Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

SKRIPSI

oleh Nabila Chairani

111101037

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien

Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas

Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

SKRIPSI

oleh Nabila Chairani

111101037

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama : Nabila Chairani

NIM : 111101037

Fakultas : Keperawatan - Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2015

ABSTRAK

Penatalaksanaan medis terhadap pasien penyakit kardiovaskular setelah kondisi akut teratasi dan status hemodinamik stabil dianjurkan mengikuti program pemulihan melalui program rehabilitasi jantung fase I. Program ini meliputi latihan aktivitas fisik, konseling psikologis, dan terapi perilaku menuju gaya hidup sehat. Faktor fisik, personal, dan kurangnya rekomendasi dari tim kesehatan dapat menghambat kepatuhan pasien, meskipun pasien telah mengetahui tentang program latihan aktivitas fisik. Penelitian deskripsi korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi

jantung fase I. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling dengan jumlah

sampel 36 responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I, dan daily checklist latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I. Data dianalisis menggunakan chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan (p= 0,031). Hasil penelitian merekomendasikan pengambil kebijakan di RSUP H. Adam Malik Medan dapat menyusun dan menetapkan protap program rehabilitasi jantung fase I terutama protap latihan aktivitas fisik. Perawat di ruangan perlu memperhatikan dan melaksanakan rehabilitasi jantung terutama latihan aktivitas fisik secara bertahap pada pasien penyakit kardiovaskular.

Kata kunci: penyakit kardiovaskular, rehabilitasi jantung fase I, latihan aktivitas fisik, pengetahuan, tingkat kepatuhan.


(6)

Adherence of Cardiovascular Patients to Perform Physical Activity of Phase-I Cardiac Rehabilitation at H. Adam Malik General Central Hospital Medan

Name of Student : Nabila Chairani

Std. ID Number : 111101037

Faculty : Nursing - University of Sumatera Utara

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Medical management for patients with cardiovascular disease after acute condition is resolved and a stable haemodynamic status are encouraged to follow the recovery program through a phase-I cardiac rehabilitation program. The program includes physical activity, psychological counseling and behavioral therapy towards a healthy lifestyle. Although patients may be knowledgeable about physical activity program, factors such as physical barriers, personal barriers, and lack of referral may inhibit adherence. The objective of this descriptive correlational study identified if there is a relationship between knowledge and level of adherence of cardiovascular patients to perform the physical activity of phase-I cardiac rehabilitation in H. Adam Malik General Central Hospital Medan. A number of 36 samples were involved and approached using purposive sampling. The instrumentation is including demographic data, physical activity knowledge questionnaires, and daily checklists of physical activity were used. Data were analyzed by using chi square. The result of the research indicated that there was a significant correlation between knowledge and level of adherence (p= 0,031). It is recommended that the hospital’s decision maker need to develop and to authorize a standardized operational procedure containing physical activity of phase-I cardiac rehabilitation. Nurses should be concerned about physical activity progression of cardiac rehabilitation in patient with cardiovascular disease.

Keywords: cardiovascular disease, phase-I cardiac rehabilitation, physical activity, knowledge, level of adherence


(7)

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan. Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua penulis Mhd. Ali dan Sulisnawati, kakak penulis Nadia Chalida Nur, SKM., adik penulis Shahnaz Belatif atas kasih sayang, bimbingan, nasihat dan doa sepenuh hati. Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Nurbaiti, S.Kep, Ns, M.Biomed selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan pengetahuan, bimbingan, motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi.

4. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen penguji I yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi.


(8)

5. Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen penguji II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi.

6. Bapak dr. Abdul Halim R, Sp.JP; Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns.,

M.Kep, Sp. KMB; Bapak Deddy Wandra S.Kep, Ns selaku penguji validitas instrumen penelitian yang telah memberikan penilaian instrumen dan bimbingan kepada penulis.

7. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing akademik.

8. Seluruh dosen dan staf pengajar serta sivitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan selama proses pendidikan penulis.

9. Ibu Dr. Purnawati, MARS selaku Direktur SDM dan Pendidikan RSUP H. Adam Malik Medan beserta staf. Ibu Sabarina, M.Kep selaku kepala instalasi CVCU; Ibu Ns. Pasu Panjaitan, S.Kep; Ibu Nurul Qomariyah, S.Kep, Ns., selaku kepala ruangan rawat inap kardiovaskular- Cardiac Center RSUP H. Adam Malik Medan beserta staf yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian.

10. Sahabat penulis Agus Setiana, Fadillah Ulfah, Astuti Lubis, Inggih Maretno, Rahimi, Sri Maulida Ayu, Habibul Ummi beserta teman- teman Halaqah, Kost Sofyan 58, Pemerintahan Mahasiswa Periode 2013-2014 dan S1 KBK 2011 yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.


(9)

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif untuk kesempurnaan skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca.

Medan, Agustus 2015


(10)

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SKEMA ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang……… ... 1

2. Perumusan masalah ... ……….7

3. Pertanyaan penelitian ... ………….7

4. Tujuan penelitian……….. ... 7

5. Manfaat penelitian ...………8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

1. Penyakit kardiovaskular ... …………..10

1.1. Penyakit jantung koroner ... ………….10

1.2. Gagal jantung kongestif ... ………..12

2. Rehabilitasi jantung ... 13

2.1. Definisi rehabilitasi jantung ... …13

2.2. Fase rehabilitasi jantung ... ……….15

2.3. Program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I .. …17

3. Pengetahuan……….. ... 26

3.1. Definisi pengetahuan ... …26

3.2. Proses adopsi perilaku ... ………27

3.3. Tahapan pengetahuan ... 27

3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... ………….29

4. Kepatuhan……….. ... 31

4.1. Definisi kepatuhan……… ... 31

4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ... ……….32

4.3. Meningkatkan kepatuhan pasien ... ………….36

4.4. Pengukuran tingkat kepatuhan pasien ... ………..37

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 41

1. Kerangka penelitian ... ……….41

2. Definisi operasional ... ………….41

3. Hipotesis ... ... 42

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ... 44

1. Desain penelitian ... …………..44

2. Populasi, sampel dan teknik sampling ... 44

2.1. Populasi…………. ... 44 ………..


(11)

4. Etika penelitian ... 47

5. Instrumen penelitian ... ………..50

6. Validitas dan reliabilitas ... 52

6.1. Validitas .. ... …52

6.2. Reliabilitas ... ………53

7. Prosedur pengumpulan data……….. ... 54

7.1. Prosedur administrasi……… ... 54

7.2. Prosedur penelitian ... ……….54

8. Analisis data ... ... ………….55

8.1. Pengolahan data ... ………..55

8.2.Analisis data... 57

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

1. Hasil penelitian ... ... …………..59

1.1. Karakteristik responden……… ... 59

1.2. Pengetahuan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I ... ……….61

1.3. Tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I ... ……….61

1.4. Tabulasi silang antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I ... 62

1.5. Hubungan pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I ... ……….62

2. Pembahasan ... ... 63

2.1. Pengetahuan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I ... ……….63

2.2. Tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I ... ……….65

2.3. Hubungan pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I ... ……….71

3. Keterbatasan penelitian ... 76

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

1. Kesimpulan ... ... ……….78

2. Saran... ... ………….78


(12)

1. Lembar penjelasan penelitian ... 87

2. Informed consent... ……….89

3. Instrumen penelitian ... ………….91

4. Ethical Clearance ... ………..95

5. Surat persetujuan izin survei awal ... ………96

6. Surat izin penelitian ... 97

7. Surat izin menggunakan instrumen ... ……….99

8. Lembar persetujuan validitas ... ………….100

9. Hasil uji validitas ... ………..103

10.Hasil uji reliabilitas ... ………105

11.Hasil pengolahan data penelitian ... 106

12.Master data ... ... ……….111

13.Jadwal penelitian... ………….112

14.Taksasi dana ... ... ………..113

15.Lembar bukti bimbingan ... ………114

16.Riwayat hidup . ... 117

17.Surat selesai penelitian ... ……….118


(13)

halaman Tabel 2.1 Rekomendasi latihan dalam bentuk latihan aerobik (aktivitas

berjalan, berlari, bersepeda, dan berenang) untuk pasien gagal jantung kelas NYHA I-IV ... 23 Tabel 2.2 Pedoman pelaksanaan latihan aktivitas fisik pasien infark

miokardium………. ... 24 Tabel 2.3 Pedoman program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung

fase I ... ... ………26

Tabel 3.1 Definisi operasional……… ... 41 Tabel 4.1 Interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan nilai p ... 58 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden

di RSUP H. Adam Malik Medan April- Mei 2015………..60

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pengetahuan penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I ...61 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi tingkat kepatuhan pasien penyakit

kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas

fisik rehabilitasi jantung fase I...61 Tabel 5.4 Tabulasi silang antara pengetahuan dengan persentase tingkat

kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan

latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I...62 Tabel 5.5 Hubungan pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien

penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas


(14)

halaman Skema 3.1 Kerangka penelitian ... 41


(15)

Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama : Nabila Chairani

NIM : 111101037

Fakultas : Keperawatan - Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2015

ABSTRAK

Penatalaksanaan medis terhadap pasien penyakit kardiovaskular setelah kondisi akut teratasi dan status hemodinamik stabil dianjurkan mengikuti program pemulihan melalui program rehabilitasi jantung fase I. Program ini meliputi latihan aktivitas fisik, konseling psikologis, dan terapi perilaku menuju gaya hidup sehat. Faktor fisik, personal, dan kurangnya rekomendasi dari tim kesehatan dapat menghambat kepatuhan pasien, meskipun pasien telah mengetahui tentang program latihan aktivitas fisik. Penelitian deskripsi korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi

jantung fase I. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling dengan jumlah

sampel 36 responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I, dan daily checklist latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I. Data dianalisis menggunakan chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan (p= 0,031). Hasil penelitian merekomendasikan pengambil kebijakan di RSUP H. Adam Malik Medan dapat menyusun dan menetapkan protap program rehabilitasi jantung fase I terutama protap latihan aktivitas fisik. Perawat di ruangan perlu memperhatikan dan melaksanakan rehabilitasi jantung terutama latihan aktivitas fisik secara bertahap pada pasien penyakit kardiovaskular.

Kata kunci: penyakit kardiovaskular, rehabilitasi jantung fase I, latihan aktivitas fisik, pengetahuan, tingkat kepatuhan.


(16)

Adherence of Cardiovascular Patients to Perform Physical Activity of Phase-I Cardiac Rehabilitation at H. Adam Malik General Central Hospital Medan

Name of Student : Nabila Chairani

Std. ID Number : 111101037

Faculty : Nursing - University of Sumatera Utara

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Medical management for patients with cardiovascular disease after acute condition is resolved and a stable haemodynamic status are encouraged to follow the recovery program through a phase-I cardiac rehabilitation program. The program includes physical activity, psychological counseling and behavioral therapy towards a healthy lifestyle. Although patients may be knowledgeable about physical activity program, factors such as physical barriers, personal barriers, and lack of referral may inhibit adherence. The objective of this descriptive correlational study identified if there is a relationship between knowledge and level of adherence of cardiovascular patients to perform the physical activity of phase-I cardiac rehabilitation in H. Adam Malik General Central Hospital Medan. A number of 36 samples were involved and approached using purposive sampling. The instrumentation is including demographic data, physical activity knowledge questionnaires, and daily checklists of physical activity were used. Data were analyzed by using chi square. The result of the research indicated that there was a significant correlation between knowledge and level of adherence (p= 0,031). It is recommended that the hospital’s decision maker need to develop and to authorize a standardized operational procedure containing physical activity of phase-I cardiac rehabilitation. Nurses should be concerned about physical activity progression of cardiac rehabilitation in patient with cardiovascular disease.

Keywords: cardiovascular disease, phase-I cardiac rehabilitation, physical activity, knowledge, level of adherence


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang

Penyakit kardiovaskular merupakan gangguan pada jantung dan pembuluh darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark miokardium, penyakit vaskular periferal dan penyakit jantung lainnya (Price & Wilson, 2005). World Health Organization (2014) menyebutkan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian di dunia dan 3 dari 10 kematian di dunia disebabkan oleh penyakit ini. Pada tahun 2012 sebanyak 17,5 juta orang meninggal dan diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari 23,3 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia sebesar 1,5%. Di Sumatera Utara, prevalensi penyakit jantung koroner yang pernah didiagnosis sebesar 0,5% dan yang terdiagnosis atau gejala sebesar 1,1%. Prevalensi penyakit jantung koroner meningkat seiring dengan pertambahan umur dan prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 65-74 tahun. Sedangkan prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar 0,13%. Di Sumatera Utara, prevalensi gagal jantung yang pernah didiagnosis sebesar 0,13% dan yang terdiagnosis atau gejala sebesar 0,3%.

Berdasarkan data rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2013 pasien penyakit kardiovaskular yang dirawat inap terdiri dari penyakit jantung koroner sebanyak 725 pasien dan gagal jantung kongestif sebanyak 831 pasien. Sedangkan pasien yang dirawat inap dengan kasus angina pektoris sebanyak 160 pasien serta kasus infark miokardium yang terdiri dari acute transmural


(18)

miocardial infarction of anterior wall sebanyak 75 pasien dan acute transmural miocardial infarction of inferior wall sebanyak 240 pasien.

Penatalaksanaan medis terhadap pasien penyakit kardiovaskular setelah kondisi akut teratasi dan status hemodinamik stabil dianjurkan mengikuti program pemulihan melalui program rehabilitasi jantung. Program rehabilitasi pada penderita gangguan jantung merupakan program multifase yang dirancang untuk memulihkan gangguan jantung terutama gangguan pembuluh darah koroner jantung. Program ini meliputi latihan aktivitas fisik, konseling psikologis, dan terapi perilaku menuju gaya hidup sehat (Tedjasukmana, 2010). Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung, menghilangkan masalah psikologis, dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Arovah, 2012).

Hoeman (2002) menjelaskan program rehabilitasi jantung terdiri dari empat fase, yaitu fase I selama pasien dirawat di rumah sakit yang difokuskan pada ambulasi dini dan pendidikan kesehatan. Fase II segera setelah pasien keluar rumah sakit yang dilakukan dalam pengawasan tim rehabilitasi. Fase III segera setelah fase II masih dalam pengawasan dan fase IV merupakan fase pemeliharaan jangka panjang. Rujukan untuk program rehabilitasi jantung diindikasikan kelas I (berguna dan efektif) pada sebagian besar pedoman tata laksana klinis penyakit jantung seperti pada pasien pasca sindroma koroner akut, angina pektoris kronis stabil, pasca operasi bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft/

CABG), pasca intervensi koroner perkutan (PCI), pasca PTCA (Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty), gagal jantung, penyakit jantung katup, dan


(19)

Tujuan program rehabilitasi jantung akan tercapai bila terdapat tiga komponen penting dalam perencanaan dan implementasi program. Komponen tersebut yaitu penerapan konsep rehabilitasi dini, pendidikan kesehatan bagi pasien beserta keluarganya, dan kesiapan staf pelaksana dalam penanganan pasien (Rokhaeni, et al., 2001 dalam Mertha, 2010). Program rehabilitasi dini dilakukan sejak pasien masih dirawat di rumah sakit yang termasuk dalam program rehabilitasi fase I (inpatient).

Tujuan dari rehabilitasi pada fase I adalah mempercepat proses pemulihan dan meminimalisasi risiko dari istirahat berkepanjangan dan imobilisasi, seperti deep vein thrombosis dan pelemahan otot (Lubis, 2009). Yusuf (2007) menyebutkan bahwa penerapan rehabilitasi dini terbukti aman dan tidak ditemukan peningkatan angka reinfark ataupun mortalitas. Rehabilitasi dini mampu memulihkan berbagai gangguan akibat tirah baring yang lama (penurunan kapasitas fungsi, penurunan kekuatan otot, ansietas, dan hipotensi ortostatik). Dede (1998 dalam Yusuf, 2007) menjelaskan bahwa pasien yang melaksanakan program rehabilitasi dini merasa lebih segar, serta mampu mengerjakan aktivitas sehari-hari dan berolahraga. Menurut Rokhaeni, et al. (2001 dalam Mertha, 2010) manfaat dari program rehabilitasi jantung fase I yaitu menurunkan angka morbiditas maupun mortalitas, menurunkan depresi dan kecemasan pasien, serta waktu perawatan pasien lebih singkat. Melalui program ini pasien pasca CABG atau pasca angioplasti balon hanya memerlukan perawatan selama 10 hari (Dede, 1998 dalam Yusuf, 2007). Pada program rehabilitasi jantung fase I (inpatient) dilakukan edukasi terhadap pasien mengenai penyakitnya kemudian dilanjutkan dengan program latihan


(20)

aktivitas fisik yang dapat dilakukan 48 jam setelah gangguan jantung sepanjang tidak terdapat kontraindikasi (Arovah, 2012). Latihan aktivitas fisik pada rehabilitasi jantung terbukti menurunkan angka mortalitas sebesar 27% pada pria dan wanita yang menderita penyakit infark miokard, revaskularisasi dan angina (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2002). Evaluasi program latihan aktivitas fisik dilakukan pada akhir fase I, yang mencakup perubahan aspek fisik meliputi keluhan angina berkurang, adanya perbaikan kapasitas fungsional; perubahan aspek mental seperti pasien tampak tenang; dan perubahan aspek pengetahuan berupa kepatuhan menjalani program latihan (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Mertha, 2010).

Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan pasien penyakit kardiovaskular. Masalah keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien yaitu risiko intoleransi aktivitas, ansietas, dan defisit pengetahuan (Gordon, 2000 dalam Hoeman, 2002). Pengetahuan pasien merupakan komponen dasar pada perawatan pasien kardiovaskular di rumah sakit. Pasien membutuhkan informasi yang terstruktur dan mudah dipahami mengenai penyakit mereka dan program rehabilitasi yang akan dilaksanakan. Pasien penyakit kardiovaskular perlu mengetahui tahapan latihan aktivitas fisik pada setiap fase program rehabilitasi jantung karena selain memiliki manfaat yang vital, latihan fisik dapat pula mencetuskan serangan ulang (Arovah, 2012).


(21)

jantung fase I yaitu cardiac care: rehabilitation dan teaching: activity/ exercise

(Bulechek, et al., 2008). Peningkatan pengetahuan pasien dapat meningkatkan perawatan kesehatan secara mandiri dan meningkatkan motivasi pasien mengikuti program rehabilitasi jantung. Pengetahuan yang baik juga berpengaruh terhadap perbaikan koping, sosial, dan emosional pasien setelah fase akut penyakit jantung terjadi (Mahler, et al., 1991; Hanisch, et al., 1993 dalam Goble, et al., 1999). Diperkirakan 1 dari 6 pasien penyakit kardiovaskular memiliki pengetahuan yang rendah mengenai pelaksanaan program rehabilitasi jantung (Dunlay, 2009). Meskipun pasien telah diberikan edukasi mengenai program latihan aktivitas fisik, banyak pasien yang lupa dan tidak patuh melaksanakannya (Derstine, et al., 2000).

Kepatuhan pasien dalam melaksanakan program rehabilitasi jantung masih tergolong rendah (Craciun, 2009). Diperkirakan sebanyak 24-50% pasien menarik diri dari program rehabilitasi jantung (Scane, 2012 dalam Adawi, 2013) dan hanya 39% pasien yang patuh terhadap latihan aktivitas fisik yang telah direkomendasikan (Van der Wal, 2006). Padahal kepatuhan merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan treatment penyakit. Pasien yang tidak patuh pada program terapi merupakan masalah serius yang tidak hanya berdampak pada pasien tapi juga sistem pelayanan kesehatan itu sendiri. Ketidakpatuhan pasien dapat berakibat buruk pada penyakit, kematian, dan meningkatkan biaya pengobatan (Jimmy & Jose, 2011). Lee (2013) mengidentifikasi beberapa alasan utama pasien tidak melaksanakan program rehabilitasi jantung yaitu hambatan fisik (kurangnya transportasi dan jarak yang terlalu jauh dari pusat rehabilitasi


(22)

jantung, dan biaya rehabilitasi yang tinggi), hambatan personal (malu berpartisipasi, rendahnya pengetahuan mengenai tujuan program) dan kurangnya rekomendasi dari tim kesehatan.

Dunlay (2009) juga mengidentifikasi bahwa hambatan partisipasi pasien dalam melaksanakan program rehabilitasi jantung yaitu kurangnya rekomendasi dari tim kesehatan, kurangnya jaminan kesehatan, dan pengetahuan yang rendah. Wartini (2011) dalam penelitiannya mengenai kepatuhan pasien dalam melaksanakan program rehabilitasi jantung di RS Sanglah Bali menjelaskan bahwa ketidakpatuhan pasien relatif tinggi yaitu 58%. Hal ini disebabkan karena pasien belum memahami tentang tahapan aktivitas yang seharusnya dilakukan serta tujuan dilakukannya aktivitas tersebut. Jadi perlu dilakukan penelitian terkait rehabilitasi jantung untuk meyakinkan pentingnya program rehabilitasi jantung.

Berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian tentang hubungan pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I belum dilaksanakan dan dikembangkan di RSUP H. Adam Malik Medan sehingga peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian ini. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A dan rumah sakit rujukan di wilayah barat Indonesia. RSUP H. Adam

Malik Medan memiliki Cardiac Center yang memungkinkan banyak pasien

penyakit kardiovaskular yang ditangani. Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti, pada unit Cardiac Center telah terdapat ruang rehabilitasi jantung (gymnasium center) namun belum berjalan dengan efektif. Jadi rehabilitasi


(23)

jantung fase I (inpatient) difokuskan di ruangan rawat inap (RIK/ Rawat Inap Kardiovaskular).

2. Perumusan masalah

Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I di RSUP H. Adam Malik Medan?

3. Pertanyaan penelitian

3.1. Bagaimana karakteristik demografi pasien penyakit kardiovaskular yang melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I di RSUP H. Adam Malik Medan?.

3.2. Bagaimana pengetahuan pasien penyakit kardiovaskular mengenai latihan

aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I?.

3.3. Bagaimana tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I?.

3.4. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I?.

4. Tujuan penelitian 4.1. Tujuan umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I di RSUP H. Adam Malik Medan.


(24)

4.2. Tujuan khusus

4.2.1. Mengidentifikasi karakteristik demografi pasien penyakit

kardiovaskular meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, dan diagnosis medis penyakit kardiovaskular.

4.2.2. Mengidentifikasi pengetahuan pasien penyakit kardiovaskular

mengenai latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I.

4.2.3. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I.

4.2.4. Mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dengan tingkat

kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I.

5. Manfaat penelitian

5.1.Pendidikan keperawatan

5.1.1. Memperkaya ilmu keperawatan tentang pentingnya aspek

pengetahuan dan kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I.

5.1.2. Memberikan dukungan teoritis mengenai gambaran pengetahuan

dan kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I.


(25)

5.2.Pelayanan keperawatan

5.2.1. Memberikan manfaat kepada RSUP H. Adam Malik Medan

khususnya ruangan CVCU dan RIK tentang pentingnya

pelaksanaan program rehabilitasi jantung fase 1 untuk

mengoptimalkan fungsi jantung, menghilangkan masalah

psikologis, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

5.2.2. Memberikan manfaat kepada tenaga kesehatan di pelayanan

rehabilitasi jantung mengenai pentingnya aspek pengetahuan dan kepatuhan pasien kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I.

5.3.Penelitian keperawatan

5.3.1. Hasil penelitian ini akan memberikan masukan sebagai data awal untuk pengembangan penelitian mengenai program rehabilitasi jantung.

5.3.2. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian sejenis yang terkait dengan aspek peningkatan pengetahuan melalui pendidikan kesehatan pasien penyakit kardiovaskular pada pelaksanaan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA 1. Penyakit kardiovaskular

1.1. Penyakit jantung koroner

Insidensi penyakit jantung koroner (PJK) semakin meningkat pada masyarakat modern karena adanya perubahan pola makan, gaya hidup, dan aktivitas. Muttaqin (2009) menjelaskan penyakit jantung koroner disebabkan oleh kelainan metabolisme lipid, koagulasi darah, serta keadaan biofisika dan biokimia dinding arteri. Kondisi patologis yang terjadi ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa pada dinding pembuluh darah sehingga mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri (aterosklerosis) serta penurunan aliran darah ke jantung.

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria yang paling sering ditemukan. Price dan Wilson (2005) menjelaskan bahwa aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria sehingga mempersempit lumen pada arteri-arteri otot dan jaringan elastis secara progresif. Penyempitan lumen ini terjadi pada aorta (menyebabkan aneurisma), arteri poplitea, dan femoralis (menyebabkan penyakit pembuluh darah perifer), arteri karotis (menyebabkan stroke), arteri renalis (menyebabkan penyakit jantung iskemik atau infark miokardium). Manifestasi klinis PJK yaitu asimptomatik, angina pektoris, infark miokardium akut, dekompensasi kordis, aritmia jantung, kematian mendadak, dan sinkop (Joewono, et al., 2003). Manifestasi klinis yang klasik


(27)

dari PJK yaitu angina pektoris yang timbul akibat iskemik miokardium (Majid, 2007).

Angina pektoris ditandai gejala yang khas yaitu nyeri dada dan dapat menyebabkan disritmia atau berkembang menjadi infark miokardium (Udjianti, 2011). Angina Pektoris merupakan keadaan iskemik miokardium karena kurangnya suplai oksigen ke sel-sel miokardium akibat penyumbatan arteri koroner, peningkatan beban kerja jantung, dan menurunnya kemampuan darah mengikat oksigen. Price dan Wilson (2005) menjelaskan bahwa iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel ireversibel serta nekrosis atau kematian miokardium (infark miokardium).

Keadaan infark atau nekrosis otot jantung permanen disebabkan karena kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard akibat sumbatan akut arteri koroner (Udjianti, 2011). Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Terkadang sumbatan juga disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis (Perki, 2004 dalam Muttaqin, 2009).

Majid (2007) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis PJK secara umum dilakukan dengan terapi farmakologik dan revaskularisasi miokardium. Tindakan revaskularisasi yang telah terbukti baik pada PJK stabil yang disebabkan oleh aterosklerotik primer yaitu tindakan pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft) dan tindakan PCI (Percutaneous Coronary Intervention).


(28)

1.2. Gagal jantung kongestif

Gagal jantung kongestif merupakan kondisi jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena normal (Muttaqin, 2009). Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan baik. Sebagai akibatnya, ginjal merespon dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan (congestive) dalam beberapa organ seperti paru-paru, ekstremitas (Udjianti, 2011). Gagal jantung disebabkan oleh suatu kelainan jantung dan dapat dikenali dari respon hemodinamik, renal, neural, dan hormonal (Muttaqin, 2009).

Manifestasi klinis gagal jantung harus diperhatikan relatif terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun, dan gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Manifestasi klinis gagal jantung kongestif yaitu dispnea, batuk nonproduktif, peningkatan tekanan vena jugularis dan tekanan vena sentral, edema perifer atau edema anasarka, denyut arteri cepat dan lemah, penurunan perfusi ke organ, terdengar bunyi ronki saat auskultasi, dan perubahan kimia darah (Price & Wilson, 2005).


(29)

Joewono, et al. (2003) menjelaskan bahwa penatalaksanaan medis pada gagl jantung terdiri atas pengobatan nonspesifik dan spesifik. Pengobatan nonspesifik terhadap sindroma klinik gagal jantung dan pengobatan spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal jantung (revaskularisasi pada PJK dan penggantian katup untuk penyakit katup jantung yang berat).

2. Rehabilitasi jantung

2.1.Definisi rehabilitasi jantung

Rehabilitasi jantung merupakan serangkaian kegiatan diperlukan untuk mempengaruhi penyebab penyakit jantung dan mencapai kondisi fisik, mental, dan sosial terbaik sehingga mereka dapat mempertahankan atau mencapai kehidupan seoptimal mungkin di masyarakat dengan usahanya sendiri (WHO, 1993). Rehabilitasi jantung ini bertujuan mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah komplikasi dan membantu pasien agar dapat beraktivitas fisik kembali seperti sebelum mengalami gangguan (Arovah, 2012).

Pasien penyakit kardiovaskular memerlukan program rehabilitasi yang komprehensif untuk mengembalikan kemampuan fisik paska serangan serta mencegah terjadinya serangan ulang. Pada pasien dengan penyakit jantung koroner program-program latihan fisik dan psiko-edukasi dapat membantu menurunkan mortalitas penyakit jantung dalam jangka waktu yang lama, mengurangi kambuhnya miokard infark, dan memperbaiki faktor-faktor risiko utama penyakit jantung (Benson, 2000 dalam Tedjasukmana, 2010). Rehabilitasi jantung juga dapat meningkatkan kapasitas latihan, menurunkan


(30)

serum lipid, meningkatkan kesejahteraan psikososial, dan mengurangi stres (Balady, 1994 dalam Derstine, et al., 2001).

Menurut Tedjasukmana (2010) tujuan rehabilitasi jantung yaitu:

a. Medical goals yaitu meningkatkan fungsi jantung, mengurangi risiko kematian mendadak, infark berulang, meningkatkan kapasitas kerja, mencegah progresivitas yang mendasari proses ateroskeloris, dan menurunkan mortalitas dan morbiditas.

b. Psychological goals yaitu mengembalikan percaya diri, mengurangi

kecemasan dan depresi, meningkatkan manajemen stres dan

mengembalikan fungsi seksual yang baik.

c. Social goalsyaitu dapat bekerja kembali dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.

d. Health service goals yaitu mengurangi biaya medis, mobilisasi dini dan pasien dapat pulang dengan segera, mengurangi pemakaian obat-obatan, dan mengurangi kemungkinan dirawat kembali.

Balady (2007 dalam Rady, et al., 2009) menjelaskan program rehabilitasi jantung yang komprehensif harus mencakup beberapa komponen berikut yaitu: a. Pengkajian kondisi dan riwayat medis pasien

b. Edukasi dan konseling dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran pasien agar mampu menghindari faktor risiko dengan usaha sendiri, mampu mengatasi kecemasan, dan mengatasi faktor risiko agar proses penyakit atau proses atherosklerosis dapat dihentikan atau dihambat


(31)

c. Upaya pengontrolan faktor risiko; menyangkut edukasi, modifikasi gaya hidup kearah hidup sehat dan pengobatan yang diperlukan

d. Program latihan dan konseling aktivitas fisik, terutama dalam upaya meningkatkan pola hidup sehat, tingkat kebugaran, kualitas hidup, dan pengendalian faktor risiko.

2.2.Fase rehabilitasi jantung

Rehabilitasi jantung dimulai saat kondisi hemodinamik pasien stabil yaitu tidak ada sakit dada berulang dalam 8 jam, tidak ada tanda-tanda gagal jantung yang tidak terkompensasi (sesak pada saat istirahat dengan ronki di dasar paru bilateral), dan tidak ada perubahan signifikan yang baru pada EKG dalam 8 jam terakhir (Tedjasukmana, 2010). Kriteria-kriteria untuk pasien rehabilitasi jantung yaitu:

a. Kriteria inklusi: paska miokard infark, penyakit jantung koroner, paska PTCA, paska CABG, CHF stabil, pacu jantung, penyakit katup jantung, transplantasi jantung, penyakit jantung bawaan, dan penyakit gangguan vaskular lainnya.

b. Kriteria ekslusi: angina tidak stabil, gagal jantung kelas 4, takiaritmia-bradiaritmia tidak terkontrol, severe aortic-mitral stenosis, hypertropic-obstructive cardiomyopathy, severe pulmonary hypertension, dan kondisi lainnya.


(32)

Rehabilitasi jantung memiliki 4 fase yaitu: a. Fase I (Inpatient)

Program rehabilitasi fase I merupakan program yang diberikan selama pasien dirawat di rumah sakit. Rehabilitasi fase akut di rumah sakit meliputi rehabilitasi di ruang ICCU/CVCU selama 3-5 hari dan dilanjutkan di ruang perawatan lanjutan selama 2-3 minggu atau hingga pasien pulang (Udjianti, 2011). Kegiatan program rehabilitasi fase I terdiri dari pendidikan kesehatan dan latihan aktivitas fisik. Aktivitas atau tingkat fungsional disusun berdasarkan diagnosis dan kondisi medis pasien. Pasien dipantau secara ketat terhadap kemungkinan tanda dan gejala yang timbul selama latihan (Irish Association of Cardiac Rehabilitation, 2013).

b. Fase II (Outpatient/ Immediate outpatient)

Program outpatient dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari rumah sakit yaitu dimulai pada minggu kedua atau ketiga berupa program latihan terstruktur, pasien individual/group, konseling, dan edukasi (Tedjakusuma, 2010). Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan kemampuan fisik pasien pada keadaan sebelum sakit.

Pasien yang pernah menjalani operasi CABG sering merasa pusing dan disritmia supraventrikular sedangkan pada pasien infark miokard sering mengalami perubahan segmen ST pada EKG. Sehingga diperlukan pengawasan program rehabilitasi pada pasien dengan riwayat gangguan jantung tersebut (Jolliffe, et al., 2001). Program ini dikepalai oleh dokter yang


(33)

panggilan rumah atau dapat melakukan pengawasan pada program latihan (Marchionni, et al., 2003 dalam Arovah, 2012).

c. Fase III (Maintenance/ intermediate outpatient)

Fase ini dimulai segera setelah fase II, saat kondisi pasien sudah stabil dan tetap dengan tindakan supervisi. Program fase III difokuskan pada modifikasi gaya hidup dan latihan fisik. Fase ini berlangsung selama 3-6 bulan (Derstine, et al., 2001).

d. Fase IV (Maintenance phase of indefinite lenght)

Fase yang tidak memerlukan supervisi dan berlangsung dalam waktu tak terbatas. Tujuan pada fase IV yaitu melihara pencapaian kondisi pasien yang optimal. Fase ini difokuskan pada perawatan jangka panjang seumur hidup untuk menjaga gaya hidup sehat, menghindari kemunduran dari target-target

yang sebelumnya telah tercapai seperti tingkat kesegaran fisik,

mempertahankan berat badan, dan berhenti merokok (Lubis, 2009).

2.3. Program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I 2.3.1. Latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I

Program latihan aktivitas fisik dapat dilakukan setelah 48 jam setelah gangguan jantung sepanjang tidak terdapat kontraindikasi. Program latihan aktivitas fisik rehabilitatif bagi penderita gangguan jantung bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan, dan membantu pasien untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan jantung (Arovah, 2012).


(34)

Program latihan dapat meningkatkan toleransi aktivitas pada wanita dan pria pada semua usia termasuk usia diatas 75 tahun (Balady, et al., 1996 dalam Hoeman, 2002). Latihan aktivitas fisik juga menurunkan

gejala angina, gejala gagal jantung, dan meningkatkan clinical

measurement pada iskemia (Wenger, et al., 1995 dalam Hoeman, 2002). Selain memiliki manfaat vital, latihan fisik pada pasien gangguan jantung dapat pula mencetuskan serangan ulang. Untuk meminimalisasi risiko tersebut, latihan fisik dikontraindikasikan pada keadaaan tertentu. Sebab itu, sebelum pasien memulai program latihan aktivitas fisik, pasien harus mendapatkan rekomendasi dari dokter.

Indikasi relatif untuk memulai latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I (Working Group on Cardiac Rehabilitation and Exercise Physiology and Working Group on Heart Failure of the European Society of Cardiology, 2001 dalam Papathanasioui, et al., 2008) yaitu:

a. Gagal jantung terkompensasi minimal selama 3 minggu

b. Dapat berbicara tanpa dispnea (RR <30 kali permenit) c. HR rest <110 kali permenit

d. Tidak merasa kelelahan

e. Indeks jantung ≥2.1 L/min/m2atau CVP <12 mmHg

Kontraindikasi latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I (Oldridge, 1988 dalam Arovah, 2012) yaitu:


(35)

b. Tekanan darah sistolik istirahat > 200 mm Hg atau diastolik istirahat >100 mmHg

c. Hipotensi ortostatik sebesar ≥ 20 mmHg d. Stenosis aorta sedang sampai berat

e. Gangguan sistemik akut atau demam

f. Disritmia ventrikel atau atrium tidak terkontrol g. Sinus takikardia (>120 denyut/menit)

h. Gangguan jantung kongestif tidak terkontrol i. Blok atrio ventrikular

j. Miokarditis dan perikarditis aktif

k. Embolisme

l. Tromboflebitis

m.Perubahan gelombang ST (>3mm)

n. Diabetes tidak terkontrol

o. Masalah ortopedis yang menganggu istirahat.

2.3.2. Peresepan latihan aktivitas fisik (exercise prescription) rehabilitasi jantung fase I

Lavie, et al. (1993 dalam Arovah, 2012) menyatakan bahwa program latihan aktivitas fisik disusun berdasarkan tingkat kesadaran dan kebutuhan individual pasien (status medis, profil faktor risiko, stabilitas muskuloskeletal, motivasi terhadap latihan, dan hasil EKG). Program latihan sebaiknya dimonitor berdasarkan target frekuensi denyut nadi,


(36)

Metode METs dapat menilai kebutuhan latihan dan aktivitas pasien. Satu METs menunjukkan kebutuhan oksigen individu saat istirahat atau setara dengan 3,5 ml O2/kg/ menit (Woods, et al., 2000 dalam Hoeman, 2002). Peningkatan acupan oksigen baru dapat diperoleh secara maksimal bila latihan dinamis dilakukan selama 15‐60 menit, tiga hingga lima kali dalam

seminggu dengan intensitas 50 – 80% dari kemampuan maksimalnya, dan

disertai waktu singkat untuk pemanasan dan pendinginan (Lubis, 2009). Protokol pelaksanaan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung bersifat submaksimal atau dibatasi terhadap keluhan. Protokol submaksimal memiliki hasil akhir yang telah ditentukan, yaitu denyut jantung maksimal 120 denyut per menit atau 70 % dari perkiraan denyut jantung maksimal, atau setinggi 5 METs (Lubis, 2009). Latihan aktivitas fisik dilakukan terbatas pada intensitas ringan dan tidak menyebabkan kelelahan. Bentuk latihan dapat berupa aktivitas perawatan diri, latihan sederhana seperti ROM (range of motion), dan terapi fisik ambulasi yang diawasi misalnya berjalan, bersepeda, latihan ergometri lengan dan aquatic exercises (Brewer, et al., 2002 dalam Hoeman 2002).

Latihan aktivitas fisik diresepkan berdasarkan bentuk, intensitas, durasi, dan frekuensi latihan. Intensitas latihan berkisar antara 1-3 METs, HR (heart rate) selama latihan tidak melebihi 20x/ menit HR selama istirahat. Skala perceived exertion tidak lebih dari 11 (light exertion) berdasarkan 6-20 skala Borg. Durasi latihan selama 3-5 menit dan


(37)

perhari dan diikuti dengan 1-2 sesi perhari di departemen terapi fisik (Cahalin, 2001; American College of Sports Medicine, 2006 dalam Papathanasioui, et al., 2008).

Tes yang dibatasi gejala dibentuk untuk terus melaksanakan latihan hingga munculnya tanda dan gejala yang memaksa dihentikannya tes, protokol yang paling sering dipergunakan adalah modified Bruce, modified Naughton dan Bruce standard (Gibbons, et al., dalam Lubis, 2009). Pada ruangan rawat inap penyakit kardiovaskular RSUP H. Adam Malik biasanya dilaksanakan 6 minute walk test untuk mengkaji kapasitas fungsional pasien yang diberikan program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I (inpatient). Walk test dilakukan pada awal dan akhir program latihan untuk mengkaji kemampuan pasien berjalan dalam waktu enam menit, perkiraan METs, keluhan selama latihan, waktu istirahat serta pengukuran tekanan darah dan frekuensi denyut nadi (Babu, et al., 2010).

Pasien perlu monitoring ketat untuk melihat timbulnya tanda dan gejala iskemik miokardium, ventrikular disritmia atau kriteria-kriteria yang menyebabkan latihan aktivitas fisik perlu dihentikan. American College of Sports Medicine (2000) dalam Hoeman (2002) menyebutkan latihan aktivitas fisik harus dihentikan jika terdapat tanda dan gejala berikut yaitu:

a. Kelelahan, pusing, dispnea dan mual


(38)

c. Gejala angina

d. Penurunan denyut nadi lebih dari 10 kali/ menit

e. Penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg

f. Peningkatan denyut nadi lebih dari 20 kali/ menit untuk pasien infark miokardium

g. Peningkatan tekanan darah lebih dari batas yang dianjurkan saat

exercise testing sebelumnya

Latihan pada fase ini menuntut kesiapan tim yang dapat mengatasi keadaan gawat darurat apabila pada saat latihan terjadi serangan jantung (Arovah, 2012). Apabila terjadi gejala gangguan jantung, ortopedik maupun neuromuskular perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap program latihan (Lavie, et al., 1993 dalam Arovah, 2012). Rehabilitasi pada pasien yang disertai komplikasi dilakukan apabila komplikasi sudah dapat diatasi dan setiap tahap memerlukan waktu yang lebih lama. Program aktivitas fisik yang terarah dan teratur akan meningkatkan kapasitas kerja fisik yang baik sehingga lebih banyak pekerjaan yang dapat dilakukan pasien (Udjianti, 2011).

2.3.3. Pelaksanaan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I

American College of Sports Medicine (2007 dalam Selig, et al., 2010) merekomendasikan latihan dalam bentuk latihan aerobik (aktivitas seperti berjalan, berlari, bersepeda, dan berenang) untuk pasien gagal jantung kelas NYHA I-IV yaitu:


(39)

Tabel 2.1 Rekomendasi latihan dalam bentuk latihan aerobik (aktivitas berjalan, berlari, bersepeda, dan berenang) untuk pasien gagal jantung kelas NYHA I-IV (American College of Sports Medicine, 2007 dalam Selig, et al., 2010)

Kelas Frekuensi Intensitas/ volume Durasi

NYHA I-II 4-7 hari/ minggu

Latihan berdasarkan ambang batas iskemik yang dapat diterapkan.

RPE 11-14 (6-20 skala Borg), atau

HRpeak 40-75% dimana HRpeak telah ditentukan pada saat tes latihan, atau VO2 peak 40-70%.

Progresi intensitas latihan

dibuat berdasarkan

penurunan RPE dan HR pada intensitas latihan yang sama

Dimulai 10-15 menit pada target intensitas latihan

kemudian ditingkatkan

secara berangsur-angsur

berdasarkan kemajuan

dan toleransi pasien

hingga 45-60 menit. Jarak waktu latihan yang ditoleransi dengan baik oleh pasien yaitu 1:1 latihan/ rasio istirahat, ditingkatkan hingga 2:1 latihan/ rasio istirahat.

NYHA III-IV

4-7 hari/ minggu

RPE ≤ 13, atau

HRpeak 40%- 65% dimana HRpeak telah ditentukan pada saat tes latihan, atau VO2 peak 40-60%

Sama dengan diatas

Dalam program rehabilitasi jantung fase I kegiatan latihan aktivitas fisik diberikan dengan beban latihan 2-3 METs (Hoeman, 2002). Pedoman pelaksanaan latihan aktivitas fisik pasien infark miokardium di ruang ICCU dan ruang perawatan yaitu:


(40)

Tabel 2.2 Pedoman pelaksanaan latihan aktivitas fisik pasien infark miokardium (Udjianti, 2011).

Tahap Tempat/ Hari ke Latihan fisik Aktivitas

I ICCU/ 1-2 -Pergerakan fisik semua

ekstremitas masing-masing 5 kali di atas tempat tidur.

-Pergerakan aktif pergelangan kaki ke arah plantar dan dorsal 10 kali dengan frekuensi 3 kali per hari.

-Duduk di kursi 2x15 menit per hari.

-Makan sendiri. II III IV ICCU/ 3-4 Intermediate room/ 5-7

Ruang perawatan/ 8-10

-Fleksi, ekstensi, rotasi sendi bahu, siku, pinggang dengan bantuan.

-Pergerakan aktif sendi bahu, siku, pinggang, pergelangan kaki dengan bantuan minimal. -Pergerakan aktif sendi bahu, siku, pinggang, pergelangan kaki dengan bantuan minimal.

-Mencuci tangan,

menggosok gigi. -Duduk di kursi 3x15 menit per hari.

-Sama dengan tahap II.

-Berganti pakaian

sendiri.

-Ganti pakaian,

menyisir sendiri

dengan duduk

-Berjalan di kamar saja

V Ruang perawatan/

11-12

-Pergerakan aktif sendi bahu, siku, pinggang, pergelangan kaki dengan bantuan minimal.

-Sama dengan tahap IV.

-Berjalan ke kamar

mandi dan mandi

sendiri.

VI Ruang perawatan/

13-14

-Berdiri dengan menggerakkan ekstremitas 3 kali per hari

-Tidur terlentang dengan

menggerakkan kedua kaki 2 kali perhari.

-Tidur miring dengan

mengangkat kaki 2 kali per hari.

-Duduk di ruang tamu.

VII Ruang perawatan/

15-16

-Sama dengan tahap VI -Duduk di ruang tamu

2 kali per hari.

-Lebih banyak duduk setiap hari.


(41)

National Heart Foundation of Australia (2004) menjelaskan program rehabilitasi jantung fase I terdiri dari edukasi pasien dan mobilisasi pasien rawat inap (latihan aktivitas fisik). Topik edukasi pasien rawat inap yaitu:

a. Penjelasan mengenai penyakit jantung, pengobatan, prosedur yang akan

dilakukan

b. Perubahan fisik dan sosial akibat penyakit, seperti pekerjaan,

mengemudi, dan aktivitas sosial

c. Penjelasan mengenai program rehabilitasi

d. Penjelasan mengenai obat-obatan kardiovaskular (indikasi, efek

samping dan sebagainya)

e. Penjelasan mengenai modifikasi faktor risiko, nutrisi/ diet, target berat badan dan tekanan darah, target aktivitas fisik

f. Penjelasan manajemen nyeri dada saat di rumah

g. Penjelasan mengenai program rehabilitasi di rumah

Tabel 2.2 (lanjutan).

Tahap Tempat/ Hari ke Latihan fisik Aktivitas

VIII Ruang perawatan/

17-18

-Tahap VI lebih ditingkatkan -Berjalan di ruangan

sekali perhari.

-Turun tangga dengan

berjalan dan naik

tangga dengan

elevator.

IX Ruang perawatan/

19-20

-Sama dengan tahap VIII -Berjalan di ruangan 3

kali per hari.

-Turun dan naik

tangga dengan


(42)

Sedangkan program mobilisasi (latihan aktivitas fisik) pada pasien rawat inap yaitu:

Tabel 2.3. Pedoman program latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I (National Heart Foundation of Australia, 2004).

Stage Latihan aktivitas fisik

1 - Mandi dengan bantuan

- Ke toilet dengan kursi roda/ bantuan

- Mobilisasi tangan dan kaki seperti dicontohkan

2 - Mandi dengan bantuan

- Ke toilet dengan kursi roda/ bantuan

- Mobilisasi tangan dan kaki seperti dicontohkan - Berjalan perlahan 1-2 menit 2x sehari

3 - Dapat mandi sendiri sambil duduk

- Berjalan ke toilet sendiri

- Duduk di kursi

- Berjalan perlahan 1-2 menit 2x sehari 4

5

- Mandi sendiri (berdiri)

- Berjalan biasa 3-4 menit 2x sehari

- Sebagai tambahan pasien dapat berjalan sendiri atas keinginan pasien

- Mandi sendiri

- Berjalan biasa 10 menit 2x sehari

- Mendaki 1 set tangga dengan bantuan

6 - Mandi sendiri

- Mendaki 2 set tangga dengan bantuan

3. Pengetahuan

3.1.Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat dan sakit yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo, 2004). Pengetahuan didefinisikan sebagai fakta atau


(43)

pengujian empiris (pemikiran tentang fenomena yang diobservasi secara langsung) atau berdasarkan proses berpikir lainnya seperti pemberian alasan logis atau penyelesaian masalah. (Lynn, 2006). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka atau overt behavior (Sunaryo, 2004).

3.2.Proses adopsi perilaku

Rogers (1974 dalam Notoadmodjo, 2010) mengungkapkan bahwa terjadi suatu proses sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru yaitu:

a. Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus b. Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus

c. Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang umpan balik stimulus tersebut bagi dirinya

d. Trial (mencoba), individu mulai mencoba perilaku baru

e. Adoption (adopsi perilaku), individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.

Perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses yang didasari pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku akan bersifat langgeng (long lasting).

3.3. Tahapan pengetahuan

Notoadmodjo (2010) mengidentifikasi tahapan pengetahuan di dalam domain kognitif yang mencakup enam tingkatan yaitu:


(44)

a. Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang tahu adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

b. Memahami merupakan kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Individu yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberi contoh, dan menyimpulkan.

c. Penerapan merupakan kemampuan menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

d. Analisis merupakan kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam

bagian-bagian kecil tetapi masih dalam satu struktur objek tersebut dan masih berkaitan satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah individu mampu menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan mampu membedakan pengertian psikologi dan fisiologi.

e. Sintesis merupakan kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah individu dapat menyusun, meringkas, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.


(45)

f. Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatau objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Budiman dan Riyanto (2013) menjelaskan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, namun tidak mutlak tingkat pendidikan memengaruhi luasnya pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek mengandung aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut.

b. Informasi atau media massa.

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact)

sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi menyediakan berbagai jenis media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan seseorang tentang inovasi baru dan berpengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan.


(46)

c. Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan tanpa melalui penalaran akan menambah pengetahuan seseorang walaupun tidak dilakukan. Status ekonomi akan menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu.

d. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman akan memberikan pengetahuan dan keterampilan serta mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata.

f. Usia

Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia, daya tangkap dan pola pikir akan makin berkembang karena banyaknya informasi yang ditemui sehingga akan meningkatkan


(47)

membaca, berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta mempersiapkankan diri untuk masa tua. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal hampir tidak ada penurunan pada usia ini.

4. Kepatuhan

4.1. Definisi kepatuhan

Kepatuhan atau ketaatan merupakan perluasan perilaku individu yang berhubungan dengan minum obat, mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis (WHO, 2003). Sacket (1976) dalam Niven (2000) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Terdapat beberapa terminologi yang menyakut kepatuhan pasien yaitu compliance,

adherence, concordance, dan persistance. Perbedaan terminologi ini berkaitan dengan perbedaan cara pandang tenaga kesehatan dan pasien termasuk penggunaan bahasa untuk menggambarkan perilaku pasien untuk mengikuti regimen terapi atau pengobatan (National Council on Patient Education and Educations, 2007).

Adherence merupakan perilaku pasien untuk berperan aktif mengkonsumsi obat sesuai dengan dosis yang telah diresepkan dalam jangka waktu tertentu (Horne, 2006). Adherence juga didefinisikan sebagai perilaku pasien setelah keputusan tentang pengobatan telah dibentuk meliputi waktu, dosis, dan

frekuensi program pengobatan (NIVEL, 2006). Sedangkan compliance


(48)

keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan mengenai program pengobatan (Centers for Disease Control and Prevention, 2013). Istilah

concordance menunjukkan proses pembuatan keputusan antara pasien dan penyedia pelayanan kesehatan (NIVEL, 2006) dan persistence menunjukkan durasi waktu pasien mengikuti program pengobatan (Centers for Disease Control and Prevention, 2013)

Horne (2006) merekomendasikan pengertian kepatuhan dengan istilah

adherence karena adanya keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang pasien inginkan atau pasien harapkan terhadap program pengobatan. Pasien juga berperan aktif dengan kesadaran sendiri dalam perencanaan dan implementasi pengobatan (Meichenbaum dan Turk, 1987 dalam Bassett, 2003).

Kalogianni (2011) membagi tingkat kepatuhan menjadi dua yaitu patuh (adherence) berarti berperan aktif untuk bekerja sama dengan pemberi resep/terapi. Sedangkan tidak patuh (non-adherence) meliputi alasan-alasan pasien tidak mengikuti anjuran terapi yang direkomendasikan.

4.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Kepatuhan merupakan fenomena multidimensional yang terbentuk dari lima faktor yang berinteraksi (WHO, 2003 dalam Kalogianni, 2011). Dimensi tersebut yaitu:

a. Sosial-ekonomi


(49)

pengobatan mempunyai kepatuhan yang lebih baik. Lingkungan hidup yang tidak stabil, terbatasnya akses pelayanan kesehatan, rendahnya sumber finansial, biaya pengobatan, dan waktu kerja yang padat dapat menurunkan angka kepatuhan.

b. Penyedia pelayanan kesehatan-pasien/ sistem pelayanan kesehatan

Hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan merupakan hal terpenting yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Hubungan yang baik antara pasien dan penyedia pelayanan kesehatan, pengenalan mengenai regimen pengobatan dan reinforcement memiliki dampak positif bagi kepatuhan pasien. Sedangkan komunikasi yang kurang mengenai manfaat, instruksi pengobatan dan efek samping medikasi merupakan faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien. Terutama pada pasien lanjut usia yang memiliki masalah memori.

c. Faktor yang berhubungan dengan situasi

Pengobatan dalam jangka panjang pada penyakit kronik sering menyebabkan pasien tidak patuh dalam menjalankan regimen pengobatan. Penting bagi pasien untuk memahami penyakitnya dan hal yang dapat terjadi jika tidak melakukan pengobatan.

d. Faktor yang berhubungan dengan terapi

Kompleksitas regimen pengobatan (dosis obat, durasi terapi, efek samping dan terapi yang mengganggu kenyamanan dan gaya hidup pasien) dapat menyebabkan rendahnya kepatuhan pasien.


(50)

e. Faktor yang berhubungan dengan pasien

Gangguan fisik dan kognitif dapat meningkatkan risiko ketidakpatuhan pada pasien lanjut usia. Rendahnya pengetahuan mengenai penyakit dan alasan dilakukannya pengobatan, motivasi yang rendah, rendahnya efikasi diri, dan penyalahgunaan obat merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya kepatuhan pasien.

Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Capgemini Consulting (2011) yaitu:

a. Faktor pasien

a) Pengetahuan yang tidak adekuat terhadap penyakit dan pengobatan.

b) Persepsi pada diagnosis dan risiko yang berhubungan dengan penyakit

dan pengobatan.

c) Salah memahami instruksi pengobatan dan follow-up rutin. d) Lupa dan perilaku pasien

b. Sistem penyedia pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan

a) Biaya kesehatan yang tidak adekuat seperti asuransi kesehatan b) Sistem distribusi obat yang buruk

c) Hambatan perawatan penyedia layanan kesehatan, seperti kurang

pengetahuan/ pelatihan petugas kesehatan, kapasitas yang lemah

d) Buruknya hubungan antara pasien dan penyedia pelayanan kesehatan, seperti waktu yang digunakan untuk pasien, gaya berkomunikasi,


(51)

c. Faktor terapi

a) Efektivitas dan toleransi obat

b) Rute pemberian obat

c) Lama pengobatan

d) Kompleksitas regimen terapi

e) Gagalnya pengobatan terdahulu

f) Regimen pengobatan yang sering berubah

d. Faktor kondisi

a) Beratnya gejala penyakit

b) Tingkat disabilitas (fisik, psikologis, sosial, dan vokasional) c) Tingkat progresi dan keparahan penyakit

d) Ketersediaan pengobatan yang efektif e. Faktor biaya finansial

a) Co-payment (biaya pengobatan yang dibayar oleh asuransi kesehatan pasien)

b) Kurangnya biaya

f. Faktor sosioekonomi

a) Demografi (usia, jenis kelamin, suku bangsa)

b) Pendapatan

c) Dukungan sosial yang kurang efektif


(52)

4.3. Meningkatkan kepatuhan pasien

Feuerstein, et al. (1986) dalam Niven (2000) mengidentifikasi lima program tindakan yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan secara aktif dengan penggunaan alat bantu pendidikan seperti buku dan kaset dapat meningkatkan kepatuhan pasien secara mandiri.

b. Akomodasi

Tenaga kesehatan harus memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mengalami kecemasan yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menurunkan kepatuhan pasien melaksanakan program pengobatan.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Dengan cara membangun dukungan sosial dari keluarga atau teman pasien. Membentuk kelompok-kelompok pendukung dapat membantu meningkatkan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan.

d. Perubahan model terapi

Program pengobatan dirancang sesederhana mungkin dan melibatkan pasien dalam pembuatan program. Pasien dilatih untuk mematuhi program pengobatan yang sederhana, selanjutnya pasien diharapkan dapat mematuhi program pengobatan yang lebih kompleks.

e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien


(53)

mengetahui penyebab, regimen pengobatan, alasan dilakukannya pengobatan dan pentingnya pengobatan. Sehingga dapat meningkatkan kesadaran pasien untuk patuh mengikuti program pengobatan.

4.4. Pengukuran tingkat kepatuhan pasien

Tidak terdapat golden standard atau cara yang akurat dalam menilai kepatuhan pasien karena setiap metode memiliki keterbatasan. Sehingga pemilihan metode tergantung kepada tujuan penilaian kepatuhan (NIVEL, 2006). Berbagai metode pengukuran kepatuhan pasien yaitu:

4.4.1. Direct observable behavior

Pengamatan perilaku pasien secara langsung merupakan cara yang akurat dalam mengukur kepatuhan pasien namun pelaksanaannya masih terbatas dan biasanya dilakukan pada pasien rawat inap. Pengamatan

dilaksanakan saat terapi berlangsung dapat menyebabkan hawthorneeffect

yaitu kecenderungan pasien meningkatkan kepatuhan karena pasien tahu bahwa mereka sedang diamati (Fairman, et al., 2000).

4.4.2. Subjective self-reports

Metode ini merupakan cara yang paling mudah, cepat dan murah serta telah digunakan secara luas dalam mengukur kepatuhan pasien. Biasanya digunakan untuk mengidentifikasi alasan pasien tidak patuh menjalankan terapi dan mengumpulkan informasi yang berasal dari perspektif pasien. Validitas dari self-report sangat bervariasi karena

dipengaruhi oleh keterbatasan ingatan pasien sehingga dapat


(54)

kuesioner, wawancara (mengevaluasi kepatuhan dengan menilai secara langsung respon pasien) dan self-monitoring.

Metode self-monitoring banyak digunakan pada manajemen diri pasien penyakit kronik. Pasien diajarkan cara perawatan diri dan manajemen diri dalam menghadapi penyakitnya. Self-monitoring dapat berupa patient’s diaries, daily checklists dan hand-hold computers

(NIVEL, 2006). Patient’s diaries lebih bersifat intervensi dari pada alat ukur karena pasien mengisi diari dan menjalankan terapi dalam waktu

yang bersamaan (Fairman, et al., 2000). Patient’s diaries dapat

menyediakan informasi yang detail mengenai kepatuhan pasien, tetapi dalam pelaksanaannya banyak pasien yang berhenti dan menolak untuk mengisi diari mereka.

4.4.3. Objective monitoring medication usage

Dalam menilai kepatuhan pasien dengan objective monitoring medication usage terdapat tiga metode yaitu:

a. Electronic Monitoring (EM)-devices

Metode yang sering digunakan yaitu MEMS (Medication Event

Monitoring System) Cap. Metode ini menggunakan chip komputer yang diletakkan di tutup botol obat yang telah disesain khusus untuk merekap waktu dan durasi setiap botol dibuka. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sensitif dalam mendeteksi ketidakpatuhan terapi, walaupun demikian terdapat beberapa keterbatsan pada akurasi dan


(55)

pill organizer atau kemasan blister yang biasa digunakan karena pasien harus mendapatkan semua dosis dari botol MEMS. Jumlah obat yang diambil setiap botol dibuka tidak dihitung, jika pasien mengambil obat dalam jumlah yang berlebih untuk diminum pada waktu minum obat selanjutnya, maka hal ini akan terdeteksi sebagai ketidakpatuhan (Machtinge dan Bangsberg, 2005).

b. Pill counts

Pill counts biasanya digunakan untuk mengukur kepatuhan meminum obat dengan cara menghitung jumlah obat yang tersisa dan mengasumsikan apabila terdapat kelebihan jumlah obat maka ada dosis yang dilewatkan oleh pasien. (Grymonpre, et al., 1998).

c. Prescription/ Pharmacy refills

Metode ini dapat mengukur kepatuhan dengan melihat tanggal ketika obat diambil. Tanggal dapat diperoleh dari apotek atau penyedia layanan obat lain. Pada metode ini pasien dinyatakan telah melewatkan pengobatan ketika pengambilan obat tidak sesuai dengan tanggal yang sudah ditentukan (Machtinge dan Bangsberg, 2005).

4.4.4. Objective physiological/biomedical measures

Pengukuran kepatuhan yang dilakukan dengan menganalisis biokimia darah, urin dan sekresi tubuh untuk menilai kepatuhan pasien dalam meminum obat. Analisis dilakukan untuk menunjukkan pasien telah meminum obat atau tidak. Tetapi terkadang analisis ini dapat dipengaruhi


(56)

oleh obat itu sendiri misalnya obat dengan waktu paruh yang pendek dan metabolisme pasien yang bervariasi (Fairman, et al., 2000).

Pengukuran kepatuhan pasien dalam melaksanakan latihan fisik dapat digunakan accelerometers untuk mengukur pergerakan tubuh dan energy expenditure untuk mengukur secara langsung frekuensi dan intensitas aktivitas fisik (NIVEL, 2006).

4.4.5. Health outcomes

Metode ini merupakan cara yang tidak akurat dalam mengukur kepatuhan pasien. Penilaian kepatuhan dapat dinilai dari status fungsional,

keadaan sejahtera (well being), kualitas hidup, morbiditas dan

hospitalisasi. Health outcomes dapat menjadi indikasi kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi, namun hubungan antara kepatuhan dan health outcomes tidak jelas dan lemah (Dimatteo, et al., 2002 dalam NIVEL,

2006). Perubahan health outcome dinilai tidak responsif terhadap


(57)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I di RSUP H. Adam Malik Medan.

Skema 3.1 Kerangka penelitian

Keterangan:

= Variabel yang diteliti = Hubungan antar variabel

2. Definisi operasional Tabel 3.1 Definisi operasional

No Variabel Definisi Operasional

Alat ukur Hasil ukur Skala

1. Pengetahuan Sesuatu yang

diketahui pasien

penyakit kardiovaskular

mengenai latihan

aktivitas fisik

rehabilitasi jantung fase I di RSUP H.

Adam Malik

Medan yang

Kuesioner berisi 20

pernyataan yang

terdiri dari 11

pernyataan positif

dan 9 pernyataan

negatif dengan

menggunakan skala

guttman. Skor untuk

pernyataan positif

yaitu benar: 1 dan

Pengetahuan responden

dinyatakan baik

jika skor total ≥ 15 dan kurang baik jika skor total < 15.

Ordinal Pengetahuan pasien mengenai

latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I

Tingkat kepatuhan dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik


(58)

3. Hipotesis

Ho: Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I.

meliputi pengertian,

manfaat, indikasi,

cara pelaksanaan

latihan, mengenal tanda dan gejala

angina dan

tindakan umum

pencegahan (general

precaution) saat latihan.

salah: 0. Skor untuk

pernyataan negatif

yaitu benar: 0 dan salah: 1.

Proses penilaian

dilakukan dengan

cara cut off point

dengan melihat nilai

tertinggi dan

terendah dari seluruh responden yaitu 20 dan 11.

2. Tingkat

kepatuhan

Keterlibatan pasien penyakit

kardiovaskular dalam

melaksanakan

latihan aktivitas

fisik rehabilitasi jantung fase I di RSUP H. Adam Malik Medan.

Lembar latihan

aktivitas fisik

rehabilitasi jantung fase I dalam bentuk

daily checklists.

Proses penilaian

dilakukan dengan

cara cut off point

dengan melihat nilai

tertinggi dan

terendah dari seluruh

responden yaitu

100% dan 57%.

Responden

dinyatakan patuh jika

melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi

jantung fase I

sebanyak ≥ 78%

dari seluruh

program yang

dijalani dan tidak

patuh jika

responden melaksanakan latihan sebanyak

< 78% dari

seluruh program yang dijalani.


(59)

Ha: Ada hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien penyakit kardiovaskular dalam melaksanakan latihan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase I.


(60)

METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan menggunakan desain cross-sectional untuk mengamati data pada suatu momen waktu pengumpulan data terhadap subjek penelitian yang sama (one point in time) (Polit & Beck, 2003).

2. Populasi, sampel dan teknik sampling 2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penyakit kardiovaskular

di ruangan rawat inap kardiovaskular- Cardiac Center RSUP H. Adam Malik

Medan. 2.2. Sampel

Sampel dalam penelitian adalah pasien penyakit kardiovaskular di ruangan

rawat inap kardiovaskular- Cardiac Center RSUP H. Adam Malik Medan yang

telah diberi rekomendasi oleh dokter atau perawat untuk melaksanakan program rehabilitasi jantung fase I (inpatient). Sampel diambil dengan teknik

purposive sampling yaitu memilih sampel diantara populasi yang sesuai dengan tujuan penelitian (Nursalam, 2009). Sampel yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi sebagaiberikut:

2.2.1. Kriteria inklusi

a. Pasien penyakit kardiovaskular yang menjadi indikasi rehabilitasi jantung (paska miokard infark, penyakit jantung koroner, pasca-


(61)

PTCA, pasca- CABG, CHF stabil, pacu jantung, penyakit katup jantung, transplantasi jantung, penyakit jantung bawaan dan penyakit gangguan vaskular lainnya).

b. Pasien kardiovaskular yang telah diberi rekomendasi oleh dokter atau perawat untuk melaksanakan program rehabilitasi jantung fase I (inpatient).

c. Bersedia menjadi responden.

2.2.2. Kriteria eksklusi

a. Pasien penyakit kardiovaskular yang menjadi kontraindikasi dilaksanakannya rehabilitasi jantung (angina tidak stabil, gagal jantung kelas 4, takiaritmia-bradiaritmia tidak terkontrol, severe aortic-mitral stenosis, hypertropic-obstructive cardiomyopathy, severe pulmonary hypertension, dan kondisi lainnya).

b. Tidak bersedia menjadi responden

Besar populasi pasien penyakit kardiovaskular yang melaksanakan rehabilitasi jantung fase I di RSUP H. Adam Malik Medan tidak diketahui. Sehingga penentuan besar sampel dilakukan berdasarkan beda proporsi populasi yang diambil berdasarkan penelitian terdahulu (Lameshow, 1997 dalam Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 2004) dengan rumus:

√ (√ )


(62)

√ (√ )

35,43

Keterangan:

Z(0,5-α/2) : derajat kemaknaan 95%

Z(0,5-β) : power test 90%

p1 : proporsi kepatuhan menurut penelitian sebelumnya yaitu 39%

(Van der Wal, et al., 2006)

p2 : proporsi kepatuhan yang diharapkan yaitu 80%

Berdasarkan rumus diatas, maka besar sampel minimal yaitu 35 responden. Mengantisipasi terhadap kemungkinan responden yang drop out

maka besar sampel ditambahkan 10% (Sastroamsmoro, 2008) maka besar sampel menjadi 39 responden. Pada saat pengumpulan data penelitian, peneliti telah mendapatkan 39 responden namun terdapat tiga responden yang drop out. Responden drop out karena telah dijadwalkan untuk operasi atau telah diperbolehkan keluar dari rumah sakit, sehingga responden tidak dapat di

follow-up oleh peneliti. Jadi besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 36 orang.

3. Lokasi dan waktu penelitian 3.1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di ruangan rawat inap kardiovaskular- Cardiac Center


(63)

a. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A dan rumah

sakit rujukan di wilayah barat Indonesia. RSUP H. Adam Malik Medan

memiliki Cardiac Center sehingga banyak pasien penyakit kardiovaskular

yang ditangani.

b. Lokasi penelitian memberikan kemudahan bagi peneliti baik kemudahan administatif maupun teknis.

c. Berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian yang sejenis belum pernah dikembangkan dan dilaksanakan di rumah sakit tersebut.

3.2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan 11 April- 6 Mei 2015. 4. Etika penelitian

Penelitian dilaksanakan setelah keluarnya keterangan kelayakan etik (ethical clearance) dari komisi etik penelitian Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan keluarnya surat izin penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan. Dalam melaksanakan penelitian, peneliti memegang teguh sikap ilmiah dan menggunakan prinsip etika penelitian keperawatan. Etika penelitian ini mencakup perilaku atau perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Notoadmodjo, 2010). Etika penelitian yang diterapkan pada penelitian ini adalah prinsip manfaat (beneficence),

menghargai martabat manusia (respect for human dignity), dan prinsip


(64)

4.1. Prinsip manfaat (principle of beneficence) a. Bebas dari bahaya (freedom from harm)

Penelitian dilaksanakan tanpa mengakibatkan bahaya kepada responden baik fisik maupun psikis. Pengisian kuesioner dilakukan saat responden tidak sedang dilakukan intervensi medis maupun keperawatan. Peneliti menawarkan responden untuk mengisi kuesioner sendiri atau dibantu peneliti untuk membacakan dan menuliskan jawaban dalam kuesioner. Responden diberi kesempatan istirahat sesuai kebutuhan bila sesak nafas atau kelelahan. Setelah selesai mengisi kuesioner, peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang segala yang terkait dengan penelitian ini.

b. Bebas dari eksploitasi (freedom from exploitation)

Peneliti memberi penjelasan kepada responden bahwa partisipasi mereka tidak dipergunakan untuk hal-hal yang dapat merugikan responden dalam hal apapun. Data yang diberikan responden hanya digunakan untuk keperluan penelitian saja.

c. Rasio risiko/ keuntungan (risk/ benefit ratio)

Peneliti mempertimbangkan risiko yang terjadi dan keuntungan yang diperoleh responden. Dalam penelitian ini tidak ada risiko fatal karena responden tidak diberikan perlakuan atau tindakan tertentu. Peneliti memberikan informasi kepada responden bahwa responden tidak mendapat keuntungan secara langsung dari penelitian, namun responden dapat lebih mengetahui pentingnya pengetahuan dan kepatuhan dalam melaksanakan


(1)

113

Lampiran 14 TAKSASI DANA

1. Persiapan proposal

a. Kertas A4 1 rim : Rp 50.000,00

b. Tinta printer : Rp 100.000,00

c. Fotokopi sumber-sumber proposal : Rp 20.000,00 d. Pembelian pulsa modem internet : Rp 100.000,00

e. Dana survei awal : Rp 44.000,00

f. Transportasi : Rp100.000,00

g. Penggandaan proposal : Rp100.000,00

h. Sidang proposal : Rp300.000,00

2. Persiapan penelitian

a. Dana izin penelitian : Rp 219.000,00

b. Kertas A4 1 rim : Rp 50.000,00

c. Tinta printer : Rp 100.000,00

d. Fotokopi instrumen penelitian : Rp 50.000,00 e. Pembelian alat tulis : Rp 80.000,00 f. Transportasi : Rp 250.000,00 g. Pembelian pulsa modem internet : Rp 100.000,00 h. Penggandaan skripsi : Rp 200.000,00

i. Sidang skripsi : Rp 300.000,00

Total Rp 2.163.000,00


(2)

(3)

(4)

(5)

117

Lampiran 16 RIWAYAT HIDUP

Nama : Nabila Chairani

Tempat/ Tanggal Lahir : Bukittinggi, 22 September 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak Ke : 2 dari 3 bersaudara

Alamat : Jalan DR. A. Sofyan 58 Kampus USU Padang Bulan

Orang tua : Mhd. Ali (Ayah) Sulisnawati (Ibu) Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 07 Mandiangin Koto Selayan : 2000-2006 2. MTs Negeri I Bukittinggi : 2006-2009 3. SMA Negeri I Bukittinggi : 2009-2011 4. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara : 2011-2015


(6)

118


Dokumen yang terkait

Karakteristik Hipertensi pada Pasien Penyakit Jantung Koroner yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik dari September Hingga November 2014

6 76 84

Prevalensi Hiperkolesterolemia pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner di RSUP H. Adam Malik Tahun 2009 - 2010

0 47 83

Karakteristik Pasien Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan Yang Menjalani Kateterisasi Jantung di RSUP H. Adam Malik Medan

1 50 59

Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Bawaan pada Anak Tahun 2007 – 2009 di RSUP H. Adam Malik Medan

3 58 65

Penerimaan Tenaga Non PNS RSUP H. Adam Malik Semester I TA 2017

0 1 6

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 14

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 1 32

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 2 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN - Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penyakit Kardiovaskular dalam Melaksanakan Latihan Aktivitas Fisik Rehabilitasi Jantung Fase I di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 9