Psychological goals yaitu mengembalikan percaya diri, mengurangi Social goals yaitu dapat bekerja kembali dan melakukan aktivitas kehidupan

14 serum lipid, meningkatkan kesejahteraan psikososial, dan mengurangi stres Balady, 1994 dalam Derstine, et al., 2001. Menurut Tedjasukmana 2010 tujuan rehabilitasi jantung yaitu: a. Medical goals yaitu meningkatkan fungsi jantung, mengurangi risiko kematian mendadak, infark berulang, meningkatkan kapasitas kerja, mencegah progresivitas yang mendasari proses ateroskeloris, dan menurunkan mortalitas dan morbiditas.

b. Psychological goals yaitu mengembalikan percaya diri, mengurangi

kecemasan dan depresi, meningkatkan manajemen stres dan mengembalikan fungsi seksual yang baik.

c. Social goals yaitu dapat bekerja kembali dan melakukan aktivitas kehidupan

sehari-hari secara mandiri. d. Health service goals yaitu mengurangi biaya medis, mobilisasi dini dan pasien dapat pulang dengan segera, mengurangi pemakaian obat-obatan, dan mengurangi kemungkinan dirawat kembali. Balady 2007 dalam Rady, et al., 2009 menjelaskan program rehabilitasi jantung yang komprehensif harus mencakup beberapa komponen berikut yaitu: a. Pengkajian kondisi dan riwayat medis pasien b. Edukasi dan konseling dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pasien agar mampu menghindari faktor risiko dengan usaha sendiri, mampu mengatasi kecemasan, dan mengatasi faktor risiko agar proses penyakit atau proses atherosklerosis dapat dihentikan atau dihambat Universitas Sumatera Utara 15 c. Upaya pengontrolan faktor risiko; menyangkut edukasi, modifikasi gaya hidup kearah hidup sehat dan pengobatan yang diperlukan d. Program latihan dan konseling aktivitas fisik, terutama dalam upaya meningkatkan pola hidup sehat, tingkat kebugaran, kualitas hidup, dan pengendalian faktor risiko. 2.2. Fase rehabilitasi jantung Rehabilitasi jantung dimulai saat kondisi hemodinamik pasien stabil yaitu tidak ada sakit dada berulang dalam 8 jam, tidak ada tanda-tanda gagal jantung yang tidak terkompensasi sesak pada saat istirahat dengan ronki di dasar paru bilateral, dan tidak ada perubahan signifikan yang baru pada EKG dalam 8 jam terakhir Tedjasukmana, 2010. Kriteria-kriteria untuk pasien rehabilitasi jantung yaitu: a. Kriteria inklusi: paska miokard infark, penyakit jantung koroner, paska PTCA, paska CABG, CHF stabil, pacu jantung, penyakit katup jantung, transplantasi jantung, penyakit jantung bawaan, dan penyakit gangguan vaskular lainnya. b. Kriteria ekslusi: angina tidak stabil, gagal jantung kelas 4, takiaritmia- bradiaritmia tidak terkontrol, severe aortic-mitral stenosis, hypertropic- obstructive cardiomyopathy, severe pulmonary hypertension, dan kondisi lainnya. Universitas Sumatera Utara 16 Rehabilitasi jantung memiliki 4 fase yaitu: a. Fase I Inpatient Program rehabilitasi fase I merupakan program yang diberikan selama pasien dirawat di rumah sakit. Rehabilitasi fase akut di rumah sakit meliputi rehabilitasi di ruang ICCUCVCU selama 3-5 hari dan dilanjutkan di ruang perawatan lanjutan selama 2-3 minggu atau hingga pasien pulang Udjianti, 2011. Kegiatan program rehabilitasi fase I terdiri dari pendidikan kesehatan dan latihan aktivitas fisik. Aktivitas atau tingkat fungsional disusun berdasarkan diagnosis dan kondisi medis pasien. Pasien dipantau secara ketat terhadap kemungkinan tanda dan gejala yang timbul selama latihan Irish Association of Cardiac Rehabilitation, 2013. b. Fase II Outpatient Immediate outpatient Program outpatient dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari rumah sakit yaitu dimulai pada minggu kedua atau ketiga berupa program latihan terstruktur, pasien individualgroup, konseling, dan edukasi Tedjakusuma, 2010. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan kemampuan fisik pasien pada keadaan sebelum sakit. Pasien yang pernah menjalani operasi CABG sering merasa pusing dan disritmia supraventrikular sedangkan pada pasien infark miokard sering mengalami perubahan segmen ST pada EKG. Sehingga diperlukan pengawasan program rehabilitasi pada pasien dengan riwayat gangguan jantung tersebut Jolliffe, et al., 2001. Program ini dikepalai oleh dokter yang dapat melakukan kontak secara teratur dengan pasien, dapat melayani Universitas Sumatera Utara 17 panggilan rumah atau dapat melakukan pengawasan pada program latihan Marchionni, et al., 2003 dalam Arovah, 2012. c. Fase III Maintenance intermediate outpatient Fase ini dimulai segera setelah fase II, saat kondisi pasien sudah stabil dan tetap dengan tindakan supervisi. Program fase III difokuskan pada modifikasi gaya hidup dan latihan fisik. Fase ini berlangsung selama 3-6 bulan Derstine, et al., 2001. d. Fase IV Maintenance phase of indefinite lenght Fase yang tidak memerlukan supervisi dan berlangsung dalam waktu tak terbatas. Tujuan pada fase IV yaitu melihara pencapaian kondisi pasien yang optimal. Fase ini difokuskan pada perawatan jangka panjang seumur hidup untuk menjaga gaya hidup sehat, menghindari kemunduran dari target-target yang sebelumnya telah tercapai seperti tingkat kesegaran fisik, mempertahankan berat badan, dan berhenti merokok Lubis, 2009. 2.3. Program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I 2.3.1. Latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I Program latihan aktivitas fisik dapat dilakukan setelah 48 jam setelah gangguan jantung sepanjang tidak terdapat kontraindikasi. Program latihan aktivitas fisik rehabilitatif bagi penderita gangguan jantung bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan, dan membantu pasien untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan jantung Arovah, 2012. Universitas Sumatera Utara 18 Program latihan dapat meningkatkan toleransi aktivitas pada wanita dan pria pada semua usia termasuk usia diatas 75 tahun Balady, et al., 1996 dalam Hoeman, 2002. Latihan aktivitas fisik juga menurunkan gejala angina, gejala gagal jantung, dan meningkatkan clinical measurement pada iskemia Wenger, et al., 1995 dalam Hoeman, 2002. Selain memiliki manfaat vital, latihan fisik pada pasien gangguan jantung dapat pula mencetuskan serangan ulang. Untuk meminimalisasi risiko tersebut, latihan fisik dikontraindikasikan pada keadaaan tertentu. Sebab itu, sebelum pasien memulai program latihan aktivitas fisik, pasien harus mendapatkan rekomendasi dari dokter. Indikasi relatif untuk memulai latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I Working Group on Cardiac Rehabilitation and Exercise Physiology and Working Group on Heart Failure of the European Society of Cardiology, 2001 dalam Papathanasioui, et al., 2008 yaitu: a. Gagal jantung terkompensasi minimal selama 3 minggu b. Dapat berbicara tanpa dispnea RR 30 kali permenit c. HR rest 110 kali permenit d. Tidak merasa kelelahan e. Indeks jantung ≥2.1 Lminm 2 atau CVP 12 mmHg Kontraindikasi latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I Oldridge, 1988 dalam Arovah, 2012 yaitu: a. Angina tidak stabil Universitas Sumatera Utara 19 b. Tekanan darah sistolik istirahat 200 mm Hg atau diastolik istirahat 100 mmHg c. Hipotensi ort ostatik sebesar ≥ 20 mmHg d. Stenosis aorta sedang sampai berat e. Gangguan sistemik akut atau demam f. Disritmia ventrikel atau atrium tidak terkontrol g. Sinus takikardia 120 denyutmenit h. Gangguan jantung kongestif tidak terkontrol i. Blok atrio ventrikular j. Miokarditis dan perikarditis aktif k. Embolisme l. Tromboflebitis m. Perubahan gelombang ST 3mm n. Diabetes tidak terkontrol o. Masalah ortopedis yang menganggu istirahat. 2.3.2. Peresepan latihan aktivitas fisik exercise prescription rehabilitasi jantung fase I Lavie, et al. 1993 dalam Arovah, 2012 menyatakan bahwa program latihan aktivitas fisik disusun berdasarkan tingkat kesadaran dan kebutuhan individual pasien status medis, profil faktor risiko, stabilitas muskuloskeletal, motivasi terhadap latihan, dan hasil EKG. Program latihan sebaiknya dimonitor berdasarkan target frekuensi denyut nadi, perceived exertion maupun prediksi METs Metabolic Equivalents. Universitas Sumatera Utara 20 Metode METs dapat menilai kebutuhan latihan dan aktivitas pasien. Satu METs menunjukkan kebutuhan oksigen individu saat istirahat atau setara dengan 3,5 ml O 2 kg menit Woods, et al., 2000 dalam Hoeman, 2002. Peningkatan acupan oksigen baru dapat diperoleh secara maksimal bila latihan dinamis dilakukan selama 15 ‐60 menit, tiga hingga lima kali dalam seminggu dengan intensitas 50 – 80 dari kemampuan maksimalnya, dan disertai waktu singkat untuk pemanasan dan pendinginan Lubis, 2009. Protokol pelaksanaan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung bersifat submaksimal atau dibatasi terhadap keluhan. Protokol submaksimal memiliki hasil akhir yang telah ditentukan, yaitu denyut jantung maksimal 120 denyut per menit atau 70 dari perkiraan denyut jantung maksimal, atau setinggi 5 METs Lubis, 2009. Latihan aktivitas fisik dilakukan terbatas pada intensitas ringan dan tidak menyebabkan kelelahan. Bentuk latihan dapat berupa aktivitas perawatan diri, latihan sederhana seperti ROM range of motion, dan terapi fisik ambulasi yang diawasi misalnya berjalan, bersepeda, latihan ergometri lengan dan aquatic exercises Brewer, et al., 2002 dalam Hoeman 2002. Latihan aktivitas fisik diresepkan berdasarkan bentuk, intensitas, durasi, dan frekuensi latihan. Intensitas latihan berkisar antara 1-3 METs, HR heart rate selama latihan tidak melebihi 20x menit HR selama istirahat. Skala perceived exertion tidak lebih dari 11 light exertion berdasarkan 6-20 skala Borg. Durasi latihan selama 3-5 menit dan ditingkatkan hingga 15 menit. Frekuensi latihan di ICU adalah 3-4 sesi Universitas Sumatera Utara 21 perhari dan diikuti dengan 1-2 sesi perhari di departemen terapi fisik Cahalin, 2001; American College of Sports Medicine, 2006 dalam Papathanasioui, et al., 2008. Tes yang dibatasi gejala dibentuk untuk terus melaksanakan latihan hingga munculnya tanda dan gejala yang memaksa dihentikannya tes, protokol yang paling sering dipergunakan adalah modified Bruce, modified Naughton dan Bruce standard Gibbons, et al., dalam Lubis, 2009. Pada ruangan rawat inap penyakit kardiovaskular RSUP H. Adam Malik biasanya dilaksanakan 6 minute walk test untuk mengkaji kapasitas fungsional pasien yang diberikan program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I inpatient. Walk test dilakukan pada awal dan akhir program latihan untuk mengkaji kemampuan pasien berjalan dalam waktu enam menit, perkiraan METs, keluhan selama latihan, waktu istirahat serta pengukuran tekanan darah dan frekuensi denyut nadi Babu, et al., 2010. Pasien perlu monitoring ketat untuk melihat timbulnya tanda dan gejala iskemik miokardium, ventrikular disritmia atau kriteria-kriteria yang menyebabkan latihan aktivitas fisik perlu dihentikan. American College of Sports Medicine 2000 dalam Hoeman 2002 menyebutkan latihan aktivitas fisik harus dihentikan jika terdapat tanda dan gejala berikut yaitu: a. Kelelahan, pusing, dispnea dan mual b. Perubahan ritme jantung Universitas Sumatera Utara 22 c. Gejala angina d. Penurunan denyut nadi lebih dari 10 kali menit e. Penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg f. Peningkatan denyut nadi lebih dari 20 kali menit untuk pasien infark miokardium g. Peningkatan tekanan darah lebih dari batas yang dianjurkan saat exercise testing sebelumnya Latihan pada fase ini menuntut kesiapan tim yang dapat mengatasi keadaan gawat darurat apabila pada saat latihan terjadi serangan jantung Arovah, 2012. Apabila terjadi gejala gangguan jantung, ortopedik maupun neuromuskular perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap program latihan Lavie, et al., 1993 dalam Arovah, 2012. Rehabilitasi pada pasien yang disertai komplikasi dilakukan apabila komplikasi sudah dapat diatasi dan setiap tahap memerlukan waktu yang lebih lama. Program aktivitas fisik yang terarah dan teratur akan meningkatkan kapasitas kerja fisik yang baik sehingga lebih banyak pekerjaan yang dapat dilakukan pasien Udjianti, 2011. 2.3.3. Pelaksanaan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I American College of Sports Medicine 2007 dalam Selig, et al., 2010 merekomendasikan latihan dalam bentuk latihan aerobik aktivitas seperti berjalan, berlari, bersepeda, dan berenang untuk pasien gagal jantung kelas NYHA I-IV yaitu: Universitas Sumatera Utara 23 Tabel 2.1 Rekomendasi latihan dalam bentuk latihan aerobik aktivitas berjalan, berlari, bersepeda, dan berenang untuk pasien gagal jantung kelas NYHA I-IV American College of Sports Medicine, 2007 dalam Selig, et al., 2010 Kelas Frekuensi Intensitas volume Durasi NYHA I-II 4-7 hari minggu Latihan berdasarkan ambang batas iskemik yang dapat diterapkan. RPE 11-14 6-20 skala Borg, atau HR peak 40-75 dimana HR peak telah ditentukan pada saat tes latihan, atau VO 2 peak 40-70. Progresi intensitas latihan dibuat berdasarkan penurunan RPE dan HR pada intensitas latihan yang sama Dimulai 10-15 menit pada target intensitas latihan kemudian ditingkatkan secara berangsur-angsur berdasarkan kemajuan dan toleransi pasien hingga 45-60 menit. Jarak waktu latihan yang ditoleransi dengan baik oleh pasien yaitu 1:1 latihan rasio istirahat, ditingkatkan hingga 2:1 latihan rasio istirahat. NYHA III- IV 4-7 hari minggu RPE ≤ 13, atau HR peak 40- 65 dimana HR peak telah ditentukan pada saat tes latihan, atau VO 2 peak 40-60 Sama dengan diatas Dalam program rehabilitasi jantung fase I kegiatan latihan aktivitas fisik diberikan dengan beban latihan 2-3 METs Hoeman, 2002. Pedoman pelaksanaan latihan aktivitas fisik pasien infark miokardium di ruang ICCU dan ruang perawatan yaitu: Universitas Sumatera Utara 24 Tabel 2.2 Pedoman pelaksanaan latihan aktivitas fisik pasien infark miokardium Udjianti, 2011. Tahap Tempat Hari ke Latihan fisik Aktivitas I ICCU 1-2 -Pergerakan fisik semua ekstremitas masing-masing 5 kali di atas tempat tidur. -Pergerakan aktif pergelangan kaki ke arah plantar dan dorsal 10 kali dengan frekuensi 3 kali per hari. -Duduk di kursi 2x15 menit per hari. -Makan sendiri. II III IV ICCU 3-4 Intermediate room 5-7 Ruang perawatan 8-10 -Fleksi, ekstensi, rotasi sendi bahu, siku, pinggang dengan bantuan. -Pergerakan aktif sendi bahu, siku, pinggang, pergelangan kaki dengan bantuan minimal. -Pergerakan aktif sendi bahu, siku, pinggang, pergelangan kaki dengan bantuan minimal. -Mencuci tangan, menggosok gigi. -Duduk di kursi 3x15 menit per hari. -Sama dengan tahap II. -Berganti pakaian sendiri. -Ganti pakaian, menyisir sendiri dengan duduk -Berjalan di kamar saja V Ruang perawatan 11-12 -Pergerakan aktif sendi bahu, siku, pinggang, pergelangan kaki dengan bantuan minimal. -Sama dengan tahap IV. -Berjalan ke kamar mandi dan mandi sendiri. VI Ruang perawatan 13-14 -Berdiri dengan menggerakkan ekstremitas 3 kali per hari -Tidur terlentang dengan menggerakkan kedua kaki 2 kali perhari. -Tidur miring dengan mengangkat kaki 2 kali per hari. -Duduk di ruang tamu. VII Ruang perawatan 15-16 -Sama dengan tahap VI -Duduk di ruang tamu 2 kali per hari. -Lebih banyak duduk setiap hari. Universitas Sumatera Utara 25 National Heart Foundation of Australia 2004 menjelaskan program rehabilitasi jantung fase I terdiri dari edukasi pasien dan mobilisasi pasien rawat inap latihan aktivitas fisik. Topik edukasi pasien rawat inap yaitu: a. Penjelasan mengenai penyakit jantung, pengobatan, prosedur yang akan dilakukan b. Perubahan fisik dan sosial akibat penyakit, seperti pekerjaan, mengemudi, dan aktivitas sosial c. Penjelasan mengenai program rehabilitasi d. Penjelasan mengenai obat-obatan kardiovaskular indikasi, efek samping dan sebagainya e. Penjelasan mengenai modifikasi faktor risiko, nutrisi diet, target berat badan dan tekanan darah, target aktivitas fisik f. Penjelasan manajemen nyeri dada saat di rumah g. Penjelasan mengenai program rehabilitasi di rumah Tabel 2.2 lanjutan. Tahap Tempat Hari ke Latihan fisik Aktivitas VIII Ruang perawatan 17-18 -Tahap VI lebih ditingkatkan -Berjalan di ruangan sekali perhari. -Turun tangga dengan berjalan dan naik tangga dengan elevator. IX Ruang perawatan 19-20 -Sama dengan tahap VIII -Berjalan di ruangan 3 kali per hari. -Turun dan naik tangga dengan berjalan. Universitas Sumatera Utara 26 Sedangkan program mobilisasi latihan aktivitas fisik pada pasien rawat inap yaitu: Tabel 2.3. Pedoman program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I National Heart Foundation of Australia, 2004. Stage Latihan aktivitas fisik 1 - Mandi dengan bantuan - Ke toilet dengan kursi roda bantuan - Mobilisasi tangan dan kaki seperti dicontohkan 2 - Mandi dengan bantuan - Ke toilet dengan kursi roda bantuan - Mobilisasi tangan dan kaki seperti dicontohkan - Berjalan perlahan 1-2 menit 2x sehari 3 - Dapat mandi sendiri sambil duduk - Berjalan ke toilet sendiri - Duduk di kursi - Berjalan perlahan 1-2 menit 2x sehari 4 5 - Mandi sendiri berdiri - Berjalan biasa 3-4 menit 2x sehari - Sebagai tambahan pasien dapat berjalan sendiri atas keinginan pasien - Mandi sendiri - Berjalan biasa 10 menit 2x sehari - Mendaki 1 set tangga dengan bantuan 6 - Mandi sendiri - Mendaki 2 set tangga dengan bantuan 3. Pengetahuan 3.1. Definisi pengetahuan Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat dan sakit yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain Notoatmodjo, 2010. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu Sunaryo, 2004. Pengetahuan didefinisikan sebagai fakta atau informasi yang dianggap benar berdasarkan pemikiran yang melibatkan Universitas Sumatera Utara 27 pengujian empiris pemikiran tentang fenomena yang diobservasi secara langsung atau berdasarkan proses berpikir lainnya seperti pemberian alasan logis atau penyelesaian masalah. Lynn, 2006. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka atau overt behavior Sunaryo, 2004. 3.2. Proses adopsi perilaku Rogers 1974 dalam Notoadmodjo, 2010 mengungkapkan bahwa terjadi suatu proses sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru yaitu: a. Awareness kesadaran, individu menyadari adanya stimulus b. Interest tertarik, individu mulai tertarik pada stimulus c. Evaluation menimbang-nimbang, individu menimbang-nimbang tentang umpan balik stimulus tersebut bagi dirinya d. Trial mencoba, individu mulai mencoba perilaku baru e. Adoption adopsi perilaku, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus. Perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses yang didasari pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku akan bersifat langgeng long lasting. 3.3. Tahapan pengetahuan Notoadmodjo 2010 mengidentifikasi tahapan pengetahuan di dalam domain kognitif yang mencakup enam tingkatan yaitu: Universitas Sumatera Utara 28 a. Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang tahu adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan. b. Memahami merupakan kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Individu yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberi contoh, dan menyimpulkan. c. Penerapan merupakan kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum- hukum, rumus, metode dalam situasi nyata. d. Analisis merupakan kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian kecil tetapi masih dalam satu struktur objek tersebut dan masih berkaitan satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah individu mampu menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan mampu membedakan pengertian psikologi dan fisiologi. e. Sintesis merupakan kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah individu dapat menyusun, meringkas, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada. Universitas Sumatera Utara 29 f. Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatau objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri. 3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Budiman dan Riyanto 2013 menjelaskan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu: a. Pendidikan Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, namun tidak mutlak tingkat pendidikan memengaruhi luasnya pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek mengandung aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut. b. Informasi atau media massa. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek immediate impact sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi menyediakan berbagai jenis media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan seseorang tentang inovasi baru dan berpengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan. Universitas Sumatera Utara 30

c. Sosial, budaya, dan ekonomi

Dokumen yang terkait

Karakteristik Hipertensi pada Pasien Penyakit Jantung Koroner yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik dari September Hingga November 2014

6 76 84

Prevalensi Hiperkolesterolemia pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner di RSUP H. Adam Malik Tahun 2009 - 2010

0 47 83

Karakteristik Pasien Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan Yang Menjalani Kateterisasi Jantung di RSUP H. Adam Malik Medan

1 50 59

Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Bawaan pada Anak Tahun 2007 – 2009 di RSUP H. Adam Malik Medan

3 58 65

Penerimaan Tenaga Non PNS RSUP H. Adam Malik Semester I TA 2017

0 1 6

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 14

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 1 32

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 2 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN - Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 9