1.2  Tujuan Penelitian
Tujuan  umum  dari  penelitian  ini  adalah  mengevaluasi  reduksi  kandungan senyawa  polisiklik  aromatik  hidrokarbon  PAH  dalam  makanan  bakar  dan
panggang ikan  bakar dan ayam  panggang dengan optimasi penggunaan  bumbu berbasis rempah lokal, jarak dan lama pemanasan.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a
Validasi  metode  penentuan  kandungan  senyawa  PAH  dalam  makanan dengan cara tandem SPE dan HPLC-UV;
b Optimasi  reduksi  komponen  karsinogenik  PAH  pada  makanan  bakar  dan
panggang dengan menggunakan response surface methodology.
1.3  Manfaat Penelitian
Manfaat  penelitian  ini  adalah  memberikan  informasi  baru  tentang keberadaan  molekul  PAH  pada  makanan  bakar  dan  panggang  dan  memberikan
informasi  tentang  pengolahan  makanan  bakar  dan  panggang  yang  aman  dilihat dari tingkat kandungan PAHnya.
1.4  Hipotesis
Senyawa  PAH  dalam  makanan  bakar  dan  panggang  khas  Indonesia  dapat direduksi dengan penggunaan bumbu dan pengaturan jarak serta lama pemanasan.
Reduksi  tersebut  dapat  dioptimasi  dengan  menggunakan  response  surface methodology.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Polisiklik Aromatik Hidrokarbon PAH
Polisiklik aromatik hidrokarbon PAH atau juga dikenal sebagai polycyclic organic  matter  POM  adalah  molekul  aromatik  yang  terdiri  atas  dua  atau  lebih
molekul  cincin  aromatik  yang  disusun  oleh  atom  karbon  dan  hidrogen.  PAH dalam  hal  ini  termasuk  indole,  quinoline,  dan  benzothiophene  yang  memiliki
fungsi  biologis  pada  makhluk  hidup  Baran  et  al.  2003  dan  juga  senyawa karsinogenik
dan genotoksik
seperti benzoapiren,
benzoaantrasen, benzobfluoranten, dan dibenzoa,hantrasen.
Polisiklik  aromatik  hidrokarbon  dan  beberapa  turunannya  berada  secara alami  di  alam  dan  juga  dapat  terbentuk  pada  saat  proses  pembakaran  tidak
sempurna  suhu  500-800  °C  atau  saat  pemanasan  bahan  organik  pada  suhu 200-300 °C. Secara alami PAH dapat berada di udara, air permukaan, permukaan
tanah, pertambangan batu bara, dan daerah gunung berapi. Sumber lain dari PAH adalah  rokok.  Rokok  mengandung  kadar  tar  cukup  tinggi  dan  pembakaran  tar
diketahui  dapat  memicu  terbentuknya  molekul  PAH  terutama  jenis  PAH karsinogenik.
Mekanisme  pembentukan  molekul  PAH  terjadi  melalui  reaksi  pemecahan bahan  organik  menjadi  fragmen  yang  sederhana  pirolisis  dan  pembentukan
senyawa aromatik dari fragmen tersebut pirosintetik Morret  et al. 1999; Cano- Lerida et al. 2008. Selain melalui mekanisme suhu tinggi 200-800 °C, molekul
PAH diketahui dapat terbentuk pada suhu yang relatif rendah, sekitar 100-150 °C, namun  dengan  waktu  yang  lebih  panjang  dibandingkan  pirolisis  dan  pirosintesis
Morret  et  al.  1999.  PAH  umumnya  bersifat  sangat  hidrofobik  dikarenakan strukturnya yang memiliki banyak cincin aromatik yang bersifat nonpolar.
Molekul  PAH  mulai  menarik  perhatian  pada  awal  abad  17.  Peneliti  dari Inggris Pervical Pott menemukan tingginya prevalensi kanker pada pekerja  yang
sering  berada  pada  cerobong  hasil  pembakaran  batu  bara  mengandung  ter.  Hal ini  didukung  oleh  penelitian  Yamagiwa  dan  Ichikawa  pada  1915  yang
menemukan adanya kanker pada kulit tikus yang diolesi oleh ter  dan menjadikan metode ini skin painting sebagai metode untuk mengecek sifat karsinogen ter.
Secara alami PAH dengan bobot molekul rendah terdapat di atmosfer dalam konsentrasi  yang  cukup  rendah,  sedangkan  PAH  dengan  bobot  molekul  tinggi
umumnya  terbentuk  karena  proses  pemanggangan  Cano-Lerida  et  al.  2008. Namun demikian, kontaminasi PAH dari lingkungan hanya terjadi pada makhluk
laut avertebrata seperti kerang dan tiram yang tidak dapat melakukan metabolisme PAH  Wootton  et  al.  2003;  Oros    Ross  2005.  Sedangkan  pada  hewan
vertebrata, seperti sapi,  ayam, dan  ikan,  molekul  PAH, dalam konsentrasi  sangat rendah, dapat dimetabolisme lebih lanjut sehingga tidak mengkontaminasi daging
yang berasal dari hewan tersebut Narbonne et al. 2005; Cano-Lerida et al. 2008.
2.2  Benzoapiren BAP dan Dibenzoa,hantrasen DBA
Beberapa  senyawa  PAH  diketahui  memiliki  sifat  karsinogenik  yang  cukup tinggi, terutama yang memiliki 4 sampai 6 cincin  aromatik Luch  Baird 2005.
Sebanyak  16  jenis  PAH  dikategorikan  sebagai  polutan  berbahaya  dengan benzoapiren  BAP  dan  dibenzoa,hantrasen  DBA  yang  memiliki  sifat
karsinogenik  tertinggi  dibanding  PAH  yang  lain  Tabel  1.  Beberapa  senyawa PAH seperti chrysene tidak bersifat karsinogen saat berada di tubuh, tetapi dengan
adanya promotor, seperti tetradecanoylphorobol-acetate TPA, senyawa PAH ini dapat bersifat karsinogen, atau lebih dikenal sebagai inisiator kanker.
Benzoapiren  Gambar  1  memiliki  lima  cincin  aromatik  dan  memiliki bagian bay region dan K-region yang diduga berperan dalam sifat karsinogen dari
molekul  tersebut.  Sifat  karsinogenik  dari  molekul  ini  baru  terlihat  saat dimetabolisme  oleh  makhluk  hidup.  Molekul  Benzoapiren  telah  dikategorikan
sebagai  molekul  karsinogen  tipe  1  terbukti  dapat  menyebabkan  kanker  pada manusia  oleh  IARC  Harvey  2011.  Molekul  ini  dikenal  sangat  sulit  untuk
didegradasi  secara  alami.  Karena  potensi  karsinogeniknya  yang  sangat  tinggi, molekul  BAP  sering  diteliti  dan  dijadikan  indikator  pencemaran  PAH  pada
lingkungan Demaneche et al. 2004; Amir et al. 2005.
Gambar 1 Rumus molekul benzoapiren dan dibenzoa,hantrasen Luch 2005a.