuhan yang lebih baik. Lingkungan hidup yang tidak stabil, terbatasnya akses pelayanan kesehatan, rendahnya sumber finansial, biaya pengobatan, dan waktu kerja yang padat dapat menurunkan angka kepatuhan. b. Penyedia pelayanan kesehatan-pasien sistem pelayanan kesehatan Hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan merupakan hal terpenting yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Hubungan yang baik antara pasien dan penyedia pelayanan kesehatan, pengenalan mengenai regimen pengobatan dan reinforcement memiliki dampak positif bagi kepatuhan pasien. Sedangkan komunikasi yang kurang mengenai manfaat, instruksi pengobatan dan efek samping medikasi merupakan faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien. Terutama pada pasien lanjut usia yang memiliki masalah memori. c. Faktor yang berhubungan dengan situasi Pengobatan dalam jangka panjang pada penyakit kronik sering menyebabkan pasien tidak patuh dalam menjalankan regimen pengobatan. Penting bagi pasien untuk memahami penyakitnya dan hal yang dapat terjadi jika tidak melakukan pengobatan. d. Faktor yang berhubungan dengan terapi Kompleksitas regimen pengobatan dosis obat, durasi terapi, efek samping dan terapi yang mengganggu kenyamanan dan gaya hidup pasien dapat menyebabkan rendahnya kepatuhan pasien. Universitas Sumatera Utara 34 e. Faktor yang berhubungan dengan pasien Gangguan fisik dan kognitif dapat meningkatkan risiko ketidakpatuhan pada pasien lanjut usia. Rendahnya pengetahuan mengenai penyakit dan alasan dilakukannya pengobatan, motivasi yang rendah, rendahnya efikasi diri, dan penyalahgunaan obat merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya kepatuhan pasien. Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Capgemini Consulting 2011 yaitu: a. Faktor pasien a Pengetahuan yang tidak adekuat terhadap penyakit dan pengobatan. b Persepsi pada diagnosis dan risiko yang berhubungan dengan penyakit dan pengobatan. c Salah memahami instruksi pengobatan dan follow-up rutin. d Lupa dan perilaku pasien b. Sistem penyedia pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan a Biaya kesehatan yang tidak adekuat seperti asuransi kesehatan b Sistem distribusi obat yang buruk c Hambatan perawatan penyedia layanan kesehatan, seperti kurang pengetahuan pelatihan petugas kesehatan, kapasitas yang lemah d Buruknya hubungan antara pasien dan penyedia pelayanan kesehatan, seperti waktu yang digunakan untuk pasien, gaya berkomunikasi, follow-up dan pemantauan Universitas Sumatera Utara 35 c. Faktor terapi a Efektivitas dan toleransi obat b Rute pemberian obat c Lama pengobatan d Kompleksitas regimen terapi e Gagalnya pengobatan terdahulu f Regimen pengobatan yang sering berubah d. Faktor kondisi a Beratnya gejala penyakit b Tingkat disabilitas fisik, psikologis, sosial, dan vokasional c Tingkat progresi dan keparahan penyakit d Ketersediaan pengobatan yang efektif e. Faktor biaya finansial a Co-payment biaya pengobatan yang dibayar oleh asuransi kesehatan pasien b Kurangnya biaya f. Faktor sosioekonomi a Demografi usia, jenis kelamin, suku bangsa b Pendapatan c Dukungan sosial yang kurang efektif d Budaya dan kepercayaan tentang penyakit dan pengobatan. Universitas Sumatera Utara 36 4.3. Meningkatkan kepatuhan pasien Feuerstein, et al. 1986 dalam Niven 2000 mengidentifikasi lima program tindakan yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien yaitu: a. Pendidikan Pendidikan secara aktif dengan penggunaan alat bantu pendidikan seperti buku dan kaset dapat meningkatkan kepatuhan pasien secara mandiri. b. Akomodasi Tenaga kesehatan harus memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mengalami kecemasan yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menurunkan kepatuhan pasien melaksanakan program pengobatan. c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial Dengan cara membangun dukungan sosial dari keluarga atau teman pasien. Membentuk kelompok-kelompok pendukung dapat membantu meningkatkan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan. d. Perubahan model terapi Program pengobatan dirancang sesederhana mungkin dan melibatkan pasien dalam pembuatan program. Pasien dilatih untuk mematuhi program pengobatan yang sederhana, selanjutnya pasien diharapkan dapat mematuhi program pengobatan yang lebih kompleks. e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisi penyakit, dengan melakukan konsultasi dengan profesional kesehatan pasien dapat Universitas Sumatera Utara 37 mengetahui penyebab, regimen pengobatan, alasan dilakukannya pengobatan dan pentingnya pengobatan. Sehingga dapat meningkatkan kesadaran pasien untuk patuh mengikuti program pengobatan. 4.4. Pengukuran tingkat kepatuhan pasien Tidak terdapat golden standard atau cara yang akurat dalam menilai kepatuhan pasien karena setiap metode memiliki keterbatasan. Sehingga pemilihan metode tergantung kepada tujuan penilaian kepatuhan NIVEL, 2006. Berbagai metode pengukuran kepatuhan pasien yaitu: 4.4.1. Direct observable behavior Pengamatan perilaku pasien secara langsung merupakan cara yang akurat dalam mengukur kepatuhan pasien namun pelaksanaannya masih terbatas dan biasanya dilakukan pada pasien rawat inap. Pengamatan dilaksanakan saat terapi berlangsung dapat menyebabkan hawthorne effect yaitu kecenderungan pasien meningkatkan kepatuhan karena pasien tahu bahwa mereka sedang diamati Fairman, et al., 2000. 4.4.2. Subjective self-reports Metode ini merupakan cara yang paling mudah, cepat dan murah serta telah digunakan secara luas dalam mengukur kepatuhan pasien. Biasanya digunakan untuk mengidentifikasi alasan pasien tidak patuh menjalankan terapi dan mengumpulkan informasi yang berasal dari perspektif pasien. Validitas dari self-report sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh keterbatasan ingatan pasien sehingga dapat mempengaruhi hasil pengukuran kepatuhan. Bentuk self-report yaitu Universitas Sumatera Utara 38 kuesioner, wawancara mengevaluasi kepatuhan dengan menilai secara langsung respon pasien dan self-monitoring. Metode self-monitoring banyak digunakan pada manajemen diri pasien penyakit kronik. Pasien diajarkan cara perawatan diri dan manajemen diri dalam menghadapi penyakitnya. Self-monitoring dapat berupa patient’s diaries, daily checklists dan hand-hold computers NIVEL, 2006. Patient’s diaries lebih bersifat intervensi dari pada alat ukur karena pasien mengisi diari dan menjalankan terapi dalam waktu yang bersamaan Fairman, et al., 2000. Patient’s diaries dapat menyediakan informasi yang detail mengenai kepatuhan pasien, tetapi dalam pelaksanaannya banyak pasien yang berhenti dan menolak untuk mengisi diari mereka. 4.4.3. Objective monitoring medication usage Dalam menilai kepatuhan pasien dengan objective monitoring medication usage terdapat tiga metode yaitu: a. Electronic Monitoring EM-devices Metode yang sering digunakan yaitu MEMS Medication Event Monitoring System Cap. Metode ini menggunakan chip komputer yang diletakkan di tutup botol obat yang telah disesain khusus untuk merekap waktu dan durasi setiap botol dibuka. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sensitif dalam mendeteksi ketidakpatuhan terapi, walaupun demikian terdapat beberapa keterbatsan pada akurasi dan kepraktisan metode ini. Sebagai contoh pasien tidak dapat menggunakan Universitas Sumatera Utara 39 pill organizer atau kemasan blister yang biasa digunakan karena pasien harus mendapatkan semua dosis dari botol MEMS. Jumlah obat yang diambil setiap botol dibuka tidak dihitung, jika pasien mengambil obat dalam jumlah yang berlebih untuk diminum pada waktu minum obat selanjutnya, maka hal ini akan terdeteksi sebagai ketidakpatuhan Machtinge dan Bangsberg, 2005. b. Pill counts Pill counts biasanya digunakan untuk mengukur kepatuhan meminum obat dengan cara menghitung jumlah obat yang tersisa dan mengasumsikan apabila terdapat kelebihan jumlah obat maka ada dosis yang dilewatkan oleh pasien. Grymonpre, et al., 1998. c. Prescription Pharmacy refills Metode ini dapat mengukur kepatuhan dengan melihat tanggal ketika obat diambil. Tanggal dapat diperoleh dari apotek atau penyedia layanan obat lain. Pada metode ini pasien dinyatakan telah melewatkan pengobatan ketika pengambilan obat tidak sesuai dengan tanggal yang sudah ditentukan Machtinge dan Bangsberg, 2005. 4.4.4. Objective physiologicalbiomedical measures Pengukuran kepatuhan yang dilakukan dengan menganalisis biokimia darah, urin dan sekresi tubuh untuk menilai kepatuhan pasien dalam meminum obat. Analisis dilakukan untuk menunjukkan pasien telah meminum obat atau tidak. Tetapi terkadang analisis ini dapat dipengaruhi Universitas Sumatera Utara 40 oleh obat itu sendiri misalnya obat dengan waktu paruh yang pendek dan metabolisme pasien yang bervariasi Fairman, et al., 2000. Pengukuran kepatuhan pasien dalam melaksanakan latihan fisik dapat digunakan accelerometers untuk mengukur pergerakan tubuh dan energy expenditure untuk mengukur secara langsung frekuensi dan intensitas aktivitas fisik NIVEL, 2006. 4.4.5. Health outcomes Metode ini merupakan cara yang tidak akurat dalam mengukur kepatuhan pasien. Penilaian kepatuhan dapat dinilai dari status fungsional, keadaan sejahtera well being, kualitas hidup, morbiditas dan hospitalisasi. Health outcomes dapat menjadi indikasi kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi, namun hubungan antara kepatuhan dan health outcomes tidak jelas dan lemah Dimatteo, et al., 2002 dalam NIVEL, 2006. Perubahan health outcome dinilai tidak responsif terhadap kepatuhan pasien Myers Midence, 1998 dalam NIVEL 2006. Universitas Sumatera Utara 41

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

Dokumen yang terkait

Karakteristik Hipertensi pada Pasien Penyakit Jantung Koroner yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik dari September Hingga November 2014

6 76 84

Prevalensi Hiperkolesterolemia pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner di RSUP H. Adam Malik Tahun 2009 - 2010

0 47 83

Karakteristik Pasien Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan Yang Menjalani Kateterisasi Jantung di RSUP H. Adam Malik Medan

1 50 59

Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Bawaan pada Anak Tahun 2007 – 2009 di RSUP H. Adam Malik Medan

3 58 65

Penerimaan Tenaga Non PNS RSUP H. Adam Malik Semester I TA 2017

0 1 6

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 14

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 1 32

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 2 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN - Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 9