Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah

(1)

OLEH

ELZA MUTIARA MAULIDA H14050503

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

DIANA THAMRIN).

Kebijakan otonomi daerah sejak diberlakukan tahun 2001 berdasarkan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam membiayai dan melaksanakan pembangunannya. Semakin mandiri suatu daerah maka daerah tersebut semakin berhasil dalam melaksanakan pembangunan daerahnya. Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 salah satu kriteria umum yang ditetapkan sebagai tolak ukur keberhasilan adalah tingkat kemampuan keuangan pemerintah daerah khususnya dalam penggalian dan pengelolaan sumber-sumber PAD. Kabupaten Tasikmalaya sebagai salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Barat memiliki kemandirian fiskal terendah. Maka dari itu Kabupaten Tasikmalaya harus membuka peluang untuk mengembangkan potensi penerimaan daerah sehingga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan dimiliki Kabupaten Tasikmalaya adalah potensi pariwisata. Pariwisata dapat dijadikan pemicu pembangunan pada berbagai sektor dan andalan dalam mengumpulkan sumber dana pembangunan daerah. Demikian juga dengan Kabupaten Tasikmalaya yang menyimpan potensi pariwisata yang cukup menjanjikan dengan keragaman daya tarik wisata baik wisata pantai maupun wisata pegunungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor basis di Kabupaten Tasikmalaya, menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya serta menganalisis potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha periode 2003-2007 atas dasar harga konstan tahun 2000. Selain itu juga data kepariwisataan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.

Metode yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ), Shift Share, Porter’s Diamond yang diolah dengan program Microsoft Excel. Hasil penelitian dengan analisis LQ periode 2003-2007 menunjukkan bahwa sektor basis terdiri dari sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor pariwisata yang terdiri dari subsektor hotel, restoran, hiburan dan rekreasi merupakan sektor basis selama tahun 2003-2004. Tetapi pada tahun 2005-2007 sektor ini menjadi sektor non basis. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share dalam komponen pertumbuhan wilayah, sebagian besar sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang lamban tetapi mempunyai daya saing yang baik dibandingkan sektor di wilayah lain. Sektor pariwisata termasuk kedalam kelompok yang pertumbuhannya lamban dan kurang berdaya saing.

Potensi dan kondisi yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya menggunakan pendekatan Porter’s Diamond menunjukkan kondisi


(3)

(4)

Oleh

ELZA MUTIARA MAULIDA H14050503

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(5)

Nama Mahasiswa : Elza Mutiara Maulida NIM : H14050503

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Fifi Diana Thamrin, M.Si. NIP. 19730424 200604 2 006

Mengetahui, Ketua Departemen,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Elza Mutiara Maulida H14050503


(7)

Penulis bernama Elza Mutiara Maulida, lahir di Kota Tasikmalaya pada tanggal 22 November 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Burhan dan Eulis Herlina. Penulis mengawali pendidikan formal di SDN Cilingga Tasikmalaya pada tahun 1993. Setelah menghabiskan waktu selama enam tahun, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 2 Tasikmalaya sebelum akhirnya diterima di SMU Negeri 1 di kota yang sama. Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan baik dalam lingkup akademis maupun non akademis. Penulis pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum, Bendahara Divisi Kewirausahaan Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA), anggota Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) dan ikut berpartisipasi dalam berbagai kepanitian. Penulis pernah menjabat sebagai Koordinator Konsumsi dalam kegiatan Hipotex-R, staf Konsumsi Politik Expose dan staf Humas Femily Day.


(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Judul skripsi ini adalah Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah. Penulis merasa bahwa pariwisata merupakan topik yang menarik karena industri pariwisata bagi ekonomi Indonesia merupakan salah satu penggerak utama kegiatan ekonomi dan bisnis serta memberikan sumbangan relatif besar terhadap Produk Domestik Bruto. Selain itu penelitian ini mengambil studi di Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan salah satu daerah otonom yang berusaha untuk mengembangkan potensi pendapatan daerah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Salah satu potensi yang dimiliki Kabupaten Tasikmalaya adalah potensi pariwisata. Pariwisata pada tahun 2003 merupakan sektor basis dan mempunyai potensi yang cukup menjanjikan.

Melalui penelitian ini diharapkan mendapatkan hasil yang baik sehingga dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan yang tepat. Skripsi ini juga merupakan syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Fifi Diana Thamrin, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas segala perhatian, kebaikan dan bimbingannya selama ini kepada penulis.

2. Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku penguji utama.

3. Tony Irawan, M.App.Ec yang bertindak sebagai penguji Komisi Pendidikan

4. Kantor Kesatuan Bangsa dan Linmas Kabupaten Tasikmalaya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Tasikmalaya.


(9)

sayang.

7. Teman-teman seperjuangan (Fitri, Rina dan Yogi) dan rekan-rekan di Ilmu Ekonomi 42.

8. Peserta seminar yang sudah meluangkan waktunya untuk datang dan memberi masukan untuk hasil penelitian yang lebih baik.

9. Teman-teman Wisma Nadiya: Fitri, Hilda, Ummah dan Reny.

Bogor, Agustus 2009

Elza Mutiara Maulida H14050503


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. Pendahuluan... 1

1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Perumusan Masalah... 6

1.3.Tujuan Penelitian... 8

1.4.Manfaat Penelitian... 8

1.5.Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. Tinjauan Pustaka... 10

2.1.Definisi Kepariwisataan... 10

2.2.Definisi Pertumbuhan Ekonomi... 11

2.3.Definisi Otonomi Daerah... 12

2.3.1.Sumber-sumber Penerimaan Daerah... 14

2.3.2.Pendapatan Asli Daerah... 16

2.4.Sektor Basis... 16

2.5.Analisis Shift Share... 20

2.6.Daya Saing Porter’s Diamond... 21

2.7.Penelitian-penelitian Terdahulu... 23

2.8.Kerangka Pemikiran... 25

III. Metode Penelitian... 28

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian... 28

3.2.Jenis dan Sumber Data... 28

3.3.Metode Analisis... 28

3.3.1.Metode Location Quotient (LQ)... 28

3.3.2.Metode Shift Share (SS)... 29

3.3.3.Analisis Porter’s Diamond... 33


(11)

OLEH

ELZA MUTIARA MAULIDA H14050503

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

DIANA THAMRIN).

Kebijakan otonomi daerah sejak diberlakukan tahun 2001 berdasarkan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam membiayai dan melaksanakan pembangunannya. Semakin mandiri suatu daerah maka daerah tersebut semakin berhasil dalam melaksanakan pembangunan daerahnya. Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 salah satu kriteria umum yang ditetapkan sebagai tolak ukur keberhasilan adalah tingkat kemampuan keuangan pemerintah daerah khususnya dalam penggalian dan pengelolaan sumber-sumber PAD. Kabupaten Tasikmalaya sebagai salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Barat memiliki kemandirian fiskal terendah. Maka dari itu Kabupaten Tasikmalaya harus membuka peluang untuk mengembangkan potensi penerimaan daerah sehingga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan dimiliki Kabupaten Tasikmalaya adalah potensi pariwisata. Pariwisata dapat dijadikan pemicu pembangunan pada berbagai sektor dan andalan dalam mengumpulkan sumber dana pembangunan daerah. Demikian juga dengan Kabupaten Tasikmalaya yang menyimpan potensi pariwisata yang cukup menjanjikan dengan keragaman daya tarik wisata baik wisata pantai maupun wisata pegunungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor basis di Kabupaten Tasikmalaya, menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya serta menganalisis potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha periode 2003-2007 atas dasar harga konstan tahun 2000. Selain itu juga data kepariwisataan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.

Metode yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ), Shift Share, Porter’s Diamond yang diolah dengan program Microsoft Excel. Hasil penelitian dengan analisis LQ periode 2003-2007 menunjukkan bahwa sektor basis terdiri dari sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor pariwisata yang terdiri dari subsektor hotel, restoran, hiburan dan rekreasi merupakan sektor basis selama tahun 2003-2004. Tetapi pada tahun 2005-2007 sektor ini menjadi sektor non basis. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share dalam komponen pertumbuhan wilayah, sebagian besar sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang lamban tetapi mempunyai daya saing yang baik dibandingkan sektor di wilayah lain. Sektor pariwisata termasuk kedalam kelompok yang pertumbuhannya lamban dan kurang berdaya saing.

Potensi dan kondisi yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya menggunakan pendekatan Porter’s Diamond menunjukkan kondisi


(13)

(14)

Oleh

ELZA MUTIARA MAULIDA H14050503

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(15)

Nama Mahasiswa : Elza Mutiara Maulida NIM : H14050503

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Fifi Diana Thamrin, M.Si. NIP. 19730424 200604 2 006

Mengetahui, Ketua Departemen,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002


(16)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Elza Mutiara Maulida H14050503


(17)

Penulis bernama Elza Mutiara Maulida, lahir di Kota Tasikmalaya pada tanggal 22 November 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Burhan dan Eulis Herlina. Penulis mengawali pendidikan formal di SDN Cilingga Tasikmalaya pada tahun 1993. Setelah menghabiskan waktu selama enam tahun, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 2 Tasikmalaya sebelum akhirnya diterima di SMU Negeri 1 di kota yang sama. Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan baik dalam lingkup akademis maupun non akademis. Penulis pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum, Bendahara Divisi Kewirausahaan Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA), anggota Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) dan ikut berpartisipasi dalam berbagai kepanitian. Penulis pernah menjabat sebagai Koordinator Konsumsi dalam kegiatan Hipotex-R, staf Konsumsi Politik Expose dan staf Humas Femily Day.


(18)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Judul skripsi ini adalah Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah. Penulis merasa bahwa pariwisata merupakan topik yang menarik karena industri pariwisata bagi ekonomi Indonesia merupakan salah satu penggerak utama kegiatan ekonomi dan bisnis serta memberikan sumbangan relatif besar terhadap Produk Domestik Bruto. Selain itu penelitian ini mengambil studi di Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan salah satu daerah otonom yang berusaha untuk mengembangkan potensi pendapatan daerah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Salah satu potensi yang dimiliki Kabupaten Tasikmalaya adalah potensi pariwisata. Pariwisata pada tahun 2003 merupakan sektor basis dan mempunyai potensi yang cukup menjanjikan.

Melalui penelitian ini diharapkan mendapatkan hasil yang baik sehingga dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan yang tepat. Skripsi ini juga merupakan syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Fifi Diana Thamrin, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas segala perhatian, kebaikan dan bimbingannya selama ini kepada penulis.

2. Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku penguji utama.

3. Tony Irawan, M.App.Ec yang bertindak sebagai penguji Komisi Pendidikan

4. Kantor Kesatuan Bangsa dan Linmas Kabupaten Tasikmalaya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Tasikmalaya.


(19)

sayang.

7. Teman-teman seperjuangan (Fitri, Rina dan Yogi) dan rekan-rekan di Ilmu Ekonomi 42.

8. Peserta seminar yang sudah meluangkan waktunya untuk datang dan memberi masukan untuk hasil penelitian yang lebih baik.

9. Teman-teman Wisma Nadiya: Fitri, Hilda, Ummah dan Reny.

Bogor, Agustus 2009

Elza Mutiara Maulida H14050503


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. Pendahuluan... 1

1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Perumusan Masalah... 6

1.3.Tujuan Penelitian... 8

1.4.Manfaat Penelitian... 8

1.5.Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. Tinjauan Pustaka... 10

2.1.Definisi Kepariwisataan... 10

2.2.Definisi Pertumbuhan Ekonomi... 11

2.3.Definisi Otonomi Daerah... 12

2.3.1.Sumber-sumber Penerimaan Daerah... 14

2.3.2.Pendapatan Asli Daerah... 16

2.4.Sektor Basis... 16

2.5.Analisis Shift Share... 20

2.6.Daya Saing Porter’s Diamond... 21

2.7.Penelitian-penelitian Terdahulu... 23

2.8.Kerangka Pemikiran... 25

III. Metode Penelitian... 28

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian... 28

3.2.Jenis dan Sumber Data... 28

3.3.Metode Analisis... 28

3.3.1.Metode Location Quotient (LQ)... 28

3.3.2.Metode Shift Share (SS)... 29

3.3.3.Analisis Porter’s Diamond... 33


(21)

4.1.Sektor Basis Kabupaten Tasikmalaya... 34

4.2.Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Tasikmalaya... 36

4.2.1.Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Tasikmalaya... 36

4.2.2.Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya... 39

4.3.Potensi dan Kondisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya... 42

4.3.1.Kondisi Faktor... 43

4.3.2.Kondisi Permintaan... 49

4.3.3.Industri Pendukung dan Industri Terkait... 50

4.3.4.Strategi Perusahaan dan Pesaing... 51

4.3.5.Peran Pemerintah... 53

4.3.6.Peran Kesempatan... 54

V. Kesimpulan Dan Saran... 57

5.1.Kesimpulan... 57

5.2.Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59

LAMPIRAN... .


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa

Barat Tahun 2003-2007... 3 2. PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2004 dan 2005... 4 3. Kinerja Ekonomi Pariwisata Berdasarkan Indikator Ekonomi Tahun

2003-2007...

6 4. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan Kabupaten Tasikmalaya

Tahun 2001-2008... 7 5. Nilai LQ Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007... 35 6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian Kabupaten

Tasikmalaya PR, PP dan PPW Tahun 2003-2007... 36 7. Pergeseran Bersih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007... 40 8. Anggaran Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007... 46


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Porter’s Diamond Model... 23 2. Kerangka Pemikiran... 27 3. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten

Tasikmalaya...

42 4. Analisis Porter’s Diamond... 56


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah)... 62 2 PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah)... 65 3 Analisis Shift Share Rasio PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan

Provinsi Jawa Barat... 67 4 Perencanaan Strategi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2005... 68 5 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten


(25)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan undang-undang. Berdasarkan undang-undang tersebut sistem pemerintahan yang semula sentralistik beralih menjadi desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah bebas mengatur masalah keuangan maupun pengambilan keputusan lainnya selama tidak bertentangan dengan undang-undang.

Kebijakan otonomi daerah sejak diberlakukan tahun 2001 bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam membiayai dan melaksanakan pembangunannya. Semakin mandiri suatu daerah maka daerah tersebut semakin berhasil dalam melaksanakan pembangunan daerahnya. Pemerintah daerah harus memikirkan cara agar pembangunan di daerahnya dapat berlangsung dengan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimilikinya. Pemerintah daerah harus mampu mengorganisasikan infrastruktur pemerintahannya sejalan dengan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat. Hal ini disebutkan dengan jelas dalam Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut kewenangan


(26)

pemerintah daerah mencakup kewenangan dalam hal pemerintahan. Pemerintah daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional di wilayahnya dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan. Pembangunan dapat terlaksana jika pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan tersedia dengan memadai. Salah satu sumber pembiayaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah komponen pajak dan retribusi daerah. Dimana pajak dan retribusi daerah ini merupakan komponen PAD yang memberikan kontribusi yang paling banyak bagi penerimaan di sebagian besar daerah otonom.

Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang ikut serta melaksanakan kebijakan otonomi daerah, sehingga Kabupaten Tasikmalaya diharapkan mempunyai kemandirian dalam hal menentukan penerimaan keuangan maupun pengeluaran untuk kemajuan pembangunan daerahnya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu disebutkan bahwa Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah dengan tingkat kemandirian fiskal terendah di Provinsi Jawa Barat. Rata-rata tingkat kemandirian fiskal Kabupaten Tasikmalaya selama tahun 2002-2006 adalah 3,04 persen yang diperoleh dari persentase PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD). Dapat diartikan bahwa kemampuan PAD Kabupaten Tasikmalaya dalam membiayai pembangunannya sendiri hanya sebesar 3,04 persen. Berdasarkan kualifikasi Tim Fisipol UGM dan Balitbang Depdagri dalam Triastuti (2005) kemandirian fiskal Kabupaten Tasikmalaya termasuk dalam kategori sangat kurang.


(27)

Pambudi (2008) Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah tertinggal yaitu berada di kuadran III dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan PDRB perkapita dibawah angka provinsi (Tabel 1). Dengan melihat kondisi tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya harus membuka peluang untuk mengembangkan potensi penerimaan daerah sehingga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan persaingan yang positif antar daerah. Peningkatan PAD melalui pemberlakuan berbagai jenis pajak dan retribusi daerah yang banyak dilakukan oleh daerah otonom pada akhirnya akan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Sehingga harus ada peningkatan penerimaan daerah selain dari peningkatan pajak dan retribusi daerah.

Tabel 1. LajuPertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat 2003-2007.

TAHUN Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)

Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

(1) (2) (3)

2003 3,23 4,92

2004 3,44 5,99

2005 3,83 5,60

2006 4,01 6,02

2007 4,33 6,41

Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007.

Berdasarkan Tabel 2 yang memperlihatkan PDRB Kabupaten Tasikmalaya tahun 2004 dan 2005 dapat kita ketahui bahwa output terbesar Kabupaten Tasikmalaya masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar Rp. 1,61 trilyun atau sebesar 36,24 persen pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp. 1,67 trilyun atau sebesar 38,61 persen. Hal ini dikarenakan Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah agraris.


(28)

Sektor kedua terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran kontribusinya sebesar 23,17 persen atau sebesar Rp. 1,03 trilyun pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 kontribusinya meningkat menjadi 24,42 persen tetapi pendapatannya berkurang menjadi Rp. 1,01 trilyun.

Tabel 2.PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2004 dan 2005

Tahun 2004 2005

Sektor Juta(Rp) % Juta(Rp) %

Pertanian 1.605.384 36,24 1.669.783 38,61

Pertambangan 7.162 0,16 7.315 0,17

Industri Pengolahan 306.069 6,92 318.616 7,37

Listrik dan Air Bersih 306.069 6,92 44.045 1,02

Bangunan 188.269 4,25 195.316 4,52

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

1.026.301 23,17 1.005.985 24,42

Angkutan/Komunikasi 156.181 3,53 163.997 3,79

Bank/Keuangan/Perum 140.728 3,18 144.765 3,35

Jasa 693.368 15,65 724.503 16,75

Total 4.430.131 100 4.324.326 100

Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya Dalam Angka, Tahun 2007.

Salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan dimiliki oleh Kabupaten Tasikmalaya adalah potensi pariwisata. Sektor pariwisata di lingkup kecil (daerah) ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta mendorong perekonomian dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kabupaten Tasikmalaya menyimpan potensi pariwisata yang cukup menjanjikan dengan keragaman daya tarik wisata yang dimiliki.

Menurut Wahab (1992) pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selain itu banyak sekali makna yang dapat kita ambil dalam pengembangan sektor pariwisata salah satunya adalah menggalang persatuan


(29)

bangsa yang rakyatnya memiliki daerah yang berbeda, dialek, adat istiadat dan cita rasa yang beraneka ragam pula.

Dalam Pendit (2006), Jawa Barat adalah daerah tujuan wisata prioritas ketiga dimana Tasikmalaya merupakan salah satu daerah tujuan wisatanya. Karakteristik potensi wisata di Kabupaten ini terdiri dari wisata pegunungan, wisata pantai, wisata petualangan, dan wisata budaya atau religi. Lokasi potensial yang memiliki daya tarik wisata adalah Kecamatan Salawu, Kecamatan Bantarkalong, dan Kecamatan Cikalong serta Cipatujah.

Pariwisata dalam perekonomian Indonesia terukur dalam indikator ekonomi walaupun unsur-unsur yang dihitung sebagai kegiatan ekonomi pariwisata masih terbatas pada kegiatan hotel, restoran, rekreasi dan hiburan1. Berdasarkan hal tersebut statistik indikator ekonomi menunjukkan PDRB Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2003 sebesar Rp. 0,23 trilyun, meningkat pada tahun 2004 menjadi Rp. 0,24 trilyun. Akan tetapi tahun 2005 PDRB Pariwisata mengalami penurunan, menjadi Rp. 0,08 trilyun. Tahun 2006-2007 kembali meningkat tetapi tidak sebesar tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi pariwisata pada tahun 2004 adalah 3,34 persen dan mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2005 yaitu sebesar -64,43 persen. Kontribusi PDRB Pariwisata terhadap PDRB Kabupaten Tasikmalaya adalah 5,75 persen pada tahun 2004. Secara keseluruhan informasi yang didapatkan adalah PDRB, pertumbuhan PDRB dan kontribusi PDRB Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya mengalami penurunan

www.traveltourismindonesia.wordpress.com. Ekonomi Pariwisata, Sektor atau Subsektor?. [13 Juni 2009].


(30)

pada tahun 2005 setelah terjadi bencana tsunami di sepanjang Pantai Cipatujah yang memporakporandakan objek wisata tersebut (Tabel 3).

Tabel 3. Kinerja Ekonomi Pariwisata Berdasarkan Indikator Ekonomi Tahun 2003-2007

No

. Uraian 2003 2004 2005 2006 2007

1 2 3 4 5 6 7

1 ADHK (juta Rp)

PDRB Kabupaten Tasikmalaya 4.023.452,52 4.164.964,19 4.337.406,06 4.511.372,24 4.706.635,77 PDRB Pariwisata 231.651,12 239.384,41 85.155,39 88907,99 92.032,60

Hotel 647,13 682,98 105,67 105,87 106,89

Restoran 229.667,48 237.223,68 83.540,70 87.285,88 90.324,55 Rekreasi dan Hiburan 1.336,51 1.477,75 1.509,02 1.516,24 1.601,16 2 Pertumbuhan Ekonomi (%)

PDRB Kabupaten Tasikmalaya 3,52 4,14 4,01 4,33

PDRB Pariwisata 3,34 -64,43 4,41 3,51

Hotel 5,54 -84,53 0,19 0,96

Restoran 3,29 -64,78 4,48 3,48

Rekreasi dan Hiburan 10,57 2,12 0,48 5,60

3 Kontribusi PDRB Pariwisata terhadap PDRB Kabupaten Tasikmalaya (%)

PDRB Pariwisata 5,758 5,748 1,963 1,971 1,955

Hotel 0,016 0,016 0,002 0,002 0,002

Restoran 5,708 5,696 1,926 1,935 1,919

Rekreasi dan Hiburan 0,033 0,035 0,035 0,034 0,034 Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007 (diolah).

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Tasikmalaya dalam peta kepariwisataan Jawa Barat masih merupakan kota transit yang terletak pada jalur lintasan wisata Bandung-Yogyakarta atau Bandung-Pangandaran, sekitar 115 km dari Ibu Kota Provinsi Jawa Barat dan sekitar 310 km dari Ibu Kota Negara tetapi mempunyai sejumlah objek dan daya tarik wisata yang potensial. Banyak pilihan tempat wisata yang ada di Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari wisata budaya, wisata tirta atau bahari


(31)

dan wisata petualangan merupakan potensi yang sangat besar untuk dapat menarik banyak wisatawan yang datang ke Kabupaten Tasikmalaya.

Tabel 4 menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Tasikmalaya yang meningkat setiap tahunnya tetapi jumlah wisatawan yang datang masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan daerah tujuan wisata Kota Bogor. Wisatawan yang datang ke Kota Bogor pada tahun 2001 menunjukkan angka yang besar yaitu 1.647.884 jiwa yang terdiri dari 52.070 jiwa wisatawan mancanegara dan 1.595.814 jiwa wisatawan nusantara. Sementara itu jumlah wisatawan yang datang ke Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2001 adalah 424.123 jiwa yang terdiri dari 1.685 jiwa wisatawan mancanegara dan 424.438 jiwa wisatawan nusantara. Jumlah kunjungan wisatawan Kabupaten Tasikmalaya meningkat pada tahun 2008 menjadi 695.936 jiwa yang terdiri dari 4.887 jiwa wisatawan mancanegara dan 761.633 jiwa wisatawan mancanegara.

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2008 (jiwa)

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, 2008.

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas maka permasalahan yang akan dibahas adalah:

No. Tahun Jumlah Kunjungan Total

Wisman Wisnus

1 2001 1.685 422.438 424.123

2 2002 3.280 485.553 485.553

3 2003 3.413 509.920 513.333

4 2004 4.414 546.639 551.053

5 2005 6.303 618.246 624.549

6 2006 4.606 646.162 650.768

7 2007 4.887 691.049 695.936


(32)

1. Sektor apa saja yang menjadi sektor basis di Kabupaten Tasikmalaya? 2. Bagaimana pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten

Tasikmalaya?

3. Bagaimana potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi sektor-sektor basis di Kabupaten Tasikmalaya.

2. Menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya.

3. Menganalisis potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah diharapkan bahwa penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi daerah.

2. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang sektor pariwisata dan pembangunan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya.


(33)

3. Bagi pihak-pihak lain, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan otonomi daerah dan kepariwisataan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah, difokuskan pada kepariwisataan Kabupaten Tasikmalaya saja. Pembahasan melingkupi kegiatan hotel, restoran, hiburan dan rekreasi yang merupakan sub sektor pariwisata. Penelitian ini menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share serta analisis daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dengan pendekatan Porter’s Diamond.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak dari Dinas Pariwisata. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pendapatan Kabupaten Tasikmalaya dan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Tasikmalaya.


(34)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kepariwisataan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan yang terdiri atas sembilan bab dan empat puluh pasal yang mengandung ketentuan meliputi delapan hal, yaitu:

a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata;

b. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata;

c. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut;

d. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata;

e. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut;

f. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata;

g. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;


(35)

h. Menteri pariwisata adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan.

Berdasarkan Organisasi Pariwisata Dunia, pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Istilah wisatawan pada prinsipnya haruslah diartikan sebagai orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu minimal 24 jam dan maksimal 3 bulan di dalam suatu negara yang bukan merupakan negara dimana biasanya ia tinggal, mereka ini meliputi:

(1) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk bersenang-senang, untuk keperluan pribadi, kesehatan, dan sebagainya,

(2) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk maksud menghadiri pertemuan , konferensi, musyawarah, atau di dalam hubungan sebagai utusan berbagai badan/organisasi (ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik, olahraga, keagamaan) dan sebagainya,

(3) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis, (4) Pejabat pemerintah dan orang-orang militer beserta keluarganya yang

diposkan di suatu negara lain hendaknya jangan dimasukkan dalam kategori ini, tetapi apabila mereka mengadakan perjalanan ke negeri lain, maka hal ini dapat digolongkan sebagai wisatawan.

2.2. Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau


(36)

dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2004).

Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.

2.3. Definisi Otonomi Daerah

Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan mayarakat di daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Kewenangan daerah mencakup kewenangan pemerintahan. Daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan hidup. Penyelenggaraan tugas Pemerintah daerah dan DPRD dibiayai dari beban APBD. Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan


(37)

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan.

Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Otonomi daerah memiliki tiga asas pada prinsip pelaksanaannya, yaitu :

1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI.

2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan atau perangkat pusat di daerah. 3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala

daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, prasarana serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.

Desentralisasi memiliki tujuan untuk mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengurangan subsidi pemerintah pusat, dan untuk mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah.


(38)

2.3.1. Sumber-Sumber Penerimaan Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa penyelenggaraan tugas dan pemerintahan daerah dibiayai dari beban APBD. Adapun yang menjadi sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain yang sah.

2. Dana Perimbangan, yaitu sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus.

3. Pinjaman Daerah, yaitu pelengkap dari sumber-sumber penerimaan daerah yang ada dan ditujukan untuk membiayai pengadaan prasarana daerah atau harta tetap lain yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat meningkatkan penerimaan yang dapat digunakan untuk mengembalikan pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.


(39)

4. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain, bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah.

5. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dinyatakan bahwa dana perimbangan terdiri atas sebagai berikut:

1. Dana Bagi Hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) perorangan, dan penerimaan dari sumberdaya alam.

2. Dana Alokasi Umum (DAU) atau sering disebut juga dengan block grant yang besarnya didasarkan atas formula.

3. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK identik dengan special grant yang ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari bawah (bottom-up).

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga menyatakan bahwa


(40)

pinjaman adalah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang dicatat dan dikelola dalam APBD. Pinjaman daerah dapat bersumber dari dalam dan luar negeri.

2.3.2. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur bagi kinerja perekonomian suatu daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi :

1. Pajak daerah;

2. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) daerah;

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga;

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah. 2.4. Sektor Basis

Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu wilayah terbagi kedalam dua sektor utama, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Ekspor sektor basis


(41)

dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di daerah tersebut terhadap barang-barang yang tidak bergerak, seperti tempat-tempat wisata, peninggalan sejarah, museum dan sebagainya. Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang dan jasa juga tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal (Glasson, 1977).

Priyarsono, et al. (2007) sektor basis atau non basis tidak bersifat statis tapi dinamis sehingga dapat mengalami peningkatan atau bahkan kemunduran dan definisinya dapat bergeser setiap tahunnya. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah:

1. Perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi; 2. Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah; 3. Perkembangan teknologi;

4. Pengembangan prasarana ekonomi dan sosial.

Di satu sisi penyebab kemunduran sektor basis adalah: 1. Adanya penurunan permintaan di luar daerah;

2. Kehabisan cadangan sumber daya.

Untuk mengetahui sektor basis dan non basis dapat digunakan metode pengukuran langsung maupun tidak langsung. Pada metode pengukuran langsung, penentuan sektor basis dan non basis dilakukan melalui survei langsung di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pada metode pengukuran tidak langsung,


(42)

penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan menggunakan data PDB/PDRB dan tenaga kerja per sektor.

1. Metode Pengukuran Langsung

Pada metode pengukuran langsung survei dilakukan terhadap 9 sektor utama yang terdapat di daerah tersebut. Jika sektor yang di survei berorientasi ekspor maka sektor tersebut dikelompokkan ke dalam sektor basis dan sebaliknya jika sektor tersebut hanya memiliki pasar pada skala lokal maka sektor tersebut dikategorikan ke dalam sektor non basis. Metode ini mudah untuk dilakukan, namun memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

a. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan survei secara langsung tidak sedikit, terutama jika daerah yang disurvei cukup luas.

b. Umumnya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan survei langsung di suatu daerah.

c. Membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain itu tenaga kerja yang melakukan survei harus memiliki skill tersendiri dalam mengidentifikasi sektor basis dan non basis.

2. Metode Pengukuran Tidak Langsung

Secara umum tedapat 3 metode yang digunakan untuk menentukan sektor basis dan sektor non basis di suatu daerah berdasarkan pengukuran tidak langsung, yaitu:

a. Metode Asumsi

Berdasarkan pendekatan ini sektor primer dan sekunder diasumsikan sebagai sektor basis sedangkan sektor tersier dianggap sebagai sektor non basis.


(43)

Sektor primer meliputi sektor pertanian dan sektor pertambangan/galian. Sektor sekunder meliputi sektor-sektor yang termasuk dalam klasifikasi sektor industri pengolahan. Adapun sektor tersier meliputi sektor jasa-jasa (listrik, gas dan air minum, transportasi, keuangan dan sektor jasa-jasa lainnya). Metode ini cukup baik diterapkan pada daerah yang luasnya relatif kecil dan tertutup serta jumlah sektornya sedikit.

b. Metode Location Quotient (LQ)

Pada metode ini penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah atasnya. Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini memperhitungkan penjualan barang-barang antara, tidak membutuhkan biaya yang mahal dan mudah diterapkan.

c. Metode Pendekatan Kebutuhan Minimum (MPKM)

Pada dasarnya metode ini mirip dengan metode LQ, hanya saja jika LQ mengacu pada perbandingan relatif pangsa pendapatan/tenaga kerja antara daerah bawah dengan daerah atas maka dalam MPKM daerah yang diteliti dibandingkan dengan daerah yang memiliki ukuran yang relatif sama dan ditetapkan sebagai daerah yang memiliki kebutuhan minimum tenaga kerja di sektor tertentu. Pada awalnya daerah-daerah yang berukuran relatif sama dengan daerah yang diteliti


(44)

tersebut dipilih terlebih dahulu. Untuk setiap daerah, kemudian dihitung persentase angkatan kerja yang dipekerjakan pada setiap sektor. Kemudian angka-angka persentase tersebut diperbandingkan antar satu daerah dengan daerah lainnya. Persentase angkatan kerja terkecil (yang paling minimum) dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi sektor tertentu dan sekaligus sebagai batas untuk menentukan sektor basis dan non basis.

2.5. Analisis Shift Share

Budiharsono (2001) analisis Shift Share adalah salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu selama dua periode waktu. Terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share, yaitu Komponen Pertumbuhan Nasional (PN), Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).

Komponen Pertumbuhan Nasional yaitu perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian sektoral dan wilayah. Komponen Pertumbuhan Proporsional yaitu perbedaan sektor dalam hal permintaan produk akhir, ketersediaan bahan bakar mentah, kebijakan industri dan struktur serta keragaman pasar. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah yaitu perubahan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah terhadap wilayah lain.


(45)

Terdapat enam langkah utama dalam analisis Shift Share. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis.

Wilayah analisis dapat dilakukan di tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Jika wilayah analisis yang dipilih adalah kabupaten atau kota maka wilayah atasnya adalah provinsi atau nasional.

2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis.

Indikator yang umum digunakan adalah pendapatan dan kesempatan kerja. 3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis.

Pada tahap ini tentukan sektor apa saja yang menjadi fokus utama, misalnya sektor pertanian.

4. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi.

Menghitung Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi (Produksi/Kesempatan kerja).

5. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah. 2.6. Daya Saing Porter’s Diamond

Daya saing usaha dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi (Porter, 1998). Dalam ilmu ekonomi, daya saing merupakan konsep yang bersifat relatif (Relatif Concept). Dalam pemahaman tersebut, konsep daya saing identik dengan konsep efisiensi. Dengan menggunakan kriteria atau melihat indikator tertentu sebagai acuan, maka dapat diukur tingkat kuat lemahnya daya saing. Adapun elemen dari Diamond Model tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.


(46)

Kondisi faktor dalam analisis Porter adalah variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu industri seperti sumberdaya manusia (human resource), modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi (information infrastucture), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure) serta sumberdaya alam. Semakin tinggi kualitas faktor input, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas.

Kondisi permintaan merupakan sifat asal untuk barang dan jasa. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal (sophisticated and demanding local customer). Namun dengan adanya perdagangan internasional, kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.

Adanya industri pemasok dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam suatu industri. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama transaction cost, sharing teknologi, informasi maupun keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pemasok dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat.


(47)

Sumber: Porter, 1998.

Gambar 1. Porter’s Diamond Model

Strategi perusahaan dan pesaing dalam Diamond Model juga penting karena kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mancari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.

2.7. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Rahayu (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Kota Bogor” menggunakan alat analisis Input-Output. Tabel I-O Kota Bogor tahun 2000 menyatakan bahwa sektor pariwisata memiliki peranan yang cukup penting terhadap pembentukan Nilai Tambah Bruto, penyerapan tenaga kerja serta struktur permintaan antara dan permintaan akhir. Subsektor pariwisata yang memiliki kontribusi paling besar

Peran Pemerintah

Kondisi Permintaan

Industri Pendukung Dan Industri Terkait Kondisi Faktor

Strategi Perusahaan, Struktur dan

Persaingan

Peran Kesempatan


(48)

dalam pembentukan permintaan antara adalah sektor restoran yaitu sebesar Rp. 44,9 milyar atau 2,72 persen dan sektor restoran ini memiliki kontribusi yaitu sebesar Rp. 253 milyar atau sebesar 7,72 persen terhadap total permintaan akhir. Kecilnya kontribusi sektor pariwisata terhadap permintaan antara menunjukkan sebagian besar output sektor tersebut tidak digunakan oleh sektor lain untuk proses produksi.

Yulianti (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Penentu Daya Saing dan Preferensi Wisatawan Berwisata ke Kota Bogor” melalui analisis deskriptif dengan pendekatan Porter’s Diamond menunjukkan bahwa anggaran untuk kepariwisataan kota Bogor masih kurang, sarana dan prasarana kota masih kurang lengkap, dan transportasi Kota Bogor masih memerlukan penataan lebih lanjut. Menurut analisis dengan metode Probit, faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi wisatawan berwisata ke Kota Bogor yaitu intensitas berwisata, pendidikan, kenyamanan Kota Bogor, dan biaya yang dikeluarkan ketika berwisata. Dari hasil analisis Porter’s Diamond dan metode Probit, maka dapat dirumuskan suatu strategi yaitu peningkatan kenyamanan Kota Bogor dengan meningkatkan anggaran dari pemerintah untuk kepariwisataan Kota Bogor. Anggaran ini dialokasikan untuk melengkapi sarana dan prasarana Kota Bogor.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah analisis yang digunakan dan tempat penelitian. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient, analisis Shift Share dan analisis Porter’s Diamond untuk menganalisis potensi dan kondisi faktor-faktor yang


(49)

mempengaruhi daya saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Tempat penelitian dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Barat.

2.8. Kerangka Pemikiran

Disahkannya Undang-Undang Nomor 32 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari Undang Nomor 22 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 melengkapi pelaksanaan otonomi daerah di setiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya penyerahan kewenangan atau kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diharapkan pelaksanaan pelayanan publik lebih efisien karena pemerintah daerah lebih dekat dan mengerti apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya.

Otonomi Daerah juga mengharuskan pemerintah daerah lebih mandiri dalam hal pembiayaan pemerintahannya. Daerah otonom berwenang untuk meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki oleh daerahnya untuk meningkatkan penerimaan daerah khususnya komponen PAD. Salah satu komponen PAD yang memberikan kontribusi terbesar pada sebagian besar daerah otonom yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. Komponen pajak dan retribusi daerah tidak selamanya dapat diandalkan karena bisa mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.

Kabupaten Tasikmalaya yang juga melaksanakan otonomi daerah berupaya menggali potensi-potensi yang dimiliki untuk meningkatkan PAD nya. Salah satu potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Tasikmalaya dan cukup menjanjikan adalah sektor pariwisata dengan keanekaragaman objek wisata yang


(50)

dimiliki. Untuk itu perlu penelitian terhadap sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya khususnya sektor pariwisata.

Penelitian ini menganalisis sektor basis di Kabupaten Tasikmalaya menggunakan analisis Location Quotient. Tujuan yang kedua adalah menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dengan analisis Shift Share. Sedangkan tujuan yang ketiga dalah analisis potensi dan kondisi penentu daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya menggunakan analisis Porter’s Diamond.

Diharapkan akhir dari penelitian ini diperoleh hasil yang baik. Sehingga kita bisa mendapatkan informasi untuk menyusun strategi pengembangan sektor pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Alur kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.


(51)

I.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan :

... = Ruang Lingkup Penelitian Otonomi

Daerah

Pariwisata PAD

Potensi dan Kondisi Penentu

Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya

Hasil analisis sektor basis dan potensi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah Sektor Basis

Kabupaten Tasikmalaya

UU No.32, UU No.33 Thn 2004

Analisis LQ Analisis

Shift Share

Analisis

Porter’s Diamond

Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian


(52)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Maret 2009. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Tasikmalaya adalah daerah yang memiliki kemandirian fiskal terendah di Provinsi Jawa Barat dan merupakan daerah tertinggal dengan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita dibawah angka provinsi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan jenis data time series. Data diambil selama periode 2003-2007. Data yang dikumpulkan berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat, nilai penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan jumlah kunjungan wisatawan. Data-data tesebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.3. Metode Analisis

3.3.1. Metode Location Quotient (LQ)

Analisis ini digunakan untuk menentukan apakah sektor-sektor ekonomi termasuk kegiatan basis atau non basis. Pada metode ini penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan


(53)

di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan total semua sektor di daerah atasnya. Daerah bawah dalam penelitian ini adalah Kabupaten Tasikmalaya dan daerah atas adalah Provinsi Jawa Barat. Secara matematis nilai LQ dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: LQ

=

(1)

dimana: Sib = pendapatan sektor i pada daerah bawah,

Sb = pendapatan total semua sektor daerah bawah,

Sia = pendapatan sektor i pada daerah atas,

Sa = pendapatan total semua sektor di daerah atas.

Kisaran nilai LQ :

LQ > 1, artinya sektor i dikategorikan sebagai sektor basis yang mampu mengekspor hasil produksinya ke daerah lain.

LQ < 1, artinya sektor i dikategorikan sebagai sektor non basis yang cenderung mengimpor hasil produksi dari daerah lain.

Terdapat dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ yaitu :

1. Pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik (sama dengan) pola konsumsi rumah tangga di daerah atasnya.

2. Baik daerah atas maupun daerah bawah yang mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di tiap sektor yaang sama besarnya. 3.3.2. Analisis Shift Share

Berdasarkan Budiharsono dalam Priyarsono, et al. (2006) analisis ini digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah selama dua periode waktu. Analisis ini dapat dilakukan pada tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional.


(54)

Terdapat enam langkah utama dalam analisis Shift Share. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis.

Wilayah analisis dapat dilakukan di tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Jika wilayah analisis yang dipilih adalah kabupaten atau kota maka wilayah atasnya adalah provinsi atau nasional.

2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis.

Indikator yang umum digunakan adalah pendapatan dan kesempatan kerja. Pendapatan di suatu wilayah dicerminkan oleh nilai PDRB (tingkat kabupaten, kota dan provinsi) dan PDB (tingkat nasional).

3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis.

Pada tahap ini tentukan sektor apa saja yang menjadi fokus utama, misalnya sektor pertanian.

4. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi.

Misalkan, dalam suatu negara terdapat m wilayah (j = 1,2,3...m) dan n sektor ekonomi (i = 1,2,3...n).

a. Produksi (nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis.

(2) dimana:

Yi = produksi (nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.

b. Produksi (nasional) dari sektor i pada tahun akhir analisis.


(55)

dimana:

Y’i = produksi (nasional) dari sektor i pada tahun akhir analisis, Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis. 1) Produksi (nasional) pada tahun dasar analisis dan tahun akhir

analisis dirumuskan sebagai berikut.

(a) Produksi (nasional) pada tahun dasar analisis.

(4) dimana:

Y.. = produksi (nasional) pada tahun dasar analisis,

Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.

(b) Produksi (nasional) pada tahun akhir analisis.

(5) dimana:

Y’.. = produksi (nasional) pada tahun akhir analisis,

Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis.

2) Perubahan produksi sektor i pada wilayah j dapat dirumuskan sebagai berikut.

Yij = Y’ij – Yij (6) dimana:

Yij = perubahan produksi sektor i pada wilayah j,

Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis,

Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis.


(56)

*100

(7) 5. Menghitung Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi (Produksi)

a. ri

ri

(8) dimana:

ri = rasio produksi sektor i pada wilayah j,

Yij = produksi sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis, Y’ij = produksi sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis.

b. Ri

(9) dimana:

Ri = rasio produksi (nasional) dari sektor i,

Y’i = produksi (nasional) dari sektor i pada tahun akhir analisis, Yi = produksi (nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis. c. Ra

(10) dimana:

Ra = rasio produksi (nasional),

Y’.. = produksi (nasional) pada tahun akhir analisis, Y.. = produksi (nasional) pada tahun dasar analisis. 6. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah

a. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)


(57)

dimana:

PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. c. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PPij = (Ri- Ra)Yij (12) dimana:

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. d. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPWij = (ri – Ri)Yij (13) dimana:

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j,

Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.

Apabila :

PPWij < 0, berarti sektor/wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i. PPWij > 0, berarti sektor i pada wilayah j tidak dapat bersaing dengan

baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. 3.3.3. Analisis Porter’s Diamond

Analisis deskriptif menggunakan pendekatan Porter’s Diamond. Analisis dengan pendekatan Porter’s Diamond digunakan untuk menganalisis kondisi dan potensi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Dalam menganalisis kondisi dan potensi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dilakukan dengan cara wawancara terbuka kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya.


(58)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sektor Basis di Kabupaten Tasikmalaya

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode LQ di Kabupaten Tasikmalaya terdapat empat sektor yang termasuk sektor ekonomi basis. Pada Tabel 5 terlihat bahwa sektor basis tersebut adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Keempat sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1 selama periode tahun 2003-2007, artinya sektor-sektor itu mampu untuk mengekspor produk, jasa dan tenaga kerja ke luar wilayah Kabupaten Tasikmalaya.

Sektor non basis yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih. Ketiga sektor ini memiliki nilai LQ <1 selama periode tahun 2003-2007, sehingga hanya mampu menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di dalam batas-batas wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komunikasi bersifat dinamis. Pada tahun 2003 dan 2004 sektor bangunan menjadi sektor basis tapi pada tahun 2005-2007 berubah menjadi sektor non basis. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2003 dan 2004 merupakan sektor non basis setelah itu menjadi sektor basis pada tahun 2005-2007.

Sektor pariwisata yang merupakan gabungan dari subsektor hotel, restoran serta hiburan dan rekreasi memiki nilai LQ > 1 pada tahun 2003 dan 2004. Berdasarkan penelitian, sektor ini berorientasi ekspor karena memiliki pasar pada skala lokal dan di luar batas-batas wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Berbeda


(59)

dengan sektor lain yang dikatakan sektor basis yaitu dapat mengekspor barang, jasa atau tenaga kerja ke luar wilayah maka sektor pariwisata memenuhi kebutuhan pasar di luar wilayah dengan cara menarik wisatawan untuk mengunjungi objek-objek wisata dan melakukan kegiatan konsumsi selama berwisata di Kabupaten Tasikmalaya.

Tabel 5. Nilai Location Quotient Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007

Lapangan LQ

Usaha 2003 2004 2005 2006 2007

1. Pertanian 2,87 2,83 3,78 3,62 3,72

2. Pertambangan dan Penggalian 0,05 0,05 0,08 0,09 0,11

3.Industri Pengolahan 0,16 0,17 0,16 0,17 0,17

4.Listrik, Gas dan Air Bersih 0,45 0,44 0,45 0,48 0,49

5.Bangunan 1,66 1,60 0,23 0,23 0,23

6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,38 1,37 1,16 1,07 1,06

7.Pengangkutan dan Komunikasi 0,88 0,85 1,14 1,12 1,10

8.Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 1,06 1,09 1,26 1,26 1,21

9.Jasa-jasa 2,14 1,91 1,37 1,69 1,73

Pariwisata*) 1,79 1,76 0,70 0,70 0,73

Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007 (diolah). *)Ket: subsektor hotel, restoran, hiburan dan rekreasi.

Pada tahun 2005-2007 sektor pariwisata mengalami penurunan menjadi sektor non basis dengan nilai LQ < 1, yang artinya hanya mampu memenuhi kebutuhan di dalam batas-batas wilayah Kabupaten Tasikmalaya saja. Penurunan PDRB dari sektor ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah terjadi bencana alam tsunami di Pantai Selatan termasuk objek wisata Pantai Cipatujah dan pantai-pantai di sekitarnya yang membuat berkurangnya jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Tasikmalaya karena merasa ketakutan akan terjadi tsunami yang kedua kalinya. Berkurangnya kontribusi sektor pariwisata juga disebabkan oleh rendahnya pendapatan subsektor hotel dan subsektor


(60)

restoran selama tahun 2005-2007. Hal ini karena hotel di Kabupaten Tasikmalaya masih termasuk kelas melati sehingga wisatawan merasa kurang nyaman dan tidak mau menginap di hotel-hotel di Kabupaten Tasikmalaya.

4.2. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Tasikmalaya 4.2.1. Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Tasikmalaya

Komponen pertumbuhan wilayah dibagi menjadi tiga jenis yaitu Pertumbuhan Regional (PR), Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Jika ketiga komponen pertumbuhan wilayah benilai positif, maka laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tasikmalaya semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Tabel 6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya PR, PP dan PPW Tahun 2003-2007

Lapangan PDRB

Usaha*) Kabupaten Tasikmalaya PR PP PPW

Juta (Rp) (%) Juta (Rp) (%) Juta (Rp) (%) Juta (Rp) (%) 1 719.450,49 46,15 368.372,82 23,63 -68.114,87 -4,37 419.192,54 26,89 2 4.823,39 68,88 1.654,60 23,63 -3.135,41 -44,77 6.304,20 90,03 3 68.471,17 23,28 69.493,83 23,63 -1.884,57 -0,64 861,91 0,29 4 9.607,98 24,53 9.255,64 23,63 -1.519,62 -3,88 1.871,96 4,78 5 -145.824,88 -80,69 42.699,86 23,63 46.156,29 25,54 -234.681,03 -129,86 6 19.479,12 1,98 231.969,85 23,63 158.529,91 16,15 -371.020,64 -37,79 7 82.841,15 55,46 35.296,90 23,63 11.923,70 7,98 35.620,55 23,84 8 45.640,73 33,90 31.813,86 23,63 617,11 0,46 13.209,77 9,81 9 -121.305,90 -17,90 16.0116,10 23,63 -109.484,80 -16,16 -171.937,19 -25,37 Total 683.183,25 16,98 950.673,46 23,63 33.087,72 0,82 -267.490,21 -6,65

10 **) -139.618,52 -60,27 54.735,22 23,63 -46.752,53 20,18 -147.601,22 -63,72

Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007 (diolah).

*)Ket: (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih; (5) Bangunan; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (9) Jasa-jasa.


(61)

Berdasarkan Tabel 6, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2003-2007 telah mempengaruhi pertumbuhan PDRB Kabupaten Tasikmalaya sebesar Rp. 0,95 trilyun atau sebesar 23,63 persen. Secara sektoral nilai PR terbesar adalah sektor pertanian sebesar Rp. 0,37 trilyun. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh perubahan produksi atau kebijakan ekonomi regional. Komponen PR terkecil terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu Rp. 1,65 milyar. Perubahan produksi atau kebijakan regional kecil pengaruhnya terhadap produksi sektor pertambangan Kabupaten Tasikmalaya karena sektor pertambangan tidak berkembang dan merupakan penyumbang terkecil terhadap PDRB Kabupaten Tasikmalaya. Kontribusi sektor pertambangan sangat kecil karena rendahnya penerapan teknologi dan sarana prasarana pendukung.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki komponen PR tebesar kedua yaitu sebesar Rp. 0,23 trilyun. Artinya apabila terjadi perubahan kebijakan regional atau produksi regional maka kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran beserta subsektornya akan mengalami perubahan.

Sektor yang memiliki pertumbuhan yang cepat dengan nilai PP > 0 adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kabupaten Tasikmalaya memiliki nilai PP terbesar yaitu Rp. 0,16 trilyun. Sehingga perlu untuk terus dikembangkan karena memiliki pertumbuhan yang paling cepat. Sedangkan sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat dengan nilai PP < 0 adalah sektor pertanian, sektor


(62)

pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor jasa-jasa. Sektor dengan laju pertumbuhan proporsional terbesar adalah sektor bangunan sebesar 25,54 persen.

Sektor ekonomi Kabupaten Tasikmalaya yang dapat bersaing dengan baik dengan sektor ekonomi wilayah lainnya (PPW > 0) adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor yang mempunyai daya saing paling besar adalah sektor pertanian. Sedangkan sektor yang tidak dapat bersaing dengan baik dengan sektor di wilayah lainnya (PPW < 0) adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa.

Berdasarkan Tabel 6, kegiatan ekonomi pariwisata yang dihitung dari unsur-unsur kegiatan hotel, restoran, hiburan dan rekreasi menunjukkan perubahan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Tasikmalaya yang bernilai negatif. Hal ini disebabkan oleh penurunan kegiatan hotel dan restoran yang cukup besar pada tahun 2005 dimana pada tahun 2005 terjadi bencana alam tsunami yang menghancurkan objek wisata pantai di Kabupaten Tasikmalaya dan mengurangi jumlah kunjungan wisatawan.

Kegiatan ekonomi pariwisata mempunyai nilai PR sebesar Rp. 0,06 trilyun yang merupakan urutan terbesar kelima, artinya kegiatan ini juga dipengaruhi oleh perubahan kebijakan regional atau perubahan produksi regional. Pertumbuhan proporsional bernilai negatif sebesar - Rp. 0,05 trilyun atau -20,18 persen yang artinya kegiatan pariwisata memiliki pertumbuhan yang lambat. Kegiatan


(1)

Lampiran 2.

PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah)

NO. LAPANGAN USAHA Tahun

2003 2004 2005 2006 2007

1. PERTANIAN 29.924.294,54 31.778.941,73 32.373.993,63 34.822.021,09 35.687.490

a. Tanaman Bahan Makanan 21.540.501,91 22.591.788,97 23.172.460,17 25.282.624,65 26.264.301

b. Tanaman Perkebunan 1.845.692,58 1.949.906,04 1.898.280,64 1.927.436,59 1.902.034

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 4.491.718,56 5.120.743,46 5.275.525,07 5.411.347,99 5.355.850

d. Kehutanan 267.604,63 346.754,57 207.241,22 482.982,49 449.415

e. Perikanan 1.778.776,87 1.769.748,69 1.820.486,55 1.717.629,37 1.715.891

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 8.232.371,91 7.705.213,45 7.194.525,89 6.982.246,74 6.491.519

a. Minyak dan Gas Bumi 7.626.559,16 7.096.802,94 6.576.120,55 6.402.794,04 5.916.775

b. Pertambangan Tanpa Migas 207.515,89 186.570,85 195.386,06 142.042,38 138.758

c. Penggalian 398.296,86 421.839,66 423.019,28 437.410,33 435.985

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 99.768.380,17 102.095.098,82 110.570.845,94 114.299.625,74 122.702.671

a. Industri Migas 1.878.160,16 2.175.830,27 1.914.027,49 2.322.258,24 2.244.324

1). Pengilangan Minyak Bumi 1.878.160,16 2.175.830,27 1.914.027,49 2.322.258,24 2.244.324

2). Gas Alam Cair 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Industri Tanpa Migas 97.890.220,01 99.919.268,55 108.656.818,45 111.977.367,50 120.458.347

4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 4.802.196,62 5.210.295,64 5.529.209,58 5.427.579,55 5.750.579

a. Listrik 4.180.761,39 4.559.559,78 4.885.982,47 4.692.685,95 4.974.339

b. Gas Kabupaten 415.240,66 443.141,23 433.556,53 392.726,29 404.971

c. Air Bersih 206.194,57 207.594,63 209.670,58 342.167,31 371.268

5. BANGUNAN 5.985.267,25 6.602.399,92 7.780.823,72 8.232.950,09 8.928.178

6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 39.198.353,10 41.798.813,67 43.013.909,30 50.719.350,06 54.789.912

a. Perdagangan Besar dan Eceran 32.220.782,99 34.387.012,24 36.295.815,16 43.708.196,06 47.633.192

b. Hotel 806.815,05 868.021,98 1.002.304,98 1.054.314,63 1.137.396


(2)

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 9.323.763,67 10.274.962,93 10.295.854,17 11.143.253,97 12.271.025

a. Pengangkutan 6.907.785,20 7.304.552,00 7.284.965,29 7.648.039,96 7.954.436

1). Angkutan Rel 145.026,88 153.418,94 161.742,33 247.645,79 217.359

2). Angkutan Jalan Raya 5.574.845,64 5.814.573,39 5.943.075,46 6.185.077,83 6.515.372

3). Angkutan Laut 309.022,62 315.512,10 223.477,22 221.902,87 214.225

4). Angkutan Sungai dan Penyebrangan 549,96 304,54 322,54 805,90 822

5). Angkutan Udara 425.100,98 523.163,04 446.885,87 447.721,97 496.245

6). Jasa Penunjang Angkutan 453.230,13 497.579,99 509.461,88 544.885,60 510.413

b. Komunikasi 2.415.978,47 2.970.410,93 3.010.888,87 3.495.214,01 4.316.589

1). Pos dan Telekomunikasi 2.415.978,47 2.970.410,93 3.010.888,87 3.495.214,01 4.316.589

2). Jasa Penunjang Telekomunikasi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 6.967.352,63 7.247.001,69 7.570.633,17 7.672.322,47 8.645.553

a. Bank 1.596.488,80 1.750.015,03 1.937.840,32 1.773.396,11 2.599.889

b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 563.996,86 605.188,38 713.767,52 895.576,49 1.087.570

c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

d. Sewa Bangunan 3.542.366,26 3.664.418,25 3.699.393,75 3.773.318,47 3.653.241

e. Jasa Perusahaan 1.264.500,71 1.227.380,03 1.219.631,58 1.230.031,40 1.304.852

9. JASA-JASA 17.426.193,83 20.344.963,10 21.468.266,35 18.200.096,05 18.728.218

a. Pemerintahan Umum 10.791.629,02 13.143.278,09 13.853.884,00 9.949.391,46 10.221.172

1). Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 6.863.476,06 8.359.124,87 8.811.070,22

2). Jasa Pemerintahan Lainnya 3.928.152,96 4.784.153,23 5.042.813,78

b. Swasta 6.634.564,81 7.201.685,01 7.614.382,35 8.250.704,58 8.507.046

1). Sosial Kemasyarakatan 1.077.524,77 1.177.893,15 1.308.717,79 1.359.674,53 1.510.675

2). Hiburan dan Rekreasi 156.176,05 182.955,71 192.344,80 211.910,08 222.855

3). Perorangan dan Rumah Tangga 5.400.863,99 5.840.836,15 6.113.319,76 6.679.119,97 6.773.516

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 221.628.173,72 233.057.690,94 245.798.061,75 257.499.445,75 273.995.144,93


(3)

Lampiran 3. Analisis Shift Share Rasio PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat

Lapangan

PDRB Kabupaten

Tasikmalaya PDRB Provinsi Jawa Barat Perubahan PDRB Perubahan PDRB

Usaha Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Ra Ri ri

2003 2007 2003 2007 Juta Rupiah (%) Juta Rupiah (%)

1 1.559.032,22 2.278.482,71 29.924.294,54 35.687.490 719.450,49 46,14725 5.763.195,46 19,25925 0,236283 0,192593 0,461472 2 7.002,64 11.826,03 8.232.371,91 6.491.519 4.823,39 68,87959 -1.740.852,91 -21,1464 0,236283 -0,21146 0,688796 3 294.112,70 362.583,87 99.768.380,17 122.702.671 68.471,17 23,28059 22.934.290,83 22,98753 0,236283 0,229875 0,232806 4 39.171,83 48.779,81 4.802.196,62 5.750.579 9.607,98 24,52778 948.382,38 19,74893 0,236283 0,197489 0,245278 5 180.714,90 34.890,02 5.985.267,25 8.928.178 -145.824,88 -80,6933 2.942.910,75 49,16925 0,236283 0,491692 -0,80693 6 981.745,79 1.001.224,91 39.198.353,10 54.789.912 19.479,12 1,984131 15.591.558,90 39,77606 0,236283 0,397761 0,019841 7 149.384,01 232.225,16 9.323.763,67 12.271.025 82.841,15 55,45517 2.947.261,33 31,61021 0,236283 0,316102 0,554552 8 134.643,01 180.283,74 6.967.352,63 8.645.553 45.640,73 33,89759 1.678.200,37 24,08663 0,236283 0,240866 0,338976 9 677.645,42 556.339,52 17.426.193,83 18.728.218 -121.305,90 -17,9011 1.302.024,17 7,47165 0,236283 0,074716 -0,17901 Total 4.023.452,52 4.706.635,77 221.628.173,72 273.995.144,93 683.183,25 16,98003 52.366.971,21 23,6283 0,236283 0,236283 0,1698 pariwisata 231.651,12 92.032,60 7.133.746,16 7.379.575 -139.618,52 -60,271 245.828,84 3,445999 0,236283 0,03446 -0,60271


(4)

Lampiran 4. Perencanaan Strategis Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2005

Visi : “Tasikmalaya yang Religius/Islami, sebagai kabupaten tang maju dan sejahtera, serta kompetitif dalam bidang agribisnis di

Jawa Barat tahun 2010.

Misi V : Mewujudkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui pengembangan agribisnis dengan didukung oleh sektor lain.

Langkah-Langkah

Bidang

Tujuan

Sasaran

Kebijakan

Program

Kegiatan

Kewenangan

Meningkatkan

produktivitas

dan produksi

serta daya saing

kegiatan usaha

pariwisata

Meningkatnya

jumlah

kunjungan

wisatawan

Meningkatkan

pemanfaatan potensi

sumberdaya alam

dalam menciptakan

kawasan ekonomi

baru

Pengembangan

potensi pariwisata

Menata objek dan

daya tarik wisata

Bidang Kepariwisataan


(5)

Lampiran 5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2006-2010

Fungsi : Pariwisata dan Budaya

Subfungsi : Pengembangan Pariwisata dan Budaya

Kebijakan

Program

Indikator Program

(Hasil/

Outcom

)

Indikasi Kegiatan

Misi Terkait

1.

Meningkatkan

peran dan

partisipasi

masyarakat

dalam

pembangunan

pariwisata dan

budaya

1.

Pengembangan

SDM pariwisata

dan kebudayaan

1.

Meningkatnya

pemahaman masyarakat

terhadap pariwisata dan

kebudayaan

2.

Meningkatnya kualitas

SDM pariwisata dan

kebudayaan

1.

Pembinaan masyarakat

pariwisata dan budaya melalui

diklat aparatur pariwisata dan

kebudayaan, diklat pelaku

pariwisata dan budaya,

pembinaan pelaku pariwisata

dan temu budaya

Misi 2: Meningkatkan

sumberdaya manusia yang

berkualitas dan mandiri

2.

Pelestarian serta

pengembangan

seni budaya dan

peninggalan

sejarah

3.

Terpeliharanya situs dan

bangunan prasasti

bersejarah

4.

Meningkatnya kegiatan

sanggar-sanggar

kesenian

5.

Terlaksananya misi dan

pentas kesenian

2.

Pengadaan papan nama, papan

petunjuk dan papan larangan

3.

Pemagaran batas area dan

fasilitas sarana dan pra sarana

4.

Ekskavasi/penggalian dan

inventarisasi arkeologi dan

sejarah

5.

Pembangunan museum dan

fasilitas sarana dan pra sarana

6.

Inventarisasi seni dan budaya

daerah

7.

Penyelenggaraan lomba seni dan

budaya

8.

Pembangunan dan pengadaan

perlengkapan sanggar seni

9.

Pengiriman dan pertukaran misi


(6)

kebudayaan (regional, nasional

dan internasional) dalam

event

pariwisata

1.

Meningkatnya

pertumbuhan

ekonomi daerah

melalui

pengembangan

agribisnis

potensial lokal

untuk

mengurangi

kesenjangan

antar wilayah

1.

Pengembangan

potensi-potensi

pariwisata dan

pertambangan

1.

Tertatanya objek dan

daya tarik wisata

2.

Meningkatnya jumlah

kunjungan wisatawan

3.

Meningkatnya produksi

pertambangan

1.

Inventarisasi dan identifikasi

potensi pariwisata

2.

Penataan fasilitas objek dan daya

tarik wisata serta fasilitas

pendukung lainnya sesuai

standarisasi

3.

Peningkatan promosi

kepariwisataan dan budaya

4.

Penataan kawasan pertambangan

rakyat

5.

Ekspolarasi dan eksploitasi

pertambangan rakyat

Misi 4: Meningkatkan

pertumbuhan ekonomi

daerah melalui

pengembangan agribisnis

dengan didukung oleh

sektor lain