14
serum lipid, meningkatkan kesejahteraan psikososial, dan mengurangi stres Balady, 1994 dalam Derstine, et al., 2001.
Menurut Tedjasukmana 2010 tujuan rehabilitasi jantung yaitu: a. Medical goals yaitu meningkatkan fungsi jantung, mengurangi risiko
kematian mendadak, infark berulang, meningkatkan kapasitas kerja, mencegah progresivitas yang mendasari proses ateroskeloris, dan
menurunkan mortalitas dan morbiditas.
b. Psychological goals yaitu mengembalikan percaya diri, mengurangi
kecemasan dan
depresi, meningkatkan
manajemen stres
dan mengembalikan fungsi seksual yang baik.
c. Social goals yaitu dapat bekerja kembali dan melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri. d. Health service goals yaitu mengurangi biaya medis, mobilisasi dini dan
pasien dapat pulang dengan segera, mengurangi pemakaian obat-obatan, dan mengurangi kemungkinan dirawat kembali.
Balady 2007 dalam Rady, et al., 2009 menjelaskan program rehabilitasi jantung yang komprehensif harus mencakup beberapa komponen berikut yaitu:
a. Pengkajian kondisi dan riwayat medis pasien b. Edukasi dan konseling dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran pasien agar mampu menghindari faktor risiko dengan usaha sendiri, mampu mengatasi kecemasan, dan mengatasi faktor risiko agar
proses penyakit atau proses atherosklerosis dapat dihentikan atau dihambat
Universitas Sumatera Utara
15
c. Upaya pengontrolan faktor risiko; menyangkut edukasi, modifikasi gaya hidup kearah hidup sehat dan pengobatan yang diperlukan
d. Program latihan dan konseling aktivitas fisik, terutama dalam upaya meningkatkan pola hidup sehat, tingkat kebugaran, kualitas hidup, dan
pengendalian faktor risiko. 2.2. Fase rehabilitasi jantung
Rehabilitasi jantung dimulai saat kondisi hemodinamik pasien stabil yaitu tidak ada sakit dada berulang dalam 8 jam, tidak ada tanda-tanda gagal jantung
yang tidak terkompensasi sesak pada saat istirahat dengan ronki di dasar paru bilateral, dan tidak ada perubahan signifikan yang baru pada EKG dalam 8
jam terakhir Tedjasukmana, 2010. Kriteria-kriteria untuk pasien rehabilitasi jantung yaitu:
a. Kriteria inklusi: paska miokard infark, penyakit jantung koroner, paska PTCA, paska CABG, CHF stabil, pacu jantung, penyakit katup jantung,
transplantasi jantung, penyakit jantung bawaan, dan penyakit gangguan vaskular lainnya.
b. Kriteria ekslusi: angina tidak stabil, gagal jantung kelas 4, takiaritmia- bradiaritmia tidak terkontrol, severe aortic-mitral stenosis, hypertropic-
obstructive cardiomyopathy, severe pulmonary hypertension, dan kondisi lainnya.
Universitas Sumatera Utara
16
Rehabilitasi jantung memiliki 4 fase yaitu: a. Fase I Inpatient
Program rehabilitasi fase I merupakan program yang diberikan selama pasien dirawat di rumah sakit. Rehabilitasi fase akut di rumah sakit meliputi
rehabilitasi di ruang ICCUCVCU selama 3-5 hari dan dilanjutkan di ruang perawatan lanjutan selama 2-3 minggu atau hingga pasien pulang Udjianti,
2011. Kegiatan program rehabilitasi fase I terdiri dari pendidikan kesehatan dan latihan aktivitas fisik. Aktivitas atau tingkat fungsional disusun
berdasarkan diagnosis dan kondisi medis pasien. Pasien dipantau secara ketat terhadap kemungkinan tanda dan gejala yang timbul selama latihan Irish
Association of Cardiac Rehabilitation, 2013. b. Fase II Outpatient Immediate outpatient
Program outpatient dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari rumah sakit yaitu dimulai pada minggu kedua atau ketiga berupa program latihan
terstruktur, pasien individualgroup, konseling, dan edukasi Tedjakusuma, 2010. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan
kemampuan fisik pasien pada keadaan sebelum sakit. Pasien yang pernah menjalani operasi CABG sering merasa pusing dan
disritmia supraventrikular sedangkan pada pasien infark miokard sering mengalami perubahan segmen ST pada EKG. Sehingga diperlukan
pengawasan program rehabilitasi pada pasien dengan riwayat gangguan jantung tersebut Jolliffe, et al., 2001. Program ini dikepalai oleh dokter yang
dapat melakukan kontak secara teratur dengan pasien, dapat melayani
Universitas Sumatera Utara
17
panggilan rumah atau dapat melakukan pengawasan pada program latihan Marchionni, et al., 2003 dalam Arovah, 2012.
c. Fase III Maintenance intermediate outpatient Fase ini dimulai segera setelah fase II, saat kondisi pasien sudah stabil dan
tetap dengan tindakan supervisi. Program fase III difokuskan pada modifikasi gaya hidup dan latihan fisik. Fase ini berlangsung selama 3-6 bulan Derstine,
et al., 2001. d. Fase IV Maintenance phase of indefinite lenght
Fase yang tidak memerlukan supervisi dan berlangsung dalam waktu tak terbatas. Tujuan pada fase IV yaitu melihara pencapaian kondisi pasien yang
optimal. Fase ini difokuskan pada perawatan jangka panjang seumur hidup untuk menjaga gaya hidup sehat, menghindari kemunduran dari target-target
yang sebelumnya
telah tercapai
seperti tingkat
kesegaran fisik,
mempertahankan berat badan, dan berhenti merokok Lubis, 2009.
2.3. Program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I 2.3.1. Latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I
Program latihan aktivitas fisik dapat dilakukan setelah 48 jam setelah gangguan jantung sepanjang tidak terdapat kontraindikasi. Program
latihan aktivitas fisik rehabilitatif bagi penderita gangguan jantung bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi
penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan, dan membantu pasien untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum
mengalami gangguan jantung Arovah, 2012.
Universitas Sumatera Utara
18
Program latihan dapat meningkatkan toleransi aktivitas pada wanita dan pria pada semua usia termasuk usia diatas 75 tahun Balady, et al.,
1996 dalam Hoeman, 2002. Latihan aktivitas fisik juga menurunkan gejala angina, gejala gagal jantung, dan meningkatkan clinical
measurement pada iskemia Wenger, et al., 1995 dalam Hoeman, 2002.
Selain memiliki manfaat vital, latihan fisik pada pasien gangguan jantung
dapat pula mencetuskan serangan ulang. Untuk meminimalisasi risiko tersebut, latihan fisik dikontraindikasikan pada keadaaan tertentu. Sebab
itu, sebelum pasien memulai program latihan aktivitas fisik, pasien harus mendapatkan rekomendasi dari dokter.
Indikasi relatif untuk memulai latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I Working Group on Cardiac Rehabilitation and Exercise
Physiology and Working Group on Heart Failure of the European Society of Cardiology, 2001 dalam Papathanasioui, et al., 2008 yaitu:
a. Gagal jantung terkompensasi minimal selama 3 minggu
b. Dapat berbicara tanpa dispnea RR 30 kali permenit
c. HR rest 110 kali permenit
d. Tidak merasa kelelahan
e. Indeks jantung
≥2.1 Lminm
2
atau CVP 12 mmHg Kontraindikasi latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I
Oldridge, 1988 dalam Arovah, 2012 yaitu: a. Angina tidak stabil
Universitas Sumatera Utara
19
b. Tekanan darah sistolik istirahat 200 mm Hg atau diastolik istirahat 100 mmHg
c. Hipotensi ort ostatik sebesar ≥ 20 mmHg
d. Stenosis aorta sedang sampai berat e. Gangguan sistemik akut atau demam
f. Disritmia ventrikel atau atrium tidak terkontrol g. Sinus takikardia 120 denyutmenit
h. Gangguan jantung kongestif tidak terkontrol i. Blok atrio ventrikular
j. Miokarditis dan perikarditis aktif k. Embolisme
l. Tromboflebitis m. Perubahan gelombang ST 3mm
n. Diabetes tidak terkontrol o. Masalah ortopedis yang menganggu istirahat.
2.3.2. Peresepan latihan aktivitas fisik exercise prescription rehabilitasi jantung fase I
Lavie, et al. 1993 dalam Arovah, 2012 menyatakan bahwa program latihan aktivitas fisik disusun berdasarkan tingkat kesadaran dan
kebutuhan individual pasien status medis, profil faktor risiko, stabilitas muskuloskeletal, motivasi terhadap latihan, dan hasil EKG. Program
latihan sebaiknya dimonitor berdasarkan target frekuensi denyut nadi, perceived exertion maupun prediksi METs Metabolic Equivalents.
Universitas Sumatera Utara
20
Metode METs dapat menilai kebutuhan latihan dan aktivitas pasien. Satu METs menunjukkan kebutuhan oksigen individu saat istirahat atau setara
dengan 3,5 ml O
2
kg menit Woods, et al., 2000 dalam Hoeman, 2002. Peningkatan acupan oksigen baru dapat diperoleh secara maksimal bila
latihan dinamis dilakukan selama 15 ‐60 menit, tiga hingga lima kali dalam
seminggu dengan intensitas 50 – 80 dari kemampuan maksimalnya, dan
disertai waktu singkat untuk pemanasan dan pendinginan Lubis, 2009. Protokol pelaksanaan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung
bersifat submaksimal atau dibatasi terhadap keluhan. Protokol submaksimal memiliki hasil akhir yang telah ditentukan, yaitu denyut
jantung maksimal 120 denyut per menit atau 70 dari perkiraan denyut jantung maksimal, atau setinggi 5 METs Lubis, 2009. Latihan aktivitas
fisik dilakukan terbatas pada intensitas ringan dan tidak menyebabkan kelelahan. Bentuk latihan dapat berupa aktivitas perawatan diri, latihan
sederhana seperti ROM range of motion, dan terapi fisik ambulasi yang diawasi misalnya berjalan, bersepeda, latihan ergometri lengan dan aquatic
exercises Brewer, et al., 2002 dalam Hoeman 2002. Latihan aktivitas fisik diresepkan berdasarkan bentuk, intensitas,
durasi, dan frekuensi latihan. Intensitas latihan berkisar antara 1-3 METs, HR heart rate selama latihan tidak melebihi 20x menit HR selama
istirahat. Skala perceived exertion tidak lebih dari 11 light exertion berdasarkan 6-20 skala Borg. Durasi latihan selama 3-5 menit dan
ditingkatkan hingga 15 menit. Frekuensi latihan di ICU adalah 3-4 sesi
Universitas Sumatera Utara
21
perhari dan diikuti dengan 1-2 sesi perhari di departemen terapi fisik Cahalin, 2001; American College of Sports Medicine, 2006 dalam
Papathanasioui, et al., 2008. Tes yang dibatasi gejala dibentuk untuk terus melaksanakan latihan
hingga munculnya tanda dan gejala yang memaksa dihentikannya tes, protokol yang paling sering dipergunakan adalah modified Bruce, modified
Naughton dan Bruce standard Gibbons, et al., dalam Lubis, 2009. Pada ruangan rawat inap penyakit kardiovaskular RSUP H. Adam Malik
biasanya dilaksanakan 6 minute walk test untuk mengkaji kapasitas fungsional pasien yang diberikan program latihan aktivitas fisik
rehabilitasi jantung fase I inpatient. Walk test dilakukan pada awal dan akhir program latihan untuk mengkaji kemampuan pasien berjalan dalam
waktu enam menit, perkiraan METs, keluhan selama latihan, waktu istirahat serta pengukuran tekanan darah dan frekuensi denyut nadi Babu,
et al., 2010. Pasien perlu monitoring ketat untuk melihat timbulnya tanda dan
gejala iskemik miokardium, ventrikular disritmia atau kriteria-kriteria yang menyebabkan latihan aktivitas fisik perlu dihentikan. American
College of Sports Medicine 2000 dalam Hoeman 2002 menyebutkan latihan aktivitas fisik harus dihentikan jika terdapat tanda dan gejala
berikut yaitu: a. Kelelahan, pusing, dispnea dan mual
b. Perubahan ritme jantung
Universitas Sumatera Utara
22
c. Gejala angina d. Penurunan denyut nadi lebih dari 10 kali menit
e. Penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg f. Peningkatan denyut nadi lebih dari 20 kali menit untuk pasien infark
miokardium g. Peningkatan tekanan darah lebih dari batas yang dianjurkan saat
exercise testing sebelumnya Latihan pada fase ini menuntut kesiapan tim yang dapat mengatasi
keadaan gawat darurat apabila pada saat latihan terjadi serangan jantung Arovah, 2012. Apabila terjadi gejala gangguan jantung, ortopedik
maupun neuromuskular perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap program latihan Lavie, et al., 1993 dalam Arovah, 2012. Rehabilitasi
pada pasien yang disertai komplikasi dilakukan apabila komplikasi sudah dapat diatasi dan setiap tahap memerlukan waktu yang lebih lama.
Program aktivitas fisik yang terarah dan teratur akan meningkatkan kapasitas kerja fisik yang baik sehingga lebih banyak pekerjaan yang dapat
dilakukan pasien Udjianti, 2011. 2.3.3. Pelaksanaan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I
American College of Sports Medicine 2007 dalam Selig, et al.,
2010 merekomendasikan latihan dalam bentuk latihan aerobik aktivitas
seperti berjalan, berlari, bersepeda, dan berenang untuk pasien gagal jantung kelas NYHA I-IV yaitu:
Universitas Sumatera Utara
23
Tabel 2.1 Rekomendasi latihan dalam bentuk latihan aerobik aktivitas berjalan, berlari, bersepeda, dan berenang untuk pasien gagal jantung kelas
NYHA I-IV American College of Sports Medicine, 2007 dalam Selig,
et al., 2010 Kelas
Frekuensi Intensitas volume
Durasi NYHA I-II
4-7 hari
minggu Latihan
berdasarkan ambang
batas iskemik
yang dapat diterapkan. RPE 11-14 6-20 skala
Borg, atau HR
peak
40-75 dimana HR
peak
telah ditentukan pada saat
tes latihan, atau VO
2 peak
40-70. Progresi intensitas latihan
dibuat berdasarkan
penurunan RPE dan HR pada
intensitas latihan
yang sama Dimulai 10-15 menit pada
target intensitas latihan kemudian
ditingkatkan secara berangsur-angsur
berdasarkan kemajuan
dan toleransi
pasien hingga 45-60 menit.
Jarak waktu latihan yang ditoleransi dengan baik
oleh pasien yaitu 1:1 latihan rasio istirahat,
ditingkatkan hingga 2:1 latihan rasio istirahat.
NYHA III- IV
4-7 hari
minggu RPE ≤ 13, atau
HR
peak
40- 65 dimana HR
peak
telah ditentukan pada saat
tes latihan, atau VO
2 peak
40-60 Sama dengan diatas
Dalam program rehabilitasi jantung fase I kegiatan latihan aktivitas fisik diberikan dengan beban latihan 2-3 METs Hoeman, 2002. Pedoman
pelaksanaan latihan aktivitas fisik pasien infark miokardium di ruang ICCU dan ruang perawatan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
24
Tabel 2.2 Pedoman pelaksanaan latihan aktivitas fisik pasien infark miokardium Udjianti, 2011.
Tahap Tempat Hari ke
Latihan fisik Aktivitas
I ICCU 1-2
-Pergerakan fisik
semua ekstremitas masing-masing 5
kali di atas tempat tidur. -Pergerakan aktif pergelangan
kaki ke arah plantar dan dorsal 10 kali dengan frekuensi 3 kali
per hari. -Duduk di kursi 2x15
menit per hari. -Makan sendiri.
II
III
IV ICCU 3-4
Intermediate room 5-7
Ruang perawatan 8-10
-Fleksi, ekstensi, rotasi sendi bahu, siku, pinggang dengan
bantuan. -Pergerakan aktif sendi bahu,
siku, pinggang, pergelangan kaki dengan bantuan minimal.
-Pergerakan aktif sendi bahu, siku, pinggang, pergelangan
kaki dengan bantuan minimal. -Mencuci
tangan, menggosok gigi.
-Duduk di kursi 3x15 menit per hari.
-Sama dengan tahap II.
-Berganti
pakaian sendiri.
-Ganti pakaian,
menyisir sendiri
dengan duduk -Berjalan di kamar
saja
V Ruang perawatan
11-12 -Pergerakan aktif sendi bahu,
siku, pinggang, pergelangan kaki dengan bantuan minimal.
-Sama dengan tahap IV.
-Berjalan ke kamar mandi
dan mandi
sendiri. VI
Ruang perawatan 13-14
-Berdiri dengan menggerakkan ekstremitas 3 kali per hari
-Tidur terlentang
dengan menggerakkan kedua kaki 2
kali perhari. -Tidur
miring dengan
mengangkat kaki 2 kali per hari.
-Duduk di ruang tamu.
VII Ruang perawatan
15-16 -Sama dengan tahap VI
-Duduk di ruang tamu 2 kali per hari.
-Lebih banyak duduk setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
25
National Heart Foundation of Australia 2004 menjelaskan program rehabilitasi jantung fase I terdiri dari edukasi pasien dan
mobilisasi pasien rawat inap latihan aktivitas fisik. Topik edukasi pasien rawat inap yaitu:
a. Penjelasan mengenai penyakit jantung, pengobatan, prosedur yang akan dilakukan
b. Perubahan fisik dan sosial akibat penyakit, seperti pekerjaan, mengemudi, dan aktivitas sosial
c. Penjelasan mengenai program rehabilitasi d. Penjelasan mengenai obat-obatan kardiovaskular indikasi, efek
samping dan sebagainya e. Penjelasan mengenai modifikasi faktor risiko, nutrisi diet, target berat
badan dan tekanan darah, target aktivitas fisik f. Penjelasan manajemen nyeri dada saat di rumah
g. Penjelasan mengenai program rehabilitasi di rumah Tabel 2.2 lanjutan.
Tahap
Tempat Hari ke Latihan fisik
Aktivitas VIII
Ruang perawatan 17-18
-Tahap VI lebih ditingkatkan -Berjalan di ruangan
sekali perhari. -Turun tangga dengan
berjalan
dan naik
tangga dengan
elevator. IX
Ruang perawatan 19-20
-Sama dengan tahap VIII -Berjalan di ruangan 3
kali per hari. -Turun
dan naik
tangga dengan
berjalan.
Universitas Sumatera Utara
26
Sedangkan program mobilisasi latihan aktivitas fisik pada pasien rawat inap yaitu:
Tabel 2.3. Pedoman program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I National Heart Foundation of Australia, 2004.
Stage Latihan aktivitas fisik
1 - Mandi dengan bantuan
- Ke toilet dengan kursi roda bantuan - Mobilisasi tangan dan kaki seperti dicontohkan
2 - Mandi dengan bantuan
- Ke toilet dengan kursi roda bantuan - Mobilisasi tangan dan kaki seperti dicontohkan
- Berjalan perlahan 1-2 menit 2x sehari
3 - Dapat mandi sendiri sambil duduk
- Berjalan ke toilet sendiri - Duduk di kursi
- Berjalan perlahan 1-2 menit 2x sehari
4
5 - Mandi sendiri berdiri
- Berjalan biasa 3-4 menit 2x sehari - Sebagai tambahan pasien dapat berjalan sendiri atas keinginan
pasien - Mandi sendiri
- Berjalan biasa 10 menit 2x sehari - Mendaki 1 set tangga dengan bantuan
6 - Mandi sendiri
- Mendaki 2 set tangga dengan bantuan 3. Pengetahuan
3.1. Definisi pengetahuan Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh orang atau responden
terkait dengan sehat dan sakit yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain Notoatmodjo, 2010. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang
terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu Sunaryo, 2004. Pengetahuan didefinisikan sebagai fakta atau
informasi yang dianggap benar berdasarkan pemikiran yang melibatkan
Universitas Sumatera Utara
27
pengujian empiris pemikiran tentang fenomena yang diobservasi secara langsung atau berdasarkan proses berpikir lainnya seperti pemberian alasan
logis atau penyelesaian masalah. Lynn, 2006. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka atau overt
behavior Sunaryo, 2004. 3.2. Proses adopsi perilaku
Rogers 1974 dalam Notoadmodjo, 2010 mengungkapkan bahwa terjadi suatu proses sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru yaitu:
a. Awareness kesadaran, individu menyadari adanya stimulus b. Interest tertarik, individu mulai tertarik pada stimulus
c. Evaluation menimbang-nimbang, individu menimbang-nimbang tentang umpan balik stimulus tersebut bagi dirinya
d. Trial mencoba, individu mulai mencoba perilaku baru e. Adoption adopsi perilaku, individu telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus. Perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila
penerimaan perilaku baru melalui proses yang didasari pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku akan bersifat langgeng long
lasting. 3.3. Tahapan pengetahuan
Notoadmodjo 2010 mengidentifikasi tahapan pengetahuan di dalam domain kognitif yang mencakup enam tingkatan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
28
a. Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang tahu adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.
b. Memahami merupakan
kemampuan untuk
menjelaskan dan
menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Individu yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberi
contoh, dan menyimpulkan. c. Penerapan merupakan kemampuan menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum- hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
d. Analisis merupakan kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian kecil tetapi masih dalam satu struktur objek tersebut dan
masih berkaitan satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah individu mampu menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat
bagan proses adopsi perilaku, dan mampu membedakan pengertian psikologi dan fisiologi.
e. Sintesis merupakan kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah individu dapat menyusun, meringkas, merencanakan,
dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
Universitas Sumatera Utara
29
f. Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatau objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau
disusun sendiri. 3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Budiman dan Riyanto 2013 menjelaskan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu:
a. Pendidikan Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan, namun tidak mutlak tingkat pendidikan memengaruhi luasnya pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pengetahuan seseorang tentang
sesuatu objek mengandung aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak
aspek positif dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut.
b. Informasi atau media massa. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek immediate impact sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Berkembangnya teknologi menyediakan berbagai jenis media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan seseorang tentang inovasi baru dan
berpengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan.
Universitas Sumatera Utara
30
c. Sosial, budaya, dan ekonomi