Makalah hukum perdata kepailitan

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Manusia adalah pengertian biologis ialah gejala alam, gejala biologika yaitu makhluk hidup yang mempunyai panca indra dan mempunyai budaya.sedangkan orang adalah pengertian yuridis ialah gejala dalam hidup bermasyarakat.dalam hukum yang menjadi pusat perhatian adalah orang atau person.

Menurut hukum modern, seperti hukum yang berlaku sekarang di Indonesia, setiap manusia diakui sebagai manusia pribadi. Artinya diakui sebagai orang atau person. Karena itu, setiap manusia diakui sebagai subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban.

Hak dan kewajiban perdata tidak bergantung kepada agama, golongan, kelamin, umur, warga Negara, ataupun orang asing. Demikian pula hak dan kewajiban perdata tidak tergantung pula kepada kaya atau miskin, kedudukan tinggi atau rendah dalam masyrakat, penguasa ataupun rakyat biasa, semuanya sama.

Manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban mulai sejak lahir dan baru berakhir apabila meninggal dunia. Pengecualian mulainya mendukung hak dan kewajiban dalam BW disebut pada pasal 2 yang menentukan sebagai berikut:

a. Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya

b. Mati sewaktu dilahirkan, dianggaplah ia tidak pernah telah ada

Ketentuan yang termuat dalam pasal 2 BW diatas ini sering disebut “rechtfictie” 1.1 Latar Belakang

Setiap orang tiada terkecuali sebagai pendukung hak dan kewajiban atau subyek hukum, tetapi Tidak semua cakap hukum untuk melakukan perbuatan hukum. Orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah:

1. Orang-orang yang belum dewasa, yaitu anak yang belum dewasa mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan (pasal 1330 jo pasal 47 uu no.1 tahun 1974)

2. Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, yaitu orang-orang dewasa tapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap, dan pemboros (pasal 1330 BW jo pasal 433 BW)


(2)

3. Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbutan-perbuatan hukum terentu, misalnya orang yang dinyatakan pailit. (pasal 1330 jo UU Kepailitan)

Jadi orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya derta tidak dilarang oleh suatu undang-undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu.

Orang-orang yang belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum diawali oleh orang tuanya, walinya atau pengampuannya (curator). Sedangkan penyelesaian hutang-piutang orang-orang yang dinyatakan pailit dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan (weeskamer)

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang - Undang.

Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Sedangkan, debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang.

1.2 Identifikasi Masalah

1.1 Mengapa seseorang dapat dikatakan pailit?

1.2 Apakah akibat dari seseorang yang dinyatakan pailit terhadap statusnya sebagai subjek hukum?


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kepailitan

Secara etimologi, istilah kepailitan berasal dari kata pailit. Selanjutnya istilah pailit berasal dari kata Belanda faillet yang mempunyai arti kata ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Istilah faillet sendiri berasal dari Perancis yaitu Faillete yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran, sedangkan orang yang mogok atau berhenti membayar dalam bahasa Perancis disebut Le failli. Kata kerja failir berarti gagal; dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata to fail yang mempunyai arti sama dalam bahasa latin yaitu failure. Di negara-negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian pailit dan kepailitan mempergunakan istilah-istilah bankrupt dan bankruptcy.

Dalam undang-undang kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, Pasal 1 butir 1 menyebutkan definisi dari kepailitan yaitu : Sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Diantara beberapa sarjana ditentukan adanya pendapat yang berbeda tentang pengertian kepailitan. Kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran semua piutang secara adil. Pendapat yang lain menyebutkan bahwa kepailitan merupakan penyitaan umum atas kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihannya sehingga Balai Harta Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan serta pemberesan budel dari orang yang pailit. Adapula yang menyebutkan bahwa kepailitan adalah suatu sitaan

dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitor untuk kepentingan seluruh kreditornya bersama-sama, yang pada waktu kreditor dinyatakan pailit mempunyai piutang dan untuk jumlah piutang yang masing-masing kreditor miliki pada saat itu.


(4)

Berdasarkan beberapa definisi atau pengertian yang diberikan oleh beberapa sarjana tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kepailitan mempunyai unsur-unsur:

1. Adanya sita dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitor. 2. Sita itu semata-mata mengenai harta kekayaan.

3. Sita dan eksekusi tersebut untuk kepentingan para kreditornya secara bersama-sama

2.2 Subjek Pernyataan Pailit

Mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan kepailitan, Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan sebagai berikut:

• Debitor sendiri, dengan syarat bahwa debitor tersebut mempunyai minimal 2 kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih;

• Kreditor yang mempunyai piutang kepada debitor yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih; • Kejaksaan atau jaksa untuk kepentingan umum;

• Bank Indonesia apabila menyangkut debitor yang merupakan bank;

• Badan Pengawas Pasar Modal, apabila menyangkut debitor yang merupakan perusahaan efek, yaitu pihak-pihak yang melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Perdagangan Efek, dan/atau manager Investasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;

• Menteri Keuangan, apabila menyangkut debitor yang merupakan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pesiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.

Pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah debitor, yaitu orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan8. Debitor bisa merupakan orang perseorangan, badan hukum atau persekutuan-persekutuan yang bukan merupakan badan hukum


(5)

2.3 Tujuan Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum yang dikenal dalam hukum perdata dimana lembaga hukum tersebut merupakan realisasi dari adanya dua asas pokok dalam hukum perdata sebagaimana tercantum di dalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1131 menyebutkan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Selanjutnya Pasal 1132 menentukan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu besar kecilnya piutang mesing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Berdasarkan isi dari kedua pasal tersebur dapat disimpulkan adanya asas yang terkandung didalamnya yaitu:

a. Apabila si debitur tidak membayar hutangnya dengan sukarela walaupun telah ada putusan pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi utangnya atau karena tidak mampu untuk membayar seluruh utangnya, maka seluruh harta bendanya disita untuk dijual dan hasil penjualan itu dibagi-bagikan kepada semua krediturnya menurut besar

kecilnya piutang masing-masing, kecuali ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan; b. Semua kreditur mempunyai hak yang sama;

c. Tidak ada nomor urut dari para kreditur yang didasarkan atas timbulnya piutang mereka. Sebagai realisasi dari asas yang terkandung didalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata maka dibuat peraturan kepailitan yang dikenal sebagai Faillissement Staatblats Verordening 1905-217 Jo. Staatblats 1906-384. Suatu pernyataan pailit pada hakekatnya bertujuan untuk mendapatkan suatu penyitaan umum atas kekayaan si debitor yaitu segala harta benda si debitor baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri untuk kepentingan semua kreditornya, sebagai pelunasan utang-utangnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan kepailitan sebenarnya adalah sebagai suatu usaha bersama baik oleh debitor maupun para kreditor untuk mendapatkan pembayaran bagi semua kreditor secara adil dan proposional (Concursus Creditorum). Oleh karena itu, apabila sebelum ada putusan pailit kekayaan si berutang sudah disita oleh salah seorang yang berpiutang untuk mendapatkan pelunasan piutangnya, penyitaan khusus ini menurut undang-undang menjadi hapus karena


(6)

dijatuhkannya putusan pailit. Kepailitan selain mempunyai tujuan sebagaimana telah disebutkan di atas, juga bertujuan untuk menghindari agar debitur tidak menyembunyikan harta kekayaannya sehingga merugikan kreditor.

2.4 Persyaratan Mengajukan kepailitan

Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 menyebutkan bahwa suatu pernyataan pailit dapat diajukan, jika pernyataan kepailitan tersebut dibawah ini telah terpenuhi : 1. Debitor tersebut mempunyai paling sedikit dua kreditor (concursus creditorum).

Hal ini merupakan persyaratan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, yang merupakan realisasi dari ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : ”Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.”

2. Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Pasal 1 butir 6 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan secara jelas definisi mengenai utang : “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk dapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”

Prasyarat jatuh waktu yang dapat ditagih merupakan satu kesatuan. Maksudnya, utang yang telah jatuh waktu atau lebih dikenal jatuh tempo secara otomatis telah menimbulkan hak tagih pada kreditor dalam ketentuan Pasal 1238 Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa debitor dianggap lalai apabila dengan suatu surat perintah atau dengan sebuah akta telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, jika ia menetapkan bahwa debitor dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.


(7)

BAB III

OBJEK PENELITIAN

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjatuhkan putusan yang menyatakan pemilik Primagama, Purdi E Tjandra, dalam keadaan pailit. Hal ini karena Purdi dinyatakan tidak dapat melunasi sejumlah utang kepada beberapa kreditur hingga tanggal jatuh tempo, 12 Juni 2013 meskipun telah diajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atas Purdi. "Menyatakan termohon PKPU berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya," demikian amar yang tertuang dalam salinan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Kamis (13/6).

Putusan ini dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai Lidya Sasando. Putusan ini didasarkan pada tidak adanya laporan yang diterima majelis hakim tentang berjalannya proses mediasi antara Purdi dengan pihak penggugat yaitu BNI Syariah dan berakibat pada tidak tercapainya kesepakatan terkait utang yang dimaksud. Atas putusan ini, majelis hakim kemudian menetapkan Johan Bastian Sihite dan Lambok yang sebelumnya menjadi pengurus perkara PKPU ini menjadi kurator. Selain itu, majelis hakim juga menetapkan Amin Sutikno sebagai hakim pengawas yang akan mengawasi berjalannya perhitungan aset serta rapat kreditur.

Perkara ini bermula saat Purdi mengajukan permohonan penggunaan fasilitas pinjaman BNI Syariah dalam bentuk perjanjian murabhaha. BNI Syariah kemudian mengabulkan permohonan Purdi pada tanggal 29 Agustus 2007 dan memberikan pinjaman sebesar Rp 3,3 miliar pada tanggal 29 Agustus 2007 serta Rp 20,9 miliar pada tanggal 9 Mei 2008. BNI Syariah sendiri mewajibkan kepada setiap pengguna jasa pinjaman itu untuk mengangsur setiap bulan. Tetapi, kewajiban itu tidak dipenuhi Purdi hingga akhirnya BNI Syariah memutuskan untuk mengajukan gugatan.

Sebelum gugatan dilayangkan, BNI Syariah telah mengirimkan somasi sebanyak tiga kali pada tanggal 1 Desember 2011, kemudian tanggal 16 Desember 2011, dan terakhir pada tanggal 27 Desember 2011. Tetapi, lagi-lagi Purdi tidak menghiraukan somasi tersebut. Guna memenuhi syarat gugatan pailit, BNI Syariah menyertakan beberapa kreditur yang juga meminjamkan uang kepada Purdi. Para kreditur itu di antaranya Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I Nyoman Bagus Nuradita.


(8)

Dia dianggap tak dapat melunasi sejumlah utang kepada beberapa kreditur hingga tanggal jatuh tempo, 12 Juni 2013 meskipun telah mengikuti permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Utang ini untuk membiayai Yayasan Primagama yang bergerak di bidang pendidikan, riset, penelitian, dan kegiatan sosial. Bambang mengatakan kerja sama ini bukan pertama kalinya dan Pak Purdi itu sudah sejak 2005 sebenarnya bekerja sama dengan BNI Syariah, dan dulu lancar-lancar saja, Namun, Bambang mengakui kliennya akhirnya terkena masalah pengelolaan dana, sehingga terlambat menyicil pinjaman dari BNI Syariah. Seharusnya, masa cicil pinjaman itu berjalan untuk 10 tahun.

Kabarnya, semua peringatan itu tak digubris pihak Purdi. Karena itulah BNI langsung menyeretnya ke Pengadilan Niaga Jakarta karena bos Primagama itu dianggap tak memiliki itikad baik. Guna memenuhi syarat gugatan pailit, BNI Syariah menyertakan beberapa kreditur yang juga meminjamkan uang kepada Purdi. Para kreditur itu di antaranya Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I Nyoman Bagus Nuradita. Investor bernama Shiraisi itulah yang ngotot belum dibayar juga oleh Purdi, sehingga putusan pailit keluar.

Selama masa somasi itu sudah dibicarakan banyak hal, Pak Purdi malah sudah berdamai (dengan BNI Syariah), hanya saja karena sistemnya PKPU, maka pengadilan memanggil kreditur lain yang berurusan dengan Pak Purdi, ternyata ada satu investor asal Jepang tidak mau berdamai, Selain itu, Purdi ternyata punya utang juga dengan beberapa bank lain seperti BCA. Bambang menjamin dengan kreditor lain, kliennya tak ada masalah. Purdi malah sebetulnya merasa dizalimi hakim pengadilan niaga dan investor asal Jepang yang bisa berurusan dengan Yayasan Primagama, karena mengaku hendak membantunya membayar kredit macet dengan BNI.

Kini, status pailit diberikan pengadilan pada Purdi secara pribadi. Dari pendataan kuasa hukum, utang pokok kliennya tinggal Rp 12 miliar atau setengah dari yang diminta oleh BNI Syariah. Kuasa hukum Purdi menegaskan, pengusaha sekaliber Purdi bisa melunasinya karena usaha Purdi masih sehat yaitu Primagama, yang dipailitkan Pak Purdi secara pribadi,

Dana yang bermasalah itu dialirkan ke yayasan, bukan PT Primagama Bimbingan Belajar. Itu sebabnya, meski Purdi adalah pendiri sekaligus pemilik saham mayoritas, majelis hakim tidak menyatakan pailit pada perusahaan itu.


(9)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Syarat seseorang dikatakan pailit

Berdasarkan kasus Pak Purdi diatas bahwa menurut Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 menyebutkan bahwa suatu pernyataan pailit dapat diajukan, jika pernyataan kepailitan tersebut dibawah ini telah terpenuhi :

1. Debitor tersebut mempunyai paling sedikit dua kreditor (concursus creditorum). Hal ini merupakan persyaratan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, yang merupakan realisasi dari ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : ”Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan bendabenda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Hal ini sesuai dengan kasus Pak Purdi, yang mana Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor, yaitu BNI Syariah, Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I Nyoman Bagus Nuradita.

2. Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Pasal 1 butir 6 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan secara jelas definisi mengenai utang : “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk dapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”

Prasyarat jatuh waktu yang dapat ditagih merupakan satu kesatuan. Maksudnya, utang yang telah jatuh waktu atau lebih dikenal jatuh tempo secara otomatis telah menimbulkan hak tagih pada kreditor dalam ketentuan Pasal 1238 Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa debitor dianggap lalai apabila dengan suatu surat perintah atau dengan sebuah akta telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, jika ia menetapkan bahwa debitor dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.


(10)

Pada kasus ini, Purdi mengajukan permohonan penggunaan fasilitas pinjaman BNI Syariah dalam bentuk perjanjian murabhaha. BNI Syariah kemudian mengabulkan permohonan Purdi pada tanggal 29 Agustus 2007 dan memberikan pinjaman sebesar Rp 3,3 miliar pada tanggal 29 Agustus 2007 serta Rp 20,9 miliar pada tanggal 9 Mei 2008. BNI Syariah sendiri mewajibkan kepada setiap pengguna jasa pinjaman itu untuk mengangsur setiap bulan. Tetapi, kewajiban itu tidak dipenuhi Purdi hingga akhirnya BNI Syariah memutuskan untuk mengajukan gugatan.

Sebelum gugatan dilayangkan, BNI Syariah telah mengirimkan somasi sebanyak tiga kali pada tanggal 1 Desember 2011, kemudian tanggal 16 Desember 2011, dan terakhir pada tanggal 27 Desember 2011. Tetapi, lagi-lagi Purdi tidak menghiraukan somasi tersebut. Guna memenuhi syarat gugatan pailit, BNI Syariah menyertakan beberapa kreditur yang juga meminjamkan uang kepada Purdi. Para kreditur itu di antaranya Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I Nyoman Bagus Nuradita. Dia dianggap tak dapat melunasi sejumlah utang kepada beberapa kreditur hingga tanggal jatuh tempo, 12 Juni 2013 meskipun telah mengikuti permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Jadi, Pak Purdi telah memenuhi syarat kepailitan karena sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 bahwa Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor dan Pak Purdi tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang ada sesuai tempo waktu yang diberikan.

4.2 Akibat dari suatu kepailitan terhadap status subjek hukum

Bagi Debitor Pailit Dan Harta Kekayaannya

Dengan dijatuhkannya putusan kepailitan, mempunyai pengaruh bagi Pak Purdi dan harta kekayaannya. Pasal 24 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan pailit, Pak Purdi demi Hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya (Persona Standi In Ludicio), artinya debitor pailit tidak mempuntai kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kekayaan Pak Purdi dialihkan kepada kurator atau Balai Harta


(11)

Namun demikian, sesudah pernyataan kepailitan ditetapkan Pak Purdi masih dapat mengadakan perikatan-perikatan. Hal ini akan mengikat bila perikatan-perikatan yang dilakukannya tersebut mendatangkan keuntungan – keuntungan baginya. Hal tersebut ditegaskan didalam Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang menentukan bahwa semua perikatan Pak Purdi yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.

Pada dasarnya harta kepailitan itu meliputi seluruh harta kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan, hal ini berarti seluruh harta kekayaan Pak Purdi pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004.

Pembentukan Undang-undang memberikan pengecualian terhadap berlakunya ketentuan Pasal 21 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, tidak semua harta kekayaan debitor pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, debitor pailit masih mempunyai hak penguasaan dan pengurusan atas beberapa barang atau benda sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 22 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, yaitu:

I. Benda, ternasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya,

dan bahan makanan untuk 30 (Tiga Puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

II. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai pengajuan dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau

III. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

Yang termasuk harta kepailitan adalah kekayaan lain yang diperoleh debitor pailit selama kepailitan misalnya warisan. Pasal 40 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa segala warisan yang jatuh kepada debitor pailit selama kepailitan tidak boleh diterima oleh kuratornya, kecuali dangan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran


(12)

harta peninggalan. Sedangkan untuk menolak warisan, kurator memerlukan kuasa dari Hakim Pengawas.

Selanjutnya mengenai hibah, debitor pailit yang dilakukan mengenai hibah yang dilakukan oleh debitor pailit dapat dimintakan pembatalannya oleh kurator apabila dapat dibuktikan bahwa pada waktu dilaksanakan hibah, debitor pailit mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakannya tersebut dapat merugikan para kreditor.

Ketika Pak Purdi dinyatakan pailit, bukan berarti dia tidak cakap lagi untuk melakukan perbuatan hukum dalam rangka mengadakan hubungan hukum tertentu dalam hukum kekeluargaan, misalnya melakukan perkawinan, mengangkat anak dan sebagainya. Pak Purdi hanya dikatakan tidak cakap lagi melakukan perbuatan hukum dalam kaitannya dengan penguasaan dan pengurusan harta kekayaannya.

Dengan sendirinya segala gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban kekayaan Pak Purdi harus dimajukan terhadap kuratornya. Selanjutnya bila gugatan-gugatan hukum yang diajukan atau dilanjutkan terhadap Pak Purdi tersebut mengakibatkan penghukuman pada dirinya, menurut Pasal 26 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit (boedoel pailit).


(13)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari penjabaran analisis kasus diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pak purdi dinyatakan pailit sesuai dengan syarat kepailitan pada Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004. Pertama, Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor, yaitu BNI Syariah, Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I Nyoman Bagus Nuradita.

Kedua, , Pak Purdi telah memenuhi syarat kepailitan karena sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 bahwa Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor dan Pak Purdi tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang ada sesuai tempo waktu yang diberikan.

Lalu, karena Pak Purdi sudah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, akibatnya menurut Pasal 24 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan pailit, Pak Purdi demi Hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya, artinya debitor pailit tidak mempunyai kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kekayaan Pak Purdi dialihkan kepada kurator atau Balai Harta Peninggalan yang bertindak sebagai kurator yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.

Tetapi disini Pak Purdi masih dapat melakukan perikatan perikatan apabila perikatan-perikatan yang dilakukannya tersebut mendatangkan keuntungan – keuntungan baginya. Hal tersebut ditegaskan didalam Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang menentukan bahwa semua perikatan Pak Purdi yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.


(14)

DAFTAR PUSTAKA

- Syahrani,Riduan.1985.Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung:PT Alumni - Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

- UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

- Tesis Program Magister Artomo Rooseno, SH “Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Bagi Debitor Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan”


(1)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Syarat seseorang dikatakan pailit

Berdasarkan kasus Pak Purdi diatas bahwa menurut Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 menyebutkan bahwa suatu pernyataan pailit dapat diajukan, jika pernyataan kepailitan tersebut dibawah ini telah terpenuhi :

1. Debitor tersebut mempunyai paling sedikit dua kreditor (concursus creditorum). Hal ini merupakan persyaratan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, yang merupakan realisasi dari ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : ”Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan bendabenda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Hal ini sesuai dengan kasus Pak Purdi, yang mana Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor, yaitu BNI Syariah, Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I Nyoman Bagus Nuradita.

2. Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Pasal 1 butir 6 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan secara jelas definisi mengenai utang : “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk dapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”

Prasyarat jatuh waktu yang dapat ditagih merupakan satu kesatuan. Maksudnya, utang yang telah jatuh waktu atau lebih dikenal jatuh tempo secara otomatis telah menimbulkan hak tagih pada kreditor dalam ketentuan Pasal 1238 Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa debitor dianggap lalai apabila dengan suatu surat perintah atau dengan sebuah akta telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, jika ia menetapkan bahwa


(2)

Pada kasus ini, Purdi mengajukan permohonan penggunaan fasilitas pinjaman BNI Syariah dalam bentuk perjanjian murabhaha. BNI Syariah kemudian mengabulkan permohonan Purdi pada tanggal 29 Agustus 2007 dan memberikan pinjaman sebesar Rp 3,3 miliar pada tanggal 29 Agustus 2007 serta Rp 20,9 miliar pada tanggal 9 Mei 2008. BNI Syariah sendiri mewajibkan kepada setiap pengguna jasa pinjaman itu untuk mengangsur setiap bulan. Tetapi, kewajiban itu tidak dipenuhi Purdi hingga akhirnya BNI Syariah memutuskan untuk mengajukan gugatan.

Sebelum gugatan dilayangkan, BNI Syariah telah mengirimkan somasi sebanyak tiga kali pada tanggal 1 Desember 2011, kemudian tanggal 16 Desember 2011, dan terakhir pada tanggal 27 Desember 2011. Tetapi, lagi-lagi Purdi tidak menghiraukan somasi tersebut. Guna memenuhi syarat gugatan pailit, BNI Syariah menyertakan beberapa kreditur yang juga meminjamkan uang kepada Purdi. Para kreditur itu di antaranya Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I Nyoman Bagus Nuradita. Dia dianggap tak dapat melunasi sejumlah utang kepada beberapa kreditur hingga tanggal jatuh tempo, 12 Juni 2013 meskipun telah mengikuti permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Jadi, Pak Purdi telah memenuhi syarat kepailitan karena sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 bahwa Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor dan Pak Purdi tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang ada sesuai tempo waktu yang diberikan.

4.2 Akibat dari suatu kepailitan terhadap status subjek hukum

Bagi Debitor Pailit Dan Harta Kekayaannya

Dengan dijatuhkannya putusan kepailitan, mempunyai pengaruh bagi Pak Purdi dan harta kekayaannya. Pasal 24 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan pailit, Pak Purdi demi Hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya (Persona Standi In Ludicio), artinya debitor pailit tidak mempuntai kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kekayaan Pak Purdi dialihkan kepada kurator atau Balai Harta Peninggalan yang bertindak sebagai kurator yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.


(3)

Namun demikian, sesudah pernyataan kepailitan ditetapkan Pak Purdi masih dapat mengadakan perikatan-perikatan. Hal ini akan mengikat bila perikatan-perikatan yang dilakukannya tersebut mendatangkan keuntungan – keuntungan baginya. Hal tersebut ditegaskan didalam Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang menentukan bahwa semua perikatan Pak Purdi yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.

Pada dasarnya harta kepailitan itu meliputi seluruh harta kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan, hal ini berarti seluruh harta kekayaan Pak Purdi pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004.

Pembentukan Undang-undang memberikan pengecualian terhadap berlakunya ketentuan Pasal 21 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, tidak semua harta kekayaan debitor pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, debitor pailit masih mempunyai hak penguasaan dan pengurusan atas beberapa barang atau benda sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 22 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, yaitu:

I. Benda, ternasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya,

dan bahan makanan untuk 30 (Tiga Puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

II. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai pengajuan dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau

III. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

Yang termasuk harta kepailitan adalah kekayaan lain yang diperoleh debitor pailit selama kepailitan misalnya warisan. Pasal 40 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa segala warisan yang jatuh kepada debitor pailit selama kepailitan tidak


(4)

harta peninggalan. Sedangkan untuk menolak warisan, kurator memerlukan kuasa dari Hakim Pengawas.

Selanjutnya mengenai hibah, debitor pailit yang dilakukan mengenai hibah yang dilakukan oleh debitor pailit dapat dimintakan pembatalannya oleh kurator apabila dapat dibuktikan bahwa pada waktu dilaksanakan hibah, debitor pailit mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakannya tersebut dapat merugikan para kreditor.

Ketika Pak Purdi dinyatakan pailit, bukan berarti dia tidak cakap lagi untuk melakukan perbuatan hukum dalam rangka mengadakan hubungan hukum tertentu dalam hukum kekeluargaan, misalnya melakukan perkawinan, mengangkat anak dan sebagainya. Pak Purdi hanya dikatakan tidak cakap lagi melakukan perbuatan hukum dalam kaitannya dengan penguasaan dan pengurusan harta kekayaannya.

Dengan sendirinya segala gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban kekayaan Pak Purdi harus dimajukan terhadap kuratornya. Selanjutnya bila gugatan-gugatan hukum yang diajukan atau dilanjutkan terhadap Pak Purdi tersebut mengakibatkan penghukuman pada dirinya, menurut Pasal 26 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit (boedoel pailit).


(5)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari penjabaran analisis kasus diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pak purdi dinyatakan pailit sesuai dengan syarat kepailitan pada Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004. Pertama, Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor, yaitu BNI Syariah, Tsuyoshi Shiraishi, I Nyoman Kerta Widyarta, dan I Nyoman Bagus Nuradita.

Kedua, , Pak Purdi telah memenuhi syarat kepailitan karena sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 bahwa Pak Purdi selaku debitor meminjam uang kepada lebih dari dua kreditor dan Pak Purdi tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang ada sesuai tempo waktu yang diberikan.

Lalu, karena Pak Purdi sudah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, akibatnya menurut Pasal 24 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan pailit, Pak Purdi demi Hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya, artinya debitor pailit tidak mempunyai kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kekayaan Pak Purdi dialihkan kepada kurator atau Balai Harta Peninggalan yang bertindak sebagai kurator yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.

Tetapi disini Pak Purdi masih dapat melakukan perikatan perikatan apabila perikatan-perikatan yang dilakukannya tersebut mendatangkan keuntungan – keuntungan baginya. Hal tersebut ditegaskan didalam Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang menentukan bahwa semua perikatan Pak Purdi yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

- Syahrani,Riduan.1985.Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung:PT Alumni - Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

- UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

- Tesis Program Magister Artomo Rooseno, SH “Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Bagi Debitor Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan”