BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Syarat seseorang dikatakan pailit
Berdasarkan kasus Pak Purdi diatas bahwa menurut Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 menyebutkan bahwa suatu pernyataan pailit dapat diajukan, jika
pernyataan kepailitan tersebut dibawah ini telah terpenuhi :
1. Debitor tersebut mempunyai paling sedikit dua kreditor concursus creditorum.
Hal ini merupakan persyaratan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, yang merupakan realisasi dari ketentuan Pasal 1132 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : ”Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama- sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan bendabenda itu
dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Hal ini sesuai
dengan kasus Pak Purdi, yang mana Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor, yaitu BNI Syariah, Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I Nyoman
Bagus Nuradita.
2. Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Pasal 1 butir 6 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan secara jelas definisi mengenai utang : “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan
dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena
perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk dapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”
Prasyarat jatuh waktu yang dapat ditagih merupakan satu kesatuan. Maksudnya, utang yang telah jatuh waktu atau lebih dikenal jatuh tempo secara otomatis telah menimbulkan hak
tagih pada kreditor dalam ketentuan Pasal 1238 Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa debitor dianggap lalai apabila dengan suatu surat perintah atau dengan
sebuah akta telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, jika ia menetapkan bahwa debitor dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
9
Pada kasus ini, Purdi mengajukan permohonan penggunaan fasilitas pinjaman BNI Syariah dalam bentuk perjanjian murabhaha. BNI Syariah kemudian mengabulkan permohonan
Purdi pada tanggal 29 Agustus 2007 dan memberikan pinjaman sebesar Rp 3,3 miliar pada tanggal 29 Agustus 2007 serta Rp 20,9 miliar pada tanggal 9 Mei 2008. BNI Syariah sendiri
mewajibkan kepada setiap pengguna jasa pinjaman itu untuk mengangsur setiap bulan. Tetapi, kewajiban itu tidak dipenuhi Purdi hingga akhirnya BNI Syariah memutuskan untuk mengajukan
gugatan. Sebelum gugatan dilayangkan, BNI Syariah telah mengirimkan somasi sebanyak tiga kali
pada tanggal 1 Desember 2011, kemudian tanggal 16 Desember 2011, dan terakhir pada tanggal 27 Desember 2011. Tetapi, lagi-lagi Purdi tidak menghiraukan somasi tersebut. Guna memenuhi
syarat gugatan pailit, BNI Syariah menyertakan beberapa kreditur yang juga meminjamkan uang kepada Purdi. Para kreditur itu di antaranya Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I
Nyoman Bagus Nuradita. Dia dianggap tak dapat melunasi sejumlah utang kepada beberapa kreditur hingga tanggal jatuh tempo, 12 Juni 2013 meskipun telah mengikuti permohonan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU. Jadi, Pak Purdi telah memenuhi syarat kepailitan karena sesuai dengan Pasal 2 Undang-
undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 bahwa Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor dan Pak Purdi tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang
ada sesuai tempo waktu yang diberikan.
4.2 Akibat dari suatu kepailitan terhadap status subjek hukum