Atmospheric Boundary Layer ABL

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permukaan bumi merupakan batas paling bawah dari atmosfer. Di antara permukaan bumi dan atmosfer terdapat lapisan yang merupakan tempat terjadinya proses-proses transport yang dibatasi dari ketinggian 100- 3000 m yang disebut sebagai Atmospheric Boundary Layer Stull 1999. Atmospheric Boundary Layer ABL didefinisikan Stull sebagai bagian dari troposfer yang dipengaruhi langsung oleh pemukaan bumi dan merespon gaya permukaan dalam rentang waktu satu jam sampai satu hari. Gaya permukaan yang mempengaruhi ABL yaitu gaya gesek antar lapisan udara. Selain gaya permukaan, ABL juga dipengaruhi oleh evaporasi dan transpirasi, transfer panas, emisi polutan, dan tanah lapang yang menyebabkan modifikasi aliran. Sesungguhnya penelitian tentang ABL begitu penting bagi kehidupan manusia, tetapi di Indonesia penelitian tentang ABL belum banyak dilakukan, hal ini dibuktikan dengan sedikitnya referensi tentang ABL di Indonesia. Pentingnya penelitian ABL dilakukan karena banyak fenomena cuaca dan iklim yang dipengaruhi oleh interaksi atmosfer dan permukaan bumi. Proses-proses di permukaan bumi dan ABL juga penting untuk dipahami agar dapat di simulasikan dalam model komputer guna keperluan peramalan cuaca, menduga sebaran polutan, dan pengaruh aktivitas manusia terhadap ikilm masa depan. Prediksi hujan dan suhu udara esok hari juga membutuhkan perhitungan dari proses-proses di dalam ABL. Untuk kualitas udara, penting untuk mengetahui konsentrasi polutan yang masuk ke dalam atmosfer serta arah dan jarak polutan itu ditransportasikan, dan hal tersebut dapat dijelaskan jika kita memahami karakter ABL. Dalam penelitian tentang ABL, digunakan unsur-unsur meteorologi sebagai variabel. Variabilitas unsur-unsur meteorologi secara diurnal di Indonesia relatif besar, sehingga karakter ABL secara diurnal memberikan perbedaan yang nyata. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor cuaca secara diurnal karakter ABL juga sangat dipengaruhi oleh topografinya. Di daratan, konveksi maksimum terjadi pada siang hari, sehingga ABL maksimum terjadi pada siang hari. Di lautan variasi ketebalan ABL lebih kecil dibandingkan dengan daratan secara temporal. Suhu permukaan laut hanya mengalami sedikit perubahan secara diurnal karena percampuran dengan suhu lautan dalam. Selain itu, air juga memilki kapasitas panas yang besar sehingga dapat menyerap jumlah panas yang besar dari radiasi matahari. Baik di daratan maupun di lautan, secara umum ketebalan ABL dipengaruhi oleh konveksi dan shear angin.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian tentang Kajian Teoritis dan Empiris Distribusi Spasial dan Temporal Parameter-Parameter Atmospheric Boundary Layer Studi Kasus: Bogor, Karawang, dan Pulau Pramuka adalah sebagai berikut: 1. Memahami teori meteorologi ABL 2. Mengkaji dan membandingkan pola profil vertikal unsur-unsur meteorologi yang mencirikan karakter ABL di tiga wilayah kajian yaitu Bogor, Karawang, dan Pulau Pramuka 3. Menentukan ketebalan ABL sebagai fungsi spasial dan temporal berdasarkan data sounding di tiga wilayah kajian

II. TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Atmospheric Boundary Layer ABL

ABL didefinisikan sebagai lapisan paling bawah atmosfer yang dicirikan oleh pengaruh langsung permukaan bumi. Di dalam ABL, turbulen yang chaotic membentuk lapisan ini sehingga lapisan ini disebut juga sebagai Mixed Layer ML. Turbulen dapat terbentuk melalui proses konvektif gaya bouyance atau mekanik shear angin. Karena adanya turbulensi di dalam ABL menyebabkan proses-proses didalam ABL menjadi kompleks sehingga dalam menentukan ketebalan ABL diperlukan pendekatan- pendekatan tertentu seperti pendekatan profil vertikal suhu dan kecepatan angin, interpretasi data citra, dan pendekatan menggunakan model satu dimensi sederhana Benkley dan Schulman 1979. Pendugaan ketebalan ABL sangat penting, di daratan pendugaan ketebalan ABL digunakan untuk mengontrol distribusi polutan, peramalan cuaca dalam jangka waktu pendek, dan perubahan iklim dalam jangka waktu panjang. Sedangkan di lautan pendugaan ketebalan ABL digunakan dalam mengkaji produktivitas di laut atas, proses- proses perubahan udara-lautan, dan perubahan iklim dalam jangka waktu yang panjang Thomson 2003. Metode yang paling dapat dipercaya untuk menentukan ketebalan ABL adalah berdasarkan pengukuran langsung intensitas turbulen atau konsentrasi polutan. Pengukuran tersebut akan menunjukkan kecenderungan terjadinya gradien yang besar dekat puncak ABL yang disebut Capping Inversion CI. Ketebalan ABL yang diduga dari kondisi konvektif pada siang hari menggunakan teknik profile-intersection yang pertama kali dilakukan oleh Holzworth 1967. Teknik tersebut berdasarkan prosedur yang mengekstrapolasi suhu yang naik secara adiabatik suhu potensial hingga memotong profil suhu. Puncak ABL didasarkan pada elevasi inversi atau stable layer yang menutupi Convective Boundary Layer CBL. Teknik Holzworth tidak memasukkan unsur adveksi suhu dan kelembaban, sehingga variasi ketebalan ABL berdasarkan teknik ini tergantung pada suhu permukaan Holzworth 1967 dalam Berman 1999. Berdasarkan penelitian Berman et al 1995 yang menggunakan metode Holzworth di Timur Laut Amerika Serikat pada musim panas antara pukul 12.00-16.00 WS di dapatkan ketebalan maksimum ABL mencapai 300 m di atas lautan dan 2500 m di atas daratan pedalaman. Ketebalan ABL di wilayah pantai sangat dipengaruhi oleh arah angin. Ketika aliran udara menjauhi pantai, ABL lautan tidak dapat menmbus masuk ke daratan sehingga ketebalannya tetap tinggi. Sedangkan ketika aliran udara mendekati pantai membawa udara dingin dari lautan yang cenderung menurunkan suhu permukaan dan ketebalan ABL Berman S. dkk, 1999. Dalam menentukan ketebalan ABL, kajian tentang fluks panas sangat penting, karena fluks panas merupakan salah satu faktor pembangkit turbulensi. Panas dalam ABL secara umum dimodelkan dengan menggunakan asumsi bahwa fluks panas virtual menurun secara linear terhadap ketinggian. Dalam menentukan Entrainment Zone EZ, fluks panas virtual biasanya digambarkan dengan penurunan di daerah dekat puncak ABL yang besarnya 10-20 dari nilai penurunan permukaan. Kenaikan fluks panas virtual menyebabkan akselerasi termal menurun terhadap ketinggian yang menyebabkan gaya bouyance berkurang drastis. Di bagian tengah lapisan ABL, panas menembus keseimbangan gaya bouyance yang mengarah kepada fluks panas negatif. Sebagai contoh adalah proses melemahnya stratifikasi termal di bagian atas ABL yang membentuk EZ Mahrt L dan Paumer J, 1984.

2.2 Beberapa