h. Menteri pariwisata adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang
kepariwisataan. Berdasarkan Organisasi Pariwisata Dunia, pariwisata atau turisme adalah
suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Istilah wisatawan pada prinsipnya haruslah
diartikan sebagai orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu minimal 24 jam dan maksimal 3 bulan di dalam suatu negara yang bukan
merupakan negara dimana biasanya ia tinggal, mereka ini meliputi: 1
Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk bersenang- senang, untuk keperluan pribadi, kesehatan, dan sebagainya,
2 Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk maksud
menghadiri pertemuan , konferensi, musyawarah, atau di dalam hubungan sebagai utusan berbagai badanorganisasi ilmu pengetahuan, administrasi,
diplomatik, olahraga, keagamaan dan sebagainya, 3
Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis, 4
Pejabat pemerintah dan orang-orang militer beserta keluarganya yang diposkan di suatu negara lain hendaknya jangan dimasukkan dalam
kategori ini, tetapi apabila mereka mengadakan perjalanan ke negeri lain, maka hal ini dapat digolongkan sebagai wisatawan.
2.2. Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi
kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada Todaro,
2004. Menurut Tarigan 2005, pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu
diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah
tersebut tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi, yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah
selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang
mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.
2.3. Definisi Otonomi Daerah
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan mayarakat di
daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Kewenangan daerah mencakup kewenangan pemerintahan. Daerah
berwenang mengelola sumberdaya nasional di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan hidup. Penyelenggaraan tugas Pemerintah
daerah dan DPRD dibiayai dari beban APBD. Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang- undangan.
Menurut Arsyad 1999, pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada
dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Otonomi daerah memiliki tiga asas pada prinsip pelaksanaannya, yaitu :
1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah
otonom dalam kerangka NKRI. 2.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan atau perangkat pusat di daerah.
3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala
daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, prasarana serta sumberdaya
manusia dengan
kewajiban melaporkan
pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Desentralisasi memiliki tujuan untuk mewujudkan keadilan antara
kemampuan dan hak daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD dan pengurangan subsidi pemerintah pusat, dan untuk mendorong pembangunan
daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah.
2.3.1. Sumber-Sumber Penerimaan Daerah
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa penyelenggaraan tugas dan pemerintahan daerah dibiayai dari beban APBD.
Adapun yang menjadi sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain yang sah.
2. Dana Perimbangan, yaitu sumber pendapatan daerah yang berasal dari
APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus. 3.
Pinjaman Daerah, yaitu pelengkap dari sumber-sumber penerimaan daerah yang ada dan ditujukan untuk membiayai pengadaan prasarana daerah atau
harta tetap lain yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat meningkatkan penerimaan yang dapat digunakan untuk mengembalikan
pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.
4. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkan, antara lain, bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah.
5. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, dana darurat, dan
penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana perimbangan
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dalam pasal 10 Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 dinyatakan bahwa dana perimbangan terdiri atas sebagai berikut:
1. Dana Bagi Hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, Pajak Penghasilan PPh perorangan, dan penerimaan dari sumberdaya alam.
2. Dana Alokasi Umum DAU atau sering disebut juga dengan block grant
yang besarnya didasarkan atas formula. 3.
Dana Alokasi Khusus DAK. DAK identik dengan special grant yang ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan
mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari bawah bottom-up.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga menyatakan bahwa
pinjaman adalah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang dicatat dan dikelola dalam APBD. Pinjaman
daerah dapat bersumber dari dalam dan luar negeri.
2.3.2. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan sumber pendapatan daerah yang dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur bagi kinerja perekonomian
suatu daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi :
1. Pajak daerah;
2. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum
BLU daerah; 3.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga;
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah PAD yang sah.
2.4. Sektor Basis
Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu wilayah terbagi kedalam dua sektor utama, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis
adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat- tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Ekspor sektor basis
dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di daerah tersebut terhadap barang-barang yang tidak bergerak, seperti tempat-tempat wisata,
peninggalan sejarah, museum dan sebagainya. Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang
bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang dan jasa juga tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan
daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal Glasson, 1977. Priyarsono, et al. 2007 sektor basis atau non basis tidak bersifat statis
tapi dinamis sehingga dapat mengalami peningkatan atau bahkan kemunduran dan definisinya dapat bergeser setiap tahunnya. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor
basis adalah: 1.
Perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi; 2.
Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah; 3.
Perkembangan teknologi; 4.
Pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Di satu sisi penyebab kemunduran sektor basis adalah:
1. Adanya penurunan permintaan di luar daerah;
2. Kehabisan cadangan sumber daya.
Untuk mengetahui sektor basis dan non basis dapat digunakan metode pengukuran langsung maupun tidak langsung. Pada metode pengukuran langsung,
penentuan sektor basis dan non basis dilakukan melalui survei langsung di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pada metode pengukuran tidak langsung,
penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan menggunakan data PDBPDRB dan tenaga kerja per sektor.
1. Metode Pengukuran Langsung
Pada metode pengukuran langsung survei dilakukan terhadap 9 sektor utama yang terdapat di daerah tersebut. Jika sektor yang di survei berorientasi
ekspor maka sektor tersebut dikelompokkan ke dalam sektor basis dan sebaliknya jika sektor tersebut hanya memiliki pasar pada skala lokal maka sektor tersebut
dikategorikan ke dalam sektor non basis. Metode ini mudah untuk dilakukan, namun memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
a. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan survei secara langsung tidak
sedikit, terutama jika daerah yang disurvei cukup luas. b.
Umumnya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan survei langsung di suatu daerah.
c. Membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain itu tenaga kerja yang
melakukan survei harus memiliki skill tersendiri dalam mengidentifikasi sektor basis dan non basis.
2. Metode Pengukuran Tidak Langsung
Secara umum tedapat 3 metode yang digunakan untuk menentukan sektor basis dan sektor non basis di suatu daerah berdasarkan pengukuran tidak
langsung, yaitu: a.
Metode Asumsi Berdasarkan pendekatan ini sektor primer dan sekunder diasumsikan
sebagai sektor basis sedangkan sektor tersier dianggap sebagai sektor non basis.
Sektor primer meliputi sektor pertanian dan sektor pertambangangalian. Sektor sekunder meliputi sektor-sektor yang termasuk dalam klasifikasi sektor industri
pengolahan. Adapun sektor tersier meliputi sektor jasa-jasa listrik, gas dan air minum, transportasi, keuangan dan sektor jasa-jasa lainnya. Metode ini cukup
baik diterapkan pada daerah yang luasnya relatif kecil dan tertutup serta jumlah sektornya sedikit.
b. Metode Location Quotient LQ
Pada metode ini penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan tenaga kerja di sektor i pada
daerah bawah terhadap pendapatan tenaga kerja total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan tenaga kerja di sektor i pada daerah atas terhadap
pendapatan tenaga kerja total semua sektor di daerah atasnya. Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata-ratakonsumsi rata-rata antar wilayah yang
sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini memperhitungkan penjualan barang-barang antara, tidak membutuhkan biaya
yang mahal dan mudah diterapkan. c.
Metode Pendekatan Kebutuhan Minimum MPKM Pada dasarnya metode ini mirip dengan metode LQ, hanya saja jika LQ
mengacu pada perbandingan relatif pangsa pendapatantenaga kerja antara daerah bawah dengan daerah atas maka dalam MPKM daerah yang diteliti dibandingkan
dengan daerah yang memiliki ukuran yang relatif sama dan ditetapkan sebagai daerah yang memiliki kebutuhan minimum tenaga kerja di sektor tertentu. Pada
awalnya daerah-daerah yang berukuran relatif sama dengan daerah yang diteliti
tersebut dipilih terlebih dahulu. Untuk setiap daerah, kemudian dihitung persentase angkatan kerja yang dipekerjakan pada setiap sektor. Kemudian angka-
angka persentase tersebut diperbandingkan antar satu daerah dengan daerah lainnya. Persentase angkatan kerja terkecil yang paling minimum dipergunakan
sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi sektor tertentu dan sekaligus sebagai batas untuk menentukan sektor basis dan non basis.
2.5. Analisis Shift Share