berpengaruh pada harga jual tolak ikan ke agen, sehingga agen tidak lagi terlalu menekan harga beli agen kepada petani karena produksi ikan dan permintaan
konsumen menjadi berimbang serta kebutuhan ikan untuk konsumen mencukupi setiap harinya. namun dibeberapa kondisi di tiap musim panennya harga tidak
selalu sama, ada juga harga jualnya yang bersaing, yakni mulai dari harga Rp. 16.500kg sampai Rp. 18.000kg.
Kurangnya pendidikan dan pelatihan dalam pembudidayaan dan pemasaran ikan hasil KJA. Hal ini menyebabkan rendahnya pemahaman dalam
mengelola usaha ikan di KJA. Pemasaran ikan nila yang berasal dari desa Tongging biasanya dijemput
oleh agen. Agen ini membeli ikan nila langsung pada petani. Harga ikan nila yang ditentukan oleh agen sangat bersaing. Dimana harga ikan berdasarkan pada harga
ikan yang ada dipasaran. Pembayaran hasil penjualan ikan nila dilakukan secara tunai, namun ada juga yang membuat penjualan ikan sebagai alat untuk membayar
pakan yang selama ini dipakai oleh petani. Dimana pakan yang digunakan oleh petani sebelumnya dibayar dengan harga ikan yang dijual.
5.1.2. Kondisi Eksisting Eksternal
Suatu produk akan lebih dikenal apabila dipromosikan. Berdasarkan penelitian, peneliti sering mendengar bahwa ikan nila yang berasal dari Tongging
rasanya manis dan gurih. Namun hal ini belum mampu untuk dipromosikan, baik oleh pemerintah maupun petani sendiri. Sehingga pemasaran ikan nila pun hanya
dijual ke luar daerah yang sama juga.
Universitas Sumatera Utara
Petani biasanya tidak mampu menetapkan harga ikan. Harga ikan yang diterima oleh petani, merupakan harga ikan yang terlebih dahulu telah ditetapkan
oleh pedagang. Sehingga petani hanya mampu menerima harga yang sudah ada, tanpa bisa meningkatkan harga ikan nila.
Adapun kegiatan pemasaran ikan di daerah ini tidak memerlukan izin usaha. Sehingga pemasaran ikan nila ini tidak bertambah lagi biayanya. Retribusi
pun yang dipungut hanya seadanya. Sehingga biaya pemasaran tidak semakin besar.
Prasarana dan fasilitas yang tersedia di daerah penelitian untuk menjual ikan nila sudah baik karena jalan yang dilalui untuk memasarkan hasil keramba
merupakan jalan kabupaten, yang kondisinya baik. Selain itu, akses jalan keluar masuk sudah sangat baik. Apabila petani ikan tidak dapat menjualnya kepada
agen, maka sudah ada pasar dalam bahasa daerah tersebut disebut onan, yang digunakan untuk tempat menjualberjualan. Sehingga hasil panen ikan ini sudah
dapat langsung dijualkan ke konsumen. Jumlah tenaga kerja yang tersedia di daerah ini amat banyak. Dengan
demikian tidak sulit bagi petani keramba ikan untuk mencari petani lain untuk digunakan sebagai tenaga kerjanya. Melimpahnya sumber daya ini membuat
harga tenaga kerja di daerah Tongging ini murah. Namun, untuk Desa Sibolangit, petani di desa ini belum menggunakan tenaga kerja dari luar hal ini disebabkan
oleh jumlah petakan keramba yang masih sedikit sehingga belum memerlukan tenaga kerja.
Campur tangan pemerintah sangat minim di daerah Tongging dalam pemasaran ikan nila. Pemerintah Daerah kurang memiliki perhatian untuk
Universitas Sumatera Utara
mengelolanya dan lebih dari itu pemerintah hanya mengutip restribusi saja untuk digunakan sebagai kas daerah. Pembiayaan untuk modal pembudidayaan ikan nila
dengan keramba jaring apung ini merupakan biaya sendiri. Petani di daerah Tongging jarang meminjam dana ke bank maupun badan keuangan lainnya untuk
memenuhi kebutuhannya. Kondisi di desa Sibolangit berbeda dengan kondisi yang ada di desa
Tongging, yang mana Pemerintah Daerah ikut campur tangan dalam pengembangan Keramba Jaring Apung. Sehingga masyarakatnya bisa terbantu
dalam meningkatkan perekonomian didaerah tersebut meskipun jumlah keramba di daerah tersebut masihlah sedikit. Masyarakat pengelola hanya mengeluarkan
biaya dalam pembelian jaring dan bibit serta pakan yang mana bentuk dari sistem pengelolaannya dilakukan secara berkelompok.
Berdasarkan keadaan yang ada dilapangan dan berdasarkan analisis sederhana yang dilakukan untuk usaha budidaya ikan nila per petani dan per
1000 Kg pada Tabel 13 dan Tabel 14, yaitu :
Tabel 13. Rata-rata finansial usahatani budidaya ikan nila sistem KJA di Desa Tongging.
No. Uraian
Per Petani Per 1000 Kg
1. Jumlah Produksi Kg
38.010 1.000
2. Harga Jual
17.400 17.400
3. Penerimaan
661.695.000 17.400.000
4. Biaya Produksi
306.650.764 8.067.633
5. Pendapatan
355.044.236 9.340.811
Sumber : Data diolah Lampiran 4a
Universitas Sumatera Utara
Tabel 14. Rata-rata finansial usahatani budidaya ikan nila sistem KJA di Desa Sibolangit.
No. Uraian
Per Petani Per 1000 Kg
1. Jumlah Produksi Kg
1.300 1.000
2. Harga Jual
16.500 16.500
3. Penerimaan
21.450.000 16.500.000
4. Biaya Produksi
10.922.556 8.401.966
5. Pendapatan
10.527.444 8.098.034
Sumber : Data diolah Lampiran 4b
diketahui bahwa budidaya ikan nila ini bisa memberikan pendapatan bagi pemiliknya. Dengan rata-rata keuntungan yang diperoleh oleh petani ikan nila di
Desa Tongging sebesar Rp. 355.044.236,- dan di Desa Sibolangit sebesar Rp. 10.527.444,-. Dan untuk analisis per 1000 Kg nya diperoleh rata-rata biaya
produksi Rp. 8.067.633 dan Rp. 8.401.966 masing-masing pada Desa Tongging dan Desa Sibolangit. Ini menunjukkan bahwa di Desa Sibolangit biaya produksi
mereka lebih besar jika dibandingkan dengan Desa Tongging. Dari uraian pada Tabel 14, diketahui bahwa biaya produksi di Desa
Sibolangit untuk per 1000 Kg nya lebih besar dari pendapatan. Ini menunjukkan bahwa di desa tersebut belum menunjukkan pengelolaan dan pemasaran ikan yang
baik jika dibandingkan dengan Desa Tongging.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Peluang peluang Dalam Pemasaran Ikan Hasil Keramba Jaring Apung KJA di Daerah Penelitian