Karakteristik Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) di Air dan Sedimen Serta Akumulasinya pada Tubuh Ikan Nomei (Horpodon nehereus) Di Kota Tarakan

(1)

TUBUH IKAN NOMEI (HORPODON NEHEREUS) DI PERAIRAN

TARAKAN

RATNO ACHYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

Kharakteristik Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) di Air dan Sedimen Serta Akumulasinya pada Tubuh Ikan Nomei (Horpodon nehereus) di Kota Tarakan, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2011

NRP. C551080111

Ratno Achyani


(3)

RATNO ACHYANI. Characteristics of the Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) in Water, Sedimen and their accumulation in the Nomei fish (Horpodon nehereus) in Tarakan Waters. Under direction of TRI PRARTONO, ETTY RIANI.

PAHs are important pollutant in the marine environment because of their mutagenic and carcinogenic properties. PAHs are the most toxic among the hydrocarbon families. The purpose of this study was to identify the component of PAHs and their concentration in water, sediment and their accumulation in the tissue and liver of the fish Horpodon neherus. The study was conducted from June-December 2010. Water was analyzed using by liquid-liquid extraction, while the sediment and fish tissue sampel was carried out using soxhlet extraction. All of extracts were analyzed by GC-MS (Gas Chromatograph Mass Spectrometyr). Lipid content of the fish tissue was ditermined by gravimetric method. Two compounds of PAHs were found with total concentration ranged from 6-248 µg/l in the waters, and 5 component of those were found with total concentration ranged from 7-69 ng/g in the sediment. The content PAH in tissue ranged from 27-422 ng/g and those in liver 6 ranged from121-833 ng/g. The lipid content varied based on the size of body fish, 200 µg/g for <20 cm, 600 µg/g for 21-25 cm and 1700 µg/g for >25 cm size.


(4)

RATNO ACHYANI. Karakteristik Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) di Air dan Sedimen Serta Akumulasinya pada Tubuh Ikan Nomei (Horpodon nehereus) Di Kota Tarakan. Dibimbing oleh TRI PRARTONO, ETTY RIANI.

Kegiatan-kegiatan pembangunan yang berasal dari daratan berpotensi mempengaruhi perairan di sekitarnya. Pembangunan yang cukup signifikan di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur yang wilayahnya berupa pulau saat ini dapat menjadi sumber pencemar perairan di sekitarnya. Salah satu yang akhir-akhir ini menjadi perhatian adalah pencemar PAH. PAH masuk ke lingkungan khususnya di perairan laut melalui hujan, buangan industri, tumpahan minyak dan aliran permukaan. Keberadaan senyawa ini di lingkungan menjadi penting karena bersifat karsinogenik dan mutagenik. Tujuan utama penelitian ini menentukan komponen PAH dan konsentrasinya yang ada di air laut, sedimen dan tingkat akumulasinya pada tubuh ikan Nomei. Manfaat dari penelitian ini adalah menduga sumber potensi pencemar dan tingkat bahayanya terhadap kondisi lingkungan perairan.

Jenis dan banyaknya sampel yang digunakan adalah air (3 sampel), sedimen (3 sampel), daging (3 sampel) dan hati ikan Nomei (3 sampel). Stasiun pengambilan contoh air dan sedimen ditentukan berdasarkan 3 lokasi keterwakilan yaitu wilayah yang mewakili daerah kurang banyak kegiatan, mewakili daerah yang aktif/banyak kegiatan dan lokasi pengambilan contoh ikan Nomei. Prosedur analisis PAH dalam air dilakukan dengan metode liquid-liquid extraction. Analisa PAH dalam sedimen, daging dan hati ikan Nomei dilakukan dengan metode soxhlet dan prosedur analisis yang digunakan untuk mengetahui kandungan lemak pada daging ikan Horpodon nehereus dengan metode gravimetri. Analisa jenis PAH pada sampel sedimen, air, daging dan hati ikan Nomei dilakukan dengan menggunakan GCMS tipe Shimadzu QP2010.

Secara umum jenis PAH yang ditemukan pada cuplik air adalah 2 jenis yaitu fenantrena (PHE) dan fluorantena (FLA). Pada Stasiun 1 hanya ditemukan PHE dengan konsentrasi rendah yaitu 6 µg/l. Pada Stasiun 3 ditemukan FLA mencapai 132 µg/l dan PHE yang mencapai 248 µg/l, tetapi PAH tidak diterdeteksi di Stasiun dua. Pada cuplik sedimen terdapat 5 jenis senyawa PAH. Konsentrasi cuplik sedimen berkisar antara 7-69 ng/g. Konsentrasi maksimum ditemukan pada Stasiun 1 yaitu PHE-C1 69 ng/g dan konsentrasi terendah pada Stasiun 3 yaitu ANT-C1 7 ng/g. Level konsentrasi PAH di air adalah sedang dan sedimen adalah kecil-sedang.

Hasil analisis komponen PAH pada cuplik daging teridentifkasi 10 jenis PAH. Kandungan PAH total pada daging berkisar antara 27-422 ng/g. Kandungan PAH total pada daging ikan Nomei kecil adalah 1067 ng/g, ukuran sedang 605 ng/g, dan ukuran besar 1025 ng/g. NAP-C2 dan PHE-C1adalah jenis PAH yang ditemukan pada setiap ukuran ikan. NAP-C2 mempunyai konsentrasi 377 ng/g pada ukuran kecil, 309 ng/g pada ukuran sedang, dan 422 ng/g pada ukuran besar. Dan PHE-C1 mempunyai konsentrasi 117 ng/g pada ukuran kecil, 47 ng/g pada ukuran sedang, dan 160 ng/g pada ukuran besar. Jenis PYR dan ANT hanya


(5)

yaitu 74 ng/g. FLA dan BPH terdeteksi pada ukuran kecil dan sedang. Konsentrasi terbesar FLA 64 ng/g dan BPH 68 ng/g pada ukuran kecil. Jenis PHE hanya terdeteksi pada ukuran ikan sedang dan besar yaitu 115 ng/g dan 203 ng/g.

Pada cuplik hati ikan Nomei teridentifikasi 6 jenis senyawa PAH yang terakumlasi. Kandungan PAH total pada hati ikan Nomei kecil adalah 1679 ng/g, ukuran sedang 977 ng/g, dan ukuran besar 1445 ng/g. NAP-C2 dan PHE adalah jenis PAH yang ditemukan pada setiap ukuran ikan. NAP-C2 mempunyai konsentrasi 833 ng/g pada ukuran kecil, 573 ng/g pada ukuran sedang, dan 660 ng/g pada ukuran besar. PHE mempunyai konsentrasi 427 ng/g pada ukuran kecil, 215 ng/g pada ukuran sedang, dan 176 ng/g pada ukuran besar. Akumulasi total kandungan PAH dalam tubuh ikan Nomei adalah terkontaminasi sangat tinggi.

Jenis PAH FLA hanya ditemukan pada hati ikan Nomei kecil dengan konsentrasi 298 ng/g. NAP-C1 hanya ditemukan pada hati ukuran sedang dengan konsentrasi 190 ng/g dan NAP hanya ditemukan pada hati ukuran besar dengan konsentrasi 381 ng/g. BPH adalah senyawa PAH yang hanya terdapat pada hati ukuran kecil dan besar dengan konsentrasi 121 ng/g dan 227 ng/g. Kandungan lipid pada ikan menunjukkan adanya peningkatan persentasi jumlah lipid berdasarkan ukuran tubuh. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar tubuh ikan semakin besar pula kandungan lipidnya, namun konsentrasi PAH pada daging tidak berkorelasi positif.

Karakteristik PAH di perairan dan sedimen menunjukkan PAH pirogenik dan petrogenik. Level konsentrasi PAH di air adalah sedang dan sedimen adalah kecil-sedang. Akumulasi total kandungan PAH dalam tubuh ikan Nomei adalah terkontaminasi sangat tinggi.


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebarkan sumbernya. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

TUBUH IKAN NOMEI (HORPODON NEHEREUS) DI PERAIRAN

TARAKAN

RATNO ACHYANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

(Harpodon Nehereus) Di Perairan Tarakan Nama : Ratno Achyani

NIM : C551080111

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc

Anggota Dr. Ir. Etty Riani, MS

Diketahui,

Ketua Mayor Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc

Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesesaikan. Tema yang dipilh dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan juni 2010 ini adalah environment investigation, dengan judul Karakteristik Polycyclic Aromatic Hidrocarbons (PAH) Di Air dan Sedimen Serta Akumulasinya Pada Tubuh Ikan Nomei (Harpodon Nehereus) Di Kota Tarakan

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Tri Prartono. M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani. MS selaku pembimbing yang dengan sabar memberi pencerahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Saudari Pipiet dan Prita dari Laboratorium Pangan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif hidayatullah Ciputat Jakarta, yang telah membantu selama analasis sampel. Penghargaan juga disampaikan kepada Almarhum Ayah yang selalu bekerja keras untuk anak-anaknya dan keluarga, Ibu tercinta dan adik-adikku Rita, Tri, Wahyu yang penuh perhatian, istriku tersayang Endah Wanti Hastuti dan anakku Ra’id Eshan Nawfal Ali penyemangatku, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada saudara-saudara saya senasib dan sepenanggungan, Agung, Sabam, Afdal dan semua teman-teman IKL 2008 yang mencerahkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2011


(11)

Penulis dilahirkan di Balikpapan pada 29 Juli 1981 dari Ayah Alm. Ngatman dan Ibu Sutrisnani. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara. Mempunyai istri bernama Endah Wanti Hastuti dan dikaruniai seorang putra bernama Ra’id Eshan Nawfal Ali.

Pendidikan SD, SMP dan SMA ITCI ditempuh di Penajam Pasir Utara. Pada tahun 2000 meneruskan pendidikan sarjana di Universitas Mulawarman pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan dimana lulus tahun 2005 dan pada tahun yang sama menjadi Dosen pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan pada Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan.

Penulis menjadi peneliti di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Univ. Borneo Tarakan, sempat menjabat menjadi Kepala Laboratorium Kualitas Air dan terakhir menjadi Sekretaris Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan. Tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa BPPS DIKTI Republik Indonesia.


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL………. DAFTAR GAMBAR……… DAFTAR LAMPIRAN………. 1 PENDAHULUAN……….

xiv xvi xix 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Perumusan Masalah………. 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA……… 4

2.1 Minyak Bumi……….. 4

2.2 Karakteristik PAH………... 4

2.3 PAH di Lingkungan Perairan……….. 8

2.4 Sumber PAH………... 10

2.5 Konsentrasi PAH………. 12

2.6 PAH Sebagai Indikator Sumber Pencemar………. 17

2.7 Toksisitas………. 19

19 2.7.1 Uji Toksisitas (Bioassay)……….. 2.7.2 Toksisitas PAH……….………. 21

2.7.3 Dampak PAH terhadap Organisme………... 22

2.7.4 Jenis PAH Bersifat Racun………. 22

2.8 Karakteristik Perairan Pesisir dan Laut………... 27

2.9 Ikan Nomei (Horpodon nehereus)……….. 28

3 BAHAN DAN METODE………. 31

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian………. 31

3.2 Bahan dan Alat……… 31

3.3 Pengumpulan Data……….. 31

3.3.1 Penentuan Stasiun Pengambilan Cuplikan………. 31

3.3.2 Teknik Pengambilan Cuplikan………... 31

3.4 Analisis Cuplikan……… 34


(13)

3.4.2 Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)………. 34

3.4.3 Analisis lipid……….. 36

3.5 Analisis Data………... 36

4 HASIL DAN PEMBAHASAN………. 39

4.1 Hasil Penelitian………... 39

4.1.1 Kandungan PAH Di Air………. 39

4.1.2 Kandungan PAH Di Sedimen……… 44

4.1.3 Kandungan PAH di Daging dan Hati Ikan Nomei………. 48

4.1.4 Kandungan Lipid……… 59

4.2 Pembahasan………. 60

4.2.1 Sumber PAH……….. 60

4.2.2 Tingkat Konsentrasi PAH……….. 62

4.2.3 Status Ekotoksikologi PAH……… 64

5 KESIMPULAN DAN SARAN………. 69

5.1 Kesimpulan………. 69

5.2 Saran……… 70

DAFTAR PUSTAKA………... 71 80 LAMPIRAN………..


(14)

DAFTAR TABEL

Hal

1 Penelitan PAH terkait dengan distribusi, karakteristik dan akumulasinya pada beberapa biota perairan di beberapa wilayah dunia.

3

2 Jenis PAH yang biasa digunakan dalam studi environmental forensic

investigations (∑ PAH50) dengan 16 jenis PAH sebagai polutan

prioritas menurut USEPA (∑ PAH16

5

) (Boehm 2006).

3 Pengelompokan PAH berdasarkan berat molekul dan jumlah ring (USEPA).

8

4 Besaran potensi 16 bahan pencemar PAH, terikat pada sedimen (KOC) dan air (KOW

9 ).

5 Total konsentrasi PAH pada sedimen laut pada beberapa wilayah Amerika Utara, Eropa, Afrika dan Asia (dimodifikasi dari Latimer dan Jinshu 2003).

13

6 Konsentrasi PAH di perairan laut beberapa wilayah dunia. 14

7 Konsentrasi PAH dari beberapa biota bivalva laut dan invertebrata (dimodifikasi dari Meador 2006).

15

8 Rasio individu PAH sebagai penduga sumber. 17

9 Rangkuman sensitifitas sifat kronis pada organisme air tawar dan laut (dimodifikasi dari EPA/600/R-02/013).

24

10 Beberapa individu PAH yang bersifat karsinogenik (Neff 1979). 27

11 Daftar 28 jenis PAH, kuantifikasi ion dan konfirmasi ion untuk SIM

(single ion monitoring) GC-MS yang digunakan dalam

mengidentifikasi senyawa PAH selain menggunakan library internal

GC-MS (Orecchio et al. 2009).

35

12 Ratio individu PAH penentu sumber pencemar. 36

13 Tingkatan level konsentrasi PAH pada sedimen (Baumard et al. 1998). 37

14 Konsentrasi ERL (effect range low) dan ERM (effect range

median)untuk menentukan status kontaminasi PAH di sedimen

terhadap organisme laut (Woodhead et al. 1999, O’connor dan john 2000, Burton 2002).


(15)

15 Klasifikasi status jaringan ikan yang terkontaminasi PAH (Varanasi et al. 1993 dalam Gomes et al. 2010).

37

16 Kriteria kualitas PAH di perairan laut menurut USEPA (Irwin 1997). 38 17 Sumber pencemar PAH dari beberapa wilayah dunia. 61

18 Diagnosis sumber PAH berdasarkan ratio. 62

19 Tingkatan level konsentrasi PAH di sedimen pada setiap stasiun. 62

20 Konsentrasi ∑PAH pada permukaan sedimen di beberapa wilayah dunia (dimodifikasi dari Mosatafa et al. 2009).

63

21 Konsentrasi ∑PAH pada air laut di beberapa wilayah dunia. 64

22 Status kontaminasi PAH pada ikan Nomei. 64

23 Konsentrasi ∑PAH beberapa jenis ikan di beberapa wilayah dunia. 65 24 Status kontaminasi PAH di sedimen terhadap organisme laut

berdasarkan konsentrasi ERL dan ERM pada setiap stasiun.

67

25 Rangkuman sensitifitas sifat kronis pada organisme air tawar dan laut terhadap FLA (dimodifikasi dari EPA/600/R-02/013).

67


(16)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1 Analisis PAH (∑PAH50) pada cuplikan minyak mentah (Boehm 2006). 6 2 Stuktur 16 jenis polutan utama PAH menurut United State Environmental

Protection Agency (USEPA) (Amir et al. 2005).

7

3 Karakteristik umum kumpulan PAH untuk sumber petrogenik dan pirogenik (Boehm 2006). (A) Ciri dari sumber petrogenik (contoh cuplikan minyak mentah): alkil >parent, sedikit PAH dengan rantai 4-6; (B) Ciri pertama pirogenik (contoh cuplikan aspal): parent>alkil, ring 2 dan 3 lebih tinggi konsentrasinya; (C) Ciri kedua pirogenik (contoh cuplikan urban runoff): parent>alkil, rantai 4-6 lebih tinggi konsentrasinya.

12

4 Kurva hubungan antara konsentrasi bahan toksik terhadap respon hewan uji.

20

5 LC50 Menggambarkan nilai tengah respon dari populasi. 21

6 Proses mixed function oxidase (MFO) dalam metabolisme benzo[a]pirena. 23

7 Ikan Nomei (Horpodon nehereus) dengan nama lokal ikan Pepija atau Lembe-Lembe.

29

8 Persentasi jenis makanan yang ditemukan pada perut Horpodon nehereus

(Pillay 1953).

30

9 Histogram yang menunjukkan variasi bulanan volume beberapa jenis makanan yang dimakan ikan nomei berdasarkan perbedaan bulan (Pilay 1952). (a) Udang dan udang-udangan, (b) Ikan nomei, (c) Ikan yang lain, (d) Larva megalopa, (e) Bahan tumbuhan, (f) Detritus.

30

10 Peta lokasi pengambilan cuplikan. Cuplikan air dan sedimen (Stasiun 1, 2, dan 3), cuplikan ikan (Stasiun 2).

32

11 Histogram konsentrasi individu PAH (ug/l) dalam cuplikan air. 39

12 TIC (total ionic current) pada cuplikan air 1. ( [1] fluorantena), [O] series dari hidrokarbon alkana).

40

13 TIC (total ionic current) pada cuplikan air 2 yang tidak terdeteksi adanya PAH. ([O] series dari hidrokarbon alkana).

41

14 TIC (total ionic current) pada cuplikan air 3. ( [1] fluorantena, [2]

fenantrena (PHE), [O] series dari hidrokarbon alkana).


(17)

15 Histogram konsentrasi individu PAH (ng/g) dalam cuplikan sedimen. 44

16 TIC (total ionic current) pada cuplikan sedimen 1. [1]

1,3-dimetilnaftalena (1,3-D-NAP (NAP-C1)), [4] fenantrena (PHE), [5] 2-metil-fenantrena (2-M-PHE (PHE-C1)), [6] 4- 2-metil-fenantrena (4-M-PHE ((4-M-PHE-C1)).

45

17 TIC (total ionic current) pada cuplikan sedimen 2. [3] 1,6-dimetil-4-(1-metilethil)-naftalena (1,6-D-4-NAP (NAP-C1)), [4] fenantrena (PHE).

46

18 TIC (total ionic current) pada cuplikan sedimen 3. [1]

1,3-dimetilnaftalena (1,3-D-NAP (NAP-C1)), [2] 1,2,3,4-tetrahidro-1,6 dimetil-4-(1-metiletil)-(1S-cis) naftalena (1T-1D-4M-1S-NAP (NAP-C1)), [4] fenantrena (PHE), [7] 9-metil-fenantrena (9-M-PHE (PHE-(NAP-C1)), [8] 9-metil-antrasena (9-M-ANT (ANT-C1)), [9] fluorantena (FLA).

47

19 Diagram konsentrasi individu PAH (ng/g) dalam daging ikan Nomei. 48

20 TIC (total ionic current) pada cuplikan daging ikan Nomei kecil. [1] 1,3-dimetilnaftalena (1,3-D-NAP (NAP-C1)), [2] 1,6- 1,3-dimetilnaftalena (1,6-D-NAP (NAP-C1), [5] 4-metil-bifenil (4-M-BL (BPH), [10] antrasena (ANT), [11] 4-metilfenantrena (4-M-PHE (PHE-C1)), [13] fluorantena (FLA), [14] pirena (PYR).

49

21 TIC (total ionic current) pada cuplikan daging ikan Nomei sedang. [1]

1,3-dimetilnaftalena (1,3-D-NAP (NAP-C1)), [2] 1,6- dimetilnaftalena (1,6-D-NAP (NAP-C2), [4] 3-metilbifenil (3-M-BL (BPH)), [7] n-cycloheptyl-2,2-diphenylacetamid (N-C-2,2-D- asenaftena (ACE)), [9] fenantrena (PHE), [12] 9-metilantrasena (9-M-ANT (ANT-C1)), [13] fluorantena (FLA).

50

22 TIC (total ionic current) pada cuplikan daging ikan Nomei besar. [1] 1,3-dimetilnaftalena (1,3-D-NAP (NAP-C2)), [2] 1,6-1,3-dimetilnaftalena (1,6-D-NAP (NAP-C2)), [3] 1,7-dimetilnaftalena (1,7-(1,6-D-NAP (NAP-C2)), [4] 3-metilbifenil (3-M-BL (BPH)), [6] 1-allyl- naftalena (1-A-NAP (NAP-C1)), [8] fluorena (FLU), (9) fenantrena (PHE), [11] 4-metilfenantrena (4-M-PHE (PHE-C1)).

51

23 Diagram konsentrasi individu PAH (ng/g) dalam hati ikan Nomei. 52

24 TIC (total ionic current) pada cuplikan hati ikan Nomei kecil. [2] 1,3-dimetilnaftalena (1,3-D-NAP (NAP-C2)), [3] 1,4-1,3-dimetilnaftalena (1,4-D-NAP ((1,4-D-NAP-C2)), [4] 1,5-dimetilnaftalena (1,5-D-(1,4-D-NAP ((1,4-D-NAP-C2)), [7] 3-metilbifenil (3-M-BL (BPH)), [10] fenantrena (PHE), [11] fluorantena (FLA).

53

25 TIC (total ionic current) pada cuplikan hati ikan Nomei sedang. [2] 1,3-dimetilnaftalena (1,3-D-NAP (NAP-C2)), [3] 1,4-1,3-dimetilnaftalena (1,4-D-NAP ((1,4-D-NAP-C2)), [5] 1,7-dimetilnaftalena (1,7-D-(1,4-D-NAP ((1,4-D-NAP-C2)), [8] 1-allyl-naftalena (1-A-NAP (NAP-C1)), [10] fenantrena (PHE).


(18)

26 TIC (total ionic current) pada cuplikan hati ikan Nomei besar. [1] naftalena (NAP), [2] 1,3-dimetilnaftalena (1,3-D-NAP (NAP-C2)), [3] 1,4-dimetilnaftalena (1,4-D-NAP (NAP-C2)), [6] 2,6-dimetilnaftalena (2,6-D-NAP (NAP-C2)), [7] 3-metilbifenil (3-M-BL (BPH)), [9] diphenylmethan (D-MTH (BPH)), [10] fenantrena (PHE).

55

27 Perbedaan jenis dan konsentrasi PAH pada daging dan hati ikan Nomei kecil.

57

28 Perbedaan jenis dan konsentrasi PAH pada daging dan hati ikan Nomei sedang.

57

29 Perbedaan jenis dan konsentrasi PAH pada daging dan hati ikan Nomei besar.

58

30 Perbedaan senyawa dan konsentrasi PHE dan 1,3-D-NAP pada daging dan hati ikan Nomei berdasarkan ukuran.

58

31 Konsentrasi jumlah lipid berdasarkan ukuran tubuh ikan Nomei (A), total konsentrasi PAH dalam daging berdasarkan ukuran tubuh ikan Nomei (B).

59

32 Penentuan sumber pencemar PAH di air dan sedimen berdasarkan persentasi konsentrasi antara berat molekul rendah, berat molekul tinggi dan alkil PAH. Pada air sumber pencemar PAH berasal dari sumber petrogenik dan pirogenik dengan persentasi berat molekul rendah (sumber petrogenik) lebih besar. Pada sedimen sumber pencemar PAH juga berasal dari sumber petrogenik dan pirogenik, dengan persentasi jumlah alkil lebih besar dari parent (sumber petrogenik).


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1 Bagan alir ekstraksi PAH dalam air laut menurut Yu et al. 2009 yang telah dimodifikasi

79

2 Bagan alir ekstraksi PAH pada sedimen, daging dan hati ikan

Horpodon nehereus menurut Liu et al. 2007 yang telah dimodifikasi

80

3 Prosedur SEAMIC IMFJ (Southeast Asian Medical Information

Center International Medical Foundation of Japan) Tahun 1985

81

4 Spektrum fenantrena 82

5 Spektrum pirena 82

6 Spektrum 1,3-dimetilnaftalena 82

7 Spektrum 1,6 dimetilnaftalena 83

8 Spektrum 3-metilbifenil 83

9 Spektrum antrasena 83

10 Spektrum 4-metifenantrena 84

11 Spektrum 9-metilantrasena 84

12 Spektrum fluorantena 84

13 Spektrum 1,3-dimetilnaftalena 85

14 Spektrum 1,7 dimetilnaftalena 85

15 Spektrum 1,5-dimetilnaftalena 85

16 Spektrum 1,4-dimetilnaftalena 86

17 Spektrum 2,6-dimetilnaftalena 86

18 Spektrum 1,2,3,4-tetrahidro-1,6 dimetil -4-(1-metil etil)-(1S-cis) naftalena

86

19 Spektrum 9-metilantrasena 87

20 Spektrum 4-metilbipenil 87


(20)

22 Spektrum 2-metilfenantrena 88

23 Spektrum 1,6-dimetil -4-(1-metil etil)-naftalena 88

24 Spektrum naftalena 88

25 Spektrum difenilmethan 89


(21)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Wilayah Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur wilayahnya berupa pulau dan saat ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan, namun kegiatan-kegiatan pembangunan yang berasal dari daratan tersebut berpotensi mempengaruhi perairan di sekitarnya. Hal ini ditunjukkan berbagai material daratan termasuk limbah yang masuk ke laut, dan diantaranya adalah limbah berupa minyak yang mampu dialirkan dengan melalui ± 20 anak sungai.

Komponen minyak sebagai sumber pencemar antara lain berasal dari buangan air balast, ceceran bahan bakar mesin-mesin kapal dan buangan oli bekas di daratan. Salah satu bahan pencemar komponen minyak yang berbahaya adalah

polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH). PAH terdiri dari 2 atau lebih rantai

karbon siklik yang memiliki stabilitas yang tinggi di lingkungan, mempunyai sifat hidrophobik yang tinggi dan struktur kimia yang stabil, sifatnya tidak mudah larut dan dapat dengan cepat terserap melalui partikel tanah, terutama pada bahan-bahan organik (Tang et al. 2005).

Distribusi dan fate PAH sebagai kontaminan organik di sedimen pada ekosistem perairan sangat perlu diperhatikan karena mempunyai efek mutagenik dan karsinogenik. Konsentrasi PAH dalam tingkat tertentu di air laut dan sedimen dapat bersifat toksik terhadap organisme laut bentik dan pelagik (Arias et al. 2009). Konsentrasi PAH di lingkungan 1-50 ppb dapat menyebabkan respon subletal pada beberapa organisme yang sensitif (Neff 1979). Kandungan benzena 108 ppm, toulena 28 ppm, naftalena 3.8 ppm, dapat memberikan efek toksik pada

Cancer magister (Dungeness crab) (Caldwell et al. 1977). Efek toksik PAH

benzena 386 ppm dan toulena 1180 ppm juga berpengaruh pada Gambusia affinis

(Mosquito fish) serta pada Carassius auratus (goldfish) yaitu toluena 22.80 ppm, xilin 16.94 ppm dan 1,3,5-trimetilbenzena 12.52 ppm (Brenniman et al. 1976).

Banyak kegiatan-kegiatan yang ada di Kota Tarakan berpotensi sebagai sumber polutan PAH, diantaranya kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, kegiatan industri pengolahan kayu dan pengolahan ikan dan udang di


(22)

pesisir utara, selatan dan barat, pembuangan limbah-limbah oli dari usaha bengkel yang banyak tersebar, lalu lintas aktivitas kapal serta kegiatan pembakaran sampah dengan incenerator di TPAS (tempat pembuangan akhir sampah). Penelitian tentang senyawa organik PAH sudah banyak dilakukan baik berupa distribusi, karakteristik dan akumulasinya pada sedimen, air dan biota laut (Tabel 1). Di wilayah Indonesia informasi saat ini hanya sebatas pada perairan laut dalam dan beberapa perairan seperti Teluk Jakarta, sehingga data tentang efek PAH di Indonesia masih sangat sedikit.

1.2 Perumusan Masalah

Kegiataan pembangunan akhir-akhir ini meningkat dengan pesat terutama infrastruktur, mulai dari pembukaan lahan untuk pemukiman, jalan dan industri yang dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan. Peningkatan pembangunan di berbagai bidang khususnya industri dan perdagangan, penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di dalam proses industri akan semakin meningkat. Konsekuensinya limbah berbahaya dan beracun yang dikeluarkan oleh kegiatan tersebut akan menimbulkan pencemaran lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Pencemaran lingkungan ini khususnya di perairan, tentunya akan berdampak negatif terhadap lingkungan, biota dan manusia.

Salah satu yang akhir-akhir ini menjadi perhatian adalah pencemar PAH. PAH masuk ke lingkungan khususnya di perairan laut melalui hujan, buangan industri, tumpahan minyak dan aliran permukaan yang masuk melalui sungai. Senyawa ini terutama keberadaannya di lingkungan menjadi penting karena sifatnya yang/dapat bersifat karsinogenik dan mutagenik. Informasi mengenai keberadaan, jenis, konsentrasi dan akumulasinya terutama pada biota di lingkungan perairan laut khususnya di Kota Tarakan tidak tersedia.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama penelitian ini menentukan jenis PAH dan konsentrasinya yang ada di air laut, sedimen dan tingkat akumulasinya pada tubuh ikan Nomei.

Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui sumber potensi pencemar dan tingkat bahayanya terhadap kondisi lingkungan perairan.


(23)

Tabel 1 Penelitan PAH terkait dengan distribusi, karakteristik dan akumulasinya pada beberapa biota perairan di beberapa wilayah dunia.

Uraian Jenis cuplikan Lokasi Referensi

Sumber pencemar

Sedimen pesisir Cotonou (Benin)

dan Aquitaine (Perancis)

Soclo et al. 2000

Kontaminasi pada microlayer

dan subsurface

perairan

Air Pantai Alexandria,

Mesir

Nemr dan Aly (2003)

Distribusi dan sumber

Sedimen sungai, estuari dan laut

Thailand Boonyatumanond

et al. 2006 Level PAH pada

organisme laut

Bivalva (Mitylus

galloprovinncialis)

Cephalopoda (Todarodes sagittatus)

Crustacea (Nephrops norvegicus)

Ikan (Mullus barbatus, Scomber scombrus, Micromesistius poutassou,

Merluccius merluccius)

Laut Adriatic, Italia Perugini et al. 2007

Distibusi Sedimen

Ikan (Tilapia sp)

Daerah rawa Mai Po, Hong Kong

Liang et al. 2007

Distribusi dan karakteristik

Sedimen laut Korea Yim et al. 2007

Konsentrasi,

distribusi dan sumber

Air, remis (Brachidontes

sp, Tagelus sp), ikan

(Odontesthes sp)

Daerah estuari Blanca, Argentina

(Arias et al. 2009)

Distribusi dan karakteristik

Sedimen Daerah pesisir

Hadhramout, Teluk Aden, Yaman

Mostafa et al. 2009

Konsentrasi Air laut, suspended

particulate matter (SPM), permukaan sedimen dan

core sedimen

Teluk dalam, daerah Selatan Cina

Qiu et al. 2009

Perubahan dan variasi pada biota

Ikan, barnacle dan

kepiting

Daerah mangrove Teluk Guanabara, Tenggara Brazil

Gomes et al. 2010


(24)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Minyak Bumi

Minyak bumi adalah suatu campuran komplek yang sebagian besar komponen dan hidrokarbon mengandung karbon dan hidrogen serta sejumlah kecil unsur-unsur yaitu nitrogen, sulfat, oksigen termasuk unsur-unsur logam seperti vanadium, ferrum dan nikel (Sanusi dan Sugeng 2009). Berdasarkan perbedaan hidrokarbon yang terkandung di dalamnya, baik perbedaan jenis, struktur maupun komposisi campurannya, minyak bumi dibedakan dalam 3 jenis yaitu minyak bumi parafinik (alkana), minyak bumi aspaltik (naftenik/sikloparafin/sikloalkana) dan minyak bumi campuran (Sanusi dan Sugeng 2009).

Minyak mentah mengandung senyawa hidrokarbon sekitar 50-98%. Minyak berdasarkan kelarutannya dalam pelarut organik dapat dibedakan : 1) Hidrokarbon jenuh yaitu alkana dengan struktur CnH2n+2 (alifatik) dan CnH2n (alisiklik)

dengan n<40. Hidrokarbon jenuh paling banyak terkandung dalam minyak mentah. 2) Hidrokarbon aromatik, yaitu kelas monosiklik aromatik BTEX (benzena, toluena, etilbenzena, xilen) dan PAH ( naftalena, antrasena, fenantrena). PAH bersifat karsinogenik atau dapat ditransformasi oleh mikroba menjadi senyawa karsinogen, sehingga menjadi senyawa penting dalam menjaga kualitas lingkungan; 3) Resin, yaitu senyawa polar mengandung nitrogen, sulfur, oksigen (piridin dan thiopen), sehingga disebut juga senyawa NSO; 4) Aspalth, yaitu senyawa dengan berat molekul besar dan mengandung logam berat nikel, vanadium dan besi. Namun variasi minyak mentah berbeda di berbagai tempat (Mangkoedihardjo 2005).

2.2Karakteristik PAH

PAH adalah kelompok pencemar organik persisten (POP) khas yang terdiri dari ratusan kandungan individual. Komponen ini terdiri dari 2 atau lebih rantai benzena yang terdiri dari atom hidrogen dan karbon (Douben 2006). Secara umum terdapat 50 jenis senyawa yang sering digunakan dalam studi environmental


(25)

forensic investigations. Namun hanya 16 senyawa yang menurut USEPA (united

states environmental protection agency) sangat berbahaya keberadaannya di

lingkungan (Tabel 2). Beberapa senyawa tersebut adalah PAH yang tidak tersubstitusi (parent) dan non-alkil (Gambar 1dan 2)

Tabel 2 Jenis PAH yang biasa digunakan dalam studi environmental forensic investigations (∑PAH50) dengan 16 jenis PAH sebagai polutan prioritas

menurut USEPA (∑PAH16) (Boehm 2006).

Jenis PAH Singkatan Jenis PAH Singkatan

Naftalena* NAP Pirena* PYR

C1-naftalena NAP-C1 C1-Fluorantena/pirena FLA/PYR-C1

C2-naftalena NAP-C2 C2-Fluorantena/pirena FLA/PYR-C2

C3-naftalena NAP-C3 C3-Fluorantena/pirena FLA/PYR-C3

C4-naftalena NAP-C4 Benz(a)antrasena* BaA

Bifenil BPH Krisena* CHR

Asenaftilena* ACL C1-krisena CHR-C1

Asenaftena* ACE C2-krisena CHR-C2

Dibenzofuran DBF C3-krisena CHR-C3

Fluorena* FLU C4-krisena CHR-C4

C1-Fluorena FLU-C1 Benzo(a)Fluorantena BaF

C2-Fluorena FLU-C2 Benzo(b)Fluorantena* BbF

C3-Fluorena FLU-C3 Benzo(j,k)Fluorantena* BkF

Antrasena* ANT Benzo(e)pirena BeP

Fenantrena* PHE Benzo(a)pirena* BaP

C1-fenantrena/antrasena PHE-C1 Perylene Per

C2-fenantrena/antrasena PHE-C2 Indeno(1,2,3-c,d)pirena* ID-PYR

C3-fenantrena/antrasena PHE-C3 Dibenzo(a,h)antrasena* DaA

C4-fenantrena/antrasena PHE-C4 Benzo(g,h,i)perylene* BgP

Dibenzotiofena DBT Dibenzo(a,e)pirena DeP

C1- dibenzotiofena DBT-C1 Dibenzo(a,h)pirena DhP

C2- dibenzotiofena DBT-C2 Dibenzo(a,1)pirena D1P

C3- dibenzotiofena DBT-C3 Dibenzo(a,i)pirena DiP

C4- dibenzotiofena DBT-C4 Dibenzo(a,e)Fluorantena DeF

Fluorantena* FLA Anthanthren ANTr


(26)

Gambar 1 Analisis PAH (∑PAH50) pada cuplikan minyak mentah (Boehm 2006).

Ket : (*) ∑PAH16 polutan utama menurut USEPA

PAH dihasilkan dari proses alami dan proses antropogenik. Menurut Boehm (2006) PAH secara umum dihasilkan melalui 4 proses :

1. Lambat, perubahan suhu rendah (<70o

2. Relatif cepat (hari-tahun), perubahan yang panjang, temperatur sedang (100-300

C)/diagenesis dari partikel organik sebagai bagian dari perubahan yang dijalani oleh biomolekul dan hubungan organik setelah pertama kali terdeposit di sedimen;

o

3. Cepat, temperatur tinggi (>500

C) membentuk minyak fosil yaitu petroleum dan batu bara (contoh dari petrogenik);

o

4. Biosintesis oleh tumbuhan dan binatang dari komponen PAH individu atau gabungan yang relatif sederhana.

C), pembakaran yang tidak sempurna/tidak efisien (contohnya oksigen yang sedikit) dari biomasa bahan organik (pirolisis) seperti kebakaran hutan dan rumput serta kegiatan antropogenik seperti pembakaran bahan bakar fosil (contoh dari pirogenik);


(27)

Gambar 2 Stuktur 16 jenis polutan utama PAH menurut United State Environmental Protection Agency (USEPA) (Amir et al. 2005).

PAH bersifat hidrofobik (log KOW

Secara umum kelarutan PAH bervariasi, yaitu tingkat kelarutan rendah ke sangat rendah dan tingkat kelarutan rendah ke moderat. Daya larut PAH bervariasi berdasarkan kondisi media, 1-2 bulan di lingkungan perairan, 2 bulan sampai 2 tahun di tanah, dan 8 bulan sampai 6 tahun di sedimen. Log n-octanol/water partition coefficients (log K

3–8) dengan daya larut yang sangat rendah, sehingga konsentrasi PAH di lingkungan perairan sangat rendah (Nemr dan Aly 2003). Selain bersifat hidrofobik, PAH memiliki struktur stabil, sehingga PAH tidak mudah larut dan dapat diabsorsi dengan cepat ke dalam tanah termasuk di lingkungan perairan seperti sedimen (Tang et al. 2005).

OWS) dari PAH meningkat dengan peningkatan massa molekul dengan kisaran kira-kira 3.0-7.0, mengindikasikan sifat hidropobik tinggi untuk PAH dengan berat molekul tinggi (Kalf et al. 1996).

1. naftalen 5. fenantrena 9. benzo(a)antrasena 3. benzo(a)piren

2. asenaftilen 6. antrasena 10. krisenae 14. dibenzo(a,h)antrasena

3. asenaftena 7. fluorantena 11. benzo(b)fluoranten 15. dibenzo(g,h,i)piren


(28)

Antrasena, fluorena dan fenantrena adalah senyawa PAH yang memiliki 2 rantai benzena yang dikelompokkan dalam PAH dengan berat molekul rendah (BMR). Fluorantena memiliki 4 rantai benzena yang digolongkan pada PAH dengan berat molekul tinggi (BMT) (Tabel 3). Semakin besar berat molekulnya maka semakin persisten keberadaannya di lingkungan.

Tabel 3 Pengelompokan PAH berdasarkan berat molekul dan jumlah ring (USEPA).

Berat molekul rendah (BMR; <202) Berat molekul tinggi (BMT; >202)

2-ring 3-ring 4-ring 5-ring

Asenaftilen Bifenil Naftalena-1 Metilnaftalena-1 Metilnaftalena-2 2,6-dimetilnaftalena Antrasena Fluorena Fenantrena 1-Metilfenantrena Benzo(a)antrasena Fluorantena Pirena Krisena Benzo(a)pirena Benzo(e)pirena Dibenz(a,h)antrasena Pirelin

Fenantrena dan fluorena memiliki sifat karsinogenik. Antrasena tidak bersifat karsinogenik namun sangat fototoksik (peningkatan sifat toksik ketika terkena cahaya, khususnya sinar UV) sehingga dapat berubah menjadi karsinogenik. Fluorantena adalah PAH tidak bersifat toksik namun berpotensi menjadi karsinogenik. Fluorena bukan PAH yang bersifat phototoksik. Antrasena, fluorantena dan fenantrena sering digunakan dalam menduga sumber dari PAH (Irwin 1997). Fenantrena lebih stabil dari pada antrasena. Ketika temperatur rendah fenantrena memproduksi fraksi molal lebih banyak dari pada antrasena (Tang et al. 2005).

2.3PAH di Lingkungan Perairan

PAH masuk ke lingkungan secara umum melalui tiga proses; (1) pembakaran bahan organik pada saat suhu sangat tinggi; (2) tumpahan minyak; (3) proses diagenesis (perubahan bahan organic sedimen secara fisik, kimia dan biologi) (Neff 1979). Pergerakan PAH di lingkungan tergantung pada propertinya seperti mudahnya PAH larut di air dan mudahnya PAH menguap ke atmosfir. Secara umum PAH tidak mudah larut dalam air. PAH berada di udara sebagai uap


(29)

air atau terperangkap pada partikel kecil. PAH dapat berpindah dengan jarak yang jauh sebelum mereka kembali ke bumi melalui hujan atau partikel yang tersuspensi (Irwin 1997).

Nilai KOC mengindikasikan besarnya potensi terikat pada organik karbon di tanah dan sedimen secara kimia (Tabel 4). PAH dengan berat molekul rendah mempunyai kisaran nilai dari 3-4 yang mengindikasikan potensi moderate

terserap pada karbon organik di tanah dan sedimen. Potensi medium nilai KOC adalah 4. PAH dengan berat molekul tinggi mempunyai nilai KOC berkisar antara 5-6, mengindikasikan kecenderungan yang kuat terserap pada karbon organik. Penyerapan PAH di tanah dan sedimen meningkat dengan meningkatnya kandungan orgnik karbon dan juga tergantung pada ukuran partikel (Irwin1997).

Tabel 4 Besaran potensi 16 bahan pencemar PAH terikat pada sedimen (KOC) dan air (KOW).

No

Jenis PAH Singkatan Nilai KOC Nilai K Berat

molekul OW

1 Naftalena NAP 3.37 - 128

2 Asenaftilena ACL 4.07 1.40 152

3 Asenaftena ACE 3.98 3.66 153

4 Fluorena FLU 4.18 3.86 166

5 Antrasena ANT 4.45 4.15 178

6 Fenantrena PHE 4.45 4.15 178

7 Fluorantena FLA 4.90 4.58 202

8 Pirena PYR 4.88 4.58 202

9 Benz(a)antrasena BaA 5.61 5.30 228

10 Krisena CHR 5.16 5.30 228

11 Benzo(b)Fluorantena BbF 6.04 5.74 252

12 Benzo(j,k)Fluorantena BkF 6.06 5.74 252

13 Benzo(a)pirena BaP 6.06 6.74 252

14

Indeno(1,2,3-c,d)pirena ID-PYR 6.58 6.20 276

15 Dibenzo(a,h)antrasena DaA 6.82 6.52 278

16 Benzo(g,h,i)perylene BgP 6.50 6.20 276

KOW

K

: Octanol: water partition coefficients

OC

Kegiatan antropogenik adalah sumber utama dari PAH, besaran PAH di tanah pada daerah urban kira-kira 2-10 lebih tinggi dari daerah pedesaan (Tang et


(30)

al. 2005). PAH terbentuk selama proses pirolisis pada semua bahan organik dan bahan kontaminan organik yang tersebar di sedimen perairan. PAH di permukaan tanah dapat disebarkan oleh aliran air permukaan dan debu. Permukaan tanah adalah salah satu sumber dari kontaminasi PAH yang berada di udara dan sedimen. Bentuk tanah dan strukturnya seperti organik karbon memainkan fungsi penting ketika PAH terabsorpsi di tanah (Tang et al. 2005).

Partisi dari bahan kontaminan yang hidropobik, yaitu yang tersuspensi dan terlarut mengontrol fate PAH di lingkungan dan bioaviability pada organisme akuatik. Konsentrasi PAH di air dapat dipengaruhi oleh durasi dari jumlah partikel PAH yang terabsorbsi. Kandungan karbon organik di air dan sedimen memainkan peran penting dalam distribusi PAH (Menon dan Menon 1999). PAH dengan berat molekul rendah dapat hilang dengan cepat di sedimen, sedangkan PAH dengan berat molekul tinggi lebih persisten (Wilcock et al.1996, diacu dalam Amir et al.

2005). Fate dari sedimen dan air yang terkontaminasi oleh PAH, konsentrasinya akan berkurang seiring dengan waktu. Hal ini disebabkan oleh adanya biodegradasi oleh bakteri atau mikroorganisme.

Biodegradasi PAH berhubungan dengan berat molekul. Rantai 2 dan 3 dari PAH (naftalena, fluorena dan fenantrena) dengan cepat terdegradasi. PAH dengan 4 rantai (fluorantena, pirena, benz(a)antrasena dan krisena) umumnya terdegradasi 50% dalam beberapa bulan. PAH dengan rantai 5 (benzo(b)fluorantena dan benzo(a)pirena) berkurang lambat selama beberapa tahun (Irwin1997).

Sedimen di rawa manggrove yang terkontaminasi PAH dari 2135 ng/g menjadi 1196 ng/g (120 hari) (Ke et al. 2002). PAH dari tumpahan minyak memiliki reaktivitas yang terjadi dari komponen minyak selama biodegradasi yaitu: n-alkana (berat molekul rendah) > fenantrena > 3-2-metilfenantrena> n -alkana dengan panjang rantai intermediate > n--alkana dengan rantai lebih panjang > isoprenoids 9-1-metilfenantrena (Juan et al. 1996).

2.4Sumber PAH

PAH masuk ke dalam air melalui berbagai sumber yang dengan cepat diabsorpsi oleh partikel organik dan anorganik. Level PAH yang terakumulasi oleh biota perairan lebih tinggi dari kandungan lingkungan. PAH dapat berpindah


(31)

melalui beberapa kegiatan seperti fotooksidasi, oksidasi kimia, metabolisme mikroba dan metabolisme oleh metazoan yang lebih tinggi. Konsentrasi relatif dari PAH pada ekosistem perairan secara umum adalah lebih tinggi pada sedimen,

intermediate di biota akuatik, dan rendah di kolom perairan (Neff 1979).

Secara umum sumber PAH yang masuk ke lingkungan perairan dapat dibedakan berdasarkan 2 sumber :

a. Pirogenik. PAH yang terbentuk karena peningkatan suhu secara alami dan proses antropogenik. Selama proses peningkatan suhu, bahan organik tersebut lolos dari pembakaran sempurna (oksidasi menjadi karbon dioksida dan air). PAH pirogenik terbentuk selama pembakaran menggunakan kayu (kompor), dan pembakaran dari bahan bakar fosil (bensin, solar, oli mesin).

b. Petrogenik. Minyak dan batu bara yang ada di dalam stuktur geologi dan terbentuk pada waktu yang lama menghasilkan PAH petrogenik. Batu bara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi. Selama terkubur jutaan tahun, bahan ini berubah menjadi batu bara, membentuk senyawa aromatik dengan struktur 3 dimensi. Jumlah rantai aromatik yang terbentuk per unit struktur batu bara bervariasi. Sebagian besar batu bara terdiri dari 3-5 rantai per unit struktur, dengan beberapa unit dapat mencapai 10 rantai aromatik.

PAH petrogenik secara umum dicirikan dengan alkil PAH lebih banyak daripada non-alkil dari PAH utama dan sebaliknya merupakan sumber pirogenik. Selain itu sumber dari petrogenik lebih banyak PAH dengan rantai 2 dan 3, dan sumber dari pirogenik lebih banyak PAH dari rantai 4-6 (Gambar 3). PAH dengan jumlah rantai karbon 4-6 merupakan berat molekul tinggi >202 seperti naftalena, fluorantena dan pirena biasanya terdeteksi sebagai sumber pirogenik seperti dari pembakaran batu bara, kayu, dan bahan bakar kendaraan. PAH dengan berat molekul rendah <202 yaitu PAH dengan jumlah rantai karbon

2-3/alkil-susbstituted PAH berasal dari sumber petrogenik seperti 2-metilnaftalena,

asenaftena, fenantrena dan fluorena (Arias et al. 2009). PAH seperti fenantrena berasal dari sumber petrogenik dan pirogenik (mixed sources) (Boehm 2006). PAH dengan rantai 4 sampai 7 umumnya berasal dari sumber pirogenik. PAH dari


(32)

A

B

C proses pirolitik lebih sering berasosiasi dengan sedimen dan sebagian besar resistan terhadap degradasi oleh mikroba dibandingkan dengan PAH yang berasal dari petrogenik (Mostafa et al. 2009).

Gambar 3 Karakteristik umum kumpulan PAH untuk sumber petrogenik dan pirogenik (Boehm 2006). (A) Ciri dari sumber petrogenik (contoh cuplikan minyak mentah): alkil >parent, sedikit PAH dengan rantai 4-6; (B) Ciri pertama pirogenik (contoh cuplikan aspal): parent>alkil, ring 2 dan 3 lebih tinggi konsentrasinya; (C) Ciri kedua pirogenik (contoh cuplikan urban runoff): parent>alkil, rantai 4-6 lebih tinggi konsentrasinya.

2.5Konsentrasi PAH

Secara global, konsentrasi PAH baik di sedimen, air dan biota telah banyak diteliti. Distribusi PAH di lingkungan sebagian besar dipengaruhi oleh sifat solibilitas dan hidropobik, yang membuat PAH dapat dengan mudah ditemukan di sedimen. PAH di sedimen telah diketahui nilainya dari banyak bagian di dunia (Tabel 5). Konsentrasi total PAH di perairan laut adalah kecil (Tabel 6). Batasan konsentrasi sangat besar walaupun relatif berada dalam satu kawasan, sehingga sulit membedakan dengan wilayah yang lain.


(33)

Tabel 5 Total konsentrasi PAH pada sedimen laut pada beberapa wilayah Amerika Utara, Eropa, Afrika dan Asia (dimodifikasi dari Latimer dan Jinshu 2003).

Lokasi Konsentrasi (ng/gDw)

Amerika utara

Seluruh pantai amerika 13.4-40 453

Seluruh pantai amerika 4.87-30 674

Pelabuhan New Bedford, MA 14 000-170 000

Selat Pales verdes, CA, USA 1 252-7 037

Teluk Naragansett, RI 100-29 300

Teluk Alaska (sebelum kasus Exxon Valdez) 1 096

Daerah estuari Carolina utara 33-9 630

Stasiun Alaska 2.17-733

Daerah barat laut Beaufort (sedimen Polar Star) 159-1 092

Daerah estuari Fraser (BC, Canada) 180-620 (pembakaran)

220-660 (petroleum)

Pintu masuk Burrard (BC, Canada) 430-91 800 (pembakaran)

70-39 500 (petroleum)

Selat Georgia (BC, Canada) 300-8 470 (pembakaran)

560-4 300 (petroleum) Teluk San Francisco embayments (1800an-1999) 40-6 300 (pirogenik) Eropa

Teluk Bay (wilayah tengah Mediterania) 86.5-48 060

Bagian selatan Laut Mediterania 20-18 700

Dekat daerah pantai Spanyol dan Perancis (Laut Mediterania)

0.32-8 400

Laut Baltic 3.16-30 100

Wilayah Estuari Gironde (Perancis) 3.5-853

Teluk Arcachon (Perancis) 293

Laut Cretan (wilayah timur Mediterania 14.6-158.5 (73% pembakaran)

Wilayah Estuari Irish 83-22 960

Afrika

Pantai Cotonou (Benin) 80-1411

Asia

Laut Kuning 20-5 734

Teluk Kyeonggi (Korea) 9.1-1 400

Hong Kong (permukaan) 7.25-4 420

Laut Putih (Rusia, Laut Artic) 13-208

Laut Cina Selatan 24.7-275.4

Daerah estuari Sungai Yangtze (core) 122-11 740


(34)

Tabel 6 Konsentrasi PAH di perairan laut beberapa wilayah dunia.

Lokasi Konsentrasi (ng/l) Referensi

Teluk Narragansett 39.05 Quin et al. 1988

Perairan laut Inggris dan Wales nd-10 724 Law et al. 1997

Pantai Alexandria Mesir Nemr dan Aly (2003)

Subsurface 47.0

Microlayer 245

Teluk dalam Selatan Cina Qiu et al. 2009

Permukaan 73.3

Dasar 66.1

Muara Kamal Teluk Jakarta 0.5064-0.6733 pg/l Augustine 2008 Daerah estuari Teluk Saronikos,

Yunani

133-459 Valavanidis et al. 2008

Wilayah Pelabuhan Macao, Selatan Cina

701.42-2 579.50 Luo et al. 2004

Secara umum berdasarkan lokasi, terdapat perbedaan konsentrasi PAH yaitu konsentrasi pada daerah lepas pantai adalah kecil, diikuti oleh daerah dekat pantai dan terakhir pada lapisan mikro permukaan laut/surface micro layer (SSM). Akumulasi PAH dari lingkungan juga terjadi pada organisme laut. Namun nilai konsentrasi yang besar dari jaringan di tubuh organisme, diperoleh dari variasi konsentrasinya di alam, lamanya terekspose, dan kemampuan spesies dalam memetabolisme senyawa tersebut.

Pada biota invertebrata, konsentrasi tertinggi dapat ditemukan pada organ dalam seperti hepatopankreas, dan di jaringan yang terikut dalam siklus umum,

hal ini mungkin berhubungan dengan variasi kandungan lipid, siklus bertelur, atau flux lingkungan (Jovanovich dan Marion 1987; Maruya et al. 1997; Miles dan Roster 1999 diacu dalam Latimer dan Jinshu 2003). Konsentrasi PAH pada bivalva dan inveterbrata laut dari berbagai wilayah di dunia di tunjukkan pada Tabel 7.


(35)

Tabel 7 Konsentrasi PAH dari beberapa biota bivalva laut dan invertebrata (di modifikasi dari Meador 2006).

Spesies Cara

makan

Wilayah Total PAH

(ng/g)

PAH bk/bb

Mussels dan Oysters

Mytilus edulis FF Norwegia 500-12 845 11-32 bk

Mytilus galloprovincialis FF Mediterania 24-390 23/14 bk

Mussels dan Oysters FF USA (semua pantai) 77-1 100 214/24 bk

Mussels dan Oysters FF USA (semua pantai) 192-503 97-191/44 bk

Mytilus edulis FF Teluk Naples, Italia 205 6/16 bb

Mytilus galloprovincialis FF Mediterania, Spanyol 190-5 490 6/ns bb

Mytilus edulis FF bagian utara laut Baltic 440 3/19 bk

Mytilus edulis FF Finlandia (laut Archipelago) nd-150 7/7 bb

Mytilidae FF Teluk Meksiko, USA 36-7 530 4/17 bk

Mytilus galloprovincialis FF Yunani 77-110 57/17 bb

Crassostrea virginica FF Florida, USA 361-11 026 14/> 25 bk


(36)

Tabel 7 (lanjutan)

M. edulis, M. galloprovincialis dan C. Gigas FF Perancis tt-300 000 110/td bk

Mytilus edulis FF Skotlandia 54-2 803 27/10 bb

Mytilus edulis FF Puget Sound, WA 40.63-600 9/24 bk

Mytilus spp FF Teluk San Francisco 180-4 100 6/34 bk

Benthik invertebrata

Macoma balthica DF/FF Scheldt, Belanda 947 (449) 2/12 bk

Crangon crangon Scav Scheldt, Belanda 410 (285) 2/12 bk

Nereis diversicolor Omn Scheldt, Belanda 785 (409) 2/12 bk

Homarus americanus Scav Nova Scotia, Kanada 235-73 000 1/10 bb

Littorina littorea Herb Bagian Selatan Norwegia 595-1 430 4/27 bk

Patella vulgata Herb Bagian Selatan Norwegia 674-15 462 2/31 bk

Asterias rubens Pred Bagian Selatan Norwegia 325-458 2/19 bk

Macropipus tubrculatus Omn spanyol 60-930 6/td bb

(tt) tidak terdeteksi; (td) tidak dilaporkan; (bk) berat kering; (bb) berat basah


(37)

Ikan mengakumulasi bahan kontaminan khususnya PAH melalui kulit, tapi sebagian besar melalui insang (Irwin 1997). Secara umum, meskipun antara PAH dengan berat molekul rendah dan berat molekul tinggi terserap relatif cepat pada spesies perairan seperti ikan, metabolisme dan depurasinya juga cepat. PAH dapat masuk ke semua jaringan tubuh yang terdapat lemak. Biasanya terserap di ginjal, hati dan lemak. Jumlah yang kecil tersimpan pada limpa, kelenjar ginjal dan indung telur.

2.6PAH Sebagai Indikator Sumber Pencemar

Senyawa PAH dapat digunakan sebagai salah satu indikator status lingkungan. Distribusi dan fate dari PAH sebagai bahan kontaminasi organik di sedimen ekosistem perairan sangat perlu diperhatikan karena mempunyai efek mutagenik dan karsinogenik. Konsentrasi PAH dalam tingkat tertentu di air laut dan sedimen dapat bersifat toksik terhadap organisme laut bentik dan pelagik, sehingga keberadaannya perlu diperhatikan.

Sifatnya yang tidak mudah larut, dapat menghilang dengan cepat di perairan, mampu meningkatkan konsentrasi dan berat molekulnya sendiri, mudah terakumulasi dan terabsorpsi pada biota dan sedimen, menunjukkan perlunya perhatian khususnya pada lingkungan perairan pesisir. Pendugaan sumber PAH dilakukan dengan menggunakan rasio dari beberapa individu PAH (Tabel 8).

Tabel 8 Rasio individu PAH sebagai penduga sumber.

Diagnostik ratio Pirolitik Petrogenik

BMR/BMT Low high

∑MP/PHE <1 >1

FLA(FLA+PYR) >0.5 <0.5

Double ratio PHE/ANT, FLA/ANT dan

PHE/ANT, FLA/PYR

<10 / >1 >15 / <1

BMR : berat molekul rendah; BMT : berat molekul tinggi; MP : metilfenantrena; PHE : fenantrena; FLA : fluorantena; PYR : pirena; ANT : antrasena

Rasio dari FLA/PYR dapat mengindikasikan asal sumber dari PAH. Sumber petrogenik diindikasikan oleh rasio FLA/PYR <1 dan nilai >1 mengindikasikan


(38)

sumber pirolitik (Sicre et al. 1987, diacu dalam Ke et al. 2002). Menentukan sumber pencemar PAH dalam air dapat menggunakan rasio FLA/(FLA+PYR). Jika rasionya adalah 1, dapat diduga sumber pencemar berasal dari petrogenik. Rasio FLA/(FLA+PYR) <0.40 mengindikasikan sumber pencemar PAH berasal dari sumber petroleum (oli, mesin diesel, batu bara, dsb), rasio antara 0.4-0.5 mengindikasikan sumber dari pembakaran bahan bakar fosil (kendaraan dan minyak mentah) dan rasio >0.5 berasal dari pembakaran rumput, kayu/pembakaran batu bara (Zhang et al. 2006; Arias et al. 2009).

Sumber dari PAH dari sedimen dapat diperoleh berdasarkan rasio total antara isomer metilfenantrena terhadap fenantrena (MP/P). Rasio MP/P <1 menunjukkan sumber dari pirogenik dan MP/P >1 menunjukkan sumber dari petrogenik (Blumer dan Youngblood 1975, diacu dalam Yim et al. 2007; Boonyatumanond et al. 2006).

Pendugaan sumber PAH pada biota dapat menggunakan rasio fenantrena, ANT, fluorantena dan pirena yaitu rasio antara PHE/ANT, FLA/ANT dan FLA/PYR. Rasio PHE/ANT <10 dan FLA/PYR >1, mencirikan sumber pirogenik dan rasio PHE/ANT >15 dan FLA/PYR <1 mencirikan sumber petrogenik (Steinhauer dan Boehm 1992; Budzinski et al. 1997; Baumard et al. 1998, diacu dalam Yim et al. 2007). Fluorantena dan pirena adalah penanda khusus untuk sumber pirolisis/pembakaran yang tidak sempurna. Di lain pihak pada emisi hasil pembakaran bahan bakar sepert mesin diesel, profilnya predominan oleh fenantrena, fluorantena dan pirena (Li et al. 2003; Wang et al. 2009, diacu dalam Arias et al. 2009).

Beberapa PAH seperti fenantrena berasal dari sumber petrogenik dan pirogenik (mixed sources) (Irwin 1997). Rasio jumlah berat molekul rendah (BMR) dengan berat molekul tinggi (BMT) adalah bila nilainya kecil menggambarkan sumber dari pirolitik dan bila nilainya besar bersumber dari petrogenik (Budzinski et al. 1997, Sicre et al. 1987, Mostafa et al. 2009). Sumber petrogenik secara umum alkil PAH lebih banyak dari pada non alkil dari PAH utama dan sebaliknya merupakan sumber petrogenik.

Sumber dari petroleum biasanya berupa krisena, fluorena, naftalena, fenantrena, antrasena dan dibenzo thiopen (DbT). Sumber dari oli motor berupa


(39)

naftalena, benzo(a)pirena, fluorena dan fenantrena. Petroleum lebih besar menyumbang PAH jenis berat molekul rendah seperti naftalena, asenaftena dan fluorin, dan juga alkil PAH seperti metilnaftalen. Pembakaran (pirolitik) menyumbang PAH jenis berat molekul tinggi lebih besar seperti fenantrena, fluorantena, pirena dan benzo(a)pirena, juga termasuk sedikit PAH jenis berat molekul rendah seperti naftalena (Irwin 1997).

2.7Toksisitas

2.7.1 Uji toksisitas (Bioassay)

Semua bahan atau senyawa kimia yang terbuang diduga sebagai bahan pencemar beracun (Poisonous pollutant), kecuali apabila terbukti melalui uji biologis (bioassay/toxicity test) senyawa atau bahan tersebut tidak meracuni organisme yang hidup di dalamnya beserta penghuninya (hewan dan manusia) khususnya PAH. Toksisitas suatu senyawa dapat digolongkan berdasarkan efek yang terjadi pada konsentrasi tertentu, yaitu : 1) Letal, langsung menyebabkan kematian atau cukup mematikan. 2) Sub-letal, diatas kadar yang langsung menyebabkan kematian. 3) Akut, dimana menimbulkan suatu rangsangan syaraf yang cukup hebat sehingga menghasilkan respon yang cepat (untuk ikan biasanya dalam waktu 4 hari). 4) Sub-akut, menimbulkan respon setelah waktu yang lama dan mungkin menjadi menahun/kronik. 5) Kronik, menimbulkan rangsangan yang lambat atau menerus dalam selang waktu yang lama, dan 6) Kumulatif yaitu peningkatan kadar pada waktu yang lama.

Pengaruh bahan toksik terhadap suatu organisme dapat di amati berdasarkan beberapa kondisi hidupnya yaitu; 1) siklus hidup (life cycle) hewan uji yaitu pengamatan yang dilakukan mulai dari fase larva sampai hewan tersebut mati. 2) Sebagian dari siklus hidupnya (partial life cycle), pengamatan yang dilakukan pada fase larva sampai dewasa, dan 3) Awal siklus hidup (early life cycle), pengamatan hanya pada fase larva.

Uji toksisitas secara kuantitatif dapat ditinjau dari lamanya waktu, yang dapat diklasifikasikan menjadi toksisitas letal, sub-letal, kronis. Toksisitas akut adalah efek total yang didapat pada dosis tunggal/banyak dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu singkat dan biasanya


(40)

reversibel. Toksisitas kronis sifatnya permanen, lama, konstan, kontinyu,

irreversible. Uji toksisitas atas dasar dosis dan waktu berarti spesifik toksisitas akut/kronis. Dosis adalah jumlah racun yang masuk ke dalam tubuh, besar, kecilnya menentukan efek. Sedangkan efek dosis ini merupakan fungsi dari usia, jenis kelamin, berat badan, cara masuk ke tubuh, frekuensi, interval waktu, kecepatan eksresi, kombinasi dengan zat lain. Uji toksisitas letal biasanya dijalankan dalam jangka waktu 24, 48, 72 dan 96 jam.

LD yaitu dosis yang menyebabkan kematian. Semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi tingkat kematiannya (Gambar 4). LD50 atau LC50 (konsentrasi letal

50%) atau TLm (toleransi limit median) atau TL50 (toleransi limit 50%) yaitu dosis

yang menyebabkan kematian 50% hewan uji dalam waktu uji (inkubasi) 12, 24, 48, 72, dan 96 jam. Menurut Wrigh dan Pamela (2002) LC50 adalah konsentrasi

bahan toksik yang menyebabkan kematian 50% (nilai tengah respon) dari hewan/populasi tes pada waktu tertentu (Gambar 5). Ketika konsentrasi letal median (LC50) dihitung, keyakinan 95% limit yang terkait dengan nilai (DO, pH,

Suhu) juga dilaporkan (Zakrzewski 2002).

Gambar 4 Kurva hubungan antara konsentrasi bahan toksik terhadap respon hewan uji

EC (konsentrasi efektif) yaitu konsentrasi bahan uji yang mengakibatkan suatu tingkah laku atau respon hewan uji yang tidak normal. Angka indeks menunjukkan persentasi jumlah hewan uji yang mengalami perubahan fisiologis


(41)

yang terjadi selama waktu uji (EC50 – 48 Jam) (Sanusi dan Sugeng 2009).

Menurut Philp (2001) EC50 adalah dosis efektif yang menyebabkan 50%

perubahan efek maksimum dari hewan uji.

Gambar 5 LC50 Menggambarkan nilai tengah respon dari populasi.

Selain hal tersebut diatas juga digunakan evaluasi seperti NOEC (No

Observed Effect Concentration) yaitu konsentrasi tertinggi yang tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap hewan uji dari control. LOEC (lowest observed effect concentrations) yaitu konsentrasi terendah yang secara signifikan berpengaruh terhadap ketahanan, pertumbuhan/reproduksi dari hewan uji terhadap kontrol (Wrigh dan Pamela 2002), untuk mengevaluasi tingkat bahan toksik khususnya PAH.

2.7.2 Toksisitas PAH

Material organik di perairan alami mempunyai efek yang kuat pada ketersediaan pencemar organik. Ketersediaan dari beberapa pencemar organik meningkat dengan peningkatan konsentrasi materi organik yang terlarut di air (Kukkonen 1991 diacu dalam Tuvikene 1995). Toksisitas adalah senyawa yang dapat bersifat racun yang dapat membahayakan makhluk dan lingkungan disekitarnya pada konsentrasi tertentu. PAH termasuk senyawa organik yang bersifat toksik. Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas PAH antara lain


(42)

adalah karakteristiknya, kadar PAH, jenis biota laut, aktivitas mikroba dan lama pemaparannya (Sanusi dan Sugeng 2009).

Kelimpahan alkil PAH yang lebih banyak (terutama pada sumber petrogenik) persisten untuk waktu yang lebih lama, dan beberapa lebih toksik dari senyawa utamanya. Metilfenantrena lebih toksik dari pada fenantrena. PAH yang terurai tidak berarti mengurangi potensi dampaknya secara biologi terhadap komponen biologi, PAH yang terurai dapat lebih berbahaya (Irwin 1997). Menurut karakteristik senyawa PAH, toksisitasnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Senyawa PAH dengan jumlah karbon rendah (C8-C14) memberikan

toksisitas akut (2.35-970 µg/l di perairan (Irwin 1997)) terhadap biota laut. Hal ini dikarenakan kelarutan dari senyawa tersebut tinggi (KOW

2. Senyawa PAH dengan jumlah karbon tinggi (>C

1.40-4.15).

14) memberikan toksisitas

kronis (10-710 µg/l di perairan (Irwin 1997)) terhadap biota laut, karena kelarutan dari senyawa tersebut rendah (KOW 4.15-6.20).

2.7.3 Dampak PAH terhadap Organisme

PAH yang terakumulasi dalam tubuh organisme, dapat mempengaruhi kehidupannya. Beberapa PAH, yang terakumulasi dalam biota, mempunyai kemampuan untuk menyerap energi cahaya ultraviolet (UV) yang dapat mempengaruhi sifat toksisitasnya seperti antrasena dan fluorantena. Peningkatan potensi toksisitas bersamaan dengan pemaparan cahaya disebut fototoksisitas (Irwin 1997). Efek toksik PAH pada biota laut bersifat lokal dan sementara dan tidak berdampak nyata dalam jangka panjang, Selain itu, efeknya juga dapat pulih kembali (reversible). Perbedaan jenis individu maupun campuran senyawa PAH, lama pemaparan, besaran dan efeknya berbeda pada masing-masing biota, baik yang bersifat akut maupun Kronis (Tabel 9).

2.7.4 Jenis PAH Bersifat Racun

Secara umum sifat toksik, mutagenik dan karsinogenik dari PAH disebabkan oleh transformasi dari metabolisme PAH karena adanya sistem MFO (mixed function oxidase) yaitu sistim enzim yang menjadi katalisator pada proses


(43)

metabolisme PAH. Proses penting ini pada populasi dan ekosistem tidak jelas, karena masih diabaikan ketika mengelola lingkungan (Kalf et al. 1996). Sistem MFO bertindak untuk mendegradasi aromatik dan sejumlah senyawa organik (termasuk PAH) oleh hidroksilasi (fase 1) dan konjugasi dengan glucuronic acid

(fase 2). Reaksi antara bahan kontaminan organik dengan uridine diphosphate

glucuronic acid (UDPGA) disebut glucuronisasi atau glucuronid konjugasi

sebagai bagian dari fase 2 pada proses metabolisme (Gambar 6). Beberapa PAH berubah menjadi bentuk lebih water soluble oleh glucuronisasi (Irwin 1997). Sifat karsinogenik individu PAH berbeda-beda (Tabel 10).

Gambar 6 Proses mixed function oxidase (MFO) dalam metabolisme


(44)

Tabel 9 Rangkuman sensitifitas sifat kronis pada organisme air tawar dan laut (dimodifikasi dari EPA/600/R-02/013).

Spesies Test Habitat PAH Durasi NOEC

(µg/l)

OEC (µg/l)

Efek yang diamati (relatif terhadap kontrol)

Nilai kronis (µg/l) Cladoceran, Daphnia

magna

LC W Fluorantena 21d 6.9-17 35 Pengurangan panjang 17% 24.5

73 Pengurangan panjang 25%, beberapa ikan dewasa 37% 148 Tidak ada yang bertahan Cladoceran, Daphnia

magna

LC W Fenantrena 21d 46-57 163 Ikan yang bertahan berkurang 83%, 96.39

Midge, Paratanytarsus sp.

LC W Asenaftena 26d 32-295 575 Ikan yang bertahan berkurang 60%,

pengurangan pertumbuhan 90%, tidak terjadi reproduksi

411.8

Midge, Paratanytarsus sp.

LC W Asenaftena 26d 27-164 315 Ikan yang bertahan berkurang 20%,

pengurangan pertumbuhan 30%

227.3

676 Ikan yang bertahan berkurang 60% Fathead minnow,

Pimephales promelas

ELS W Fluorantena 32d 3.7-10.4 21.7 Ikan yang bertahan berkurang

67%, Pengurangan pertumbuhan 50%

15.02

Fathead minnow,

Pimephales promelas

ELS W Asenaftena 32d 50-109 109 Pengurangan pertumbuhan 5% 73.82

410 Pengurangan pertumbuhan 20%, ikan yang bertahan berkurang 66%


(45)

Tabel 9 (lanjutan)

Fathead minnow,

Pimephales promelas

ELS W Asenaftena

32-35d

67-332 495 Pengurangan pertumbuhan 54% 405

Rainbow trout,

Oncorhynchus mykiss

ELS B/W Fenantrena 90d 5 8 Ikan yang bertahan berkurang

41%, Pengurangan pertumbuhan 33%

6.325

14 Ikan yang bertahan berkurang 48%, pengurangan pertumbuhan 44%

32 Ikan yang bertahan berkurang 52%, Pengurangan pertumbuhan 75%

66 mati

Mysid, Americamysis bahia

LC B/W Asenaftena 35d 100-240 340 Terjadi pengurangan ikan muda

93%

285.7

510 Tidak ada yang bertahan Mysid, Americamysis

bahia

LC B/W Asenaftena 25d 20.5-44.6 91.8 Terjadi pengurangan ikan muda

91%

63.99

168 Tidak terjadi reproduksi,

pengurangan pertumbuhan 34% 354 Ikan yang bertahan berkurang

96%, Tidak terjadi reproduksi Mysid, Americamysis

bahia

LC B/W Fluorantena 28d 3592 621 Ikan yang bertahan berkurang

26.7%, terjadi pengurangan ikan muda 91.7%

15.87


(46)

Tabel 9 (lanjutan)

Mysid, Americamysis bahia

LC B/W Fluorantena 31d 0.41-11.1 18.8 Ikan yang bertahan berkurang 23%, tidak terjadi reproduksi

14.44

Mysid, Americamysis bahia

LC B/W Fenantrena 32d 1.5-5.5 11.9 Tidak ada yang bertahan 8.129

Mysid, Americamysis bahia

LC B/W pirena 28d 3.82 5.37 Terjadi pengurangan ikan muda

46%

4.53

6.97 Terjadi pengurangan ikan muda 47%

9.82 Terjadi pengurangan ikan muda 73%

15.8 Terjadi pengurangan ikan muda 85%

20.9 Terjadi pengurangan ikan muda 90%, ikan yang bertahan berkurang 37%

38.2 Tidak ada yang bertahan Sheepshead minnow,

Cyprinodon variegatus

LC B/W Asenaftena 28d 240-520 970 Ikan yang bertahan berkurang 70% 710.2

2 000 Tidak ada yang bertahan 2 800 Tidak ada yang bertahan

Test : LC = life-cycle; PLC = partial life-cycle; ELS = early life-stage

Habitat : I = infauna; B = epibenthic; W = water column

NOEC : No Observed Effect Concentration


(47)

Tabel 10 Beberapa individu PAH yang bersifat karsinogenik (Neff 1979).

Komponen Sifat

Karsinogenik

Komponen Sifat

Karsinogenik

Antrasena -- Aceantirilen --

Fenantrena -- Benz[j]aceantirilen + +

Benz[a]antrasena + 3-metilkolantren + + + +

7,12-dimetilbenz[a]antrasena + + + + Napthasen --

Dibenz[aj]antrasena + Pirena --

Dibenz[ah]antrasena + + + Benzo[a]pirena + + +

Dibenz[ac]antrasena + Benzo[e]pirena --

Benzo[a]fenantrena + + + Dibenzo[al]pirena ±

Fluorena -- Dibenzo[ah]pirena + + +

Benzo[a]fluorena -- Dibenzo[ai]pirena + + +

Benzo[b]fluorena -- Dibenzo[cd,jk]pirena --

Benzo[c]fluorena -- Indeno[1,2,3-cd]pirena +

Dibenzo[ag]fluorena + Krisena ±

Dibenzo[ah]fluorena ± Dibenzo[b,def]krisena + +

Dibenzo[ac]fluorena ± Dibenzo[def,p]krisena +

Fluorantena -- Dibenzo[def,mno]krisena --

Benzo[b]fluorantena + + Perilen --

Benzo[i]fluorantena + + Benzo[ghi]perilen --

Benzo[k]fluorantena -- koronen --

Benzo[mno]fluorantena --

Ket : (--) tidak bersifat karsinogenik; (±) sifat karsinogeniknya lemah; (+) bersifat karsinogenik; (++, +++, ++++) sifat kasinogeniknya tinggi

2.8Karakteristik Perairan Pesisir dan Laut

Pesisir merupakan suatu wilayah yang menjadi peralihan antara daratan dan laut. Pesisir memiliki peran antara lain sebagai sumber penyedia sumber daya alam, jasa pendukung kehidupan dan kenyamanan dan sebagai mitigasi bencana. Pesisir dan daratan memiliki keterkaitan. Keterkaitan daratan (DAS) dengan pesisir adalah sebagai penghubung antara daratan di hulu dengan pesisir, penghantar bahan pencemar dari hulu ke pesisir dan dampak yang dihulu akan dirasakan di pesisir karena peran DAS.

Batasan wilayah pesisir di daratan yaitu wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut, masih dipengaruhi oleh proses-proses seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam. Batasan wilayah pesisir di laut adalah daerah yang dipengaruhi oleh proses alami didaratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut,


(48)

serta daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen 2004).

Daratan dan proses-proses yang terjadi di daratan (misalnya aliran air besar dengan zat partikel yang dibawanya menuju laut) akan mempengaruhi salinitas, turbiditas, kesuburan dan kecerahan perairan pantai. Iklim setempat seperti curah hujan akan mempengaruhi salinitas dan angin yang kencang akan menyebabkan berkembangannya arus dan gelombang laut. Pengaruh dari faktor setempat ini akan menyebabkan sifat atau keadaan oseanografi menjadi lebih kompleks dan unik bagi suatu daerah perairan pantai/pesisir yang berlainan dari sifat/pola umum di laut lepas yang banyak ditentukan baik oleh pengaruh musim maupun pengaruh samudera yang berdekatan.

Wilayah pesisir dan laut juga rentan terhadap dampak pencemaran akibat aliran limbah dari daratan melalui sungai, saluran yang menuju ke laut (ocean outfall)/pembuangan langsung ke laut. Secara fisik, kondisi pesisir dan laut lepas di pengaruhi oleh siklus hidrologi, hidrodinamika, topografi wilayah pesisir dan laut, zonasi dan intensitas kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam serta teknologi yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Kondisi ini mempengaruhi sifat, pola dan intensitas pencemaran yang mungkin terjadi akibat kegiatan sosial ekonomi di wilayah pesisir dan laut.

Ketika masuk ke perairan pesisir dan laut, limbah akan berinteraksi dengan air laut dan menghasilkan perilaku limbah yang khas. Perilaku tersebut bisa berupa menguap, terlarut, terdispersi, dsb. Hal ini selanjutnya akan berpengaruh pada konsentrasi limbah dan intensitas serta besaran dampak terhadap lingkungan yang mungkin ditimbulkan (Mukhtasor 2007).

2.9Ikan Nomei (Horpodon nehereus)

Tarakan adalah salah satu pulau yang berada di Propinsi Kalimantan Timur yang mempunyai luas wilayah ± 657.33 km2, dengan luas kawasan pesisir pantai ± 70 km2. Luas laut Pulau Tarakan 406.53 km2 (61.85%). Salah satu potensi sumberdaya hayati perairan yang ada di Pulau Tarakan adalah ikan Nomei


(49)

(Gambar 7). Ikan Nomei merupakan ikan komersial yang banyak dipasarkan dalam bentuk ikan kering yang menjadi satu makanan khas Kota Tarakan.

Gambar 7 Ikan Nomei (Horpodon nehereus) dengan nama lokal ikan Pepija atau Lembe-Lembe.

Ikan Nomei hidup di perairan lepas pantai yang dalam pada sedimen lumpur berpasir sepajang tahun. Namun ikan ini juga berkumpul di wilayah yang luas di daerah delta sungai untuk mencari makan pada musim angin monsun. Ikan ini adalah predator yang agresif dan sangat pendar. Mempunyai 6 telur pada sekali bertelur dalam setahun. Ikan Nomei mempunyai kebiasaan makan sebagai karnivora dengan udang-udangan yang merupakan sumber makanan. Menurut Pillay (1953) ikan ini juga memakan ikan, detritus, larva megalopa dan tumbuhan (Gambar 8).

Daging ikan Nomei seperti jeli, tubuhnya terkandung banyak sekali air dan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Mulut yang menganga, gigi besar, mata kecil dan badan yang lembut, ikan Nomei mirip dengan

Chauliodontidae yang mencirikan ikan laut dalam (Haneda 1950). Jenis makanan


(50)

Gambar 8 Persentasi jenis makanan yang ditemukan pada perut Horpodon nehereus (Pillay 1953).

Gambar 9 Histogram yang menunjukkan variasi bulanan volume beberapa jenis makanan yang dimakan ikan Nomei berdasarkan perbedaan bulan (Pilay 1953). (a) Udang dan udang-udangan, (b) Ikan Nomei, (c) Ikan yang lain, (d) Larva megalopa, (e) Bahan tumbuhan, (f) Detritus.

Jum

la

h or

ga

ni

sm

e

Bulan a

b

c d

e f


(51)

3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2010 untuk pengambilan cuplikan di perairan laut Kota Tarakan, dan bulan Juli-Desember 2010 untuk analisis cuplikan di laboratorium. Cuplikan dianalisis di Laboratorium Kualitas Air Universitas Borneo Tarakan dan Laboratorium Pangan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Tanggerang Selatan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan selama penelitian adalah cuplikan sedimen, air, ikan Nomei (daging dan hati). Alat yang digunakan adalah ekman grab, dissecting set,

frezee dried, van dorn water sampler dan pendeteksi PAH spektrometry massa

gas kromatograf (GC-MS) tipe Shimadzu QP2010, detection limit 0.001 ppb.

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Penentuan Stasiun Pengambilan Cuplikan

Stasiun pengambilan cuplikan air dan sedimen ditentukan berdasarkan 3 lokasi keterwakilan. Lokasi pertama adalah wilayah yang mewakili daerah kurang banyak kegiatan. Lokasi kedua merupakan lokasi pengambilan cuplikan ikan dan lokasi ketiga mewakili daerah yang aktif/banyak kegiatan. Pengambilan cuplikan ikan hanya dilakukan pada 1 stasiun yaitu lokasi penangkapan di utara (Stasiun 2) karena hanya di wilayah tersebut cuplikan ikan dapat ditemukan (Gambar 10) dan ditangkap pada saat kondisi air laut pasang.

3.3.2 Teknik Pengambilan Cuplikan 1. Air

Cuplikan air diambil dengan menggunakan van dorn water sampler

berkapasitas 2 liter, kedalaman 1 meter dari permukaan air dan 1 meter dari permukaan sedimen yang kemudian di komposit. Sebanyak 2 liter


(52)

(53)

dimasukkan ke dalam botol gelap yang sudah dibersihkan dengan bilasan methanol dan hexan. Dalam trasportasi menuju laboratorium cuplikan dimasukkan dalam boks es, dan setelah di laboratorium disimpan dalam pembeku (freezer).

2. Sedimen

Sedimen dari dasar perairan diambil menggunakan ekman grab,

selanjutnya dilakukan pengambilan cuplikan sedimen dengan

menggunakan sub core sampai kedalaman 3 cm. Cuplikan sedimen kemudian disimpan dalam plastik yang telah disterilkan dengan prosedur IAEA 1360. Dalam transportasi menuju laboratorium cuplikan dimasukkan dalam boks es, dan kemudian setelah di laboratorium cuplikan disimpan dalam pembeku.

3. Cuplikan ikan Nomei

Cuplikan ikan dapat dibedakan berdasarkan berat badan kecil (27.9 ±79.41), sedang (181±735.9) dan besar (460±103 ) (Liang et al. 2007), berdasarkan ukuran tubuh (Neves et al. 2007), ukuran ikan dewasa (Ramachandran et al. 2006) dan berdasarkan panjang berat (Vuorinen et al. 2006). Dalam penelitian ini ikan dibedakan berdasarkan ukuran tubuh komersil (kecil (<20 cm), sedang (21-25 cm) dan besar (>25 cm)), selain untuk mendapatkan informasi konsentrasi akumulasi PAH berdasarkan ukuran tersebut.

Ikan Nomei diambil dengan menggunakan mini trawl. Kemudian ikan dibedakan berdasarkan tiga kelompok ukuran tubuh yaitu Ukuran kecil (<20 cm), sedang (21-25 cm) dan besar (>25 cm). Setiap ukuran cuplikan kemudian diambil hati dan dagingnya. Daging dipilih dengan pertimbangan bahwa di dalamnya memiliki kandungan lipid yang paling besar sehingga kemungkinan PAH yang terserap cukup banyak, sedangkan hati merupakan organ yang memetabolisme atau sebagai filter semua bahan beracun dalam tubuh ikan termasuk dalam hal ini PAH.

Berat cuplikan yang diambil disesuaikan dengan jumlah standar untuk kebutuhan analisis PAH. Kemudian cuplikan hati dan daging


(54)

disimpan dalam boks es selama transportasi ke laboratorium dan dalam laboratorium disimpan dalam pembeku sampai siap untuk dianalisis.

3.4 Analisis Cuplikan 3.4.1 Perlakuan Cuplikan

Sebelum dianalisis cuplikan sedimen, daging dan cuplikan hati ikan Nomei terlebih dahulu dikeringkan dengan pengering beku (freezed dried). Cuplikan air terlebih dahulu di saring untuk menghilangkan partikel sedimen, kemudian disimpan pada kondisi beku sampai analisis dilakukan.

3.4.2 Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH)

Prosedur analisis yang digunakan untuk PAH dalam air dilakukan menurut Yu et al. 2009 yang dimodifikasi (Lampiran 1). Cuplikan air sebanyak 2 liter diekstraksi menggunakan 30 ml dicloromethan sebanyak tiga kali. Supernatan kemudian dimurnikan dengan kolom gelas yang diisi dengan alumina/silica (1:2) 30 gr. Fraksi alifatik dielut dengan 20 ml hexan dan fraksi kedua yang merupakan PAH dielut dengan 70 ml diclorometan/hexan (3:7).

Analisis PAH dalam sedimen, daging dan hati ikan Nomei dilakukan dengan metode soxhlet (Liu et al. 2007) yang dimodifikasi (Lampiran 2). Cuplikan sedimen 40 gr kering diekstraksi menggunakan soxhlet ±16 jam dengan pelarut hexan/aseton (1:1) 150 ml. Supernatan kemudian diberikan perlakuan dengan bubuk tembaga untuk menghilangkan sulfur dan dimurnikan di kolom gelas dengan menggunakan silica gel yang diaktifkan/Al2O3

Fraksi alifatik dielut dengan hexan 40 ml dan fraksi aromatik dibilas dengan diclorometan/hexan (3:7). Cuplikan daging yang digunakan adalah 10 gr dan cuplikan hati 5 gr. Standar eksternal yang digunakan dalam penelitian ini adalah fluorin 100 ppm, fenantrena 100 ppm, antrasena 100 ppm dan fluorantena 100 ppm.

(1:2) 10 gr.

Analisis jenis PAH dalam cuplikan sedimen, air, daging dan hati ikan Nomei dilakukan dengan menggunakan GC-MS tipe Shimadzu QP2010, dengan detektor ionisasi nyala (FID), injeksi pisah (split injector) dan menggunakan silica lebur kolom (coulumn fused silica) DB5 MS dengan panjang 30 m, diameter


(55)

inline 0.32 mm. Temperatur program GC diatur pada 40oC selama 1 min, di naikkan 6 oC/menit sampai 300 oC, kemudian 300oC dipertahankan selama 20 min. Untuk mengidentifkasi jenis dan nama PAH, pada internal sistem GC-MS Shimadzu QP2010 menggunakan library National Institute of Standards and

Technology (NIST) 27, NIST147 dan WILEY7. Selain internal library juga

digunakan single ion monitoring (SIM) dalam Orecchio et al. 2009 (Tabel 11).

Tabel 11 Daftar 28 jenis PAH, kuantifikasi ion dan konfirmasi ion untuk SIM

(single ion monitoring) GC-MS yang digunakan dalam

mengidentifikasi senyawa PAH selain menggunakan library internal

GC-MS (Orecchio et al. 2009).

Kelompok Jenis PAH Ion tertinggi Ion penanda

1 Asenaftilen 152 76, 151

Asenaftena 154 152, 76

Fluorena 166 164,165

Asenaftena d10 164

2 Fenantrena 178 188, 89

Antrasena 178 188, 89

2-Metil fenantrena 192 96, 82

2-Metil antrasena 192 96, 82

9-Metil fenantrena 192 96, 82

9-Metil antrasena 192 96, 82

2,4-Dimetil fenantrena 206 191

Fluorantena 202 101, 200

1,2-Dimetil fenantrena 206 191

Pirena 202 101, 200

1-Metilpirena 216 108, 94

Benz[a]antrasena 228 114, 226

Fenantrena d10 188

3 Krisena 228 114, 226

Benzo[b]Fluorantena 252 126, 250

Benzo[k]Fluorantena 252 126, 250

Benzo[e]pirena 252 126, 250

Benzo[a]pirena 252 126, 250

Krisena d12 240

4 Perilen 252 126, 250

Indeno[1,2,3-cd]pirena 276 277, 138

Dibenz[a,h]antrasena 278 279, 139

Benzo[g,h,i]perylen 276 277, 138

Dibenzo[a,l]pirena 302 151

Dibenzo[a,e]pirena 302 151

Dibenzo[a,i]pirena 302 151


(56)

3.4.3 Analisis Lipid

Prosedur analisis yang digunakan untuk mengetahui kandungan lemak pada daging ikan Horpodon nehereus adalah SEAMIC IMFJ (Southeast Asian Medical

Information Center International Medical Foundation of Japan) tahun 1985

(Lampiran. 3). Daging ikan Nomei 5 gr di tambahkan Na2SO4 10 gr kemudian di

campur. Masukkan dalam oven 105oC ± 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator. Cuplikan kemudian di ekstrasi dengan soxhlet dengan pelarut dietil eter 300 ml. Supernatan kemudian diuapkan dengan rotary evaporator sampai ± 10 ml. supernatant kemudian dipindahkan ke gelas beaker yang sudah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dan di timbang kembali.

3.5 Analisis Data

Dalam menentukan sumber pencemar PAH, digunakan beberapa rasio yaitu; rasio antara fluorantena dan pirena (FLA/FLA+PYR), rasio total isomer metilfenantrena terhadap fenantrena (MPHE/PHE), rasio BMR/BMT dan double ratio fenantrena (PHE), antrasena (ANT), fluorantena (FLA) dan pirena (PYR) (Tabel 12).

Tabel 12 Ratio individu PAH penentu sumber pencemar.

Ratio diagnosis Pirolitik Petrogenik Referensi

BMR/BMT <1 >1 Budzinski et al. 1997, Sicre et al. 1987,

Mostafa et al. 2009

∑MPHE/PHE <1 >1 Gschwend dan Hites (1981), Garrigues et al.

1995, Boonyatumanond et al. 2006

FLA(FLA+PYR) >0.5 <0.5 Budzinski et al. 1997, Qiao et al. 2006,

Mostafa et al. 2009.

PHE/ANT <10 >15 Liang et al. 2007, Soclo et al. 2000, Yim et

al. 2007, Tian et al. 2008, Ke et al. 2002,

Tang et al. 2005

BMR : Berat molekul rendah; BMT : berat molekul tinggi; MPHE : metilfenantrena; PHE ; fenantrena; FLA : fluorantena; PYR : pirena


(57)

Dalam menentukan level konsentrasi di sedimen mengacu pada Baumard et al. (1998) (Tabel 13). Dalam menentukan efek kontaminasi PAH di sedimen terhadap organisme laut dilakukan perbandingan berdasarkan effect range low

(ERL) dan effect range median (ERM) (Tabel 14) dan nilai kualitas lingkungan perairan terhadap PAH menggunakan kriteria menurut USEPA (Tabel 16). Dalam mengetahui status kontaminasi PAH pada tubuh, mengacu pada kriteria oleh Varanasi et al. 1993 dalam Gomes et al. 2010 (Tabel 15).

Tabel 13 Tingkatan level konsentrasi PAH pada sedimen (Baumard et al. 1998).

Konsentrasi Kecil Sedang Tinggi Sangat Tinggi

∑PAH (ng/g) 0-100 100-1 000 1 000-5 000 >5 000

Tabel 14 Konsentrasi ERL (effect range low) dan ERM (effect range median) untuk menentukan status kontaminasi PAH di sedimen terhadap organisme laut (Woodhead et al. 1999; O’connor dan john 2000; Burton 2002).

No Komponen ERL (ng/g) ERM (ng/g)

1 BMR 550 3 160

2 BMT 1 700 9 600

3 Total PAH 4 000 45 000

Tabel 15 Klasifikasi status jaringan ikan yang terkontaminasi PAH (Varanasi et al. 1993 dalam Gomes et al. 2010).

No Klasifikasi Konsentrasi PAH (ng/g)

1 Tidak terkontaminasi <10

2 Nilai kontaminasi kecil 99-100

3 Nilai kontaminasi sedang 100-1 000


(58)

Tabel 16 Kriteria kualitas PAH di perairan laut menurut USEPA (Irwin 1997).

No Komponen Akut (µg/l) Kronis (µg/l)

1 Naftalena 2.35 620*

2 Asenaftena 970 710

3 Fenantrena 7.7 4.6

4 Fluorantena 40 16

5 Pirena tn 10

6 Total PAH 300 tn

Nilai berdasarkan Environmental Protection Agency (EPA), National Oceanic and Atmospheric

Administrations (NOAA), Lowest observed effect concentrations (LOEC), tidak ada nilai (tn), (*)


(59)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

4.1.1 Kandungan PAH Di Air

Secara umum jenis PAH yang ditemukan pada cuplikan air adalah fenantrena (PHE) dan fluorantena (FLA) (Gambar 11). Pada Stasiun 1 hanya ditemukan fenantrena dengan konsentrasi rendah yaitu 6 µg/l. Pada Stasiun 3 ditemukan fluorantena mencapai 132 µg/l dan fenantrena yang mencapai 248 µg/l, tetapi PAH tidak terdeteksi di Stasiun 2 (Gambar 12-13).

Gambar 9 Histogram konsentrasi individu PAH (µg/l) dalam cuplikan air.

Stasiun 3 merupakan lokasi yang mewakili wilayah padat kegiatan yaitu pelabuhan, dengan berbagai kegiatan seperti hilir mudik kapal, bongkar muat barang termasuk kegiatan bongkar muat minyak, dan merupakan daerah operasi PT. PERTAMINA. Stasiun air 1 merupakan daerah tidak banyak kegiatan, walaupun pada cuplikannya terdeteksi fenantrena. Stasiun air 2 merupakan daerah penangkapan ikan Nomei seperti kegiatan penangkapan ikan, dan hasil analisis menunjukkan tidak ditemukan komponen PAH.

Stasiun I Stasiun III

K

ons

ent

ra

si

µ

g/


(60)

Gambar 10 TIC (total ionic current) pada cuplikan air 1. ( [1] fluorantena), [O] series dari hidrokarbon alkana).

Int

ens

ita

s

Waktu retensi (menit) 1

5 10 20 30 40 50 60

800000

700000

600000

500000

400000

300000

200000

100000

0 1


(61)

Gambar 11 TIC (total ionic current) pada cuplikan air 2 yang tidak terdeteksi adanya PAH. ([O] series dari hidrokarbon alkana). Waktu retensi (menit)

Int

ens

ita

s

5 10 20 30 40 50 60

800000

700000

600000

500000

400000

300000

200000

100000


(62)

Gambar 12 TIC (total ionic current) pada cuplikan air 3. ( [1] fluorantena, [2] fenantrena (PHE), [O] series dari hidrokarbon alkana).

1 2

Waktu retensi (menit)

Int

ens

ita

s

1 2

5 10 20 30 40 50 60

800000

700000

600000

500000

400000

300000

200000

100000


(1)

Lampiran 13 Spektrum 1,3-dimetilnaftalena

Lampiran 14 Spektrum 1,7 dimetilnaftalena


(2)

Lampiran 16 Spektrum 1,4-dimetilnaftalena

Lampiran 17 Spektrum 2,6-dimetilnaftalena

Lampiran 18 Spektrum 1,2,3,4-tetrahidro-1,6dimetil -4-(1-metil etil) (1S-cis) naftalena


(3)

Lampiran 19 Spektrum 9-metilantrasena

Lampiran 20 Spektrum 4-metilbipenil


(4)

Lampiran 22 Spektrum 2-metilfenantrena

Lampiran 23 Spektrum 1,6-dimetil -4-(1-metil etil)-naftalena


(5)

Lampiran 25 Spektrum difenilmethan


(6)

Penulis dilahirkan di Balikpapan pada 29 Juli 1981 dari Ayah Alm. Ngatman dan Ibu Sutrisnani. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara. Mempunyai istri bernama Endah Wanti Hastuti dan dikaruniai seorang putra bernama Ra’id Eshan Nawfal Ali.

Pendidikan SD, SMP dan SMA ITCI ditempuh di Penajam Pasir Utara. Pada tahun 2000 meneruskan pendidikan sarjana di Universitas Mulawarman pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan dimana lulus tahun 2005 dan pada tahun yang sama menjadi Dosen pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan pada Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan.

Penulis menjadi peneliti di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Univ. Borneo Tarakan, sempat menjabat menjadi Kepala Laboratorium Kualitas Air dan terakhir menjadi Sekretaris Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan. Tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa BPPS DIKTI Republik Indonesia.


Dokumen yang terkait

PROFIL POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBONS (PAHs) PADA PERAIRAN DAN SEDIMEN HUTAN MANGROVE KOTA BANDAR LAMPUNG

3 26 82

Kajian Ekobiologi Ikan Pepija (Harpadon Nehereus, Ham 1822) Sebagai Dasar Pengelolaan Berkelanjutan di Perairan Pulau Tarakan

4 37 94

Kajian Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir terhadap Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Ikan Nomei (Harpodon nehereus Ham. Buch) di Kelurahan Juata Laut Kota

0 9 143

Grilling Process Optimization for Reducing Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) in Grilled Fish and Chicken.

1 7 180

Karakteristik Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) di Air dan Sedimen Serta Akumulasinya pada Tubuh Ikan Nomei (Horpodon nehereus) Di Kota Tarakan

1 10 110

Kajian Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir terhadap Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Ikan Nomei (Harpodon nehereus Ham Buch) di Kelurahan Juata Laut Kota

0 5 133

Grilling Process Optimization for Reducing Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) in Grilled Fish and Chicken

2 12 98

APPLICATION OF FENTON’S REAGENT ON REMEDIATION OF POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBONs (PAHs) IN SPIKED SOIL | Nafie | Indonesian Journal of Chemistry 21700 40786 1 PB

0 1 6

Preferensi Pemijahan dan Habitat Ikan Nomei (Harpodon nehereus) di Perairan Juata Laut Tarakan Sebagai Upaya Konservasi

0 0 6

Masyarakat Iktiologi Indonesia Hidrokarbon aromatik polisiklik dalam air dan sedimen laut serta akumulasinya pada ikan nomei, Harpadon nehereus (Hamilton, 1822) perairan Tarakan

0 0 21