Karakteristik Molekuler Keragaman Genetik, Struktur Populasi dan Filogenetik Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) di Perairan Maluku Utara dan Ambon, Indonesia

3.2. Keragaman Genetik Ikan Tuna Sirip Kuning

Analisis keragaman haplotipe Hd dan nukleotida π dengan menggunakan aplikasi DnaSP 5.10 menemukan nilai keragaman haplotipe ikan tuna sirip kuning populasi Maluku Utara sebesar 0.984 dan keragaman nukleotida π bernilai 0.021 dan keragaman genetik populasi Ambon 1.00 dan nukleotida 0.018. Nilai keragaman genetik antar kedua populasi adalah 0.990 dan keragaman nukelotida 0.020.Tingginya nilai keragaman genetik sama seperti Scoles dan Graves 1993 di Samudera Pasifik 0.840, Moria et al 2009 keragaman genetik tuna sirip kuning 0.878 berdasarkan sampel larva, Wu et al 2010 sebesar 0.992 di Barat Samudera Pasifik dan 0.999 di Barat Samudera Hindia, serta Kunal et al 2013 sebesar 0.998 perairan India. Hasil penelitian ini mirip dengan laporan hasil penelitian ikan migratory pelagis lainnya seperti tuna alalunga, tuna mata besar dan ikan cakalang Carlsson et al 2004; Chiang et al 2006, 2008; Martinez dan Zardoya 2005; Martinez et al 2006; Nugraha 2009; Dammannaggoda 2007; Suman et al 2014. Nilai keragaman haplotipe tertinggi jika dibandingkan antara kedua populasi terdapat pada populasi ikan tuna sirip kuning Ambon yaitu sebesar 1.00 dan keragaman haplotipe terkecil pada populasi ikan tuna sirip kuning Maluku Utara yakni 0.984 Tabel 4. Tabel 4. Deskripsi statistik keragaman genetik ikan tuna sirip kuning. Sampel N H n H d Π Maluku Utara 33 25 0.984 0.021 Ambon 8 8 1 0.018 Semua Populasi 41 33 0.990 0.020 Keterangan : n = Jumlah sampel, H n = Jumlah haplotipe H d = Keragamanan haplotipe, π = Keragaman nukleotida. Secara keseluruhan jika hasil penelitian digabungkan dengan berbagai sumber penelitian lainnya maka diperoleh kisaran nilai keragaman genetik ikan tuna sirip kuning berada diantara 0.840-1.00. Kemiripan dan perbedaan nilai keragaman genetik disebabkan oleh jumlah sampel yang digunakan pada saat penelitian berbeda-beda, sebagaimana yang dijelaskan Nei 1981 bahwa nilai keragaman genetik satu spesies tergantung pada ukuran sampel yang di temukan. Avise et al 1989 menyebutkan bahwa keragaman haplotipe keseluruhan mtDNA untuk beberapa ikan berada dalam kisaran 0.473-0.998. Suman et al 2013 menjelaskan bahwa perbedaan nilai haplotipe diantara dan didalam populasi diakibatkan karena subtitusi, insersi atau delesi genetik. Secara umum sumber variasi genetik disebabkan oleh perkawinan acak, ukuran populasi sangat besar, migrasi, mutasi, rekombinasi dan seleksi alam Hartl dan Clark 1997; Hartl dan Jones 1998; Griffiths et al 2000; Anne et al 2007; Hamilton 2009. Dengan begitu tingginya keragaman genetik ikan tuna sirip kuning diduga disebabkan oleh dua faktor, pertama adalah populasi yang berukuran besar sangat memungkinkan terjadinya kawin acak interbreding di antara individu-individu anggotanya, dengan demikian setiap individu memiliki peluang untuk bertemu dengan individu lain, baik dengan genotipe yang sama maupun berbeda dengannya. Perkawinan silang seperti ini, membantu dalam meningkatkan frekuensi alel satu generasi dan diturunkan ke generasi berikutnya. Selain itu ukuran populasi yang besar juga dapat melindungi terjadinya penurunan populasi, karena meski adanya tekanan penangkapan secara berkala terhadap ikan tuna sirip kuning namun ukuran populasi dalam jumlah yang besar masih tersedia dan menyebar di perairan antar samudera atau perairan lokal pada suatu negara. Populasi yang menyebar secara luas mengakibatkan penangkapan ikan tuna hanya pada sub populasi yang berjumlah kecil pada suatu perairan. Proses perpindahan atau migrasi antar perairan membutuhkan waktu yang cukup lama karena biasanya ikan bergerak mencari makanan di wilayah sekitar terlebih dahulu. Berbagai penjelasan diatas juga didukung hasil penelitian Ely et al 2005 menemukan terdapat sub populasi tuna sirip kuning di Samudera Atlantik. Hal yang sama juga ditemukan spesies ikan tuna lainnya lain seperti Grewe dan Hamptom 1998 mengkaji 800 sampel tuna mata besar dengan menggunakan analisis mtDNA dan DNA mikrosatelit menemukan terdapat sub populasi di dalam populasi ikan tuna mata besar di Samudera Pasifik yang tersebar secara luas, kemudian Nugraha 2009 dalam penelitianya genetika populasi ikan tuna mata besar T. obesus di Benoa Bali dimana sampel dikumpulkan di perairan Samudera Hindia selatan Jawa dan Nusa Tenggara terdapat lima sub kelompok diperairan yang terbagi atas dua populasi yang terbagi menjadi populasi Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Martinez et al 2006 menjelaskan bahwa ditemukan dua clade tuna mata besar diperairan Samudera Atlantik dan dua pola genetik yang berbeda, hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Bremer et al 1998 dimana terdapat tiga populasi ikan tuna di dunia yakni populasi ikan tuna di Samudera Atlantik dan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik. Chiang et al 2008 melakukan penelitian pada empat lokasi di daerah Samudera Hindia dan memperlihatkan bahwa tidak adanya perbedaan genetik yang nyata pada populasi ikan tuna mata besar di Samudera Hindia, kemudian Chiang et al 2006 dalam penelitiannya menemukan tuna mata besar pada Pasifik Barat merupakan satu populasi panmictik tunggal. Faktor kedua adalah kemampuan migrasi yang tinggi dimana migrasi menyebabkan terjadinya pertemuan antar populasi yang besar, sehingga dapat menyebabkan terjadinya perkawinan silang dan memungkinkan adanya aliran gen gen flow antar populasi yang berbeda, dengan demikian akan mempengaruhi tingkat keragaman genetik ikan tuna dalam kurun waktu tertentu. Hal ini memungkinkan karena jalur migrasi ikan tuna yang bergerak dari Samudera Pasifik kemudian bermigrasi masuk ke Indonesia khusunya perairan Laut Maluku, Laut Seram dan Laut Banda sehingga memungkinkan terjadi perkawinan antar populasi. Pertemuan ini menyebabkan terjadinya aliran gen gen flow didalam dan antar populasi. Aktivitas migrasi ikan tuna ini didukung oleh Nishida et al 1998 yang menggunakan metode penanda Tagging dan menemukan bahwa beberapa spesies ikan tuna melakukan perjalanan jauh lintas Samudera. Kemampuan migrasi ikan tuna yang tinggi dan ukuran populasi yang besar memberikan peluang untuk bertemu dan mengakibatkan terjadi persilangan genetik Grant 1985; Palumbi 1994; Wild 1994; Ely et al 2005. Durand et al 2005 menyebutkan bahwa terdapat populasi ikan tuna dari dua kelompok berbeda di perairan dunia yakni dari Samudera Atlantik dan Indo-Pasifik bertemu di bagian selatan laut Afrika dan pertemuan ini menimbulkan gerombolan populasi yang besar, selanjutnya Gonzales et al 2008 terjadi perkawinan antara populasi ikan tuna yang berbeda pada lokasi di bagian selatan Samudera Atlantik.