IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Perumnas Bantar Kemang
Perumahan Nasional Perumnas Bantar Kemang berlokasi di Kelurahan Baranang Siang, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Perumnas Bantar
Kemang dibangun pada tahun 1982 oleh Perum Perumnas. Perumnas Bantar Kemang terdiri dari dua RW yakni RW 05 dan RW 06, dengan luas 17.6 Ha.
Perumnas Bantar Kemang hingga bulan Mei 2008 memiliki 1168 rumah sehat sederhana dengan jumlah penduduk mencapai 5566 orang. Saluran drainase
Perumnas Bantar Kemang yang diperuntukkan untuk air hujan menyatu dengan saluran pembuangan dari hasil kegiatan mandi dan cuci. Sedangkan hasil
kegiatan kakus langsung masuk ke septic tank. Limbah hasil kegiatan rumah tangga dari kegiatan mandi dan cuci yang sudah masuk ke saluran drainase
langsung masuk ke badan air penerima yakni Sungai Ciliwung tanpa ada pengolahan terlebih dahulu.
4.2. Kualitas Air Limbah Domestik 4.2.1. Derajat Keasaman pH
Dari hasil pengamatan pH didapatkan hasil pH yang tergolong agak asam pada seluruh stasiun yang berada di Perumnas Bantar Kemang, kecuali pada
stasiun 7 di depan satu rumah saat sampling ketiga dan pada stasiun sungai sampling pertama dan ketiga. Untuk lebih jelasnya derajat keasaman pada
setiap titik pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 4. Kondisi pH yang relatif lebih asam diduga karena adanya penguraian bahan organik,
dalam hal ini penguraian bahan organik akan menghasilkan karbon dioksida yang jika bereaksi dengan air dan di dalamnya tidak ada mineral akan
menyebabkan kondisi menjadi asam atau dengan kata lain akan mengakibatkan pH lebih rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fardiaz
1992 yang menyatakan pemecahan komponen molekul organik yang mengandung karbon, nitrogen, sulfur dan phospat yang berasal dari
karbohidrat, lemak atau protein dalam proses aerobik dan anaerobik akan menghasilkan karbon dioksida yang sifatnya asam.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Gambar 4. Nilai pH setiap titik pengambilan sampel
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini didapatkan bahwa nilai pH di setiap titik pengambilan sampel bersifat asam tetapi mendekati
netral pH 7. Hal ini disebabkan tingginya penggunaan sabun dan deterjen yang mengakibatkan suasana menjadi basa. Deterjen dan sabun memiliki
unsur utama dengan sifat basa, deterjen memiliki natrium Na
+
pada bahan surfaktan dan bahan pembentuk builder memiliki fungsi mengikat ion
magnesium dalam jumlah besar sehingga sifat air menjadi alkali basa Fardiaz, 1992. Berdasarkan nilai pH, air limbah domestik Perumnas Bantar
Kemang yang dibuang ke badan perairan, yakni Sungai Ciliwung cukup baik dan masih berada dalam baku mutu yang diperbolehkan Kepmen LH Nomor
112 Tahun 2003 yakni pH dengan kisaran 6-9 .
4.2.2. Padatan Tersuspensi Total
Dari penelitian ini terlihat bahwa pada dasarnya jumlah total padatan tersuspensi yang ada di lokasi penelitian, hanya beberapa titik yang melebihi
baku mutu limbah domestik. Pada penelitian ini nilai TSS yang baru keluar dari satu rumah stasiun 1, 4 dan 7 pada umumnya masih cukup tinggi,
bahkan berada di luar batas ambang yang diperbolehkan Kepmen LH Nomor
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
112 Tahun 2003 yakni 100 mgl. Untuk lebih jelasnya konsentrasi TSS pada setiap titik pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Padatan tersuspensi total setiap titik pengambilan sampel
Padatan tersuspensi yang ada pada limbah domestik ini diduga berasal dari hasil penguraian bahan organik yang pada umumnya berasal dari sisa
makanan, mikroorganisme, ion-ion, partikel-partikel tanah lumpur dan dari bahan kimia lainnya yang digunakan di dalam rumah tangga, berupa bahan
kimia anorganik seperti ion-ion dan bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm Saeni, 1989; Mahida, 1986. Walaupun
nilai TSS cukup rendah, namun tetap perlu diwaspadai, mengingat TSS yang mengendap ke dasar drainase mengakibatkan terjadinya pendangkalan pada
drainase dan ada kemungkinan bakteri patogen yang menjadikan padatan tersuspensi sebagai media hidupnya sehingga sulit dihilangkan walaupun
dengan menggunakan disinfektan Sawyer dkk, 1994.
4.2.3. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi Biochemical Oxygen Demand
atau BOD
Dari hasil analisis BOD pada penelitian ini terlihat bahwa nilai BOD di hampir semua titik penelitian adalah sangat tinggi Gambar 6 dan berada
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
dalam kondisi yang telah melebihi ambang batas yang ditentukan oleh Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik yakni 100 mgl .
Gambar 6. Nilai BOD setiap titik pengambilan sampel
Nilai BOD dapat menjadi acuan sebagai gambaran kadar bahan organik yang dapat terdekomposisi Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003;
McKinneya, 2004; Mukhtasor, 2007. Berdasarkan nilai BOD pada air limbah domestik Perumnas Bantar Kemang yang tinggi tersebut, dapat
dikatakan bahwa secara tidak langsung, Perumnas Bantar Kemang menghasilkan bahan organik yang tinggi pula, sehingga akan menyumbang
bahan organik yang cukup tinggi ke dalam ekosisitem air penerimanya. Di sisi lain, kondisi stasiun 8 sungai juga memiliki nilai BOD yang melebihi
ambang batas yang diizinkan oleh Kepgub Jawa Barat No. 381991 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada sumber air di Jawa Barat Kelas III.
Sehingga diduga kondisi Sungai Ciliwung akan diperburuk oleh adanya bahan organik yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga di Perumnas
Bantar Kemang.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
4.2.4. Minyak dan Lemak
Pada penelitian ini terlihat bahwa kandungan minyak dan lemak sampling pertama pada hampir seluruh titik pengambilan sampel lebih tinggi dan
berada di luar ambang batas yang ditetapkan Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik yakni 10 mgl. Hasil
pengamatan terhadap kandungan minyak dan lemak di setiap titik sampling pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Konsentrasi minyak dan lemak tiap titik pengambilan sampel
Hal ini disebabkan kegiatan memasak di Perumnas Bantar Kemang umumnya dilakukan pada pagi hari. Konsumsi minyak dan lemak oleh
masyarakat Perumnas Bantar Kemang dapat dikatakan masih tinggi. Minyak dan lemak pada air limbah diduga berasal dari penggunaan minyak goreng,
minyak ikan, daging dan biji-bijian Sugiharto, 1987. Sugiharto 1987 menjelaskan lebih lanjut adanya minyak dan lemak perlu diwaspadai,
mengingat minyak dan lemak akan melapisimenutup permukaan air, sehingga aktivitas biologis yang terjadi pada perairan akan terganggu. Selain
itu minyak dan lemak ini di dalam perairan juga akan menurunkan estetika perairan, serta akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam
perairan.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
4.2.5. Deterjen
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa seluruh stasiun memiliki konsentrasi deterjen yang tinggi, tetapi konsentrasi deterjen dalam perairan
juga tidak diatur pada Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2003 tentang limbah domestik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia PPRI No.
822001 tentang pengelolaan air dan pengendalian pencemaran air kelas tiga, deterjen memiliki ambang batas 0.2 mgl Gambar 8.
Gambar 8. Konsentrasi deterjen tiap titik pengambilan sampel
Konsentrasi deterjen yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga Perumnas Bantar Kemang dapat dikatakan sangat tinggi. Konsentrasi
deterjen ini perlu diperhatikan, karena bahan dasar deterjen berupa fosfat, dapat menyuburkan perairan hingga mengakibatkan tingginya kandungan
fosfat terutama pada badan perairan penerima, mengingat fosfat salah satu pemicu dalam eutrofikasi Sawyer dkk, 1994; Fardiaz, 1992. Heath 1987
dan Manahan 1994 menambahkan kandungan surfaktan dalam deterjen saat ini berbentuk LAS linear alkyl sulfonate lebih mudah terdegdradasi, tetapi
dalam bentuk sebelum terdegradasi, surfaktan LAS empat kali lebih beracun pada ikan dibandingkan surfaktan bentuk lama ABS, alkyl benzen sulfonate.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
4.2.6. Suhu
Dari hasil pengamatan kisaran suhu antara 26.04 – 29.31°C Gambar 9. Suhu terendah terdapat pada stasiun 8 saat sampling pertama dan suhu
tertinggi terdapat pada stasiun 6 waktu sampling kedua.
Gambar 9. Rata-rata suhu tiap stasiun pengamatan
Fluktuasi suhu yang terjadi pada setiap stasiun diduga karena pengaruh dari intensitas penyinaran dari matahari dan masuknya bahan lain dari
kegiatan rumah tangga yang masuk ke dalam perairan. Dalam hal ini pada pagi hari suhu relatif rendah sesuai dengan intensitas sinar matahari yang
rendah. Pada siang hari terjadi peningkatan suhu, karena intensitas sinar matahari pada siang hari yang tinggi dan pada sore hari menurun seiring
dengan menurunnya intensitas sinar matahari. Semakin jauh dari perumahan menuju outlet stasiun 6 terdapat indikasi
terjadi peningkatan suhu. Hal ini disebabkan semakin jauh dari rumah, semakin banyak terkumpul bahan organik, sehingga penguraian bahan
organik semakin tinggi, sehingga akan dihasilkan panas yang lebih tinggi. Selain hal tersebut tingginya suhu di outlet juga dipengaruhi oleh lebih
terbukanya daerah outlet sehingga menerima penetrasi sinar matahari yang lebih tinggi.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perubahan suhu pada setiap stasiun masih dalam kisaran yang dapat ditolerir dan masih memenuhi
persyaratan baku mutu peruntukannya sesuai Kepgub Jawa Barat No. 381991 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada sumber air di Jawa
Barat.
4.2.7. Warna
Dari hasil pengamatan warna secara visual di seluruh stasiun menunjukkan air berwarna abu-abu hingga hitam, kecuali stasiun sungai yang
berwarna cokelat Tabel 6. Pada kondisi sampling pertama dan sampling ketiga saluran air pembuangan depan satu rumah stasiun 1,4,7 dan saluran
air pembuangan gabungan stasiun 2,3,5 berwarna abu-abu, hal ini disebabkan masyarakat melakukan aktivitas mandi dan mencuci pada waktu
tersebut. Hal ini didukung oleh adanya bau sabun pada waktu-waktu tersebut di atas, sedangkan pada siang hari intensitas warna abu-abu dari sabun
berkurang, karena jarangnya aktivitas mandi dan mencuci pada siang hari. Pada saluran outlet stasiun 6 pada sampling pertama, kedua dan ketiga
didapatkan hasil warna hitam, hal ini diduga karena limbah domestik hasil kegiatan rumah tangga di outlet telah mengalami dekomposisi dalam kondisi
anaerob. Hal tersebut diperkuat dengan adanya bau yang busuk tidak sedap. Hasil pengamatan terhadap warna yang dilakukan di sungai, masih
memperlihatkan warna alami, yakni berwarna cokelat.
Tabel 4. Pengukuran warna pada tiap stasiun Stasiun
Sampling 1 Sampling 2
Sampling 3 saluran depan rumah
1 abu-abu cerah abu-abu gelap
abu-abu cerah 4 abu-abu cerah
abu-abu gelap abu-abu cerah
saluran gabungan 2 abu-abu
agak menghitam abu-abu 3 abu-abu
abu-abu gelap abu-abu
5 abu-abu abu-abu gelap
abu-abu 7 abu-abu cerah
abu-abu gelap abu-abu cerah
outlet 6 hitam
hitam hitam
sungai 8 cokelat
cokelat cokelat
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian LPM-ITB 1994 dalam Kodoatie dan Sjarief 2005 serta Mahida 1986 yang menyatakan bahwa
air limbah domestik segar memiliki warna abu-abu dari hasil kegiatan mandi dan mencuci, sedangkan air limbah domestik yang tidak segar karena adanya
dekomposisi akan berwarna hitam. Warna air yang kurang sesuai akan berakibat menurunnya nilai estetika atau keindahan. Tetapi hasil pengamatan
warna di saluran air pembuangan depan satu rumah stasiun 1, 4, saluran air pembuangan gabungan stasiun 2, 3, 5, 7 dan saluran outlet stasiun 6 sudah
tidak sesuai dengan Kepgub Jawa Barat No. 381991 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada sumber air di Jawa Barat, yang menyatakan air
seharusnya tidak berwarna.
4.2.8. Bau
Hasil pengamatan secara organoleptik, didapatkan hasil seluruh stasiun berbau. Pada sampling pertama dan ketiga, saluran air pembuangan depan
satu rumah stasiun 1, 4, 7 berbau sabun segar. Hal ini diduga karena masyarakat melakukan aktivitas mandi dan mencuci pada pagi dan sore hari,
sedangkan pada siang hari kekuatan bau sabun berkurang karena jarangnya aktivitas mandi dan mencuci pada siang hari. Hal yang sama terjadi pada
saluran air pembuangan gabungan stasiun 2, 3, 5 sampling pertama dan ketiga yang juga berbau sabun, tetapi kekuatan bau sabun berkurang tidak
sekuat pada saluran air pembuangan depan satu rumah. Pada siang hari kondisi tersebut berubah dan menyebabkan bau yang tidak segar. Hal ini
diduga karena sedikitnya masukan dari hasil aktivitas mandi dan mencuci. Pada saluran outlet stasiun 6 pada sampling pertama hingga ketiga
didapatkan hasil bau yang tidak sedap, hal ini diduga karena adanya gas hasil dekomposisi bahan organik. Hasil pengamatan terhadap bau yang dilakukan
di sungai, menunjukkan tidak berbau, hal ini diduga karena banyaknya masukan air dan turbulensi air sehingga meningkatkan kelarutan oksigen.
Hal ini mengakibatkan penguraian bahan organik dilakukan secara aerobik sehingga tidak memunculkan bau di lokasi perairan tersebut.
Untuk lebih
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
jelasnya
hasil pengamatan terhadap bau di Perumnas Bantar Kemang dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Pengukuran bau pada tiap stasiun Stasiun
Sampling 1 Sampling 2
Sampling 3 saluran depan rumah
1 sabun sabun
sabun 4 sabun
sabun sabun
saluran gabungan 2 sabun
tidak sedap sabun
3 sabun tidak sedap
sabun 5 sabun
tidak sedap sabun
7 sabun sabun
sabun outlet
6 tidak sedap tidak sedap
tidak sedap sungai
8 tidak berbau tidak berbau
tidak berbau Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
LPM-ITB 1994 dalam
Kodoatie dan Sjarief 2005, yang menyatakan bahwa air limbah domestik segar memiliki bau sabun dan air limbah domestik yang tidak segar karena
adanya dekomposisi akan berbau kurang sedap. Selanjutnya dikatakan bahwa kondisi bau tersebut akan berakibat pada menurunnya nilai estetika atau
keindahan. Hasil pengamatan bau di saluran air pembuangan depan satu rumah stasiun 1, 4, saluran air pembuangan gabungan stasiun 2, 3, 5, 7
dan saluran outlet stasiun 6 sudah tidak sesuai dengan Kepgub Jawa Barat No. 381991 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada sumber air di
Jawa Barat, yang menyatakan air seharusnya tidak berbau.
4.3. Penggunaan dan Debit Air