Organisasi Sosial Perilaku Bersuara

1989 melaporkan bahwa luas daerah jelajah H. moloch Gunung Halimun adalah 11,8 ha dan luas teritori adalah 2.625 ha. Luas daerah jelajah dipengaruhi oleh jenis aktivitas, penyebaran pakan, karakteristik habitat topografi lapangan, jenis pohon, tinggi tajuk dan lain-lain serta kehadiran individukelompok lain. Luas teritori dipengaruhi oleh jenis dan kelimpahan pakan, adanya predator dan gangguan lain, jenis satwa dan ukuran kelompok. Sedangkan Chivers 1980 mengatakan bahwa yang mempengaruhi daerah jelajah suatu kelompok adalah jarak yang ditempuh oleh masing-masing individu anggota kelompok setiap hari dan penyebaran kelompok.

3. Organisasi Sosial

Napier dan Napier 1967 menyebutkan bahwa jumlah individu kelompok H. moloch berkisar antara dua sampai enam ekor, yang terdiri dari jantaj dewasa, betina dewasa dan beberapa anak. Hal ini diperkuat oleh Chivers 1980 bahwa suku Hylobatidae hidup dalam keluarga yang kecil yang terdiri dari jantan dewasa dan pasangannya dan satu sampai tiga anak. H. moloch hidup sekitar 20-30 tahun dan merupakan satwa monogami. Tingkat kesetiaan yang tinggi sangat penting pada spesies yang tingkat kematangannya lambat dimana H. moloch muda belum sepenuhnya mandiri sampai mencapai usia tujuh atau delapan tahun. Menurut Sugardjito dan Sinaga 1997 dalam Prastyono 1999 ukuran kelompok H. moloch di TNGH adalah dua sampai empat individu. Sedangkan menurut Balai TNGH 1997 ukuran kelompoknya adalah sepasang jantan dan betina dewasa dengan satu atau tanpa anak. Kappeler 1981 membagi H. moloch ke dalam empat kelas umur, dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Bayi infant : mulai lahir sampai berumur dua tahun, dengan ukuran badan sangat kecil dan selalu digendong oleh betina dewasa terutama satu tahun pertama. 2. Anak juvenile : berumur kira-kira dua sampai empat tahun, badan kecil dan tidak dipelihara sepenuhnya oleh induknya. 3. Muda sun-adult : berumur kira-kira empat sampai enam tahun, ukuran badannya sedang. Hidup bersama pasangan indivdu dewasa dan kurang atau jarang melakukan aktifitas teritorial. 4. Dewasa adult : berumur lebih dari enam tahun, hidup soliter atau berpasangan dan menunjukan aktifitas teritorial.

4. Perilaku Bersuara

Salah satu perilaku sosial yang terlihat pada kelompok owa Jawa berupa perilaku bersuara. Perilaku bersuara pada owa Jawa merupakan aktivitas awal dan utama yang membedakannya dengan jenis primata lain. Tenaza 1975 dalam Purwanto 1992 menjelaskan bahwa perilaku bersuara yang dilakukan oleh kelompok-kelompok primata diduga merupakan salah satu bentuk mekanisme ruang space mechanism. Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku bersuara merupakan upaya berkomunikasi dengan kelompok lain dan untuk menandai daerah teritorinya Napier dan Napier, 1985. Menurut Strier 2000, perilaku bersuara merupakan salah satu bentuk komunikasi owa Jawa baik terhadap individu dalam kelompoknya, kelompok lain di sekitarnya maupun dengan lingkungannya. Sebelum memulai aktivitasnya di pagi hari, H. moloch mengeluarkan suara nyanyian untuk memberitahukan keberadaannya dan memberi tanda pada keluarga lain yang sejenis bahwa daerah tersebut merupakan daerah teritorialnya Ladjar, 1995. Nyanyian dan konflik diantara kelompok H. moloch sangat penting, menghabiskan waktu dan energi yang banyak dan terutama pada pagi hari saat mereka mencari makanan kesukaan Chivers, 1980. Menurut Pasang 1989 aktivitas bersuara secara umum dilakukan dalam tiga periode. Periode pertama dilakukan saat bangun pagi, sekitar pukul 05:00- 08:00. Periode kedua berlangsung sekitar pukul 10:30-12:00. Periode terakhir dilakukan menjelang malam hari, sekitar pukul 16:00-18:30. Pada Hylobatidae umumnya, betina memiliki kemampuan bersuara lebih lama jika dibandingkan dengan jantan Ladjar, 1995. Dalam bersuara, individu betina memilih pohon-pohon tertentu, yakni pohon-pohon dengan tajuk emergent Kappeler, 1981. Sedangkan menurut Tenaza 1976 dalam Sutrisno 2001 perilaku bersuara yang dilakukan oleh jantan berfungsi sebagai alat untuk menarik perhatian betina, sedangkan suara yang dilakukan bersama-sama oleh seluruh individu berfungsi untuk mengurangi resiko pemangsaan altruisme. Selain itu, perilaku bersuara juga dilakukan oleh individu jantan yang sedang mengalami proses penyapihan dan biasanya dilakukan jauh dari kelompok utamanya yang berfungsi sebagai panggilan bagi individu lain untuk membentuk kelompok baru dan menunjukkan kesiapan aktifitas seksual. Menurut Chivers 1980, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku bersuara owa Jawa, yaitu cuaca, kelimpahan pakan, musim kawin, kepadatan populasi dan adanya panggilan oleh kelompok lain. Terdapat empat jenis suara yang dikeluarkan oleh owa Jawa, yaitu suara betina sendiri untuk menandakan daerah teritorialnya, suara jantan yang dikeluarkan saat berjumpa dengan kelompok tetangga, dan saat jantan mengalami proses penyapihan yang biasanya dilakukan agak jauh dari kelompok utamanya. Suara yang dikeluarkan bersama antar anggota keluarga saat terjadi konflik, dan suara dari anggota keluarga sebagai tanda bahaya Supriatna, 2000. Sedangkan menurut Sutrisno 2001, terdapat tiga jenis suara yang dikeluarkan oleh owa Jawa, yaitu suara pada pagi hari morning call yang dilakukan oleh individu betina dewasa. Suara tanda bahaya alarm call yang dikeluarkan saat keadaan bahaya karena adanya predator dan untuk melindungi daerah teritorialnya, jenis suara ini dikeluarkan oleh semua anggota kelompok. Serta suara pada kondisi tertentu conditional call yang dikeluarkan oleh individu owa Jawa tanpa alasan tertentu. Purwanto 1992 menambahkan, saat melakukan perilaku bersuara, owa Jawa memanfaatkan tajuk pohon bagian atas yaitu pada ketinggian 33-47 m. Perilaku bersuara paling rendah dilakukan pada pohon dengan ketinggian 23 m, yang biasanya berlangsung saat melakukan aktifitas makan. Menurut Chivers 1980 pemilihan tajuk bagian tengah dan atas dimaksudkan agar suara yang dikeluarkan owa Jawa mampu terdengar dengan jarak yang lebih jauh. Suara H. moloch yang keras dapat terdengar sampai sejauh 500-1.500 meter Kappeler, 1981.

5. Pola Penggunaan Ruang