2. Evaluasi Pencitraan
Berbagai modalitas pencitraan telah dicoba untuk mendeteksi perlemakan hati. Agaknya ultrasonografi merupakan pilihan terapi terbaik saat ini, walaupun
Computerized Tomography CT dan Magnetic Resonance Imaging MRI juga dapat digunakan. Pada ultrasonografi, infiltrasi lemak di hati akan menghasilkan
peningkatan difus ekogenisitas hiperekoik bila dibandingkan dengan ginjal. Sensitivitas USG 89 dan spesitivitasnya 93 dalam mendeteksi steatosis.
Infiltrasi lemak di hati menghasilkan gambar parenkim hati dengan densitas rendah yang bersifat difus pada CT, meskipun adakalanya berbentuk fokal. Gambaran
fokal ini dapat disalahartikan sebagai massa ganas di hati. Pada keadaan seperti ini MRI bisa dipakai untuk membedakan nodula akibat keganasan dari infiltrasi fokal
lemak di hati.
2,6
2,6
3. Histologi
Secara histologi perlemakan hati non alkoholik tidak dapat dibedakan dengan kerusakan hati akibat alkohol. Gambaran biopsi hati antara lain berupa steatosis,
infiltrasi sel radang, hepatocyte balloning dan nekrosis, nukleus glikogen, Mallory’s hyaline dan fibrosis. Sayangnya, gambaran histologi minimal pada perlemakan hati
non alkoholik belum dapat ditemukan. Pada beberapa studi dalam diagnosa histologi perlemakan hati non alkoholik bergantung ditemukannya steatosis makrovesikuler
dan inflamasi lobuler sendiri. Pemeriksaan histologi perlemakan hati non alkoholik telah dianjurkan sebagai tahapan yang penting dalam mendiagnosa perlemakan hati
non alkoholik dan mengurangi kebingungan mengenai epidemiologi dan perjalanan penyakit ini.
2,6,8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Gambaran histologi Perlemakan Hati non Alkoholik
1
Perubahan gambaran lemak pada perlemakan hati non alkoholik dapat mempengaruhi lobus hati baik secara difus maupun primer pada zona pusat. Derajat
steatosis berhubungan dengan BMI dan biasanya lebih berat pada perlemakan hati non alkoholik daripada hepatitis alkoholik. Inflamasi lobuler pada berbagai stadium
dijumpai pada semua kasus dan dapat terdiri dari limfosit, sel mononuklear lainnya dan netrofil. Nukleus glikogen timbul pada 35-100 kasus perlemakan hati non
alkoholik. Hepatocyte balloning danatau nekrosis hepatosit pada berbagai stadium biasanya dijumpai dan telah disetujui oleh berbagai ahli sebagai penentu diagnosa
perlemakan hati non alkoholik. Mallory’s body biasanya lebih menonjol pada perlemakan hati non alkoholik yang lebih berat.
Fibrosis periseluler, perisinusoidal dan periportal ditunjukkan pada 37-84 pasien dengan perlemakan hati non alkoholik. Fibrosis sering terjadi pada zona 3. Fibrosis
lebih sering terjadi pada anak-anak dengan perlemakan hati non alkoholik daripada dewasa. Pada pemeriksaan biopsi dijumpai fibrosis pada 7-16 pasien dengan
perlemakan hati non alkoholik. Gambaran histologi fibrosis atau sirosis berhubungan dengan temuan laboratorium dan gambaran klinis yang lebih buruk, namun para
peneliti telah menunujukkan bahwa usia yang lebih tua, obesitas dan diabetes melitus merupakan prediktor independen derajat fibrosis.
5,6
5
Universitas Sumatera Utara
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai interpretasi histopatologis perlemakan hati non alkoholik. Kontroversi terutama dalam hal
penentuan kriteria unutk membedakan perlemakan hati sederhana dengan perlemakan hati non alkoholik. Klasifikasi dari Brunt merupakan kriteria histopatologis yang
banyak dipakai untuk menentukan derajat perlemakan hati non alkoholik.
2,6,7
Tabel 3. Stadium dan tingkatan Perlemakan Hati non Alkoholik
7
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Alur diagnosis Perlemakan Hati non Alkoholik
5
Universitas Sumatera Utara
IV. PENATALAKSANAAN